Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Kedwibahasaan

Kedwibahasaan

Kedwibahasaan


Ada beberapa pengertian kedwibahasaan. Mula-mula Leonard Bloomfield (1933) mengartikan kedwibahasaan sebagai 'penguasaan (seseorang) yang sama baiknya atas dua bahasa'. Kemudian oleh Uriel Weinrich (1968) kedwibahasaan diartikan sebagai 'pemakaian dua bahasa (oleh seseorang) secara bergantian', sedangkan Einar Haugen (1966) mengartikannya sebagai 'kemampuan (seseorang) menghasilkan tuturan yang lengkap dan bermakna dalam bahasa lain'. Perbedaan pengertian mengenai kedwibahasaan itu disebabkan oleh sukarnya menentukan batasan seseorang menjadi dwibahasawan. Dewasa ini kedwibahasaan mencakup pengertian yang luas: dari 'penguasaan sepenuhnya atas dua bahasa' hingga 'pengetahuan minimal akan bahasa kedua'.

Berapa jauh penguasaan seseorang atas bahasa kedua bergantung pada sering tidaknya dia menggunakan bahasa kedua itu. Penguasaannya atas dua bahasa itu sedikit banyak akan berpengaruh pada dirinya pada waktu dia berbicara. Kelancarannya bertutur dalam tiap-tiap bahasa menentukan kesiapan untuk memakai bahasa-bahasa yang dikuasainya secara bergantian. Penggantian bahasa ini sering juga disebut alih kode (code-switching). Alih kode disebabkan oleh beberapa hal, antara lain karena orang yang bersangkutan berlatih menggunakan suatu bahasa tertentu dalam membicarakan suatu pokok pembicaraan tertentu atau karena kurangnya kata atau istilah salah satu bahasa yang dikuasainya untuk mengungkapkan gagasannya. Contoh alih kode disajikan sebagai berikut.

(14) A : San, kemarin saya tunggu sampai satu jam, kamu tidak datang-datang. Aduh, nyeri hate pisan! (*artinya "Aduh, sakit hati benar!"). Kalau memang tidak bisa datang tidak usah janji.
B : Ya, Esih. Makanya saya sekarang ke sini mau minta maaf. Punten pisan! Seueur tamu di rorompok. (*artinya "Maaf! Banyak tamu di rumah.")

(15) A : Dik, saya dengar kabar selentingan, lo! Wanneer vertrek naar Holland? (*artinya "Kapan kamu berangkat ke Belanda?"). Nanti saya titip surat, ya?
B : Silakan, Mbak.

Perhatikan kata atau kalimat yang dicetak miring. Dalam contoh (14) pembicaraan menggunakan bahasa Indonesia dan Sunda secara bergantian, sedangkan dalam contoh (15) bahasa Indonesia dipakai secara bergantian dengan bahasa Belanda. Alih kode juga sering terjadi karena adanya perubahan situasi tutur, perubahan pokok pembicaraan, dan perubahan peserta tutur.

Hal lain yang sering terjadi dalam masalah kedwibahasaan ialah interferensi (interference). Yang dimaksuda dengan interferensi adalah penyimpangan dari kaidah bahasa sebagai akibat pengaruh penguasaan seorang dwibahasawan terhadap bahasa lain. Interferensi dapat terjadi pada tingkat tata bunyi, tata bahasa, atau leksikon. Contoh interferensi disajikan sebagai berikut.

(16) Abdi bade nu bərəm "Saya mau yang [berwarna] merah.', sebagai realisasi dari abdi bade nu beureum.

Dalam contoh tersebut fonem /É™/ dalam kata bÉ™rÉ™m dipakai sebagai pengganti fonem bahasa Sunda /ö/ yang tidak terdapat dalam bahasa Jawa, padahal bahasa Sunda mengenal kedua-duanya, seperti yang terdapat dalam pasangan [mÉ™naÅ‹] 'menang' — [mönaÅ‹] 'boleh' dan [hidəŋ] 'paham' — [hidöŋ] 'hitam'.

Seorang dwibahasawan Jawa—Indonesia berbahasa Indonesia mengatakan,

(17) Di sini toko Laris yang mahal sendiri.

Kalimat di atas dimaksudkan sebagai padanan kalimat bahasa Jawa

(18) Ning kene toko Laris sing larang dhewe.

Kata sendiri dalam kalimat di atas merupakan terjemahan dari kata dhewe. Kata dhewe dalam bahasa Jawa antara lain memang berarti 'sendiri', seperti yang terdapat dalam contoh berikut.

(19) Aku dhewe sing teko. 'Saya sendiri yang datang.'
(20) Kowe krungu dhewe? 'Apakah kamu mendengar sendiri?'

Namun, kata dhewe yang terdapat di belakang kata sing dan kata sifat berarti 'paling', misalnya

(21) sing dhuwur dhewe, 'yang paling tinggi'
(22) sing cilik dhewe, 'yang paling kecil'
(23) sing larang dhewe, 'yang paling mahal'

Dengan demikian, dalam bahasa Indonesia baku kalimat Di sini toko Laris yang mahal sendiri berbunyi

(24) Toko Laris adalah toko yang paling mahal di sini.

Interferensi dibedakan dari integrasi (Mackey 1968). Di dalam integrasi, unsur-unsur pinjaman dari bahasa asing dipakai dan dianggap bukan sebagai unsur pinjaman. Proses integrasi memerlukan waktu yang cukup lama. Mula-mula unsur pinjaman itu dipakai oleh orang yang sedikit banyak menguasai bahasa asing yang bersangkutan. Biasanya, apabila unsur pinjaman itu diterima dan dipakai masyarakat, di sana-sini terjadi penyesuaian tata bunyi atau tata kata. Kata monteur dan research, misalnya, sekarang dipakai dan disesuaikan tata bunyinya menjadi montir dan riset.


Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Observasi dan Penelitian Lapangan

3. Observasi dan Penelitian Lapangan Pengumpulan data untuk suatu tulisan ilmiah dapat dilakukan melalui observasi dan penelitian lapangan. Observasi adalah pengamatan langsung kepada suatu obyek yang akan diteliti, sedangkan penelitian lapangan adalah usaha pengumpulan data dan informasi secara intensif disertai analisa dan pengujian kembali atas semua yang telah dikumpulkan. Observasi dapat dilakukan dalam suatu waktu yang singkat, sebaliknya penelitian lapangan memerlukan waktu yang lebih panjang. Observasi dapat dilakukan mendahului pengumpulan data melalui angket atau penelitian lapangan. Dalam hal ini observasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai obyek penelitian sehingga dapat disusun daftar kuestioner yang tepat atau dapat menyusun suatu desain penelitian yang cermat. Sebaliknya observasi dapat juga dilakukan sesudah mengumpulkan data melalui angket atau wawancara. Dalam hal ini tujuan observasi adalah untuk mengecek sendiri sampai di mana kebenara