Skip to main content

Posts

Showing posts from March, 2017

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka Aronoff, Mark dan Janie Rees-Miller. 2001. The Handbook of Linguistics. Oxford: Blackwell Publishers. Clark, John dan Collin Yallop. 1990. An Introduction to Phonetics Phonology. Oxford: Blackwell Publisher, Ltd. Cruttenden, Alan. 1997. Intonation. Second Edition. Cambridge: Cambridge University Press. Crystal, David. 1997. A Dictionary of Linguistics and Phonetics. Fourth Edition. Oxford: Blackwell Publishers. Goldsmith, John A. 2001. The Handbook of Phonological Theory. Oxford: Blackwell Hardcastle, William J. dan John Laver. 1999. The Handbook of Phonetic Sciences. Oxford: Blackwell. 'tHart, J., R. Collier, dan A. Cohen. 1990. A Perceptual Study of Intonation: An Experimentalphonetix Approach to Speech Melody. Cambridge: Cambridge University Press. Kentjono, Djoko (ed). 2002. Dasar-Dasar Linguistik Umum. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ladefoged, Peter. 1982. A Course in Phonetics. United States of America: Harcourt Brace Jova

Penutup

Penutup Sesuai dengan aspek-aspek fisik yang terlibat dalam bahasa, fonetik dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik auditoris. Fonetik yang mempelajari masalah anatomis dan fisiologis berkenaan dengan alat bicara untuk memproduksi bahasa disebut fonetik artikulatoris. Fonetik yang mempelajari masalah sifat atau ciri bahasa sebagai gelombang bunyi yang disalurkan melalui udara disebut fonetik akustik. Fonetik yang mempelajari bagaimana alat pendengaran menangkap bunyi bahasa disebut fonetik auditoris. Kembali pada pembicaraan bahasa lisan, aspek fisik bahasa merupakan bunyi yang diujarkan oleh alat bicara dan didengar oleh indra pendengaran. Sebagai sarana komunikasi verbal, bahasa yang diproduksi oleh seorang penutur tentu harus mengandung makna. Makna yang dikandung dalam bahasa itu harus pula dipahami oleh mitra tutur. Sebuah bahasa dapat dikatakan bermakna jika persepsi mitra tutur terhadap makna yang disampaikan penutur

Fonetik dan Fonologi

Fonetik dan Fonologi Baik fonetik maupun fonologi berkenaan dengan satuan terkecil bahasa, yaitu bunyi. Fonetik berkenaan dengan proses pembunyian, realisasi, dan penangkapannya melalui indra pendengaran, sedangkan fonologi berkenaan dengan fungsi bunyi-bunyi bahasa itu sebagai satuan bahasa yang memiliki fungsi pembeda (distingtif). Objek fisik bahasa yang dipelajari dalam fonetik dan fonologi sama, tetapi dipandang dari keperluan dan tujuan yang berbeda. Bunyi [o] — seperti bunyi ketika orang mengucapkan kata toko — misalnya, dipelajari baik dalam fonetik maupun fonologi. Trubetzkoy (1962:11-12) menjelaskan bahwa fonetik merupakan studi bunyi bahasa yang berkenaan dengan peristiwa bahasa, murni studi fenomalistik terhadap bahasa tanpa mempertimbangkan fungsi. Titik tolak fonetik adalah konkret, yaitu bahasa manusia. Fonologi merupakan studi bunyi bahasa yang berkenaan dengan sistem bahasa, organisasi bahasa, serta merupakan studi fungsi linguistis bahasa. Fonologi merupakan &q

