Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Empat Musim Jepang

Empat Musim Jepang


A.  Empat Musim Jepang (Nihon Shiki)


Kepulauan Jepang yang memanjang dari utara hingga selatan merupakan kepulauan yang banyak mengandung gunung api dan sering terjadi gempa.

Suhu pada waktu musim panas sangat panas dan pada musim dingin terasa dingin sekali. Kelembabannya tinggi dan kaya akan variasi hangat dan dingin pada empat musim. Derajat tahunan di daerah Kanto dan Kansai sekitar 15 derajat Celsius, dan pada musim panas dapat mencapai 34 derajat Celsius. Pada musim dingin suhu turun sampai di bawah 0 derajat Celsius. Sementara pada umumnya salju banyak turun di daerah sebelah Laut Jepang, tetapi hal yang sama tidak terjadi di daerah yang terletak di bagian Samudera Pasifik. Dengan kedaan demikian, Jepang memiliki banyak variasi dalam perubahan empat musim.

Seperti telah diterangkan terdahulu bahwa masyarakat Jepang adalah masyarakat petani dan terutama hidup dengan bercocok tanam. Pada musim semi mereka menyemai bibit dan bibit tersebut disebarkan pada musim panas. Pergantian musim dalam satu tahun sangat penting sekali artinya bagi bangsa yang mengambil panen pada musim gugur. Karena panen hanya bisa diambil sekali dalam satu tahun, mereka mempunyai minat yang dalam terhadap pergantian empat musim dalam setahun. Nenek moyang orang Jepang sejak memilih kebudayan bercocok tanam dipaksa harus mempunyai perasaan yagn tajam terhadap perubahan alam. Adanya perhatian terhadap alam, membuat mereka sangat sensitif terhadap perubahan alam. Pendekatan orang Jepang terhadap alam berperan besar dalam terwujudnya karakter kesusastraan dan kebudayaan Jepang.

Me niwa aobayama hototogisu wa tsukatsuo

Puisi di atas — yang pasti diketahui oleh orang Jepang mana pun — adalah hasil karya seorang penyair Sodo yang hidup pada zaman pramodern. Puisi tersebut menggambarkan perasaan orang Jepang terhadap musim. Mereka merasakan kesejukan awal musim panas sambil menikmati daun muda segar yang bermunculan sambil mendengar suara burung hototogisu. Saat itu untuk pertama kalinya orang Jepang menikmati ikan katsuo (ikan tongkol) sambil menunggu datangnya musim panas. Dalam puisi itu tergambar pula perasaan orang Jepang yang begitu peka terhadap musim.

Tepat pada awal musim panas daun-daun muda bermuncul seperti menunggu datangnya musim panas. Pada saat itu pula burung-burung memperdengarkan suaranya, seperti burung hototogisu (tekukur) atau burung uguisu (bulbul) yang bernyanyi pada musim bunga. Ikan katsuo tidak ketinggalan pula menyembulkan bentuknya di Laut Jepang, yang datang dari selatan Jepang menuju ke utara Jepang, tepat pada awal musim panas.

Perubahan alam dari musim bunga ke musim panas sampai perubahan yang sekecil-kecilnya tidak luput dari pengamatan orang Jepang. Mereka sangat teliti memperhatikan perubahan alam di sekitarnya. Perasaan terhadap musim yang dimiliki orang Jepang seperti itu mempunyai dampak besar dalam dunia kesusatraan. Salah satu standar utama sastra Jepang, ialah kata-kata kachofugetsu dan seggetsuka. Di dalam kesusastraan tradisional Jepang, khususnya dalam waka dan haiku, sering dijumpai kata-kata bulan, salju, bunga, dan lain-lain, yang dipakai untuk mengekspresikan keindahan musim.

Pada setiap musim terdapat berjenis-jenis bunga. Dari sekian banyak jenis bunga, yang disenangi orang Jepang adalah bunga sakura pada musim semi dan bunga seruni pada musim gugur. Jika orang Jepang menyebut bunga maka yang dimaksud bunga di sini adalah bunga sakura. Bunga sakura sangat penting artinya dalam kesusastraan Jepang. Motoori no Norinaga, seorang cendekiawan terkenal zaman pramodern, pernah menerangkan tentang Yamato Kokoro (spririt Yamato) dengan mengumpamakan bunga sakura, "Asahi ni kaoru sakurano hana" yang berarti wangi bunga sakura di kala matahari pagi. Bunga sakura adalah bunga yang elegan dan erotik walaupun umurnya sangat pendek. Dalam kisah Ise Monogatari pada zaman Heian dapat ditemukan sebuah waka yang menggambarkan keanggunan bunga sakura yang cepat gugur, dan menyiratkan dalam dunia fana ini tidak ada yang kekal abadi. Orang Jepang tidak hanya mengagumi keindahan bunga sakura yang gugur serentak melalui musim, tetapi juga melalui mono no aware.

Pemandangan bunga sakura yang bermekaran dapati dilihat sejak dari selatan Jepang sampai utara Kepulauan Jepang. Untuk mengekspresikan keadaan bunga sakura pada musim bunga, bangsa Jepang menggunakan kata-kata sakura zensen (kalender sakura) dan sakura tayori (berita sakura). Sakura zensen adalah kata-kata yang mengekspresikan bunga sakura yang sedang mekar pada waktu yang berbeda dari selatan Jepang hingga ke utara Jepang. Dari bulan Maret sampai bulan Mei terdapat berita yang memuat bunga sakura sedang bermekaran di seluruh negeri Jepang. Berita tersebut sama halnya dengan berita tentang ramalan cuara yang disiarkan setiap hari.

