Skip to main content

Posts

Showing posts from April, 2017

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Pelinting Tiga Generasi: "Rokok Yang Baik Itu Begini Lho!"

Pelinting Tiga Generasi: "Rokok Yang Baik Itu Begini Lho!" Hasan bukanlah seorang pelinting rokok, ia hanya mengonsumsinya. Setiap pagi sebelum berangkat ke pabriknya di kawasan Tangerang, ia selalu menyempatkan diri mampir ke warung depan kosnya untuk membeli rokok. Karena sudah menjadi rutinitas selama tiga tahun, si penjual bahkan tidak perlu menanyakan rokok yang diminta oleh Hasan: dua batang Dji Sam Soe, satu untuk dihisap pagi hari ketika menunggu bus jemputan, sedang yang kedua disimpan untuk dinikmati ketika istirahat siang bersama rekan kerjanya. Jika ditanyakan apa yang membuat Hasan fanatik pada merek Dji Sam Soe pasti ia akan menjawab, "rasanya nikmat!" Namun, jika ia ditanya bagaimana merek favoritnya bisa menghadirkan rasa yang selalu nikmat setiap harinya, ia mungkin tidak bisa menjawabnya. Dan Hasan tidak sendiri, jutaan orang yang hari itu mengonsumsi Dji Sam Soe juga tidak tahu jawabannya. Sayangnya, tulisan ini juga tidak bisa banyak memb

Akhir Generasi Pertama: Kepergian Dwi Tunggal

Akhir Generasi Pertama: Kepergian Dwi Tunggal Setelah tiga setengah tahun berada dalam cengkraman Jepang, Seeng Tee akhirnya bebas pada tanggal 27 Agustus 1945. Ia pun segera bergabung dengan keluarganya di Surabaya dan memulai kembali bisnis rokoknya. Setelah anggota keluarga terkumpul, Seeng Tee memutuskan kembali ke Taman Sampoerna guna melihat keadaan di sana. Meskipun bentuk bangunan masih terlihat, namun tidak ada yang tersisa lagi untuk dimanfaatkan. Tidak adanya aliran air dan listrik kemudian memaksa Seeng Tee untuk menemukan tempat berlindung baru bagi keluarganya. Mereka akhirnya kembali ke rumah lama di Jalan Ngaglik. Setelah keadaan kembali tenang, dan markas baru mulai terstruktur, Seeng Tee mengadakan sebuah acara "selamatan" guna merayakan berkumpulnya kembali keluarga secara utuh. Ia kemudian memilih tanggal 27 Agustus sebagai hari lahirnya Sampoerna. Karena Seeng Tee tidak pernah mengetahui kapan ia dilahirkan, maka hari tersebut sekaligus menjadi pe

Invasi Jepang: Menutup Lembaran Pertama Sampoerna

Invasi Jepang: Menutup Lembaran Pertama Sampoerna Pada tahun 1940, angka produksi Sampoerna mencapai 3 juta batang seminggu. Dji Sam Soe mendominasi angka produksi tersebut. Meski demikian, para agen sering harus menunggu sampai dua minggu untuk mendapatkan pesanan mereka atas produk ini. Dji Sam Soe bahkan berkembang menjadi suatu komoditas utama bagi para agen besar di seluruh Indonesia. Demikian hebatnya sehingga para agen mulai menggunakan merek itu sebagai alat tukar perdagangan. Selain Dji Sam Soe, beberapa merek lain yang juga diproduksi Sampoerna antara lain adalah Sampoerna Star, Summer Palace, Statue of Liberty, dan Dapoean (keempatnya adalah rokok putih), Djangan Lawan, dan Krosa Sampoerna Star merupakan salah satu dari rokok filter pertama di Indonesia. Sedangkan untuk merek kretek penamaan merek disesuaikan dengan nomor racikan produk, seperti "123", "720", dan "678". Sedikit catatan tentang keempat merek rokok putih tersebut, keputusa

