Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
Dibandingkan musisi lainnya, drummer lebih sering menjadi sasaran ejekan konyol yang bersumber dari ketidaktahuan. Tampaknya hal ini sudah dimulai sejak dini. Misalnya, seorang drummer yang masih sangat muda mendengar orangtuanya berkata, “Oh, jangan! Jangan drum! Suaranya terlalu keras! Kenapa tidak main piano atau flute saja?” Komentar favorit saya mengenai masa muda ini adalah yang dilontarkan oleh seorang "kawan" yang menyarankan kepada ibu saya, “Anak ibu mungkin pertama-tama perlu belajar alat musik sungguhan!” Komentar lainnya adalah, “Kenapa kamu harus ikut kursus kalau hanya untuk memukul-mukul drum?” Saya juga suka komentar ini, “Main drum itu jelas mudah karena kamu tidak perlu membaca notasi musik.”
Kadang-kadang
kita mendengar perintah anggota band lainnya seperti, “Jangan pakai
fill; jaga temponya saja! Kami yang akan memainkan musiknya!” Kalimat
yang paling sering muncul adalah, “Bisakah kamu main seperti si Anu?”
Biasanya saya lantas menjawab, “Bisakah kamu main gitar seperti Al Di
Meola atau Jeff Beck?” Biasanya sang gitaris hanya tersenyum lantas
berkata, “Ah, yang benar saja!” dan terus bermain, mengabaikan komentar
saya. Kalimat
umum lainnya adalah, “Kenapa kamu tidak bisa bermain seperti drummer
kami yang terakhir?” Menurut saya, pernyataan yang benar-benar
menyakitkan adalah ketika si vokalis (yang bahkan seringkali tidak bisa
mengeja kata "rhythm") berkata, “Permainanmu bagus, tapi set drum-mu
kurang 'mengesankan'. Kami terpaksa harus merekrut orang lain.”
Saya
merasa bahwa ada sejumlah alasan mengapa sikap ini selalu ada dalam
tiap generasi. Orangtua yang mendengarkan seorang dummer cilik berlatih
akan heran apakah latihan itu ada manfaatnya. Mendengarkan seseorang
berlatih bisa jauh lebih berat ketimbang mendengarkan sebuah konser
panjang. Tetapi dengan jam latihan yang masuk akal, drum pad untuk
berlatih, dan sikap saling mendukung, hubungan penuh pengertian antara
orangtua dan si murid akan bisa terjalin dengan baik.
Alasan
lain menganggap enteng permainan drum adalah drummer yang benar-benar
piawai telah membuat permainan drum itu tampak begitu mudah. Setelah
bertahun-tahun latihan dan bermain bersama grup band, drummer menjadi
begitu rileks di balik set drum mereka, sehingga mereka tampaknya tidak
berusaha keras. Juga, jika lagunya berjenis pop ringan dengan irama drum
biasa-biasa aja, orang awam akan melihat bahwa permainan drum tidak ada
apa-apanya. Tapi
begitu mereka duduk di balik set drum dan mencoba koordinasi empat
anggota tubuh, mereka berubah pikiran dengan cepat. Respons pertama
mereka adalah, “Wah! Ini tidak semuah yang kubayangkan.”
Di
sekolah musik, pemimpin band datang pukul delapan pagi dan berteriak di
ruangan yang penuh dengan pemain yang bergairah untuk bermain (dan
semuanya melakukan pemanasan secara bersamaan.) “Stop! Kita harus
men-tune up band. Drummer, hentikan itu! Kamu mungkin lantas merasa
bahwa kamu bukan bagian dari band itu. Pemimpin itu (biasanya) tidak
bermaksud merendahkan. Biasanya ia bersikap seperti ini karena tanggung
jawabnya begitu banyak sementara ia tidak punya cukup banyak waktu untuk
membereskan semuanya.
Jika
kamu kebetulan bermain di sebuah pesta, sering kali tidak ada panggung
atau tempat khusus untuk band. Drummernya disusun begitu saja di atas
karpet. Begitu hari beranjak malam (terutama malam tahun baru), seorang
yang setengah mabuk bisa jadi berdansa terlalu dekat dengan set drum dan
memukul salah satu cymbal-mu. Saya sendiri tidak paham dengan tipe
perilaku ini, tapi orang-orang tertentu tampaknya senang melakukannya. Ketika diminta untuk menghentikan ketololan itu, orang ini biasanya menukas, “Memangnya kenapa? Toh itu cuma drum!”
