Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
Pendirian Taman Sampoerna: Memadukan Aktivitas Bisnis dan Keluarga
Untuk memperluas jaringan penjualannya, pada tahun 1920 Seeng Tee menggunakan sistem titipan bagi produknya di seluruh pelosok Surabaya. Permintaan yang tinggi atas Dji Sam Soe membawa penjualan Sampoerna terus meningkat sepanjang dekade 1930-an. Para pedagang lokal dan agen-agen penjualan selanjutnya mulai menjadi bagian dari sistem distribusi terpadu yang membentang sampai keluar wilayah Jawa Timur. Guna menunjang proses produksi, pada masa ini, Sampoerna mendirikan percetakan untuk untuk memasok bahan pengepakan rokok bagi perusahaan maupun bagi pihak ketiga.(16)
Seiring dengan majunya bisnis, volume kerja yang meningkat membuat rumah keluarga Seeng Tee di bawah jembatan mulai terasa tidak lagi mencukupi. Apalagi ditambah kehadiran dua anak perempuan mereka, Sien yang lahir pada tahun 1921 dan Hwee yang lahir lima tahun kemudian. Di samping itu, Seeng Tee juga berniat menyediakan hunian bagi keluarga jauhnya. Yang pertama adalah bagi saudara perempuannya yang tinggal di Singapura sewaktu mereka pertama kali transit di sana. Untuk beberapa tahun, saudara perempuannya ini tinggal bersama di Surabaya, sampai akhirnya memutuskan untuk pindah ke Malang. Sedangkan yang kedua adalah bagi keluarga angkatnya di Bojonegoro di mana Seeng Tee pernah diadopsi sepeninggal ayahnya. Pada tahun 1927 Seeng Tee memutuskan untuk memindahkan keluarga dan aktivitas bisnisnya ke rumah baru di Jalan Ngaglik No.9
Pada masa inilah, kedua anak laki-laki Seeng Tee dikirim ke universitas di luar negeri. Aga Sampoerna mendaftarkan diri ke English Catholic University di Beijing, Cina, sedangkan Swie Hwa lebih memilih belajar bisnis di Chicago. Berkaca pada pengalaman hidup dirinya, Seeng Tee menginginkan agar kedua putranya bisa memperoleh pendidikan di masa mudanya, sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh apabila sudah bekerja nantinya.
Ketika pada tahun 1928, Kwang, anak perempuan ketiga Seeng Tee lahir, rumah di Jalan Ngaglik semakin tidak memadai bagi keluarga Sampoerna untuk mengelola bisnis rokok. Seeng Tee merasa keputusan untuk memindahkan rumahnya adalah hal mendesak yang tidak bisa ditawar lagi. Ia menginginkan sebuah kediaman yang bisa mengakomodasi kedua aktivitas utamanya: mengurus keluarga dan memimpin bisnis rokoknya. Dengan menyatukan kedua aktivitas tersebut di satu tempat, Seeng Tee berharap bahwa ilmu bisnis rokok yang ditekuninya dapat diselami secara langsung oleh anak-anaknya. Seperti akan kita lihat nanti, pelajaran langsung di lapangan ini menjadi tradisi turun-temurun dalam keluarga Sampoerna.
Mendesaknya kebutuhan akan lokasi baru, pada tahun 1932 akhirnya Seeng Tee menemukan sebuah tempat ideal yang selama ini dicarinya, yakni sebuah kompleks gedung peninggalan Belanda. Lokasi inilah yang kemudian diubah Seeng Tee menjadi Taman Sampoerna. Di dalamnya berlangsung dua aktivitas hidup Seeng Tee, keluarga dan bisnis rokoknya. Yang pertama diisi oleh dirinya, anak dan istri, keluarga besar, serta kerabat jauhnya. Sementara yang terakhir terdiri dari tumpukan tembakau, gudang cengkih, ruang pembuatan saus, dan aula pelintingan. Pada awal tahun 1934, pabrik baru ini memiliki tambahan fasilitas baru yang terdiri dari pengeringan cengkih, peracikan, percetakan, dan pelintingan tangan.
Bagi keluarga Sampoerna, Taman Sampoerna adalah tempat yang tak ternilai. Meskipun sekarang perusahaan telah memiliki fasilitas mewah di kawasan Rungkut, namun tidak ada yang bisa menggantikan nilai historis dari Taman Sampoerna. Di sinilah kali pertama Seeng Tee mendeklarasikan filosofi bisnis perusahaan melalui simbol Tiga Tangan. Simbol dilukiskan dengan gambar tiga tangan yang menghadap ke arah yang berbeda, yang artinya mewakili tiga pihak yang berbeda, yakni produsen, pedagang, dan konsumen. Maksudnya adalah, untuk mencapai kesuksesan, perusahaan harus bisa menjamin bahwa ketiganya sama-sama berbagi keuntungan.(17)
Di Taman Sampoerna inilah terepresentasi seluruh aktivitas keluarga Sampoerna, hingga kadang orang tidak bisa membedakan antara ritual keluarga dan kegiatan perusahaan. Di pagi hari, para pekerja bersama-sama menikmati sarapan di kantin atau di warung penjaja makanan di sepanjang jalan depan pabrik. Aktivitas perusahaan dimulai di awal hari pada pukul 05.30 di ruangan pengolahan dan peracikan tembakau. Tempat ini merupakan wilayah favorit Seeng Tee di mana ia biasa datang untuk mengontrol secara langsung akurasi peracikan yang dilakukan oleh karyawannya. Perusahaan rokok percaya bahwa kekuatan produk mereka terletak pada konsistensi dari rasa yang dihadirkan dalam tiap batang yang dijual, karena itu sang pemilik pasti merasa perlu mengontrol langsung jantung hidup matinya sebuah produk rokok tersebut.
Pelintingan tangan dimulai pada pukul enam pagi dan baru selesai pada pukul lima atau enam sore. Rangkaian aktivitas ini merupakan pemandangan rutin di Taman Sampoerna, tujuh hari seminggu, 12 sampai 15 jam sehari. Satu hal lain yang menjadi tradisi dari keluarga Sampoerna adalah kebiasaan untuk menyantap makan siang bersama pukul 12 tepat. Apakah itu karyawan atau manajemen di tingkat atas, semua menjadi keluarga besar setiap kali momen kebersamaan tersebut datang.
Buku: 4-G Marketing: A 90-Year Journey Of Creating Everlasting Brands
Comments
Post a Comment