Produksi dan Persepsi Nada

Produksi dan Persepsi Nada Jika kita berbicara tentang produksi bunyi bahasa, kita berbicara tentang frekuensi bunyi yang dihasilkan. Jika kita berbicara tentang persepsi nada, berarti kita berbicara tentang nada (pitch) tuturan yang ditangkap oleh indera pendengaran kita. Secara perseptual, nada merupakan penilaian pendengar terhadap rangkaian bunyi, berkenaan dengan apakah nada rangkaian bunyi itu rendah atau tinggi, lebih rendah atau lebih tinggi daripada rangkaian bunyi yang lain, atau rangkaian bunyi itu naik atau turun. Kesan perseptual terhadap nada tuturan ini berkorelasi dengan perubahan-perubahan frekuensi di sepanjang ujaran itu. Nooteboom (1999:642) menjelaskan bahwa secara fisik, ketinggian nada bergantung pada banyaknya getaran pada pita suara. Semakin banyak getaran yang dihasilkan oleh pita suara, semakin tinggi pula nada bunyi yang dihasilkan. Variasi atau perubahan nada di sepanjang tuturan itu membentuk kontur nada. Kontur nada inilah yang merupakan gambaran i

Persepsi Bunyi Bahasa

Persepsi Bunyi Bahasa Ketika seseorang berbicara atau bernyanyi, indra pendengaran kita mampu membedakan ciri bunyi yang satu dengan yang lainnya. Indra pendengaran mampu menangkap dan memahami rangkaian bunyi vokal dan konsonan yang membentuk sebuah tuturan, cepat-lambat tuturan, dan nada tuturan yang dihasilkan oleh seorang penutur. Seorang penguji calon pembawa acara dalam sebuah media elektronik dituntut memiliki kepekaan dalam persepsi terhadap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh calon pembawa acara. Ia harus mampu menangkap ketepatan bunyi vokal dan konsonan. Selain itu, ia harus mampu menangkap cepat-lambat, tekanan, serta nada bicara si calon pembawa acara tersebut. Seorang komentator dalam acara kompetisi menyanyi yang populer di televisi dituntut mampu menangkap ketepatan nada yang dihasilkan oleh si penyanyi. Berdasarkan uraian di atas, persepsi terhadap bunyi bahasa yang dihasilkan oleh alat bicara dikelompokkan menjadi dua, yakni: persepsi terhadap bunyi yang berupa

Frekuensi Bunyi

Frekuensi Bunyi Bunyi yang terdengar oleh indra pendengaran memakan waktu tertentu. Untuk merealisasikan bunyi [ma] pada Gambar (4) di muka, misalnya, diperlukan waktu 0,074 detik. Siklus gelombang yang dihasilkan dalam potongan bunyi selama 0.0074 detik itu berjumlah sekitar 10 siklus. Untuk mengetahui perbedaan ciri kualitas bunyi yang satu dengan lainnya, jumlah siklus gelombang merupakan petunjuk ciri bunyi tertentu. Jumlah siklus gelombang ini berkenaan dengan frekuensi bunyi. Frekuensi bunyi adalah jumlah siklus gelombang yang dihasilkan dalam waktu satu detik. Satuan yang digunakan untuk mengukur frekuensi adalah Hertz (Hz). Berkenaan dengan alat bicara, setiap orang memiliki ciri fisik alat bicara yang berbeda. Seperti halnya alat musik, dalam keadaan wajar, perbedaan ciri fisik alat bicara menghasilkan frekuensi yang berbeda pula dalam merealisasikan ujaran. Wajar dalam arti pengucapan sebuah kata tidak disertai dengan emosi atau tekanan-tekanan tertentu. Dalam keadaa

Gelombang Bunyi

Gelombang Bunyi Gambar gelombang bunyi dapat dilihat pada potongan gelombang bunyi [ma] dalam Gambar (4) di bawah ini. Gambar gelombang bunyi (osilogram) berupa garis yang membentuk siklus naik-turun-naik. Pada Gambar (4) terdapat 11 siklus gelombang yang dihasilkan dalam waktu 0,074 detik. Gambar (5) di bawah menunjukkan satu siklus gelombang, yaitu garis gelombang yang dimulai dari titik 1 naik-turun-naik-melewati titik 2 berakhir pada titik 3. Garis titik-titik A menunjukkan ketinggian "bukit" gelombang. Jarak antara sumbu x dan puncak bukit gelombang disebut amplitudo. Makin tinggi amplitudo gelombang bunyi yang dihasilkan, makin lantang bunyi yang terdengar oleh indra pendengaran. Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa

Ciri Akustik Bunyi Bahasa

Ciri Akustik Bunyi Bahasa Pengertian kita mengenai akustik biasanya berhubungan dengan ruang. Bunyi yang diproduksi oleh sebuah sumber bunyi terdengar oleh indra pendengaran karena peran udara yang menyalurkan itu sampai ke indra pendengaran. Getaran bunyi yang dihasilkan oleh sumber bunyi mengubah tekanan udara yang ada dalam ruang sehingga partikel-partikel udara membentuk gelombang bunyi. Makin keras suara dihasilkan, makin cepat pula perubahan tekanan udara itu terjadi. Perubahan kecepatan tekanan udara menghasilkan perubahan gelombang bunyi. Berkenaan dengan perubahan tekanan udara, udara yang berada di ruang terbuka tentu akan menghasilkan tekanan yang berbeda jika udara itu berada di ruang tertutup, misalnya sebuah gedung. Dengan demikian, gelombang bunyi yang dihasilkan oleh udara di ruang terbuka tentu akan berbeda dengan gelombang bunyi yang dihasilkan di ruang tertutup. Kondisi dinding ruang yang mampu memantulkan kembali tekanan udara akan menghasilkan gelombang buny

Konsonan dan Vokal

Konsonan dan Vokal Secara garis besar, bunyi bahasa dikelompokkan menjadi dua, yaitu konsonan dan vokal. Pengelompokan kedua jenis bunyi tersebut didasarkan atas ada atau tidaknya hambatan aliran udara dalam proses produksi bunyi. Konsonan adalah satuan bunyi yang dihasilkan jika aliran udara yang keluar dari paru-paru mengalami hambatan. Vokal adalah satuan bunyi yang dihasilkan oleh alat bicara jika aliran udara yang keluar dari paru-paru tidak mengalami hambatan. Bunyi konsonan dapat dikelompokkan lagi berdasarkan proses artikulasinya. Di pihak lain, bunyi vokal dikelompokkan berdasarkan posisi alat ucap (lidah dan bibir) dan bentuk rongga mulut yang dibentuk oleh alat ucap (lidah dan bibir). Berikut ini tabel pengelompokan konsonan dan vokal. Tidak setiap bahasa menghasilkan konsonan dan vokal yang sama. Setiap bahasa menghasilkan proses artikulasi yang unik. Bahasa Indonesia, misalnya, hanya menghasilkan bunyi konsonan dan vokal yang dijumpai seperti yang ditampilkan dal

Satuan Bunyi Bahasa

Satuan Bunyi Bahasa Untuk memahami satuan bunyi bahasa, analogi berikut ini dapat memberikan gambaran. Jika salah satu lubang seruling pada batang seruling diperkecil atau ditutup sebagian, bunyi seruling berubah dari bunyi yang dihasilkan sebelum lubang tersebut diperkecil. Sebuah gendang (salah satu alat musik tradisional) menghasilkan kualitas bunyi yang berbeda jika pukulan tangan pemusik diarahkan ke bagian permukaan gendang yang berbeda, misalnya ke bagian lingkar pinggir atau ke bagian tengah. Gendang dari musik tradisional Bali, Sunda, dan Jawa, misalnya, memiliki ciri suara yang berbeda. Perbedaan suara yang dihasilkan itu dengan mudah dapat kita ketahui. Perbedaan bunyi itu antara lain diakibatkan oleh bentuk gendang, alat pemukul yang digunakan, dan cara memukulnya. Demikian pula dengan seruling yang ditemukan di berbagai daerah dan negara. Bentuk dan cara meniup dari setiap model seruling tentu menghasilkan kualitas suara yang berbeda. Sama halnya dengan bahasa, tida

Perkenalan Seeng Tee Dengan Dunia Rokok

Perkenalan Seeng Tee Dengan Dunia Rokok Perkenalan Seeng Tee pada dunia rokok dimulai di tahun yang sama dengan pernikahannya, yakni ketika ia bekerja sebagai pengolah dan pelinting tembakau untuk sebuah perusahaan rokok kecil di Lamongan, 45 km di luar Surabaya. Seeng Tee terlihat sangat menyukai pekerjaan barunya ini. Si pemilik usaha bahkan mengakui bahwa Seeng Tee memiliki bakat natural dalam meracik tembakau. Dan tidak butuh waktu lama bagi Seeng Tee untuk akhirnya memulai bisnisnya sendiri. Ia mendirikan sebuah kios kaki lima yang menjual tembakau hasil olahannya. Hasilnya pun lumayan. Penjualan tembakau Seeng Tee terus meningkat hingga memaksanya untuk merelokasi usaha keluar dari rumahnya yang terletak di bawah sebuah jembatan di Gang Gembong. Ia memutuskan untuk menyewa sebuah kios kecil di Jalan Cantikan Pojok di mana Seeng Tee dan istrinya menjual makanan pokok dan produk tembakau. Di sinilah sepeda bekas hasil kerja keras Seeng Tee sejak kecil memiliki peran penting.

Era Perintisan: Menuju Tanah Harapan Baru

Era Perintisan: Menuju Tanah Harapan Baru Meninggalkan Cina untuk mencari penghidupan yang lebih baik nampak menjadi solusi bagi banyak kepala keluarga di Cina. Liem Tioe adalah salah satunya. Setelah kepergian istrinya, Tan Sie Nio, ia bersama kedua anaknya, gadis berumur 6 tahun dan anak laki-laki berumur 5 tahun, memutuskan untuk pergi dari Ang Kwee, sebuah desa di Hokkien, Cina, pada tahun 1898. Menggunakan perahu layar, mereka berharap dapat memulai hidup baru di Pulau Jawa. Perjalanan laut sempat membawa keluarga ini transit di koloni Inggris di Singapura di mana mereka memutuskan untuk tinggal sementara waktu. Jalan berat di depan nampaknya membuat Liem Tioe berpikir ulang untuk membawa keluarganya. Ia merasa tidak sanggup jika harus membawa kedua anaknya sehingga ia akhirnya memilih untuk membawa anak lelakinya saja, Liem Seeng Tee. Sebagai solusi, ia mencari keluarga yang bersedia merawat anak perempuannya sebelum meneruskan perjalanan ke tempat tujuan. Lokasi tujuan

Kelahiran Sampoerna (1913)

Kelahiran Sampoerna (1913) (14) Industri rokok di Indonesia dikagumi karena kemampuannya mempertahankan tradisi pengolahan dan pembuatan. Komoditasi rokok, khususnya kretek, memiliki akar budaya yang dalam yang membuatnya—meski bisa ditemukan di tempat lain—memiliki karakter khas Indonesia. Di sisi lain, ia juga dipandang sebagai ancaman besar bagi para pesaingnya, terutama perusahaan asing, karena keahliannya mengombinasikan tradisi tersebut dengan teknologi baru. Komersialisasi masal yang dipacu oleh mesin produksi ternyata mampu menjamin dengan sempurna oleh perusahaan lokal dengan quality control pada kualitas rasa. Di tengah banyaknya pilihan kategori produk, maraknya perusahaan-perusahaan baru, dan persaingan dengan perusahaan asing, Sampoerna hadir memberi warna sendiri bagi industri rokok di Indonesia. Inilah perusahaan kretek tertua yang masih bertahan dan sukses hingga sekarang. Melalui inovasi dan strategi pemasaran yang canggih, perusahaan ini bukan hanya mampu mem

