Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
Rokok: Peralihan Kultural dari Sirih ke Tembakau
Perkebunan tembakau komersial pertama didirikan pada tahun 1863 oleh seorang petani Belanda, Jacobus Neinhuys, di Deli, Sumatera Utara. Waktu itu, tembakau lebih ditujukan untuk ekspor, terutama sebagai bahan baku pembuatan cerutu. Namun, mulai abad 20, petani lokal mulai mengembangkannya untuk konsumsi di dalam negeri dengan cara menjual hasil panen mereka kepada perusahaan lokal.
Berbeda dengan tembakau pada umumnya, tembakau asal Indonesia terkenal memiliki karakteristik yang sangat khas. Setidaknya terdapat lebih dari 100 varietas tembakau yang tumbuh di Indonesia.(4) Kompleksitas ini kemudian juga dibawa dalam proses produksi rokok di mana kita bisa menemukan kurang lebih tiga puluh jenis tembakau berbeda dalam satu batang rokok. Bandingkan dengan jenis rokok putih yang hanya terdiri dari dua kategori: Virginia blends, yang menggunakan hanya tembakau Virginia; dan American blends, yang mencampur tembakau Virginia dengan jenis Burley dan Oriental.
Produk rokok pertama di Indonesia lahir pada awal abad tujuh belas bernama bungkus. Ia dibuat dari tembakau lokal berwarna coklat yang dibungkus dengan kulit jagung atau daun pisang dan diikat tali. Karena proses pembuatannya yang masih manual, rokok saat itu juga biasa dikenal sebagai tingwe (singkatan dalam bahasa Jawa yang artinya ngelinting dhewe atau "menggulung sendiri"). Rokok yang aslinya berasal dari Maluku ini mulai masuk ke Jawa pada pertengahan abad delapan belas. Penghasil tembakau utama saat itu adalah Sumatera, Bali, Lombok, dan Jawa (khususnya Temanggung) dengan lahan siap panen lebih dari 250ribu hektar.
Setelah bungkus, merek berikutnya tumbuh di Sumatera. Berbeda dengan bungkus, merek ini lebih dekat dengan rokok karena dibungkus dengan daun kering nipah ketimbang daun jagung atau pisang. Dengan sedikit pergeseran arti, kedua istilah tersebut—bungkus dan rokok—masih digunakan hingga kini. Bungkus diartikan sebagai kemasan, sedang rokok adalah isinya.
Pada abad sembilan belas, bungkus mulai menghilang dari pasaran dan digantikan dengan dua merek baru, yakni strootje, yang artinya rokok batangan (straw cigarette), dan klobot (atau kelobot), berasal dari bahasa Jepang yang artinya bungkus jagung. Meningkatnya permintaan membuat kedua jenis rokok tersebut mulai diproduksi secara massal pada tahun 1850. Dimulai dari industri rumah tangga, strootje dan klobot berkembang menjadi rokok komersial pertama yang muncul di Indonesia.
Arti lain dari hadirnya rokok (cigarette) di Indonesia adalah bahwa ia menggantikan kebiasaan lawas masyarakat mengunyah sirih (betel). Proses budaya ini dimungkinkan karena rokok membawa dalam dirinya sejumlah simbol sosial yang beragam namun secara simultas mampu memnuhi segmen yang berbeda. Rokok dapat menjadi simbol sosial bagi kalangan ningrat sebagaimana ia juga bisa menjadi pemuas waktu senggang kasta pekerja. Rokok juga bisa memenuhi kebutuhan orang tua akan ketenagan batin, sementara di sisi lain ia mampu memberikan kepada anak muda kebanggaan diri.
Beberapa waktu setelah rokok sukses menjadi barang komersial menggantikan sirih, seorang haji yang tinggl di wilayah Kudus melakukan eksperimen yang di kemudian hari mengubah garis sejarah perkembangan rokok di Indonesia. Demi mengobati rasa sakit di dadanya, ia meramu obatnya sendiri dengan cara mengombinasikan antara rokok dan cengkih.
Buku: 4-G Marketing: A 90-Year Journey Of Creating Everlasting Brands
Comments
Post a Comment