Corporate Responsibility

Corporate Responsibility Selain menjadi sentra aktivitas bisnis rokoknya, Taman Sampoerna juga diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan massal untuk publik. Seeng Tee mengubah fungsi gedung yang terletak di tengah kompleks menjadi sebuah teater, lengkap dengan tata panggung pertunjukannya. Fungsi utamanya adalah untuk pemutaran film dan pertunjukan seni. Kecuali pada hari Tahun Baru Cina, setiap hari bioskop ini memutar film untuk umum. Bahkan ketika Charlie Chaplin mengunjungi Surabaya pada tahun 1932, ia menyempatkan diri datang ke bioskop ini. Selain film, sejumlah atraksi akrobatik dari Cina juga pernah datang menghibur warga Surabaya. Momen indah bagi Seeng Tee adalah ketika menikahkan kedua anak perempuan tertuanya di dalam ruangan teater. Peristiwa bersejarah lainnya terkait dengan Taman Sampoerna ini adalah ketika ia menjadi bagian dari perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1938, Soekarno, presiden pertama Indonesia, sempat beberapa kali berpidato di tempat ini guna

Pendirian Taman Sampoerna: Memadukan Aktivitas Bisnis dan Keluarga

Pendirian Taman Sampoerna: Memadukan Aktivitas Bisnis dan Keluarga Untuk memperluas jaringan penjualannya, pada tahun 1920 Seeng Tee menggunakan sistem titipan bagi produknya di seluruh pelosok Surabaya. Permintaan yang tinggi atas Dji Sam Soe membawa penjualan Sampoerna terus meningkat sepanjang dekade 1930-an. Para pedagang lokal dan agen-agen penjualan selanjutnya mulai menjadi bagian dari sistem distribusi terpadu yang membentang sampai keluar wilayah Jawa Timur. Guna menunjang proses produksi, pada masa ini, Sampoerna mendirikan percetakan untuk untuk memasok bahan pengepakan rokok bagi perusahaan maupun bagi pihak ketiga.(16) Seiring dengan majunya bisnis, volume kerja yang meningkat membuat rumah keluarga Seeng Tee di bawah jembatan mulai terasa tidak lagi mencukupi. Apalagi ditambah kehadiran dua anak perempuan mereka, Sien yang lahir pada tahun 1921 dan Hwee yang lahir lima tahun kemudian. Di samping itu, Seeng Tee juga berniat menyediakan hunian bagi keluarga jauhnya.

Generasi Pertama = Generasi Dji Sam Soe

Generasi Pertama = Generasi Dji Sam Soe Masterpiece SKT Sampoerna tidak lain adalah Dji Sam Soe. Hingga sekarang, produk ini dianggap sebagai "mother of all kretek". Kesuksesan sebuah merek memang terletak pada rasa. Namun yang lebih penting lagi dari itu adalah pada kemampuannya menjaga konsistensi. Dalam hal rasa dan konsistensi, Dji Sam Soe adalah pemimpin pasar untuk kategori SKT. Kepercayaan konsumen yang tinggi pada merek ini membuatnya menjadi ikon tersendiri bagi perokok kretek. Jika Anda menanyakan rokok mana yang berada paling tinggi dalam hal kekuatan rasa, jawabnya tidak lain adalah Dji Sam Soe. Rokok ini bahkan dipandang berada pada level tertinggi dalam "kerasnya" rasa. Kepadatan tembakau ditambah tidak digunakannya filter membuat rokok ini menempati kelas khusus sebagai kreteknya perokok sejati. Pemilihan nama Dji Sam Soe pun bukannya tanpa pertimbangan. Seperti nama perusahaannya, kata "Dji Sam Soe" merupakan bahasa Hokkien untuk

Lahirnya "King of Kretek"