Para Pemain Industri Rokok Nasional Era 1990-an

Para Pemain Industri Rokok Nasional Era 1990-an Dari yang awalnya hanya industri rumah tangga, kini berkembang menjadi industri skala luas. Kombinasi antara permintaan yang terus meningkat dan teknologi produksi yang mutakhir, ditambah teknik pemasaran yang canggih, berhasil mengantar rokok masuk ke dalam babak baru industri. Perusahaan-perusahaan baru pun terus lahir akibat tergiur oleh kesuksesan mereka yang lebih dulu hadir. Namun, dalam bisnis rokok, hukum pasar akan memihak kepada mereka y ang mampu menghadirkan kualitas dalam rasa. Artinya, perusahaan yang bisa memberikan tembakau kualitas terbaik dan saus yang gurih saja yang bisa bertahan. Dan memang itulah yang terjadi; dari sekitar 600 perusahaan rokok yang tumbuh di Indonesia di awal proses industrialisasi, banyak dari mereka yang tidak bertahan hingga saat ini. Pun kategori-kategori rokok yang tadinya dikuasai oleh banyak perusahaan, kini menyusut dengan hanya dikuasai beberapa pemain utama saja ( tingwe dan klembak

Lanskap Bisnis Yang Melatarbelakangi Kelahiran Sampoerna

Lanskap Bisnis Yang Melatarbelakangi Kelahiran Sampoerna Sesungguhnya rokok adalah produk yang self-service ketika dikonsumsi. Mungkin Anda membeli tembakau dan cengkihnya, atau juga kertas pembungkusnya. Namun ketika akan mengisapnya, Anda harus meramu dan melintingnya sendiri. Entah karena keterbatasan waktu atau disebabkan terputusnya warisan tradisi tingwe ini, rokok bukan lagi self-service melainkan dipasarkan dalam bentuk yang siap dikonsumsi. Yang harus dilakukan perokok adalah tinggal menyulutnya saja. Pada tahap ini, rokok mulai bergerak masuk ke dalam sistem kapitalis dan dipasarkan secara luas sebagai komoditas ekonomi. Dimulai dari skala kecil industri rumah tangga, rokok mulai diproduksi massal dan dijual ke pasar untuk umum. Awalnya, pemain-pemain kecil ini masih menghadirkan rokok secara telanjang tanpa ada kemasan. Rokok umumnya hanya diikat dalam satuan tertentu, umumnya berisi 10-20 batang tiap satuan ikat. Permintaan yang meningkat memaksa perusahaan-perusah

Mempersatukan Nusantara Dalam Rasa

Mempersatukan Nusantara Dalam Rasa Dalam ranah sosial, kretek ternyata juga memiliki dimensi komunikatif yang kental. Dalam pola hubungan sosial masyarakat Indonesia, rokok sering kali menjadi simbol dari sapaan awal antar dua orang. Ia bagaikan jabat tangan dalam suatu perkenalan atau pertemuan antar dua orang—menawarkan rokok kepada orang lain merupakan tradisi umum dalam suatu perjumpaan, dan menolaknya kadang menyebabkan seseorang tersinggung dan terasing dari komunitasnya. Sementara bagi si pengisap, rokok mampu memberikan perasaan ekstravaganza ketika seseorang sedang hening dalam kesendiriannya. Bisa dikatakan, sejarah kretek adalah sejarah rokok di Indonesia. Kemanapun Anda berkunjung, di tiap lapak ataupun kios, Anda bisa menemukan kretek. Kretek adalah produk yang tumbuh dari, dan menyatukan, bumi Nusantara dalam satu ikatan kultural yang kental. Mark Hanusz melukiskan kondisi ini dalam bukunya, Kretek: The Cultural and Heritage of Indonesia's Clove Cigarettes: &

Proses Produksi Bahasa

Proses Produksi Bahasa Secara garis besar, proses produksi bunyi bahasa adalah sebagai berikut (lihat pula Gambar 2). I. Udara keluar dari paru-paru melalui glotis (celah cempit/lebar) yang dibentuk oleh pita suara. Ukuran celah yang dibentuk oleh pita suara ini berperan dalam menentukan jenis bunyi yang dihasilkan.     Jika glotis menyempit, aliran udara yang melewati celah yang dibentuk oleh pita suara ini mampu menggetarkan pita suara. Pita suara yang bergetar ini menimbulkan suara. Oleh karena itu, bunyi-bunyi yang dihasilkan dengan cara mempersempit glotis disebut bunyi bersuara. Bunyi-bunyi bersuara ini antara lain adalah [i], [a], [b], [g], dan [m].     Jika glotis terbuka lebar, aliran udara leluasa melewati pita suara. Dalam keadaan yang demikian, pita suara tidak bergetar dan tidak menimbulkan suara. Oleh karena itu, bunyi-bunyi yang dihasilkan dengan cara membuka glotis sepenuhnya disebut bunyi tak bersuara. Bunyi-bunyi tak bersuara ini antara lain adalah [s], [f

