Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
Aturan-aturan dan Fungsi Sosial Bahasa
Apa yang diuraikan pada bagian sebelum ini sebenarnya merupakan aturan-aturan bahasa yang bersifat sosial yang harus kita perhatikan setiap kali kita melakukan komunikasi bahasa. Kita harus memperhatikan kapan, di mana, tentang apa, dan dengan siapa kita berbicara. Contoh-contoh berikut menjelaskan uraian itu.
Amran dan Anti adalah dua orang kakak-beradik. Keduanya mahasiswa kedokteran, sehari-harinya — kapan saja, di mana saja — selalu berbahasa Jawa satu kepada yang lain. Namun, pada waktu mereka berbicara tentang bidang kedokteran, mereka tidak lagi berbahasa Jawa, tetapi berbahasa Indonesia atau berbahasa Jawa dan Indonesia sekaligus.
Contoh lain, setiap kali berbicara dengan orangtuanya, Didi, anak Madura, tidak pernah memakai bahasa Madura halus. Namun Didi, yang tinggal berjauhan dengan orangtuanya, selalu memakai bahasa Madura halus setiap kali menulis surat kepada orangtuanya.
Contoh pertama, Amran dan Anti, menunjukkan bahwa pergantian dari satu bahasa ke bahasa lain sedikit banyaknya ditentukan oleh pokok atau masalah yang mereka bicarakan. Contoh kedua, Didi, memperlihatkan bahwa pemilihan ragam bahasa (halus atua bukan) ditentukan oleh cara penuturan, dalam hal ini oleh bahasa lisan atau bahasa tulis. Dengan kata lain, itu semua terjadi tidak karena aturan tata bahasa, tetapi karena aturan-aturan yang bersifat sosial. Ketika bahasa digunakan, persoalan yang mengemuka tidak hanya "Apakah (ragam) bahasa yang dipakai apik (accurate)?", tetapi juga "Apakah (ragam) bahasa itu patut atau berterima (appropriate)?"
Secara terperinci, Hymes (1974) menyebutkan adanya unsur-unsur yang terdapat dalam setiap komunikasi bahasa. Unsur-unsur itu, yang disajikan dalam bentuk akronim SPEAKING, secara sederhana dapat diuraikan sebagai berikut.
LATAR (SETTING AND SCENE)
Latar merujuk pada tempat dan waktu terjadinya percakapan, misalnya percakapan yang terjadi di Balairung Universitas Indonesia pada pukul 12.00
PESERTA (PARTICIPANTS)
Peserta merujuk pada peserta percakapan: penutup dan mitra tutur. Misalnya, di dalam percakapan yang melibatkan Agus dan Amir, Agus dan Amir masing-masing adalah peserta percakapan.
HASIL (ENDS)
Hasil merujuk pada hasil percakapan (yang diperoleh secara sengaja atau tidak) dan tujuan percakapan, misalnya seorang pengajar bertujuan menerangkan kuliah linguistik secara menarik, tetapi hasilnya dapat terjadi sebaliknya: mahasiswa menjadi bosan karena mereka datang ke kelas hanya bertujuan untuk bersantai-santai saja.
AMANAT (ACT SEQUENCE)
Amanat menunjuk pada bentuk dan isi amanat dalam bentuk kata-kata dan pokok percakapan. Sebagai contoh,
(1) Dia berdoa, "Tuhan, mudah-mudahan saya lulus ujian linguistik."
(2) Dia memohon kepada Tuhan, mudah-mudahan dia lulus ujian linguistik.
Doa yang berbunyi "Tuhan, mudah-mudahan saya lulus ujian linguistik." pada (1) adalah contoh bentuk amanat, sedangkan (2) adalah contoh isi amanat.
CARA (KEY)
Cara merujuk pada pelaksanaan percakapan, misalnya kuliah linguistik dapat diberikan dengan cara yang sangat santai atau dengan semangat yang menyala-nyala.
SARAN (INSTRUMENTALITIES)
Saran merujuk pada bentuk lisan atau tulisan, misalnya kuliah pengantar linguistik disajikan secara lisan dalam bahasa Indonesia dengan beberapa keterangan tertulis di papan tulis.
NORMA (NORMS)
Norma merujuk pada aturan-aturan perilaku peserta percakapan, misalnya kuliah cenderung bersifat satu arah dari pengajar kepada mahasiswa; mahasiswa bertanya sesudah diberi kesempatan untuk bertanya.
JENIS (GENRES)
Jenis merujuk kepada kategori, misalnya sajak, teka-teki, kuliah dan doa. Kuliah, yang sudah berkali-kali kita pakai sebagai contoh, adalah salah satu contoh dari jenis.
Apa yang dikemukakan oleh Hymes mengenai aturan sosial berbahasa sebenarnya tidak hanya menyangkut masalah kesepakatan dalam pemakaian bahasa saja, tetapi juga mencakup fungsi bahasa. Seorang ahli bahasa yang lain, Roman Jakobson (1960), merinci fungsi-fungsi bahasa berdasarkan segi perhatian sebuah tuturan. Pokok pikirannya kemudian berkembang oleh Dell Hymes (1974) (Istilah yang digunakan di sini berdasarkan paparan Guy Cook [1993] yang mengacu pada pokok pikiran kedua tokoh tersebut, tanpa mengikuti satu di antara keduanya).
Fungsi-fungsi bahasa (diwakili kata yang dicetak miring) dapat digambarkan sebagai berikut.
(Embed foto halaman 53 buku Pesona Bahasa kesini!)
Suatu peristiwa tutur memiliki tujuh faktor tersebut di atas, yakni waktu dan tempat (setting), pesan atau pokok pembicaraan (message), mitra tutur (addressee), jalur (channel), bentuk atau kemasan pesan (message form), dan aspek bahasa (code). Ketika penekanan diberikan pada satu faktor tersebut, bahasa yang dipakai memiliki fungsi tertentu. Sebagai contoh, ujaran yang memberi penekanan atau pusat perhatian pada tempat dan waktu (setting) terjadinya tuturan berfungsi kontekstual. Jika penekanan diberikan pada penutur, bahasa tersebut berfungsi emotif.
Uraian mengenai fungsi-fungsi bahasa di atas adalah sebagai berikut.
Ketika seorang pengajar mengatakan "Baik, mari kita mulai.", dan "Ujian selesai, tidak ada yang diperkenankan menulis lagi!", situasi menjadi berubah. Ujaran tersebut memberi tekanan pada waktu (bagian dari setting). Karena itu, fungsi bahasa tersebut adalah kontekstual. Istilah kontekstual juga dipakai untuk fungsi pada bahasa yang memperlihatkan penekanan pada faktor tempat terjadinya tuturan, misalnya, "Senat Guru Besar Universitas Indonesia memasuki ruangan sidang. Hadirin dipersilakan berdiri!" Ujaran tersebut memberikan konteks pada situasi tutur di ruangan itu.
Kalau yang menjadi pusat perhatian adalah penuturnya sendiri, bahasa itu berfungsi emotif. Di sini penutur menyatakan perasaannya seperti yang terwujud dalam rasa senang, misalnya, "Horeee!" atau rasa kesal seperti, "Sialan!"
Kalau yang dipentingkan adalah mitra tutur, fungsi bahasa itu disebut fungsi konatif atau direktif, yang sering diwujudkan dalam bentuk seruan atau suruhan seperti, "Tolong!" atau "Pelan-pelan!"
Fungsi referensial terwujud dalam tuturan yang mengutamakan isi atau topik pembicaraan (message). Dua orang pakar politik, misalnya, asyik sekali berbincang tentang kriteria calon presiden; atau seorang pengamat sepak bola dapat bersemangat membahas jalannya sebuah pertandingan sepakbola.
Fungsi puitis (poetic) terwujud karena pusat perhatian terdapat pada bentuk pesan (message form). Contohnya banyak terdapat pada tulisan atau goresan di tembok-tembok tempat umum dalam bentuk grafiti atau dalam karya sastra, terutama puisi yang mementingkan bentuk atau bunyi bersajak.
Fungsi fatis (phatic) timbul dalam tuturan yang mengutamakan tersambungnya atau terbukanya jalur tuturan (channel). Contoh ungkapan fatis sering terlihat dari ucapan atau salam seseorang kepada orang lain sekadar untuk mengisi kekakuan suasana atau membuka pembicaraan, misalnya, "Mau ke mana?" atau "Apa kabar?" Ungkapan fatis juga banyak digunakan ketika kita meneruskan dan mengakhiri pembicaraan di telepon, bahkan ketika kita hendak meyakinkan bahwa jalur tuturan masih terbuka, misalnya dengan perkataan "Oh, ya," "Terus," "Kemudian apa yang terjadi?" (untuk memberi aba-aba bahwa kita menyimak) atau "Is that all?", "Sudah dulu, ya." (di akhir pembicaraan).
Fungsi metalinguistik (metalinguistic) terwujud dalam ungkapan atau bahasa yang terpusat pada makna atau batasan istilah. Contohnya dapat terdapat dalam bentuk definisi dan rumus, misalnya "H2O adalah rumus kimia untuk air," Merdeka berarti bebas," dan "Bandung adalah ibu kota Jawa Barat."
Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa
Comments
Post a Comment