Lahirnya "King of Kretek" Dari kesuksesan ini, Seeng Tee berhasil mengumpulkan modal yang cukup untuk mendirikan sebuah perusahaan secara resmi. Ia mendirikan sebuah venture bernama Handel Maatschapij Liem Seeng Tee pada tahun 1913. Nama ini selanjutnya diubah menjadi NV Handel Maatschapij Sampoerna. Pasca Perang Dunia II, nama ini berubah lagi menjadi Hanjaya Mandala Sampoerna (selanjutnya akan disebut sebagai Samporna). Di tengah langkah besar inilah pasangan Seeng Tee dan Tjian Nio melahirkan kedua anak mereka, Liem Swie Hwa dan Liem Swie Ling (Aga Sampoerna), pada tahun 1914 dan 1915. Pemilihan nama "Sampoerna" sebagai nama perusahaan ini bukanlah tanpa alasan. Mirip dengan kisah Bentoel dan Gudang Garam, terdapat makna filosofis (dan juga mistis) yang esensial di balik nama "Sampoerna". Makna tersebut adalah, pertama, terminologi Sampoerna merupakan ejaan lama dari "sempurna" (perfect). Kedua, di dalamnya terdapat sembilan huruf yang

Daftar Pustaka

Daftar Pustaka Austin. 1978. How to Do Things with Words. Cambridge: Harvard Univ. Press Bell, R.T. 1978. Sociolinguistics: Goals, Approaches and Problems. London: B.T. Batford Ltd Bloomfield, L. 1933. Language. London: George Allen & Unwin, Ltd. Cook, Guy. 1993. Discourse. UK: Oxford University Press. Ferguson, Ch. A. 1964. "Disglossia". Dalam D. Hymes (ed.), Language in Culture and Society. New York: Harper & Row, Publishers. Finch, G. 2003. Word of Mouth: A New Introduction to Language and Communication. New York: Palgrave Macmillan. Gumperz, J.J. dan D. Hymes (ed.). 1972. Directions in Sociolinguistics: The Ethnography of Communication. New York: Holt, Rinehart and Winston. Halliday, M.A.K. 1975. Explorations in the Functions of Language. London: Edward Arnold. Halliday, M.A.K. 1979. Language as Social Semiotic. London: Edward Arnold. Harimurti Kridalaksana 1974. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Ende: Nusa Indah. Holmes, Janet. 1992. An I

Kreol

Kreol Secara historis, pijin yang dipakai dari waktu ke waktu dan dari satu generasi ke generasi berikutnya suatau saat dapat menjadi kreol. Pada saat orang dewasa menggunakan pijin sebagai bahasa perantara, sekelompok anak atau cucu mereka memperoleh dan menggunakan bahasa tersebut sebagai bahasa pertama (bahasa ibu). Untuk anak atau cucu tersebut bahasa itu tidak lagi disebut pijin, melainkan kreol. Karena itu, kreol sering diartikan sebagai 'bahasa pijin yang memiliki penutur asli'. Pada masyarakat tersebut terdapat pergeseran atau penamaan yang berbeda terhadap bahasa yang dipakai: pijin untuk generasi tua dan kreol untuk generasi muda. Pada tingkatan ini, tata bahasa dan kosakatanya sudah mulai rumit dan kompleks. Kreol merupakan perluasan pijin dan sudah mulai sejajar dengan bahasa-bahasa lain di negara yang memilikinya. Seperti pijin, terdapat lebih dari seratus kreol di dunia. Contoh bahasa kreol adalah Tok Pisin di Papua New Guinea, Papiamentu di Aruba, Venezue

Pijin (Pidgin)