4-G Marketing: A 90-Year Journey Of Creating Everlasting Brands

                               Daftar Isi Pendahuluan: Menuju Kesempurnaan, Menjadi Everlasting Company BAGIAN 1 AWAL PERJALANAN SAMPOERNA Bab 1 - Membangun Fondasi Perusahaan: Rintisan Sang Founding Father              Awal Mula Rokok              Roro Mendut dan Pranacitra: Legenda Rokok di Indonesia              Rokok: Peralihan Kultural Dari Sirih Ke Tembakau              Kretek: Rokok Khas Nusantara              Mempersatukan Nusantara Dalam Rasa              Lanskap Bisnis Yang Melatarbelakangi Kelahiran Sampoerna              Para Pemain Industri Rokok Nasional Era 1990-an              Kelahiran Sampoerna (1913)              Era Perintisan: Menuju Tanah Harapan Baru              Perkenalan Seeng Tee Dengan Dunia Rokok              Lahirnya "King of Kretek"              Generasi Pertama = Generasi Dji Sam Soe              Pendirian Taman Sampoerna: Memadukan Aktivitas Bisnis dan Keluarga              Corporate Responsibility              Inv

Kretek: Rokok Khas Nusantara

Kretek: Rokok Khas Nusantara Sudah menjadi kebiasaan dari masyarakat Kudus waktu itu untuk mengoleskan minyak cengkih ke dada jika mereka merasakan gangguan pernafasan. Tak terkecuali bagi Haji Jamahri yang waktu itu menderita asma. Untuk mengurangi rasa sakit di dadanya dan membantu kelancaran pernafasan, ia mengoleskan minyak cengkih. Solusi ini memang berhasil, namun tidak memuaskan. Entah dari mana idenya, Pak Haji kemudian memutuskan untuk membawa minyak itu lebih dekat lagi ke pusat rasa sakit. Nampaknya dia membayangkan jika minyak tersebut dicampur dengan rokok tembakau, dibakar dan kemudian dihisapnya, maka efek kesembuhannya bisa lebih manjur. Menurut cerita yang berkembang, penyakit asma Jamahri memang berhasil disembuhkan. Semakin sering Jamahri mengisap rokok cengkihnya, semakin sirna rasa sakitnya. Layaknya masyarakat tradisional yang tinggi tingkat kekerabatannya, berita di satu rumah bisa menyebar dengan cepat ke seluruh kampung. Terpesona oleh hasil inovasinya

Rokok: Peralihan Kultural dari Sirih ke Tembakau

Rokok: Peralihan Kultural dari Sirih ke Tembakau Perkebunan tembakau komersial pertama didirikan pada tahun 1863 oleh seorang petani Belanda, Jacobus Neinhuys, di Deli, Sumatera Utara. Waktu itu, tembakau lebih ditujukan untuk ekspor, terutama sebagai bahan baku pembuatan cerutu. Namun, mulai abad 20, petani lokal mulai mengembangkannya untuk konsumsi di dalam negeri dengan cara menjual hasil panen mereka kepada perusahaan lokal. Berbeda dengan tembakau pada umumnya, tembakau asal Indonesia terkenal memiliki karakteristik yang sangat khas. Setidaknya terdapat lebih dari 100 varietas tembakau yang tumbuh di Indonesia.(4) Kompleksitas ini kemudian juga dibawa dalam proses produksi rokok di mana kita bisa menemukan kurang lebih tiga puluh jenis tembakau berbeda dalam satu batang rokok. Bandingkan dengan jenis rokok putih yang hanya terdiri dari dua kategori: Virginia blends, yang menggunakan hanya tembakau Virginia; dan American blends, yang mencampur tembakau Virginia dengan jeni

Roro Mendut dan Pranacitra: Legenda Rokok di Indonesia

Roro Mendut dan Pranacitra: Legenda Rokok di Indonesia Kronik rokok di Indonesia merujuk pada kisah percintaan Roro Mendut dan Pranacitra. Kisah yang berlangsung di era Sultan Agung (1613-1645) ini bermula dari penolakan Roro Mendut atas lamaran seorang panglima perang Mataram bernama Tumenggung Wiraguna. Karena statusnya adalah gadis rampasan perang, Roro Mendut harus menanggung konsekuensi dari penolakannya tersebut. Sang panglima yang sakit hati kemudian mewajibkan Mendut membayar pajak tiga real sehari. Roro Mendut menemukan solusi dengan cara membuka toko rokok kecil-kecilan. Untuk memikat pembeli, Mendut menawarkan servis tambahan dengan bersedia menyulut dan mengulum batang rokok sebelum diisap konsumennya. Berbekal sensualitas dan kecantikannya ini, rokok produksi Roro Mendut laku keras di pasaran. Harga rokoknya pun berubah-rubah tergantung berapa lama Mendut bersedia mengulumnya. Salah satu dari konsumen setia Mendut adalah Pranacitra. Setelah beberapa waktu, ketertar

Alat Bicara

Alat Bicara Alat bicara merupakan perangkat anggota tubuh manusia yang berfungsi sebagai sumber bunyi. Sumber bunyi yang ada dalam tubuh manusia dapat dipilah menjadi tiga bagian, yaitu bagian rongga mulut, bagian tenggorokan, dan bagian rongga badan. Alat bicara yang berada di rongga mulut disebut artikulator (alat ucap). Dalam rongga hidung tidak terdapat artikulator. Rongga hidung berfungsi sebagai saluran untuk mengalirkan udara. Di antara rongga mulut dan rongga hidung terdapat langit-langit lunak (velum) yang berfungsi untuk membuka dan menutup aliran udara yang melalui rongga hidung. Alat bicara yang berada di rongga badan adalah paru-paru. Paru-paru ini berfungsi untuk memompakan udara dalam proses produksi bunyi. Aliran udara paru-paru ini disebut aliran udara pulmonik. Artikulator atau alat ucap yang berada di dalam rongga mulut berfungsi sebagai pengatur artikulasi dan volume ruang rongga mulut. Pengaturan volume ruang ini diperlukan untuk menghasilkan bunyi yang d

Produksi Bunyi Bahasa

Produksi Bunyi Bahasa Untuk memahami ciri fisik bahasa, yang pertama-tama perlu diketahui adalah darimana dan bagaimana bahasa itu dihasilkan (diproduksi). Sebuah instrumen musik yang disebut biola akan menghasilkan bunyi yang berbeda dari kelazimannya jika dawai-dawai biola itu dipetik seperti gitar. Walaupun sumber bunyinya sama, yaitu dawai, jika cara menghasilkan bunyinya berbeda, ciri bunyi yang dihasilkan pun berbeda. Bunyi biola itu juga akan berbeda jika besar-kecilnya dawai, ketegangan dawai, atau bentuk badan biola serta lubang resonansi badan biola berbeda. Tidak berbeda dengan bunyi biola, bunyi bahasa juga ditentukan oleh sumber bunyi serta proses dalam memproduksi bahasa itu. Setiap manusia memiliki "suara" yang berbeda antara satu dan yang lainnya. Perbedaan volume rongga mulut, volume rongga tenggorokan, perbedaan fisik alat bicara, serta perbedaan ciri fisik organ-organ tubuh lain yang terlibat akan menghasilkan bunyi yang berbeda pula. Ada orang yang

