Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
Bilingualitas dan Bilingualisme
Pada keadaan tertentu akan didapati orang-orang yang mampu berbicara dalam lebih dari satu bahasa. Anak-anak yang berasal dari perkawinan campuran — beda bangsa dan bahasa — sangat mungkin mampu memahami dan menggunakan beberapa bahasa yang berbeda. Masyarakat bahasa tertentu yang bertemu dan hidup dengan masyarakat bahasa yang lain juga sangat mungkin saling menyesuaikan diri dengan bahasa tertentu. Hal ini menimbulkan apa yang disebut sentuh bahasa — lihat juga pada Bab "Aspek Sosial Bahasa".
Orang-orang yang mampu berbicara dalam dua bahasa disebut bilingual atau dwibahasawan, sedangkan yang mampu berbicara dalam lebih dari dua bahasa disebut multilingual atau anekabahasawan. Di dalam keadaan yang demikian kita berbicara tentang bilingualitas dan bilingualisme.
Bilingualitas adalah 'keadaan psikologis seseorang yang mampu menggunakan dua bahasa dalam komunikasi sosial'. Bilingualisme atau kedwibahasaan adalah 'suatu konsep yang mencakup konsep bilingualitas dan juga keadaan yang menggambarkan terjadinya kontak bahasa di antara sebuah masyarakat bahasa tertentu dengan masyarakat bahasa lainnya' (Hammers dan Blanc 1998). Di dalam bab ini kita hanya akan membahas masalah bilingualitas.
Bilingualitas seseorang dapat dilihat dari berbagai dimensi, seperti kemampuan berbicara di dalam kedua bahasa, organisasi kognitifnya (penempatan memori kedua bahasa itu di dalam otak), atau status kedua bahasa baginya. Jika kemampuan berbahasa pertama dan bahasa keduanya sama, bilingualitas orang tersebut adalah bilingualitas seimbang. Sebaliknya, jika kemampuan bahasa pertamanya lebih dominan daripada bahasa keduanya, bilingualitas orang tersebut adalah bilingualitas dominan.
Seseorang yang belajar bahasa pertama dan kedua dalam waktu yang hampir sama dan dalam konteks yang sama biasanya mempunyai representasi kognitif yang sama untuk kata tertentu dalam bahasa yang berbeda. Keadaan ini disebut bilingualitas sederajat (coordinate bilinguality). Di dalam keadaan ini, biasanya kata tertentu dalam bahasa yang berbeda mempunya representasi kognitif yang berbeda. Kita dapat melihatnya dalam skema berikut ini.
Di dalam bahasa Indonesia, kata keluarga memuat bermacam-macam makna, antara lain adalah 'ibu dan bapak beserta anak-anaknya' dan 'sanak saudara' atau 'kaum kerabat'. Adapun dalam bahasa Inggris, kata family bermakna satu saja, yaitu 'ibu dan bapak beserta anak-anaknya'. Orang yang berbilingualitas majemuk mencampuradukkan konsep ini (lihat skema pertama). Jadi, ketika ia bermaksud memberitahukan bahwa ia akan mengunjungi kaum kerabatnya, ia akan mengatakan, "I want to visit my family." Hal ini tidak terjadi pada orang berbilingualitas sederajat. (lihat skema kedua).
Jika pemelajaran bahasa asing meningkatkan kemampuan kognitif seseorang, terutama pada masa anak-anaknya, orang yang bilingual ini sangat beruntung. Ia dapat menggunakan kedua bahasa tersebut dengan kemampuan yang sama dan memperluas wawasannya karena kedua bahasa tersebut. Keadaan itu disebut bilingualitas tambahan/plus (additive bilinguality). Sebaliknya, jika keadaan bilingualitas memperlambat kemampuan kognitifnya, seperti berpikir, berbicara, atau memahami sesuatu, keadaan itu disebut bilingualitas minus (substractive bilinguality).
Konsep-konsep mengenai bilingualitas di atas sangat berguna untuk memahami seseorang yang menguasai atau mengenal lebih dari dua bahasa. Indonesia adalah salah satu lahan subur untuk penelitian yang demikian karena di negeri ini, setidaknya, hampir semua orang mengenal bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Sudah tentu, kebanyakan orang Indonesia adalah dwibahasawan.
Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa
Comments
Post a Comment