Pijin (Pidgin) Pijin merupakan ragam bahasa yang tidak memiliki penutur asli. Biasanya ragam bahasa ini ditemukan banyak sekali di negara-negara dunia ketiga yang dulunya merupakan daerah jajahan atau koloni. Ragam bahasa ini tumbuh karena ada dua pihak yang ingin berkomunikasi satu sama lain tetapi sangat berbeda bahasanya. Mereka tidak menggunakan bahasa ketiga sebagai bahasa perantara, tetapi mereka menggabungkan dua bahasa mereka. Ragam bahasa ini biasanya digunakan sebagai alat komunikasi antar-imigran dan orang-orang lokal atau penduduk asli sehingga keduanya dapat saling mengerti tanpa harus mempelajari bahasa dari kelompok lain. Ragam bahasa ini juga muncul sebagai reaksi atau respons mereka terhadap perubahan politik dan sosial di negara mereka. Ada lebih dari seratus pijin di dunia. Kebanyakan pijin ini dipengaruhi bahasa-bahasa Eropa, pada umumnya Inggris, Spanyol, dan Prancis. Contoh ragam pijin yang paling terkenal adalah pijin Melanesia, seperti Tok Pisin di Papu

Lingua Franca

Lingua Franca Secara populer lingua franca sering diartikan 'bahasa perantara'. Ragam bahasa ini biasanya muncul dalam keadaan "darurat" dan digunakan sebagai bahasa untuk bertahan hidup (survive). Lingua franca digunakan apabila kedua peserta tutur bukanlah penutur asli bahasa tersebut. Bahasa ini dipakai sebagai "titik temu" dua pihak yang memiliki dua bahasa yang benar-benar berbeda dan keduanya tidak dapat berkomunikasi menggunakan satu pun di antara bahasa yang mereka kuasai. Di dalam situasi darurat, misalnya, seorang penutur jati (native speaker) bahasa Jawa bertemu dengan seorang penutur jati bahasa Sunda. Si penutur bahasa Jawa menanyakan arah sebuah lokasi di daerah Jawa Barat. Karena mendapatkan sedikit pengetahuan tentang bahasa Indonesia dari sekolah, keduanya berbicara dalam bahasa Indonesia. Di dalam situasi ini bahasa Indonesia dapat dikategorikan sebagai lingua franca. Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa

Vernakular

Vernakular Vernakular merupakan ragam bahasa yang tidak memiliki status resmi. Biasanya vernakular tidak mengalami proses kodifikasi. Ragam ini biasa dipakai dalam percakapan sehari-hari atau sebagai lambang solidaritas. Bisa juga dikatakan bahwa vernakular itu bukan ragam bahasa resmi dalam konteks tertentu. Bahasa daerah yang digunakan dalam percakapan sehari-hari di rumah untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga lain merupakan contoh vernakular. Perhatikan penggunaan bahasa di Pasar Lama, Tangerang. Para penjual dan pembeli biasanya lebih sering menggunakan bahasa yang dipengaruhi oleh bahasa daerah yang terdekat, yaitu Sunda. Namun, di bagian lain pasar itu, masyarakat yang menggunakan bahasa Cina Ke atau Hokkian untuk berkomunikasi di antara orang-orang ketururan. Juga perhatikan penggunaan vernakular di kantor. Para pegawai di kantor, jika bertemu secara pribadi dengan teman sedaerah, sering memakai bahasa daerah atau vernakular, padahal di dalam rapat mereka menggunak

Bahasa Baku

Bahasa Baku Ragam bahasa ini biasanya sudah melewati proses kodifikasi, yaitu tahap pembakuan tata bahasa, ejaan, dan kosakata. Pembakuan tersebut biasanya dicapai melalui penyusunan kamus bahasa tersebut. Ragam bahasa ini lazim dinamakan bahasa standar atau baku, yang lebih sering ditemukan dalam bahasa tulis daripada lisan. Namun, tidak tertutup kemungkinan dalam beberapa situasi tindak tutur, ragam bahasa baku juga digunakan. Misalnya, saat berpidato atau dalam acara-acara ritual. Ragam bahasa ini dinilai lebih bergengsi (prestigious). Ragam bahasa baku juga secara politis sering berfungsi sebagai bahasa resmi atau bahasa nasional, seperti bahasa Indonesia di negara kita. Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa

Ragam Bahasa dalam Masyarakat Multibahasa

Ragam Bahasa dalam Masyarakat Multibahasa Ragam bahasa dapat juga dibincangkan berdasarkan fungsi dalam masyarakat yang multibahasa. Secara umum, dikenal lima ragam bahasa. Kita mungkin pernah mendengar istilah bahasa vernakular, bahasa baku, bahasa perantara atau lingua franca, pijin, dan kreol. Ragam bahasa dalam negara-negara multilingual dapat muncul sebagai akibat perubahan politik dan sosial di negara yang bersangkutan. Kelima ragam bahasa tersebut dijelaskan satu demi satu di sini. Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa

Kedwibahasaan

Kedwibahasaan Ada beberapa pengertian kedwibahasaan. Mula-mula Leonard Bloomfield (1933) mengartikan kedwibahasaan sebagai 'penguasaan (seseorang) yang sama baiknya atas dua bahasa'. Kemudian oleh Uriel Weinrich (1968) kedwibahasaan diartikan sebagai 'pemakaian dua bahasa (oleh seseorang) secara bergantian', sedangkan Einar Haugen (1966) mengartikannya sebagai 'kemampuan (seseorang) menghasilkan tuturan yang lengkap dan bermakna dalam bahasa lain'. Perbedaan pengertian mengenai kedwibahasaan itu disebabkan oleh sukarnya menentukan batasan seseorang menjadi dwibahasawan. Dewasa ini kedwibahasaan mencakup pengertian yang luas: dari 'penguasaan sepenuhnya atas dua bahasa' hingga 'pengetahuan minimal akan bahasa kedua'. Berapa jauh penguasaan seseorang atas bahasa kedua bergantung pada sering tidaknya dia menggunakan bahasa kedua itu. Penguasaannya atas dua bahasa itu sedikit banyak akan berpengaruh pada dirinya pada waktu dia berbicara. Kela

Sentuh Bahasa

Sentuh Bahasa Di dunia ini terdapat masyarakat bahasa yang bertemu, hidup bersama-sama, dan berpengaruh terhadap masyarakat bahasa lain. Keadaan semacam ini menimbulkan apa yang disebut sentuh bahasa atau kontak bahasa. Ciri yang menonjol dari sentuh bahasa ini adalah terdapatnya kedwibahasaan (bilingualism) atau keanekabahasaan (multilingualism). Indonesia merupakan contoh negara aneka bahasa. Seperti yang telah dikemukakan dalam Bab "Aspek Kognitif Bahasa", anggota masyarakat bahasa Indonesia cenderung menguasai dua bahasa atau lebih sekaligus. Kebanyakan orang Indonesia menguasai bahasa Indonesia dan bahasa daerah, baik sepenuhnya maupun sebagian, di samping mereka yang hanya menguasai satu bahasa saja. Orang yang hanya menguasai satu bahasa disebut ekabahasawan (monolingual, unilingual, atau monoglot), yang menguasai dua bahasa disebut dwibahasawan (bilingual); dan yang menguasai lebih dari dua bahasa disebut anekabahasawan (multilingual, plurilingual, atau polygl

Bahasa dan Pelapisan Masyarakat

Bahasa dan Pelapisan Masyarakat Apa yang disebut dialek sosial erat hubungannya dengan kelas sosial-ekonomi para pemakai bahasa yang bersangkutan. Keberagaman bahasa jenis ini selalu menyangkut penilaian "baik" atau "bergengsi" (prestigious) dan "buruk" atau "bercela" (stigmatized) dari pemakaian bahasa terhadap bentuk-bentuk ujaran tertentu seperti yang akan kita lihat dalam beberapa contoh di bawah ini. Yang akan dikemukakan sebagai contoh dalam bagian ini adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh William Labov di kota New York. Labov (1966) berusaha melihat hubungan antara keberagaman bahasa dengan pelapisan atau stratifikasi masyarakat. Contoh di bawah menunjukkan keberagaman realisasi fonem /θ/ itu ternyata berbeda: ada yang merealisasikannya sebagai frikatif [θ]. ada yang merealisasikannya sebagai afrikat [ð], dan ada pula yang merealisasikannya sebagai hambatan atau letupan [t]. Mari kita lihat gambar di bawah ini.           

