Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
2. Kanazooshi dan Ukiyoozooshi
Kanazooshi
Dengan munculnya dan mengalirnya buku bacaan rakyat,
percetakan maju dengan pesatnya sehingga banyak diterbitkan buku-buku yang
bersifat pencerahan yang sesuai dengan selera rakyat biasa. Karena buku-buku
tersebut ditujukan untuk pembaca yang berpendidikan rendah, maka huruf pokoknya
digunakan Hiragana, buku yang ditulis dengan Hiragana ini disebut Kanazooshi.
Di antaranya yang terkenal adalah Kashooki (kisah tawa) oleh Nyoraishi. Buku
ini nampaknya meniru essei Tsurezuregusa yang di dalam kelucuannya diselipkan
sindiran dan ajaran. Buku lain yang juga terkenal adalah Ingamonogatari (cerita
sebab akibat) dan Ninin Bikuni oleh Suzuki Shoosan yang lebih mementingkan segi
ajarannya (didaktis); Tookaido Meishoki (tempat-tempat terkenal di Tookaidoo),
Seisuishoo dan Chikusai oleh Asai Ryooi. Tookaidoo Meishoki berisikan catatan
tentang tempat-tempat terkenal di sepanjang jalan antara Tokyo dan Osaka. Seisuishoo
lebih mementingkan humornya dan Chikusai memiliki unsur ceritera yang merupakan
perpaduan dari ceritera Tookaidoo Meishoki dengan ceritera Seisuishoo. Selain
buku-buku yang sudah disebutkan tadi masih ada buku-buku yang diambil dari Cina
seri cerita seram juga oleh Asai Ryooi, yaitu Otogibooko (budak penunggu mayat)
dan Isoho Monogatari (cerita Isoho) terjemahan dari buku Isoppu Monogatari.
Selain itu, masih ada lagi kisah percintaan yang diambil dari buku luar negeri
seperti Usuyuki Monogatari (kisah hujan salju kecil) dan Uraminosuke.
Keberhasilan novel-novel Kanazooshi hanya dalam ide cerita yang berwujudkan
tema yang membawa semangat zaman baru pramodern. Isinya bermacam-macam tetapi
belum bernilai sastra. Walaupun demikian, buku-buku itu telah menyebar luas
pada lapisan pembaca rakyat biasa. Setelah Kanazooshi, timbul buku Ukiyoozooshi
yang berbobot sastra dan ternyata ikut mengambil peranan dalam mempengaruhi
perkembangan sastra berikutnya.
Ukiyoozooshi
Ukiyoozooshi adalah sejenis novel yang menceriterakan cara
kehidupan para Choonin (pedagang) berekenomi kuat yang suka berfoya-foya. Dalam
novel ini tidak terlihat lagi gaya novel zaman peralihan yang masih alamiah
seperti pandangan dunia fana dengan segala pujian dan ajaran moral yang terlalu
artifisial seperti dalam Kanazooshi. Pada tahun Tenna 2 (1682) terbit buku
Kooshoku Ichidai Otoko (kisah laki-laki penggemar wanita) karangan Ihara
Saikaku yang mencerminkan realitas keborosan hidup para Choonin. Novel ini juga
sangat berbeda dengan novel sebelumnya. Saikaku mula-mula terkenal sebagai
penulis puisi utama dari aliran Danrin. Dengan berhasilnya penulisan Kooshoku
Ichidai Otoko, Saikaku menjadi penulis novel dan banyak menghasilkan karya-karya
yang baik. Novel Saikaku terdiri dari “Kooshokumono” (tentang mata keranjang),
“bukemono” (tentang kehidupan masyarakat samurai), “chooninmono” (tentang
kehidupan masyarakat pedagang) dan “zatsumono” (tentang sumber macam-macam
ceritera lain). Kooshoku Ichidai Otoko menceriterakan kehidupan bermain-main
dengan perempuan dari seorang tokoh yang bernama Yonosuke sejak ia berumur 7
tahun sampai 60 tahun. Temanya memperlihatkan keborosan hidup kelas pedagang.
Alurnya dipaparkan sungguh menarik, cerita terjalin dengan anyaman kalimat-kalimat
yang tersusun dengan kata-kata yang baik, sehingga tidaklah menyulitkan untuk
memahaminya. Kalimatnya disusun seperti Haikai, padat ringkas, punya gerak
dinamis dan menyegarkan. Selain ceritera ini masih ada lagi ceritera Kooshoku
Gonin Onna (kisah lima perempuan penggemar laki-laki). Saikaku kemudian
mengganti tema karangannya dengan ceritera “buke”, yaitu ceritera yang melukiskan
kehidupan samurai (prajurit). Karangan ini disebut “bukemono”. Seri berikutnya
adalah kumpulan dari bermacam-macam ceritera balas dendam yang dimuat dalam
buku Budoo Denraiki (kisah datangnya ilmu silat) dan Bukegiri Monogatari (kisah
budi keluarga samurai). Buku kedua ini menceritakan keindahan hati samurai yang
menahan dirinya sendiri demi menjalankan “giri” (balas budi). Tetapi Saikaku
dalam tulisannya tentang bukemono tidak berhasil, maka dia kembali menulis
dengan obyek kehidupan para pedagang sebagai temanya dalam buku Nippon
Eitaigura (orang kaya di Jepang) dan Seken Munezanyoo.
Nippon Eitaigura menggambarkan keberhasilan para pedagang
dengan cara berikhtiar dan berhemat untuk menjadi kaya; sedangkan Seken
Munezanyoo melukiskan kesedihan dan kegembiraan para pedagang di akhir tahun.
