Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Keberagaman Bahasa menurut Pemakainya

Keberagaman Bahasa menunrut Pemakainya

Keberagaman Bahasa Menurut Pemakainya


Kita dapat membedakan ragam bahasa menurut pemakai dan pemakaiannya. Keberagaman bahasa ditentukan oleh berbagai aspek luar bahasa, seperti kelas sosial, jenis kelamin, etnisitas, dan umur. Sebagian besar aspek tersebut merupakan hal-hal yang berkaitan dengan pemakai bahasa itu. Adanya perbedaan dialek dan aksen dalam satu komunitas merupakan bukti keberagaman itu yang keberadaannya dipengaruhi oleh aspek-aspek sosial.

Perbedaan tersebut dapat berupa perbedaan ucapan atau unsur tata bahasa ataupun pemakaian kata. Perbedaan ucapan, misalnya, ditemukan dalam kata gunung dan kidul dalam bahasa Jawa yang masing-masing berarti 'gunung' dan 'selatan'. Pada umumnya kata itu masing-masing diucapkan sebagai [gunʊɳ] dan [kiðʊl]. Akan tetapi, di daerah Surabaya masing-masing diucapkan dengan vokal yang lebih rendah: [gonoɳ] dan [keðol].

Perbedaan unsur tata bahasa terdapat dalam frasa yang menunjukkan tindakan pelaku, seperti sudah saya baca atau sudah kamu baca. Kalau dalam bahasa Jawa umumnya untuk frasa itu masing-masing dipakai wis takwaca dan wiskokwaca, di daerah Surabaya dipakai wis diwaca ambek aku dan wis diwaca ambek koen. Demikian pula dalam pemakaian kata. Ada beberapa kata dari daerah Surabaya yang berbeda dengan kata-kata yang dipakai dalam bahasa Jawa pada umumnya. Untuk kata-kata yang berarti 'kamu', 'bagaimana', dan 'perempuan', misalnya, dalam bahasa Jawa umum dipakai kata-kata kowe, piye (kepriye), dan wadon, sedangkan di daerah Surabaya kata-kata yang dipakai adalah koen, ya'apa, dan wedok.

Keberagaman bahasa seperti yang terlihat dalam contoh-contoh di atas adalah keberagaman yang terjadi karena faktor kedaerahan, dalam hal ini perbedaan daerah pemakainya. Keberagaman bahasa jenis ini sering disebut dialek regional, atau cukup dengan istilah dialek, dan dikaji secara mendalam dalam bidang yang disebut dialektologi.

Selain karena faktor kedaerahan, perbedaan dalam sebuah bahasa dapat juga terjadi karena faktor lain, seperti latar belakang pendidikan pemakainya, pekerjaannya, atau karena faktor derajat keresmian situasinya. Keberagaman bahasa dari jenis yang kedua sering disebut dialek sosial atau sosiolek. Kajian linguistik yang membahas keterkaitan aspek-aspek sosial dengan fenomena bahasa ini adalah sosiolinguistik, studi yang mempelajari pemakaian bahasa dalam masyarakat.

Sebagai contoh, dapat dikemukakan kasus berikut. Banyak nama diri di masyarakat kita yang memiliki konsonan frikatif labiodental tak bersuara [f], seperti Jusuf, Fahrudin, Alif, Fransiska, dan lain-lain. Kalau diperhatikan, ternyata tidak semua orang melafalkan nama tersebut dengan tepat. Karena latar belakang pendidikan ataupun bahasa pertamanya, sebagian orang mengganti konsonan frikatif labiodental tak bersuara [f] itu dengan konsonan bilabial tak bersuara [p] dan melafalkannya menjadi [jusup], [pahrudin[, [alip], dan [pransiska].


Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau