Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’ ...
Roro Mendut dan Pranacitra: Legenda Rokok di Indonesia
Kronik rokok di Indonesia merujuk pada kisah percintaan Roro Mendut dan Pranacitra. Kisah yang berlangsung di era Sultan Agung (1613-1645) ini bermula dari penolakan Roro Mendut atas lamaran seorang panglima perang Mataram bernama Tumenggung Wiraguna. Karena statusnya adalah gadis rampasan perang, Roro Mendut harus menanggung konsekuensi dari penolakannya tersebut. Sang panglima yang sakit hati kemudian mewajibkan Mendut membayar pajak tiga real sehari.
Roro Mendut menemukan solusi dengan cara membuka toko rokok kecil-kecilan. Untuk memikat pembeli, Mendut menawarkan servis tambahan dengan bersedia menyulut dan mengulum batang rokok sebelum diisap konsumennya. Berbekal sensualitas dan kecantikannya ini, rokok produksi Roro Mendut laku keras di pasaran. Harga rokoknya pun berubah-rubah tergantung berapa lama Mendut bersedia mengulumnya. Salah satu dari konsumen setia Mendut adalah Pranacitra. Setelah beberapa waktu, ketertarikan Pranacitra pada Mendut berkembang menjadi perasaan cinta dan akhirnya mereka pun menjalin hubungan. Mendengar hal ini, Wiraguna murka dan memutuskan untuk membunuh lelaki yang telah merebut sang pujaan hati. Tidak tahan ditinggal kekasih, Mendut memilih untuk mengakihiri hidupnya.
Kisah ini sedikit banyak menggambarkan bagaimana rokok telah hadir dalam kehidupan masyarakat Indonesia sejak lama. Jika kita lihat kenyataan bahwa Raja Mataran, Sultan Agung, adalah seorang perokok berat, dan di samping itu, para konsumen Mendut berasal dari kalangan bawah, maka dapat disimpulkan bahwa rokok telah menjadi komoditas publik saat itu. Dalam hal ini, Wilga melukiskan dengan baik sejarah rokok di Indonesia:
"Dalam catatan Thomas Stamford Raffles, disebutkan bahwa pada sekitar tahun 1600-an, rokok telah menjadi kebutuhan hidup kaum pribumi Indonesia, khususnya Jawa, meskipun tembakau bukan tanaman asli di Jawa. Naskah Jawa, Babad Ing Sangkala (1601-1602), menyuratkan bahwa tembakau telah masuk ke Pulau Jawa bersama wafatnya Panembahan Senopati, pendiri Dinasti Mataram. Kala seda Panembahan swargi ing Kajenar pan anunggal warsa purwa sata, sawiyose milaning wong ngaudud (Waktu Panembahan wafat di Gedung Kuning adalah bersamaan tahunnya dengan mulai munculnya tembakau, setelah itu mulailah orang merokok.)"(3)Jika dikaji asal-usul bahasanya, terminologi "rokok" sebenarnya berasal dari bahasa Belanda "roken" yang artinya "to smoke" (mengeluarkan asap. Tapi, terminologi "tembakau" ternyata lebih dekat dengan bahasa Portugis "tobaco" ketimbang dengan bahasa Belanda "tabak." Karena itulah sejarawan lebih sepakat menyebut Portugis sebagai pihak yang memperkenalkan tembakau ke Indonesia, sedangkan Belanda adalah yang memulai penanaman tembakau secara massal di Jawa dan Sumatera.
Buku: 4-G Marketing: A 90-Year Journey Of Creating Everlasting Brands
Comments
Post a Comment