Lukisan masyarakat pedagang melalui kedua buku tersebut
merupakan ciri khas dari karangan Ihara Saikaku. Selain itu karyanya yang lain
adalah Saikaku Shokokubanashi (ceritera Saikaku tentang berbagai negeri) yang
memuat beberapa ceritera rakyat, Honchoo Nijuu Fukoo (20 orang pelupa budi)
yang mengisahkan kejelekan hati manusia dan Yorozuno Fumihoogu (bermacam-macam
tipe surat) yang merupakan karangan yang berbentuk kumpulan surat-surat dan
terdiri dari bermacam-macam isi.
Sebuah cuplikan dari Nippon Eitaigura jilid I :
Hito-no ie-ni aritaki-wa ume sakura
matsu kaede, sore yori-wa kingin beisen zokashi. Niwayama-ni masarite
niwakura-no nagame, shiki oriori-no kaioki, kore-zo kikenjoo-no tanoshimito
omoikiwamete, ima-no miyako-ni suminagara, shijoo-no hashi-o higashi-e
watarazu, Oomiyadoori-yori Tanbaguchi-no nishi-e yukazu, shozan-no shukke-o
yosezu, shoroonin-ni chikatsukazu, sukoshi-no kazake mushibara-niwa mizukara
kusuri-o mochiite, hiru-wa kashoku-o daiji-ni tsutome, yoru-wa idezudhite,
wakaitoki naraioki koutai-o, sore-m ryootonari-o habakarite, jigoe-ni shite
ware hitori-no nagusami-ni nashikeru. Tomoshibi-o ukete hon miru-niwa arazu,
oboetatoori yo-no tsuie hitotsu-mo sezariki. Kono otoko isshoo-no uchi, kusa
zoori-no himo-o fumikirazu, kugi-no kashira-ni fude-o kakete yaburazu,
yorozu-ni ki-o tsukete, sono mi ichidai-ni nisen kanmoku shikotamete, yuku
toshi hachijuuhassai, yo-no aya-karimono tote masukaki-o kirasekeru.
Pohon “ume” (bunga plum), “sakura”,
“matsu” (cemara) dan “momiji” adalah sesuatu yang ingin kita miliki, tetapi
jauh lebih berharga kalau memiliki emas, perak, beras dan uang. Walaupun di
dalam taman terdapat gunung buatan, akan lebih bernilai kalau memandang gudang
uang yang diletakkan di taman tersebut. Membeli sesuatu benda di waktu murah
merupakan kegembiraan lahir batin. Selagi tinggal di Kyoto tidak pernah bermain
cinta dan minum arak. Juga tidak pernah pergi ke arah barat kota Tanba Guchi
(ada tempat pelacuran). Juga tidak pernah menderma kuil-kuil. Tidak mendekat
kepada para gelandangan. Kalau cuma sakit sedikit minum obat buatan sendiri. Siang hari
mengerjakan pekerjaan sendiri, malam hari tinggal di dalam rumah. Kalau
menyanyi pun hanya lagu-lagu yang dikenal sejak kecil, menghibur diri sendiri
dengan suara yang kecil dan rendah. Tidak pernah belajar dengan menggunakan
lampu, pokoknya tidak akan mengeluarkan uang kalau tahu pasti akan rugi. Tipe
laki-laki ini, selama hayatnya selalu merawat baik-baik tali sandalnya yang
terbuat dari rumput. Gantungan bajunya terbuat dari paku, digunakan baik-baik
agar tidak merusak pakaian. Sampai ia meninggalkan jasadnya di usia 88 tahun
telah berhasil mengumpulkan harta sebanyak delapan kilogram uang dan emas. Kala
itu ia menjadi suri tauladan manusia yang berhasil.
Hachimonjiyabon
Setelah Saikaku meninggal dunia, banyak terbit novel-novel
yang meniru karyanya. Gagasan atau bentuk novel itu saja yang dirubah atau
diperbaharui sesuai dengan selera masyarakat, sehingga bila dibandingkan dengan
karya Saikaku kurang obyektif dalam pengamatan dan pengungkapan gejala-gejala
masyarakat. Di antara novel-novel tersebut yang terbaik adalah “katagimono”
(tentang sifat dan karakter orang) oleh Ejima Kiseki. Katagimono adalah sejenis
novel yang menceriterakan orang yang memiliki karakter, kebiasaan dan kegemaran
stereotip yang berdasarkan kedudukan sosial dan pekerjaan, kemudian
dilebih-lebihkan sehingga menimbulkan ekspresi lucu dan berwujud fatal.
Katagimono yang baik di antaraanya ialah Seken Masuko Katagi (karakter pria
sekarang), Seken Musume Katagi (karakter wanita sekarang) dan Ukiyoo Oyaji
Katagi (karakter ayah masa kini). Karena buku-buku Ukiyoozooshi ini diterbitkan
oleh perusahaan Hachimonjiya di Kyoto, maka disebut “Hachimonjiyabon” (buku
terbitan Hachimonjiya). Namun, lama kelamaan buku-buku ini menjadi aliran
“mannerisme” sehingga sifat pengamatan tajam dan sifat kecenderungan yang
lincah terasa hilang. Akhirnya novel zaman Kamigata (Kyoto) mengalami
kemunduran dan sebaliknya kelompok sastra yang berpusat di Edo (Tokyo)
mengalami kemajuan dari tahun Meiwa sampai tahun An-ei (1764-1772)
Baca : Buku Sejarah Kesusastraan Jepang
Comments
Post a Comment