Menurut
saya, bisa dipahami bahwa non-musisi tidak cukup mendalami musik untuk
menghargai drum sebagai alat musik sejati—alat musik pertama, seperti
yang suka dikemukakan oleh drummer yang marah pada orang lain. Tidak
peduli alat musik yang pertama atau bukan, drum bagaimanapun juga telah
muncul 60 tahun silam atau malah lebih.
Para
orangtua kadang kala terkejut ketika mereka mendengar harga satu set
drum atau sebuah cymbal 20 inch. Peralatan memang mahal, tapi begitu
banyak aspek yang terlibat dalam pembuatan sebuah cymbal atau drum
berkualitas tinggi sehingga orang awam tidak bisa melihat atau
menghargai apa saja aspek-aspek tersebut. Ini
adalah salah satu alasan untuk belajar drum dan musik, sehingga kamu
bisa membuat pilihan yang cerdas ketika membeli dan menggunakan
peralatan tersebut. Semakin banyak yang kamu ketahui tentang sesuatu,
semakin sedikit waktu dan uang yang kamu sia-siakan.
Alasan
lain mengapa para pemusik lainnya bersikap keras terhadap drumer adalah
karena drummer amat penting. Setiap beat yang kita mainkan (atau tidak
kita mainkan) mempunyai efek yang amat dalam bagi semua pemain lainnya. Ini
memang berlaku bagi semua alat musik, tapi pengaruhnya tidak sebesar
drum. Drummer benar-benar membentuk "sensasi emosional" dalam sebuah band.
Rhythm section lainnya juga sama pentingnya, tetapi kalau sudah sampai
ke perkara groove dan tempo, setiap orang melihat ke drummer. Ini
adalah tanggung jawab dalam sebuah band, dan itu merupakan tanggung
jawab yang amat besar. Drummer mirip dengan pemain quarterback dalam
sebuah tim football. Setiap pemain lain bergantung pada orang ini.
Mungkin
alasan lain para pemusik bersikap keras terhadap drummer adalah karena
menjadi seorang drummer mahir membutuhkan pengalaman. Kamu tidak bisa
mendapatkan semua pengalaman itu dari buku atau di ruang latihan.
Pengalaman diperoleh lewat bermain dan bermain lebih sering lagi. Dengan
pengalaman, kamu tidak hanya belajar apa yang harus dimainkan, tapi
juga apa yang tidak dimainkan. Kedua
hal ini sama pentingnya, dan butuh waktu beberapa lama untuk memperoleh
perspektif ini. Drummer muda yang bergabung dalam sebuah band para
musisi yang lebih tua bisa menghadapi kesulitan besar. Jika kamu
berbakat dan sungguh tulus ingin belajar serta meningkatkan kemampuan,
para pemain lainnya akan senang membantu dan memberi dukungan begitu
kamu menunjukkan kemajuan.
Menjadi
drummer yang baik bukan pekerjaan mudah. Menjadi yang terbaik sesuai
kemampuanmu membutuhkan dedikasi. Kamu harus berusaha sebelum memetik
hasilnya. Banyak cobaan yang harus kamu lewati untuk menjadi seorang
drummer, termasuk mengatasi komentar-komentar pedas dari orang lain.
Tapi bersabarlah! Segala sesuatu akan menjadi lebih baik. Drumming
adalah pengembangan dan perluasan.
Bila
kamu menemui salah satu situasi sulit seperti yang telah saya
bicarakan, sebaiknya kamu menjelaskan dengan kepala dingin kepada
orang-orang lain seperti, “Drum adalah alat musik sejati. Pembuatannya
sulit dan mahal. Belajar memainkannya dengan baik juga sulit dan mahal.
Aku menghargai musik; karena itu aku menghargai alat musikmu dan
pekerjaanmu. Aku akan menghargai sikap dan rasa hormat yang sama
terhadap alat musikku dan pekerjaanku.”
Baca: Buku Panduan Menjadi Drummer Profesional
Baca: Buku Panduan Menjadi Drummer Profesional
Comments
Post a Comment