Wujud "Fisik" Bahasa: Pengantar

Wujud "Fisik" Bahasa: Pengantar Dalam linguistik, bahasa lisan adalah 'rangkaian bunyi (bahasa) yang diujarkan (diucapkan) oleh penutur'. Mitra tutur mampu memahami bunyi bahasa yang diujarkan oleh penutur melalui hasil pendengarannya. Bertolak dari uraian tersebut, wujud fisik bahasa pada dasarnya adalah ciri-ciri fisik bahasa yang dilisankan atau diujarkan. Pembicaraan mengenai aspek fisik bahasa pada dasarnya mencakup tiga aspek. Pertama, bagaimana bunyi bahasa itu dihasilkan oleh alat bicara. Kedua, bagaimana ciri-ciri bunyi bahasa yang diujarkan itu. Ketiga, bagaimana bunyi bahasa itu dipahami melalui indra pendengaran. Dalam kerangka linguistik, aspek pertama disebut aspek produksi bunyi bahasa. Aspek kedua disebut aspek akustik bunyi bahasa. Aspek ketiga disebut aspek persepsi bunyi bahasa. Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik: Tinjauan Teoretis. Jakarta: Rineka Cipta. Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. Echa: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia. Jakarta: Grasindo. _______. 2003. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Field, John. 2003. Psycholinguistics. London: Routledge. Fromkin, Victoria dan Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language. Edisi Keenam. Orlando: Harcourt Brace & Company. Hammers, Josiane F. dan Michel H. Blanc. 1998. Bilingualism and Bilinguality. Cambridge: Cambridge University Press. Krashen, Stephen D. 1972. "Lateralization, Language Learning, and the Critical Period: Some New Evidence." Language Learning, Vol. 23. Lenneberg, Eric H. 1967. Biological Foundation of Language. New York: Routledge. Neisser, U. 1967. Cognitive Psychology. New York: Meredith. Schwarz, Monika. 1992. Einfuehrung in die Kognitive Linguistik. Tuebingen: Francke. Schwarz, Moni

Awal Mula Rokok

Awal Mula Rokok (1913) 14 Dari catatan sejarah umumnya disimpulkan bahwa yang kali pertama memperkenalkan tembakau ke Nusantara adalah Belanda.(2) Tepatnya ketika ekspedisi pimpinan Cornelis de Houtman mencapai Banten pada tahun 1596. Tidak jelas dengan cara apa tembakau di konsumsi saat itu, namun 10 tahun setelahnya mulai tersebar isu bahwa merokok merupakan aktivitas populer di kalangan elit Banten. Salah satu bukti awal yang menunjukkan bahwa tembakau telah dikonsumsi di pulau Jawa dapat ditemukan di Kartasura. Dikisahkan bahwa Raja Amangkurat I (1646-1677) biasa menikmati rokok dengan pipa sambil ditemani oleh 30 pelayan wanitanya. Namun bukan sejarah jika tidak dilingkupi mitos. Sebuah legenda percintaan klasik menyertai kelahiran rokok di Indonesia sehingga membuatnya menjadi sebuah fenomena kultural ketimbang semata-mata sebuah komoditas di pasar. Seperti akan kita lihat nanti, akar kultural rokok ini tidak pernah lepas meskipun industri rokok telah mencapai level m

Membangun Fondasi Perusahaan: Rintisan Sang Founding Father

Membangun Fondasi Perusahaan: Rintisan Sang Founding Father "What is that thing you're smoking, Sir?" tanya seorang tamu kepada Agus Salim dalam sebuah jamuan diplomatik di London. Pasalnya dari bibir Duta Besar pertama Indonesia untuk Kerajaan Inggris ini keluar asap putih tebal dengan aroma khas menusuk bagi mereka yang berada di sekitarnya. Dengan diplomatis Agus Salim menjawab, "is the reason for which the West conquered the world." Waktu itu Agus Salim memang sedang menghisap rokok kretek, jenis rokok khas Indonesia yang terkenal karena kombinasi bahan dan rasanya.(1) Kretek memang berbeda dengan jenis rokok lainnya. Di samping tembakau, kretek juga menggunakan dua unsur tambahan yang unik yakni cengkih dan saus. Perpaduan di antara unsur-unsur tersebut telah sukses memberikan makna baru bagi rokok khas Indonesia. Kini, kretek telah menjadi nama generik bagi semua jenis rokok yang beredar di Indonesia. Bahkan, sebagian besar orang tidak lagi mengeta