Berbeda dengan bunga sakura, bunga seruni sangat sederhana. Pada waktu musim gugur temperatur udara turun sehingga udara menjadi bersih dan segar. Dalam udara yang bersih dan segar ini, orang Jepang lebih menyukai keindahan bunga seruni yang sederhana itu. Di Jepang pada musim gugur terdapat bermacam-macam bunga, tetapi orang Jepang cenderung memilih bunga yang paling cocok pada musim itu secara tradisi. Maksud tradisi di sini adalah pilihan yang sama sejak dahulu hingga sekarang. Misalnya, bunga ume yang mekar pada waktu perubahan udara musim dingin ke musim semi dipilih bunga ume dan bunga asagao yang mekar pada musim panas memberikan kesejukan.

Salju merupakan sumber tema yang dapat mengekspresikan keindahan alam pada musim dingin. Salju yang turun di daerah Kansai terutama di Kyoto tidak selebat dan sebanyak salju yang turun di belahan belakang Kepulauan Honshu. Oleh karena itu, salju yang turun di Kansai diibaratkan seperti bunga yang gugur beterbangan di udara . Bunga yang dimaksud di sini berlainan dengan arti bunga yang sesungguhnya. Keindahan bunga es musim dingin ini mempunyai sifat keanggunan yang sederhana. Karya-karya sastra Jepang pada abad pertengahan yang bersifat melankolik itu menitikberatkan pada keindahan salju.

Dalam kesusastraan Jepang, bulan pun diekspresikan berdasarkan selera yang berbeda menurut musim, yaitu pada:

Haruno bonyaritoshita (oboro zuki)
Natsuno odayakana tsuki
Akino sumikitta
Fuyuno samuzamu toshita (kantsuki)
Musim bunga yang samar-samar (berkabut)
Bulan yang segar pada musim panas
adalah bulan yang transparan pada musim gugur
Bulan yang tampaknya dingin pada pertengahan musim gugur

Bulan yang paling bagus dalam setahun adalah bulan di pertengahan musim gugur. Orang Jepang biasa menyebutnya chushu meigetsu (bulan purnama di pertengahan musim gugur). Orang Jepang mempunyai kebiasaan melihat bulan (otsukimi) sama halnya dengan orang melihat bunga (ohanami) sakura yang sedang mekar pada waktu bulan purnama di pertengahan musim gugur. Ketika malam bulan purnama ini orang Jepang juga mempunyai kebiasaan mengadakan permainan festival di bawah sinar bulan purnama.

Nagai Kafu, salah seorang pengarang terkenal pada zaman modern, dalam sebuah tulisan haikunya menulis sebagai berikut, "Watashiba o sangashitearuku tsukimi kana", artinya pada waktu bulan purnama, saya berjalan-jaan di sekeliling sungai untuk melihat bulan. Maksud dari puisi tersebut adalah kisah seseorang yang ingin melihat bulan. Dia lalu mencari pangkalan rakit untuk menaiki perahu dan berjalan-jalan di sepanjang sungai pada malam hari yang indah.

Kebiasaan menikmati bulan pada malam pertengahan musim gugur merupakan suatu kebiasaan elegan yang tidak saja terjadi dalam kesusastraan tradisional, tetapi juga dalam kesusastraan modern yang masih terus berlanjut dalam bentuk yang bermacam-macam.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, selain dari festival melihat bulan, sampai sekarang masih terdapat kebiasaan-kebiasaan tradisional seperti momiji gari, yaitu melihat pemandangan daun momiji pada musim gugur. Kebiasaan momiji gari dan otsukimi sampai sekarang masih ada.

Pada akhir musim gugur daun pohon mulai memerah, perubahan warna daun ini dimulai dari utara kepulauan Jepang sampai ke selatan. Daun-daun yang memerah ini disebut momiji. Jika perbedaan temperatur siang dan malam makin besar maka daun yang memerah makin jelas dan terang warnanya. Momiji yang berdampingan dengan bunga seruni menjadi topik utama dalam kesusastraan Jepang yang mewakili keindahan musim gugur yang segar.

Fujiwara Teika, salah seorang penyair terkenal, dalam buku Shinkokinshu menulis sebuah waka yang artinya sebagai berikut, "tak tampak bunga maupun momiji, walaupun terus memandang di sekitar pantai di kala senja matahari condong ke barat, yang nampak hanyalah rumah-rumah nelayan yang sederhana dan sunyi senyap di sekitar itu." Seperti diterangkan di atas bahwa bunga yang dimaksud di sini adalah bunga sakura. Penyair menekankan suatu pemandangan yang suram, sepi, dan sunyi di pantai yang diungkapkannya secara paradoks tanpa ada momiji maupun bunga. Di sini penyair menemukan suatu rasa senang dan gembira dalam puisi yang samar-samar sesuai dengan pergantian musim yang bermacam-macam.

Burung-burung juga menjadi tema penting seiring dengan pergantian musim. Burung uguisu adalah burung pada musim semi, hototogisu adalah burung pada musim panas, dan burung washi (rajawali) serta angsa liar adalah burung pada musim gugur dan musim dingin. Semua burung-burung ini sangat disukai dalam kesusastraan Jepang.

Angin pun merupakan salah satu bagian yang berkaitan dengan musim dan membentuk keindahan khas Jepang. Pada musim semi bertiup angin tenang dan pada musim panas bertiup angin yang sejuk pada sore hari. Daun-daun pohon berjatuhan pada musim gugur karena angin dingin bertiup dengan dahsyat. Walaupun keadaan angin berubah-ubah, pada dasarnya orang Jepang menikmati adanya angin yang bertiup pada setiap musim.


Baca: Buku Pengantar Kesusastraan Jepang 
  

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau