Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
B. Geografi Jepang
Kepulauan Jepang terbentang memanjang dari selatan ke utara atau sebaliknya. Pada bagian tengah terdapat pegunungan yang diibaratkan sebagai tulang punggung. Jika pegunungan itu diibaratkan sebagai garis perbatasan, belahan yang menghadap ke luar Jepang dianggap sebagai bagian belakang Jepang dan sebaliknya belahan yang menghadap ke Samudera Pasifik disebut bagian depan Jepang. Menurut sejarah Jepang, pembagian Kepulauan Jepang depan dan belakang ini ada hubungannya dengan berdirinya ibu kota Jepang di daerah belahan yang menghadap ke Samudera Pasifik, yaitu ibu kota Edo (Tokyo), Kyoto, dan Nara. Sampai sekarang pun kota-kota besar masih berpusat di bagian depan Jepang, tidak ada yang terletak di belakang Jepang. Kesusastraan Jepang, seperti telah diterangkan di atas adalah sastra yang dilahirkan di ibu kota. Sampai zaman pertengahan, sastra berpusat di daerah Kansai yang terletak di bagian depan Jepang, dan sejak zaman pramodern kesusastraan Jepang masih tetap berpusat di daerah Kanto yang juga terletak di bagian depan Jepang.
Pada umumnya cuaca di belahan depan dan belakang Kepulauan Jepang sangat berbeda. Pada musim dingin, khususnya Jepang bagian belakang, berbulan-bulan ditutupi oleh salju yang sangat tebal. Sebaliknya, pada musim dingin meskipun salju turun di bagian depan Kepulauang Jepang, namun rasanya lebih enak dibandingkan dengan dinginnya salju di belahan belakang. Secara geografi, bagian belakang dan depan sangat berbeda sekali. Untuk mengekspresikan keindahan pemandangan pantai, biasa juga dipakai istilah hakusha seisha. Hakusha seisha adalah ekspresi dari pemandangan laut yang tenang dan jajaran pohon cemara yang menghijau sepanjang pantai pasir putih sebagai latar belakang. Ekspresi hakusha seisha adalah ekspresi keindahan tradisi yang disukai orang Jepang. Pemandangan ini hanya dapat dilihat di pantai bagian Samudera Pasifik. Namun, belahan belakang Jepang di bagian (sebelah) Laut Jepang, boleh dikatakan sama sekali tidak ada pemandangan seperti ini. Laut di Jepang belahan belakang pada umumnya gelap dan pemandangannya memberi kesan kasar dan keras.
Orang yang pertama kali mengangkat hal yang berkaitan dengan pemandangan Jepang di belahan belakang yang keras seperti itu secara sastra adalah Matsuo Basho, penyair besar di zaman pramodern. Basho yang memulai perjalanan Okuno Hosomichi pada waktu berkelana, menemukan alam yang keras dan kasar ini di belahan belakang Jepang. Ia yang sudah terbiasa dengan hakusha seisha ketika bertemu dengan warna pemandangan Jepang belahan belakang yang sangat berbeda, mendapatkan ilham dalam puisinya seperti berikut.
Aramui ya sado ni yokotafu ama no gawa.
Artinya, Pulau Sado yang tampak dalam kegelapan dan di antara ombak besar, di kejauhan tampak tidak jelas, hanya samar-samar. Di langit berkilauan bintang ama no gawa (bima sakti). Puisi ini merupakan puisi pertama Basho yang berbeda dengan puisi sebelumnya, yaitu puisi yang melukiskan keindahan alam belahan belakang Jepang yang keras itu.
