Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
4. Haikai
Masa Perkembangan Haikai
Haikai yang diciptakan pada zaman sebelumnya, ketika
memasuki Zaman Edo berkembang sangat pesat karena sesuai dengan selera rakyat.
Perkembangan Haikai ini berkat jasa Matsunaga Teitoku.
Haikai Aliran Teimon
Teitoku mengumpulkan karya murid-muridnya dalam sebuah buku
Enokoshuu, kemudian menerbitkannya. Di samping itu, berdasarkan Inutsukubashuu
ia menyusun sebuah kamus tentang kosa kata Haikai dengan judul Gosan (payung)
dan sebuah buku lain yang berjudul Shinzoo Inutsubashuu (Inutsubashuu baru)
yang menjelaskan pemakaian sesungguhnya dari ‘renku’ (bait dalam Haikai).
Penerbitan-penerbitan ini sangat mendidik rakyat biasa dalam masalah
kesusastraan. Murid-murid Teitoku dinamakan kelompok Teimon. Di antaranya
terdapat beberapa orang yang terkenal seperti Matsue Shigeyori, Yasuhara
Teishitsu dan Kitamura Kigin.
Contoh Haikai Aliran Teimon :
Shi-o ruruwaw nanika anzu-no
hana-no iro, (teitoku)
Melihat bunga anzu yang telah layu,
aku teringat sesuatu.
Junrei-no boo bakari yuku natsuna
kana. (Shigeyori)
Di padang belakang terlihat ujung
tongkat musafir yang berwarna putih.
Suzushisa-no katamari nareya
yowa-no tsuki. (Teishitsu)
Di musim panas semuanya panas,
hanya bulan di malam buta yang sejuk.
Maza maza-to imasuga gotoshi tama
matsuri. (Kigin)
Kata-kata kuno sekarang pun masih
berlaku.
Pembaharuan Oleh Aliran Danrin
Para pengikut Matsunaga Teitoku yang juga disebut Teimon,
lebih mengutamakan permainan kata-kata yang ditekankan pada hal-hal yang menjadi
bahan tertawaan atau lucu. Lambat laun aliran ini membosankan orang dan sebagai
reaksi terhadap itu timbul aliran Danrin. Pembentukan syair dalam aliran ini
tidak mengikuti pola-pola bait (5-7-5 sukukata) yang biasa dipergunakan dalam
Haikai sehingga jumlah sukukata pada kata-kata yang dipergunakannya
kadang-kadang lebih kadang-kadang kurang. Isinya pun aneh luar biasa dan
pengungkapannya bersifat sangat bebas. Penyair kenamaan dalam aliran ini ialah
Nishiyama Sooin dan pengikutnya Ihara Saikaku serta penyair-penyair muda lain
terutama dari kalangan rakyat jelata. Aliran ini mula-mula timbul di Osaka,
kemudian menyebar ke Kyoto dan Edo dan sangat populer sampai ke daerah-daerah.
Pantun ini seakan-akan merupakan tempat curahan perasaan kehidupan rakyat
jelata.
Contoh :
Sareba kokoni Danrin-no ki ari
ume-no hana. (Sooin)
6 6 5
Sekarang di sini mekar bunga ume
yang rindang.
Tai-wa hana-wa minu sato-mo ari
kyoo-no tsuki. (Saikaku)
6 7 5
Mungkin ada juga desa yang tidak
pernah melihat ikan ‘tai’ dan bunga yang cantik, tapi bulan hari ini dari mana
pun kelihatan, sekalipun dari desa yang miskin.
Perintis Aliran Bashoo
Pantun aliran Danrin tidak berapa lama kemudian, sebelum
sempurna, telah mengalami kemusnahan disebabkan isinya yang terlalu bersifat
bebas. Dalam pada itu pada tahun Enpoo sampai tahun Tenwa (1675-1683),
penyair-penyair seperti Ikenishi Gonsui, Konishi Raizan, Uejima Onitsura,
Yamaguchi Sodoo, Matsuo Bashoo dan lain-lain berusaha mengeyampingkan aliran
Danri dan menciptakan aliran baru. Di antaranya Onitsura mencoba memusatkan
gubahannya pada hakekat ‘makoto’ (kesungguhan atau kebenaran) dan dengan
bertitik tolak dari hakekat ini ia mengembangkan pantun-pantun berbahasa lisan
yang sederhana sifatnya.
Contoh :
Kogarashi-no hate-wa arikeri umi-no
oto. (Gonsui)
5 7 5
Sampai di manakah angin kencang di
musim dingin akan berhembus, apabila terdengar desir air laut, tentulah di sana
tibanya.
Shirauo-ya sanagara ugoku mizu-no
iro. (Raizan)
5 7 5
Kalau kita jatuhkan pandangan kita
ke dasar laut, maka akan tampak ikan shirauo, seakan-akan air laut yang
bergerak.
Nanto kyoo-no atsusa-wato ishi-no
chiri-o fuku. (Onitsura)
6 8 5
Betapa panasnya hari ini, tak satu
pun yang dapat dikerjakan, hanya meniup abu di atas batu itu.
Me-niwa aoba yamahototogisu
hatsugatsuo. (Sodoo)
6 7 5
Di hadapan tampak menghijau, di
gunung terdengar siul burung hototogisu dan ikan cakalang pertama akan kita
cicipi.
Kesusastraan Bashoo
Pada masa mudanya Bashoo menaruh perhatian pada
gubahan-gubahan Matsunaga Teitoku. Ia keluar dari kehidupannya sebagai samurai
dan pergi merantau ke Edo. Di situ ia mulai memupuk karirnya. Pada mulanya ia
sering membaca pantun-pantun Danrin, tapi lambat laun ia lebih menjurus pada
terbentuknya gaya gubahannya sendiri yang bersifat sunyi, sepi, tapi mulia. Ia
menyenangi perjalanan terutama mendekati masa tuanya. Ia sering mengadakan
perjalanan ke mana-mana sampai akhir hayatnya. Ia meninggal di tengah perjalanan
yaitu di Osaka. Ia juga sangat menyenangi alam, ini tampak pada gaya
gubahannya. Karyanya antara lain Oku-no Hosomichi (jalan kecil di pedalaman),
Nozarashi Kikoo (catatan perjalanan), Oi-no Kobumi, Genjuan-no Ki (catatan di
Genjuan) dan lain-lain. Karya-karya ini berbentuk catatan dan pantun haikai.
Haikai Aliran Bashoo
Gaya Bashoo sangat menonjol sejak munculnya Minashiguri pada
tahun Tenwa 3 (1683). Gaya ini lebih terbentuk lagi sejak terbitnya Fuyu-no Hi
(musim salju) pada tahun Jookyoo 1 (1684). Sebenarnya di dalam Fuyu-no Hi
masih tampak cara pengungkapan yang masih samar sifatnya, tapi pada Haru-no Hi
(musim semi), Arano (padang liar) dan Hisago sedikit demi sedikit tampak lebih
mantap dan pada Sarumino yaitu pada tahun Genroku 4 (1691) gaya Bashoo mencapai
puncaknya, ia lebih tenang, mantap dan khas. Selanjutnya pada tahun Genroku 7
(1694), timbul gubahannya yang berjudul Sumiwadara. Pada karya ini nampak ciri
khasnya menurun. Mulai dari Fuyu-no Hi hingga Zoku Sarumino (Sarumino lanjutan)
terkumpul sebanyak 7 jilid kumpulan pantun Bashoo dan dari ini dapat diketahui
perkembangan Bashoo.
Bashoo sendiri tidak meninggalkan tulisan tentang
argumentasi pantunnya sendiri, tapi pandangan Bashoo terhadap pantun haikai
dapat diketahui dari tulisan-tulisan pengikutnya yaitu tulisan Mukai Kyorai
yang berjudul Kyoraishoo (catatan Kyorai) dan tulisan Hattori Tohoo yang
berjudul Sanzooshi (tiga jilid buku).
Contoh :
Horo horo-to yamabuki chiruka
taki-no oto. (Bashoo)
5 7 5
Satu per satu bunga yamabuki
berguguran dan terdengar deras gemercik air terjun.
Shizukasa-ya iwa-ni shimiiru
semi-no koe. (Bashoo)
5 7 5
Hening sunyi, hanya desing belalang
seakan meresap ke pori baru besar itu.
Ume-ga ka-ni notto hi-no deru
yamaji kana. (Bashoo)
5 7 5
Dalam perjalanan mendaki gunung
tampak bunga ume mekar menyemarakkan harumnya dan matahari pun mulai
menampakkan wajahnya.
Ryo-ni yande yume-wa kareno-o
kakemeguru. (Bashoo)
5 7 5
Aku sakit dalam perjalanan dan
mimpi, dalam mimpi itu aku masih dalam perjalanan menjajaki padang daun-daun
kering.
Murid-murid Bashoo
Murid-murid Bashoo sangat banyak sekali, di antaranya ada
sepuluh orang yang menonjol, yaitu Enomoto Kikaku, Hattori Ransetsu, Mukai
Kyorai, Naitoo Joosoo, Shida Yaba, Sugiyama Sanpuu, Ochi Etsujin, Tachibana
Hokushi, Kagami Shikoo dan Morikawa Kyoriku. Selain itu, masih ada lagi Nozawa
Bonchoo, Hirose Izen dan lain-lain. Akan tetapi, karena haikai Bashoo berakar
sangat mendalam pada wataknya sendiri, maka sukar bagi murid-muridnya untuk
mencapai tingkatan yang sedalam seperti yang pernah dicapainya. Maka dari itu,
mereka hanya berpegang pada prinsip-prinsip dasar Bashoo dan masing-masing
mengembangkan bakatnya serta alirannya sendiri.
Contoh :
Echigoya-ni kinu saku oto-ya
koromogae. (Kikaku)
Di toko Echigoya terdengar suara
pemotongan kain, teringatlah bahwa sebentar lagi akan tiba musim baru.
Nure-en-ya nazuna koboruru
tsuchi-nagara. (Raasetsu)
Entah siapa membawa daun nazuna ke
dalam rumah, melihat tanah akar nazuna itu berceceran di atas lantai teras,
teringatlah bahwa kini sudah musim semi.
Oo-oo-to iedo tataku-ya yuki-no
mon. (Kyorai)
Pada hari yang dingin sekali, entah
siapa datang ke rumah mengetuk pintu, biarpun sudah menyahutnya dari dalam, ia
tetap masih mengetuk pintu.
Shimogyoo-ya yuki tsumu ue-no
yoru-no ame. (Bonchoo)
Hujan turun pada waktu malam hari,
di atas salju di sebelah selatan Kyoto, terasalah dinginnya hawa.
Toodago-mo kotsubu-ni narinu aki-no
kaze. (Kyoriku)
Angin musim gugur bertiup dan
pembeli kue onde makin lama makin sedikit, terasalah sebentar lagi musim salju
akan tiba.
Jikidoo-ni suzume nakunari
yuushigure. (Shikoo)
Di ruang makan di sebuah kuil,
burung gereja menyanyi-nyanyi, hujan sebentar yang turun di waktu sore
mengingatkan sekarang masih musim gugur.
Honobono-to karasu kuromu-ya
mado-no haru. (Yaba)
Pada suatu pagi Tahun Baru, dari
jendela kelihatan ada burung gagak hitam, sangat menyolok mata, dibandingkan
dengan fajar musim semi yang sedang menyingsing.
Hototogisu naku-ya kosui-no
sasanigori. (Joosoo)
Burung hototogisu menyanyi dan air
danau Biwa mulai mengeruh, teringatlah bahwa kini sudah musim semi.
Kebangkitan Pada Zaman Tenmei (1781-1788)
Sepeninggal Bashoo, murid-muridnya masing-masing
mengembangkan aliran-alirannya sendiri, aliran-aliran ini akhirnya menyebabkan
kematian haikai. Menghadapi keadaan ini, pada Zaman Tenmei terjadi gerakan yang
berusaha membangkitkan kembali haikai ala Bashoo di samping menuntut suatu
perubahan. Gerakan ini disebut gerakan kebangkitan pada zaman Tenmei. Selama
gerakan ini berlangsung muncul banyak penyair bermutu yang mengembangkan
variasinya sendiri-sendiri. Mula-mula pada zaman Meiwa (1764-1771) ada penyair
yang bernama Tantaigi dan Yokoi Yayuu. Taigi pandai dalam pembuatan Haikai yang
bertemakan orang, sedangkan Yayuu pandai dalam hal lain dan meninggalkan karya
yang patut dihargai yang bernama Uzuragoromo. Selanjutnya di banyak tempat
muncul penyair-penyair yang baik, misalnya di Kyoto ada Yosa Buson beserta
muridnya yang bernama Takai Kitoo dan Takakuwa Rankoo. Di Nagoya ada Katoo
Kyootai. Di Edo ada Ooshima Ryoota dan Kaya Shirao. Di Ise ada Miura Chora.
Yosa Buson selain sebagai penyair juga sebagai pelukis kelas
satu. Variasi pantunnya memberi kesan yang bersifat lukisan kepada orang yang
membacanya. Selain itu, kalau pantun Haikai Bashoo bersifat subyektif, pantun
Haikai Yosa Buson bersifat obyektif.
Contoh :
Kochi fuku-to katari-mozo yuku
shuu-to zusa. (Taigi)
Angin dingin musim salju bertiup,
samurai dan pengikutnya menempuh perjalanan sambil berbincang-bincang melupakan
statusnya masing-masing.
Yuku haru-ya omotaki biwa-no
dakigokoro. (Buson)
Melihat musim semi telah berlalu,
terasalah hati berat memangku alat musik biwa.
Samidare-ya taiga-o mae-ni ie
niken. (Buson)
Pada suatu musim hujan
rintik-rintik, terlihat dua buah rumah gubuk berada berdampingan di depan
sebuah kali yang besar.
Haru-no umi hinemosu-no tari-no
tari kana. (Buson)
Di laut pada waktu musim semi,
selama sehari penuh terlihat ombak kecil menghempas kian kemari, seolah-olah
mengusap-usap pasir di pantai.
Kareashi-no hi-ni hi-ni orete
nagarekeri. (Rankoo)
Alang-alang di tepi sungai, dari
hari ke hari patah mengering satu per satu, terhanyut oleh air sungai yang
mengalir terus.
Hikuretari miidera kudaru haru-no
hito. (Kyootai)
Pada suatu sore hari, setelah
mengikuti acara musim semi di kuil Miidera yang terletak di bukit, orang-orang
menuruni jalan tangga menuju ke bawah.
Yo-no naka-wa mikka minuma-ni
sakura kana. (Ryoota)
Dunia ini dalam tempo tiga hari
saja sudah berubah banyak, ibarat pohon sakura, juga dalam tempo tiga hari
sudah memekarkan bunganya.
Hito koishi hi tomoshi koro-o
sakura chiru. (Shirao)
Pada suatu magrib, orang-orang
menyalakan lampu, terasalah hati kesal merindukan seseorang yang dekat, ibarat
melihat bunga sakura yang merontok.
Sukashi mite hoshi-ni samishiki
yanagi kana. (Chora)
Dari sela-sela dedaunan pohon
willow yang bergoyang-goyang, terlihat bintang-bintang di langit, terasalah
kesepian yang datang menyelubungi.
Haikai Pada Zaman Kaseiki (1804-1829)
Memasuki zaman Bunka (1804-1818) dan Bunsei (1818-1829),
penyebaran haikai makin meluas dan mencapai taraf yang sangat populer di
kalangan rakyat biasa. Namun, biarpun dari segi kuantitas, jumlahnya sangat
banyak sekali, tetapi dari segi kualitas, haikai pada waktu ini menurun, sehingga
secara keseluruhan bisa dikatakan tidak ada perkembangan lebih lanjut. Dalam
keadaan seperti ini, hanya ada seorang penyair yang bernama Kobayashi Issa yang
boleh dikatakan menonjol. Ia tidak terbawa oleh arus pada waktu itu dan
mengembangkan variasi khasnya tersendiri dengan mempergunakan bahasa rakyat
biasa dan dialek sehari-hari. Ia memasukkan unsur-unsur kehidupan sehari-hari
ke dalam gubahannya, sehingga haikai yang diciptakannya penuh dengan
penggambaran tentang manusia. Di antara sekian banyak karyanya terdapat
kumpulan haikainya yang bernama Oragaharu (musim semi-ku). Setelah itu, masih
ada lagi Chichi-no Shuuen Nikki (catatan harian tentang ayah menjelang ajalnya)
yang juga bernilai tinggi yang ditulisnya ketika ia merawat ayahnya yang sedang
sakit.
Contoh :
Yasegaeru makeru-na Issa kore-ni
ari.
Melihat dua ekor katak berkelahi,
aku berseru: “Hei! Katak yang kurus, janganlah kau sampai kalah, karena aku ada
di sisimu”.
Naku neko-ni akanme-o shite temari
kana.
Melihat kucing mengeong, aku
mengejeknya serta menakut-nakutinya seraya menepak-nepak bola.
Medetasa-mo chuukurai nari
oragaharu.
Melihat Tahun Baru tahun ini, aku
berada di tengah-tengah, tidak susah juga tidak senang, inilah hidupku.
Dengan demikian, haikai berkembang dari zaman ke zaman, makin
lama makin populer, sampai akhirnya menjadi kesusastraan rakyat dan tersebar di
seluruh negeri Jepang. Namun, di balik kepopulerannya itu, dari segi nilai
sastra, tidak sedikit haikai yang bermutu rendah. Dalam keadaan seperti ini,
haikai memasuki zaman berikutnya yang baru yaitu zaman Meiji.
Comments
Post a Comment