Masyarakat Bahasa

Masyarakat Bahasa Sekelompok orang yang merasa atau menganggap diri mereka memakai bahasa yang sama disebut sebagai masyarakat bahasa (Halliday 1968). Frasa merasa atau menganggap dirinya tersebut perlu ditekankan di sini karena dari kenyataan sehari-hari sering kita jumpai adanya anggapan masyarakat mengenai bahasa yang berbeda dengan konsep linguistis mengenai hal yang sama. Secara linguistis, bahasa Indonesia dari bahasa Malaysia, misalnya, adalah satu bahasa yang sama: tata bunyi, tata bahasa, dan leksikonnya mengandung banyak kemiripan. Namun, masyarakat bahasa pemakai kedua bahasa tersebut menganggapnya sebagai dua bahasa yang berbeda. Menurut pengertian tersebut, mereka membentuk dua masyarakat yang berbeda: masyarakat bahasa Indonesia dan masyarakat bahasa Malaysia. Kita, orang Indonesia dari Sabang sampai Merauke, menganggap bahwa kita memakai bahasa yang sama, bahasa Indonesia. Dengan sendirinya, kita membentuk suatu masyarakat bahasa yang sama, masyarakat bahasa Indo

Aturan-aturan dan Fungsi Sosial Bahasa

Aturan-aturan dan Fungsi Sosial Bahasa Apa yang diuraikan pada bagian sebelum ini sebenarnya merupakan aturan-aturan bahasa yang bersifat sosial yang harus kita perhatikan setiap kali kita melakukan komunikasi bahasa. Kita harus memperhatikan kapan, di mana, tentang apa, dan dengan siapa kita berbicara. Contoh-contoh berikut menjelaskan uraian itu. Amran dan Anti adalah dua orang kakak-beradik. Keduanya mahasiswa kedokteran, sehari-harinya — kapan saja, di mana saja — selalu berbahasa Jawa satu kepada yang lain. Namun, pada waktu mereka berbicara tentang bidang kedokteran, mereka tidak lagi berbahasa Jawa, tetapi berbahasa Indonesia atau berbahasa Jawa dan Indonesia sekaligus. Contoh lain, setiap kali berbicara dengan orangtuanya, Didi, anak Madura, tidak pernah memakai bahasa Madura halus. Namun Didi, yang tinggal berjauhan dengan orangtuanya, selalu memakai bahasa Madura halus setiap kali menulis surat kepada orangtuanya. Contoh pertama, Amran dan Anti, menunjukkan bahwa

Berbagai Ragam dalam Pemakaian Bahasa

Berbagai Ragam dalam Pemakaian Bahasa Di dalam lingkungan masyarakat, ada bahasa yang digunakan dan memperlihatkan ciri keakraban atau keintiman. Bahasa yang ditandai bentuk dan pilihan kata akrab seperti gue, loe, bete, ember 'memang' tersebut termasuk ragam intinm (intimate) di kalangan kaum muda di Jakarta. Bahasa seperti itu digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim. Secara sepintas, kita dapat membedakannya dengan bahasa santai (casual) yang juga ditandai bentuk tidak baku. Ragam santai digunakan di dalam situasi tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal (tidak intim). Ragam berikutnya dikenal sebagai ragam konsultatif (consultative). Jika kita amati bahasa yang digunakan pada saat guru menjelaskan atau bertanya-jawab dengan siswa, atau pada saat pembeli melakukan tawar-menawar harga dengan pedagang, kita akan menemukan ragam bahasa yang memperlihatkan ciri ragam konsultatif. Cirinya berbeda dengan r