Jika kita mencoba membandingkan puisi Buson, penyair terkenal pada zaman pramodern, kita akan dapat menemukan perbedaan dengan puisi yang ditulis Basho. Puisi Buson yang melukiskan keindahan alam belahan depan Jepang adalah seperti berikut:
Haru no umi
Hine mo su
Notari Notari kana
Puisi Buson tersebut melukiskan keindahan dari ketenangan laut pada musim semi yang tidak berombak, di mana sehari-hari hanya beriak perlahan. Di sini kita harus mengakui bahwa Buson sebagai penyair zaman modern sudah sangat berpengalaman. Jika kita melihat puisi ini hanyalah gambaran pantai saja, jelas bahwa puisi ini adalah hakusha seisha dari pemandangan Jepang bagian depan. Basho telah berhasil mengangkat keindahan pemandangan alam Jepang bagian belakang dalam karya perdananya sebagai karya yang sangat mengagumkan. Kalau saja Basho tidak berhadapan dengan alam bagian belakang Jepang yang keras itu, tentunya tidak akan terwujud karya Basho yang sehebat ini. Sebaliknya, pemandangan yang dilukiskan Buson dalam puisinya adalah pemandangan khas Laut Jepang bagian depan. Karya ini boleh dikatakan adalah karya tradisi kesusastraan Jepang dan yang membuat Buson sukses menulis puisi ini adalah ia telah berhasil memadukan perasaan sentimen tradisi dengan modern. Dari kedua karya tersebut — yaitu karya Basho dan Buson yang menuliskan keindahan geografis Jepang bagian depan dan belakang — merupakan karya yang mewakili haiku Jepang.
Seperti telah diterangkan di atas bahwa di tengah Kepulauan Jepang terdapat pegunungan-pegunungan, oleh karena itu kota-kota besar di Jepang merupakan lembah yang dikelilingi oleh pegunungan. Kota-kota besar Jepang sekarang ini seperti Tokyo dan Osaka, terletak di pinggir pantai dan diapit oleh laut.
Kyoto dan Nara — terkecuali Tokyo yang pernah menjadi ibu kota — adalah kota berbentuk lembah yang berjauhan dari laut. Daerah Yamato dan Nara merupakan daerah asal kumpulan puisi kuno Manyoshu yang menjadi pusat kebudayaan, ekonomi, dan politik zaman Kodai pada tahun 798 (Sebelum ibu kota pindah ke Kyoto).
Pada buku sejarah Jepang yang tertua, Kojiki, terdapat puisi waka seperti berikut,
Yamato wa kunino mahorobaArti dari waka ini adalah negeri Yamato (Karesidenan Nara), negeri yang paling bagus dibandingkan dengan negeri-negeri lain yang ada di Jepang. Yamato dikelilingi oleh gunung-gunung dan pagar warna hijau yang terbentang luas, di antara untaian pemandangan, Yamatao tampak sangat indah. Lembah Nara dan Yamato yang dikelilingi oleh pagar hijau seolah-olah kelihatan seperti dataran hijau. Di sekitar Jepang pada umumnya, rata-rata kelembabannya lebih tinggi dan temperatur di musim panas terasa pengap dan kurang enak jika dibandingkan dengan Nara. Oleh karena itu, Nara dapat memperlihatkan bentuk (wajah ramah) maka Nara lebih cocok disebut bukit. Manyoshu yang lahir dalam lingkungan geografis dan iklim yang sedang, yang syairnya atas dasar kedamaian, kebersihan, dan ketegaran sudah tentu syair Manyoshu itu ada kaitannya dengan alam.
Tatanazuku aogaki yamagomoreru
Tamat shiuru washi
Pada tahun 794 ibu kota Jepang dipindahkan ke Kyoto (sebelumnya di Nara) dan disebut Heiankyo. Heiankyo adalah awal pemerintahan Heian. Kyoto menjadi kota tertua di Jepang yang berkembang dan aktif selama beberapa tahun. Kyoto sampai zaman Edo merupakan kota sejarah tua dan pusat kebudayaan yang sangat dibanggakan.
Kyoto sama seperti Nara, sebuah lembah yang dikelilingi tiga bagian gunung di bagian utara, timur, dan barat. Kyoto berbeda dengan lembah Nara karena sebelah selatan Kyoto berhubungan dengan daratan Osaka. Antara barat dan timur tidak lebih dari 14,5 km. Di sebelah selatan boleh dikatakan terbuka.
Di lembah yang sempit ini sejak zaman Heian merupakan pusat kebudayaan, ekonomi, dan politik Jepang. Oleh karena itu, alam Kyoto tidak dapat diabaikan pada waktu kita membicarakan ciri khas karakter kebudayaan dan kesusastraan jepang.
Berikut ini sebuah waka yang diambil dari Kokinshu,
Miwataseba yanagisakurao kokimazete
myakozoharuno nishikinarikeru
Sejauh mata memandang dari gunung melihat jalan-jalan kota Kyoto bukankah seperti dibuat?
