Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Kesusastraan Drama dan Nyanyian

Kesusastraan Drama dan Nyanyian




6.  Kesusastraan Drama dan Kayoo (Nyanyian)

 

Noh

Dari Zaman Heian sampai Zaman Kamakura, kesenian Noh jenis Ennenmai, Dengaku dan Sarugaku sangat digemari rakyat. Pada akhir Zaman Nanbokuchoo dan awal Zaman Muromachi muncullah seorang tokoh bernama Kannami bersama anaknya bernama Zeami. Kedua orang ini berhasil menciptakan drama Noh Sarugaku yang diciptakan dengan mengolah dan mengambil unsur-unsur baik dari pelbagai kesenian Noh yang ada pada waktu itu. Drama Noh Sarugaku ini sangat populer dan berhasil mengalahkan kesenian Dengaku yang populer sampai saat itu. Dewasa ini yang dimaksud dengan Noh atau Noogaku adalah Noh Sarugaku yang diciptakan oleh kedua tokoh ini. Pantun atau syair yang dibawakan pada waktu pementasan disebut Yookyoku.

Kannami adalah seorang aktor yang mahir sekali dan juga merupakan penulis skenario dan pencipta lagu yang sangat berbakat. Ia sudah meninggal dunia sebelum sempat menyaksikan drama Noh yang sudah mencapai titik kesempurnaan. Anaknya Zeami mengikuti jejak ayahnya dan berhasil menyelesaikan penciptaan drama Noh tersebut. Ia adalah seorang aktor yang mempunyai bakat melebihi ayahnya dan juga merupakan seorang penulis skenario dan pencipta lagu yang sangat terkenal. Selama hidupnya ia menciptakan tidak kurang dari 150 buah Yookyoku antara lain Takasago, Oimatsu, Matsukaze, Hyakuman dan sebagainya. Lebih separuh dari drama Noh yang dipentaskan dewasa ini adalah hasil karyanya. Selain itu buku-buku karangannya yang membahas masalah pementasan drama dan cara berperan berjumlah 20 lebih, misalnya Fuushikaden (disebut juga Kadensho), Kakyoo, Sarugaku Dangi dan sebagainya. Di antaranya Fuushikaden adalah buku yang paling sempurna, baik susunannya maupun isinya. Buku ini menuturkan proses yang harus dilalui pada waktu belajar seni drama, cara berperan, asal-usul drama Noh dan lain-lain. Namun yang dititikberatkan olehnya ialah mengenai Hana dan Yuugen. Dia menjelaskan bahwa Hana adalah suatu unsur yang harus selalu ada dalam pementasan yang dapat menyebabkan para penonton merasa indah dan tergugah. Yuugen adalah keindahan seni yang dihasilkan Hana dalam suatu pementasan drama Noh.

Setelah Zeami meninggal, tokoh lain yang meninggalkan karya patut dinilai adalah Konbaru Zenchiku. Kesenian Noh yang dibahasnya mempunyai ciri-ciri yang berbeda, karena dia memasukkan pengaruh Zen dan Kagaku ke dalamnya.

Drama Noh yang diasuh oleh tokoh-tokoh seperti di atas mendapat perhatian dan perlindungan dari keluarga samurai yang berkuasa pada waktu itu, disenangi oleh keluarga bangsawan, para pendeta dan penduduk di daerah, sehingga dapat bertahan sampai sekarang.

Noh adalah sejenis drama yang terdiri dari Utai (ceritera dalam gaya syair yang dibawakan pada waktu pementasan), Hayashi (musik yang mengiringi Utai pada waktu pementasan), Shosa (tarian atau lakon yang dipertunjukkan pada waktu pementasan).

Yookyoku yang merupakan skenario drama Noh yang dipentaskan dewasa ini kira-kira berjumlah 240 buah, yang dibagi menjadi lima babak menurut urutan pementasannya, yaitu :
a.       Babak I, disebut Wakinoh
Isinya terdiri dari ceritera mengenai dewa-dewa atau mengenai suatu upacara tanda syukur.
b.       Babak II, disebut Shuramono
Isinya terdiri dari ceritera yang bertemakan seorang samurai yang telah meninggal dalam pertempuran.
c.       Babak III, disebut Kazuramono.
Isinya terdiri dari ceritera yang menjadikan wanita atau roh wanita sebagai tokohnya.
d.       Babak IV, disebut Genzaimono.
Isinya terdiri dari ceritera mengenai kejadian yang ada pada zaman yang bersangkutan, atau ceritera lain yang beraneka ragam.
e.       Babak V, disebut Kirinoh.
Isinya mengenai setan atau ceritera mengenai binatang buas.