Keberagaman Bahasa menurut Pemakainya

Keberagaman Bahasa Menurut Pemakainya Kita dapat membedakan ragam bahasa menurut pemakai dan pemakaiannya. Keberagaman bahasa ditentukan oleh berbagai aspek luar bahasa, seperti kelas sosial, jenis kelamin, etnisitas, dan umur. Sebagian besar aspek tersebut merupakan hal-hal yang berkaitan dengan pemakai bahasa itu. Adanya perbedaan dialek dan aksen dalam satu komunitas merupakan bukti keberagaman itu yang keberadaannya dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial. Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan ucapan atau unsur tata bahasa ataupun pemakaian kata. Perbedaan ucapan, misalnya, ditemukan dalam kata gunung dan kidul dalam bahasa Jawa yang masing-masing berarti 'gunung' dan 'selatan'. Pada umumnya kata itu masing-masing diucapkan sebagai [gunʊɳ] dan [kiðʊl]. Akan tetapi, di daerah Surabaya masing-masing diucapkan dengan vokal yang lebih rendah: [gonoɳ] dan [keðol]. Perbedaan unsur tata bahasa terdapat dalam frasa yang menunjukkan tindakan pelaku, seperti sudah s

Keberagaman Bahasa menurut Pemakaiannya

Keberagaman Bahasa menurut Pemakaiannya Suatu bahasa dipakai oleh masyarakat penuturnya untuk keperluan komunikasi sesuai dengan keadaan atau keperluan yang mereka hadapi. Peristiwa komunikasi meliputi tiga hal: medan (field), suasana (tenor), dan cara (mode). Medan (field) merupakan istilah yang mengacu kepada hal atau topik, yaitu tentang apa bahasa itu dipakai. Ketika ujaran dihubungkan dengan kegiatan tertentu yang sedang berlangsung, maka bidangnya adalah kegiatan itu sendiri. Kata-kata seperti gunting, pinset, pisau, dan perban kemungkinan besar merupakan kata-kata yang berkaitan dengan aktivitas dalam ruang bedah atau ruang operasi sebagai bidangnya. Medan merupakan subjek atau topik dalam teks suatu pembicaraan. Jadi, terdapat banyak contoh medan, misalnya ekonomi, politik dan teknologi. Kata-kata seperti replik, duplik, naik banding, kasasi, dan grasi sering dipakai oleh mereka yang bergerak di bidang hukum, sedangkan kata-kata seperti aki, rem, persneling, terot, d

Keberagaman Bahasa: Pengantar

Keberagaman Bahasa: Pengantar Pembahasan pada bab ini terpusat pada bagaimana bahasa terkait dengan berbagai aspek sosial di luar bahasa itu sendiri. Karena itu, sorotan tertuju bukan pada sistem bahasa itu sendiri, tetapi pada keberagaman bahasa (language variation) yang hidup di dalam masyarakat. Pada bagian pertama bab ini dibahas keberagaman itu menurut pemakainya; keberagaman itu dikaitkan dengan ranah (domain) dan konteks pemakaian bahasa itu. Setelah itu, pembahasan dilanjutkan dengan melihat keberagaman berkaitan dengan stilistika penggunaan; dan di bagian akhir keberagaman bahasa diperbincangkan dengan mengacu pada fungsi bahasa dalam masyarakat, termasuk masyarakat yang multibahasa (multilingual) Pada Bab "Bahasa dan Linguistik" disebutkan bahwa bahasa itu mempunyai variasi. Hal itu berarti bahwa bahasa tidak kedap terhadap pengaruh aspek nonbahasa. Dengan kata lain, bahasa memiliki ragam. Konsep tentang keberagaman itu mengemuka ketika linguis mengaitkan ba