Secara gamblang dapat dikatakan bahwa ibu kota Kyoto persis seperti bunga sakura yang sedang bermekaran bila dilihat dari kejauhan dan kota Kyoto seperti kain tenun Nishiki. Kyoto yang dibangun dalam waktu yang singkat sudah dapat menjadi kota yang indah. Ada kata-kata yang mengekspresikan tentang keindahan pemandangan lembah, yaitu sanshisuimei. Sanshisuimei adalah gunung yang terkena sinar matahari, sangat cantik, dan kelihatan tenang. Sejauh mata memandang, air yang mengalir tampak jernih. Sungai-sungai yang mengalir di lembah Nara tidak begitu besar. Sementara sungai yang mengalir di Kyoto adalah sungai berukuran sedang, seperti Sungai Kamogawa mengalir ke timur dan Sungai Katsuragawa yang mengalir ke barat.
Sungai-sungai yang mengalir dari gunung airnya sangat jernih, dan bukan hanya sungai yang mengalir dari Kyoto saja. Sampai sekarang pun mutu air di Jepang termasuk yang paling bagus di dunia. Walaupun lingkungan kota Kyoto kotor, kadar airnya masih 35. Bandingkan dengan kadar air Amerika yang 150 dan Paris 200. Sampai sekarang air di Kyoto masih bermutu baik sehingga Kyoto sungguh-sungguh kota yang dapati disebut sanshisuimei.
Kyoto terletak di daerah lembah maka sangat sensitif sekali terhadap perubahan udara dan musim. Selain itu, gunung-gunung yang berada di sekitarnya juga sangat membantu menjaga kota Kyoto dari serangan angin Taufan dan badai. Dengan alam Kyoto yang sangat menguntungkan ini lahirlah kesusastraan elegan dan delicate pada zaman Heian. Seperti telah diterangkan di atas, Motoori no Norinaga — cendekiawan ilmu klasik Jepang yang terbesar pada zaman pramodern — telah membuat suatu patokan pola sastra mono no aware dalam sastra zaman Heian. Mono no aware adalah perasaan hati dan rasa haru yang tidak berlebihan (sederhana). Jika ditinjau dari asal-usul kata, pada mulanya perasaan itu timbul dari perasaan yang berubah-ubah yang disebabkan perubahan iklim.
Dengan demikian, kita dapat menduga dengan mudah bahwa alam Kyoto sangat menunjang proses terbentuknya kesusastraan Jepang. Yang penting tidak boleh dilupakan ialah kesusastraan Jepang yang benar adalah kesusastraan tradisional yang dibentuk pada zaman Heian. Bukti bahwa Kyoto menjadi pusat lahirnya kebudayaan adalah ketika kebudayaan Kyoto disebarluaskan ke daerah-daerah di luar Kyoto, dan kebudayaan tersebut diterima seperti apa adanya. Misalnya, keindahan alam seggetsuka dan kachofugetsu yang merupakan ciri khas keindahan yang hanya ada di Kyoto. Akan tetapi, walaupun bagian belakang tidak seindah bagian depan Jepang, orang-orang yang tinggal di belakang Jepang melihat kesusastraan Jepang dengan menggunakan kacamata kachofugetsu, alam meniru kesenian. Fenomena ini merupakan problem yang menarik dalam membicarakan karakter kebudayaan Jepang. Misalnya, gunung yang paling indah sejak zaman dahulu adalah Gunung Fuji. Di Jepang, Gunung Fuji mempunyai popularitas yang sangat tinggi. Karena gunung-gunung di Jepang mempunyai popularitas tinggi, setiap gunung yang bagus diberi nama Fuji.
Tradisi kesusastraan yang dibuat pada zaman Heian secara kasar dapat dikatakan terus berlangsung sampai pertengahan zaman pramodern. Kota-kota yang jauh dari pusat kebudayaan Kanto dan Kansai seperti Tohoku, Kyushu, dan bagian belakang Jepang baru mengembangkan kesusastraannya sendiri setelah zaman modern.
Baca: Buku Pengantar Kesusastraan Jepang
Comments
Post a Comment