Kelima pembabakan di atas ada kalanya disingkat menjadi babak Shin (dewa), babak Nan (laki-laki), babak Nyo (perempuan), babak Kyoo (gila) dan babak Ki (setan). Pembabakan seperti di atas dengan isi yang berlainan yang diatur sebagai urutan pementasan pada sebuah drama Noh dimaksudkan untuk menghasilkan nilai yang semaksimal mungkin.

Isi sebuah drama Noh sesuai dengan cara pembabakan di atas dapat disimpulkan kira-kira sebagai berikut. Pada babak pertama dipentaskan adegan yang memunculkan dewa-dewa sehingga nada dan suasana mengandung keagungan. Untuk itu lagunya misalnya diambil dari Yookyoku Takasago, Chikubushima dan lain-lain. Pada babak kedua dipentaskan adegan pertempuran yang hebat, misalnya diambil dari Yookyoku Atsumori, Tamura, Tadanori dan lain-lain. Pada babak ketiga dipentaskan adegan yang sedih tetapi agung, dengan menampilkan tokoh sebagai seorang wanita. Untuk ini biasanya diambil dari Yookyoku Yuugao, Hagoromo, Matsukaze dan lain-lain yang menggambarkan orang-orang atau kejadian di lingkungan istana. Isi ceritera biasanya diambil dari Ise Monogatari, Genji Monogatari dan lain-lain.

Pada ketiga babak di atas keadaan zaman dulu dijadikan sebagai latar belakangnya, tetapi pada babak keempat, isinya mengenai keadaan zaman yang bersangkutan, antara lain ceritera mengenai balas dendam, perdagangan manusia atau sejenis perbudakan dan ceritera mengenai wanita yang menjadi gila karena bernasib malang. Bahan-bahannya biasanya diambil dari Yookyoku Mochizuki, Sumidagawa, Hachinoki, dan sebagainya. Pada babak terakhir dipentaskan adegan penaklukan setan atau binatang buas dengan menonjolkan keberanian tokohnya atau berkat kekuatan gaib dari dewa-dewa. Bahannya biasanya diambil dari Yookyoku Sesshooseki, Momijigari, Shakkyoo dan sebagainya.

Kesenian Noh bersifat klasik dan banyak mengandung unsur-unsur agama Budha. Kalimat-kalimatnya yang berirama banyak mengambil pantun kuno dengan susunan tujuh lima atau tujuh empat. Selain itu, pada Noh banyak dipakai kata-kata yang mempunyai arti rangkap yang sangat digemari pada waktu itu. Secara keseluruhan, drama Noh mempunyai sifat-sifat agung, simbolik dan khayalan yang merupakan kesenian yang mewakili Zaman Pertengahan.

 

Kyoogen

Kyoogen adalah sejenis lawak yang erat hubungannya dengan Sarugaku dan Noh, karena itu disebut juga Noh Kyoogen, dipentaskan di tengah pertunjukan Noh, yaitu di antara babak yang satu dengan babak yang berikutnya. Kyoogen sudah ada sejak zaman Kannami dan anaknya Zeami. Pada zaman Kannami isi Kyoogen ini belum tetap, selalu berubah-ubah tergantung pada waktu dan tempatnya. Setelah memasuki akhir Zaman Muromachi barulah isi dan temanya mencapai kestabilan.

Kyoogen merupakan suatu pertunjukkan yang dititikberatkan pada dialog dan gerak. Dalam dialog ini selalu dipergunakan kata-kata yang populer pada masa yang bersangkutan. Berbeda dengan Noh yang sangat khidmat, simbolik dan dipusatkan pada tari dan lagu, Kyoogen bersifat ringan dan jenaka yang menggambarkan peristiwa atau kejadian-kejadian yang masih hangat dalam masyarakat. Dengan kata lain Noh dapat dikategorikan pada kesenian yang menonjolkan kehalusan dan keindahan, sedangkan Kyoogen sangat bersifat kerakyatan yang mengandung unsur-unsur realita.

Kyoogen yang kurang lebih berjumlah 300 buah ceritera dibagi dalam beberapa jenis. Pertama yaitu Kyoogen yang berhubungan dengan selamatan yang disebut Waki Kyoogen, seperti lakon Suehirogari. Ada juga lakon yang berhubungan dengan Daimyoo yang disebut dengan Daimyoomono, misalnya lakon Hagi Daimyoo, yang berhubungan dengan Muko Onna yang disebut dengan Muko Onna Mono seperti Hoochoo Muko, yang berhubungan dengan Oniyamabushi yang disebut Oniyamabushi Mono seperti Kakiyamabushi, yang berhubungan dengan Shukke Zatoo yang disebut dengan Shukke Zatoo Mono seperti Fusenaikyoo. Selain itu ada juga lakon yang berjudul Urinusubito, Hanago, dan lain-lain.

Yang selalu menjadi tokoh dalam lakon Kyoogen ini tidak menggambarkan manusia zaman dulu seperti biasanya pada Noh, tetapi selalu menggambarkan manusia pada zaman yang bersangkutan, teristimewa rakyat jelatanya. Dalam pementasan sering sekali diselipkan sindiran-sindiran terhadap kontradiksi dalam masyarakat di samping lawak. Pertunjukan ini merupakan suatu bentuk drama komedi atau kesusastraan lawak.

Pementasan Kyoogen merupakan selingan dalam drama Noh yang bertujuan membuat gelak tawa penonton yang lelah dan tegang selama menyaksikan drama Noh. Namun akhirnya Kyoogen merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari drama Noh sampai sekarang.

 

Kowakamai

Kowakamai adalah suatu seni tari pada Zaman Muromachi yang terbentuk setelah adanya Noh. Kowakamai dipelopori oleh seorang anak samurai Zaman Nanbokuchoo, yang bernama Kowaka Maru (nama aslinya adalah Momonoinao Akira). Tarian dalam Kowakamai ini sangat bersahaja, rupanya yang menjadi bagian terpenting adalah isi ceritera yang merupakan lagu-lagu yang mengiringi tarian tersebut. Ceritera ini masih ada sekitar 50 buah yang sebagian besar merupakan lagu-lagu yang menceriterakan tentang Hooganmono atau lagu yang digubah berdasarkan ceritera tentang samurai bernama Minamoto no Yoshitsune seperti Eboshiori, Takadachi dan lain-lain. Tetapi ada juga yang disebut Sogamono, yaitu lagu yang menceriterakan Soga Bersaudara yang berkelahi demi membela orang tuanya, misalnya Wada Sakamori, Youchi Soga dan lain-lain. Selain itu ada juga ceritera sejenis yang mempunyai ciri-ciri agak lain yaitu Yuriwaka Daijin.

Secara keseluruhan, ceritera-ceritera ini mengandung isi tentang samurai, tentang perang yang menandakan bahwa Zaman Muromachi telah diisi dengan peperangan yang berkepanjangan. Tarian ini nampaknya disukai kaum samurai, tetapi karena isinya yang bersifat kemiliteran hampir tak mengalami perubahan, setelah memasuki Zaman Edo tarian ini lambat laun menjadi hilang.

 

Enkyoku, Wasan dan Kouta

Pada Zaman Kamakura terdapat dua nyanian rakyat yang populer yaitu Enkyoku dan Wasan. Enkyoku disebut juga Sooka, yaitu nyanyian yang dinyanyikan para samurai dan bangsawan pada waktu pesta. Sekitar Zaman Kamakura dan Muromachi, nyanyian seperti ini sering dibawakan sambil memainkan kipas. Nyanyian ini ada sekitar 173 buah, di antaranya adalah yang dimuat dalam Enkyokushuu. Nyanyian ini sangat indah yang digubah berdasarkan episode dalam gaya bahasa Jepang dan Cina.

Kelihatannya mempunyai hubungan yang erat dengan agama Budha selain mengambil pengaruh dari nyanyian rakyat Zaman Heian.

Wasan pada Zaman Kamakura sangat berpengaruh dalam penyebaran agama Budha, terutama aliran Joodokyoo yang dipelopori oleh Shinran, Ippen, dan Taa. Nyanyian yang diciptakan ketiga pelopor agama ini sangat terkenal.

Setelah memasuki Zaman Muromachi timbullah Kouta, di antaranya dimuat dalam Kaginshuu yang berjumlah kira-kira 310 buah. Kaginshuu mengandung bermacam-macam nyanyian seperti Sooka, nyanyian yang berasal dari Waka seperti yang sering dibawakan dalam Dengaku, Sarugaku dan lain-lain. Selain itu masih banyak nyanyian yang populer pada zaman itu yang melagukan perasaan sedih dan sentimental.



Baca : Buku Sejarah Kesusastraan Jepang


Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau