Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Catatan Harian dan Essei

Catatan Harian dan Essei




4.  Nikki (Catatan Harian) dan Zuhiitsu (Essei)

 

Banyak sekali Nikki baik yang bersifat resmi maupun yang bersifat pribadi yang ditulis dengan Kanbun (ditulis dengan Kanji dan gaya bahasanya memakai gaya bahasa Cina), tetapi Nikki yang mempunyai nilai sastra ditulis dengan Kokobun (gaya bahasa Jepang dengan tulisan Hiragana). Sebagai contoh Nikki dari kesusastraan Jepang asli yang pertama adalah Tosa Nikki dan kemudian disusul oleh Kageroo Nikki. Tosa Nikki melukiskan kisah perjalanan sedangkan Kageroo Nikki bersifat otobiografi. Kesusastraan Nikki berkembang mengikuti kedua aliran ini.

Zuihitsu mempunyai persamaan dengan Nikki, tetapi Zuihitsu tidak menggunakan tanggal. Makura no Sooshi adalah salah satu bentuk Zuihitsu yang terkenal. Zuihitsu dan Nikki mempunyai sifat yang mirip dengan Monogatari, tetapi Nikki dan Zuihitsu lebih condong pada kenyataan karena penulis berusaha menggambarkan perasaan hatinya dan kehidupannya sehari-hari dengan jelas. Dari segi ini maka Zuihitsu dianggap mempunyai nilai tersendiri dengan Monogatari.

 

Tosa Nikki

Tosa Nikki merupakan permulaaan dari kesusastraan Nikki di Jepang. Tosa Nikki ditulis oleh Ki no Tsurayuki dalam perjalanan pulang dari Tosa (salah satu daerah di Shikoku) ke Kyoto setelah ia menyelesaikan tugas kerjanya sebagai bupati di Tosa. Perjalanan itu memakan waktu 50 hari dengan kapal laut. Ki no Tsurayuki padahal seorang laki-laki, tetapi dia menulis Nikki ini dengan berpura-pura sebagai seorang wanita.

Di dalam Tosa Nikki, Tsurayuki ingin mengungkapkan perasaannya antara lain kerinduannya kepada putrinya yang meninggal di Tosa, ketakutan yang dialaminya ketika diserang bajak laut, dan kegembiraannya ketika tiba di Kyoto. Ceritera-ceritera yang dilukiskannya sangat menarik dan diungkapkannya dengan kalimat-kalimat yang sangat sederhana tetapi penuh dengan perasaan. Kalau dibandingkan dengan prosa yang ditulisnya pada pembukaan Kokinshuu dan Ooigawa Gyookoo Waka yang memakai banyak kalimat-kalimat yang indah, Tosa Nikki sangat sederhana dan mudah dimengerti. Hal itu mungkin karena prosa yang ditulisnya pada pembukaan Kokinshuu dan prosa pada pembukaan Ooigawa Gyookoo Waka ditulisnya bersifat resmi, sedangkan Tosa Nikki ditulisnya bersifat pribadi yang mengikuti irama hatinya. Selain itu Tosa Nikki ditulisnya setelah usianya lanjut, sehingga sebenarnya dia sudah merasa jenuh dengan kata-kata yang indah yang kadang-kadang tidak sesuai dengan gerak hatinya. Biarpun dalam Tosa Nikki banyak hal-hal yang kurang serius dan ada kalanya bersifat humor, tetapi tidak memberikan kesan yang kurang baik. Dia menulis dan mengungkapkannya dengan bebas dan terbuka sebagaimana adanya, sehingga mengandung rasa jenaka yang mengundang perasaan gembira.

Di bawah ini sedikit cuplikan dari Tosa Nikki, sebagai berikut :

Kyoo warigo motasete kitaru hito, sono na nado zo ya, ima omoi iden. Kono hito uta yoman to omou kokoro arite narikeri. Tokaku ii iite, “nami no tatsu naru koto” to uree iite, yomeru uta.
Yukusaki ni tatsu shiranami no koe yori mo. Okurete nakan ware ya masaran. Toza yomeru, ito oogoe narubeshi. Motekitaru mono yori wa, uta wa ikaga aran.

Siapa ya nama orang yang membawa kotak makananku hari ini, saya sudah tidak ingat lagi. Ia dengan sengaja datang untuk bertemu dan bercakap-cakap denganku dan kelihatannya ingin membacakan sebuah pantun. Waktu bercakap-cakap dengan asyiknya dia berkata sembarangan seakan-akan mengalihkan pembicaraan, “Ombak besar sekali ya!” Kemudian dia membacakan sebuah pantun.
Dia membacakannya dengan suara yang sangat kuat. Kalau dibandingkan dengan makanan yang enak yang dibawanya, kasihan rasanya mendengar pantunnya yang jelas.

 

Kageroo Nikki

Berbeda dengan Tosa Nikki, Kageroo Nikki berisikan catatan harian tentang kesedihan. Penulisnya adalah seorang wanita, isteri Fujiwara Kaneie dan ibu seorang penjaga istana bernama Michitsuna. Selain ibu Michitsuna ini, Kaneie mempunyai banyak isteri yang lain. Menurut keterangan ibu Michitsuna ini suaminya adalah orang yang suka mengobral cinta. Ibu Michitsuna ini menjadi kesepian karena suaminya tidak mengacuhkan lagi. Untuk menghilangkan rasa kesepiannya, dia sering pergi berdoa ke kuil Yamadera di Kyoto dan adakalanya dia bermalam di kuil itu. Selain itu dia pergi juga ke kuil Hassedera (di Nara), kuil Ishiyamadera (terletak antara Kyoto dan Shiga). Malah ketika mengunjungi kuil Nishiyama Narutaki (di Kyoto) dia ingin menjadi pendeta wanita di kuil tersebut. Namun walaupun dia sering berdoa di kuil-kuil seperti tersebut di atas, dan meminta agar Kaneie tetap cinta padanya, tetapi sikap Kaneie terhadapnya tidak berubah.

Akhirnya ibu Michitsuna ini beranggapan mungkin cinta Kaneie telah hilang sama sekali. Karena itu dia beralih kepada anaknya Michitsuna dan mencurahkan seluruh perhatiannya terhadapnya. Dengan cara begitulah dia menghibur hatinya. Kageroo Nikki ini berisikan kesedihan yang dialami ibu Michitsuna selama 21 tahun, tetapi biarpun dalam jangka waktu sedemikian lama dia tidak kawin lagi. Hidupnya direlakannya untuk membesarkan dan mencintai anaknya. Cinta yang tulus ini sangat menggugah hati pembacanya.

 

Izumi Shikibu Nikki

Izumi Shikibu Nikki adalah suatu catatan harian yang mengungkapkan salah satu kehidupan romantis pada zaman Heian. Isinya mengenai hubungan cinta yang berlangsung selama satu tahun antara putra Reizei Tennoo yang bernama Atsumichi dengan wanita yang bernama Izumi Shikibu. Hubungan cinta ini terjadi setelah Atsumichi berkunjung ke rumah Izumi Shikibu dan saling berkirim surat yang memuat pantun-pantun cinta. Hubungan cinta ini ditulis melalui mata orang ketiga, dalam bentuk Nikki.

Karena perbedaan tingkat sosial antara Atsumichi dan Izumi Shikibu, maka dalam surat-surat yang berisikan pantun itu tergambar juga tentang perbedaan tingkat sosial ini. Namun walaupun demikian, surat-surat itu benar-benar menggambarkan suatu kehidupan bangsawan yang sangat elegan.

Pada Izumi Shikibu Nikki ini tidak ditemukan ungkapan kalbu yang serius dan mendalam, tetapi biarpun demikian Nikki ini ditulis dengan gaya bahasa yang merupakan lirik yang indah.

 

Murasaki Shikibu Nikki

Murasaki Shikibu Nikki biarpun suatu karya yang jelas dan sederhana, dapat dikatakan merupakan sebuah karya yang mengungkapkan kepribadian pengarangnya. Murasaki Shikibu setelah suaminya meninggal bekerja pada Jootoomon-in, yaitu isteri pertama Ichijoo Tennoo. Selama dia bekerja pada majikannya itu, dia telah membuat catatan-catatan yang terperinci tentang Kuji Sechi (upacara dan pesta penyambutan tamu-tamu dari luar istana), Fukushoku Choodo (cara mengatur alat-alat rumah tangga, pakaian dan perhiasan para bangsawan). Walaupun dia berada dalam lingkungan kehidupan istana yang serba mewah itu, tetapi dia tetap merasa kesepian karena tidak ada tempat menumpahkan perasaan hatinya di istana itu.

Dari segi kesusastraan, Murasaki Shikibu Nikki tidak digolongkan sebagai suatu karya yang bernilai tinggi, tetapi Nikki ini dianggap menarik karena memuat beberapa penilaian terhadap tokoh bernama Seishoonagon dan Izumi Shikibu. Murasaki Shikibu dan Seishoonagon mempunyai sifat yang sangat berbeda. Murasaki Shikibu seorang wanita pendiam dan suka merenungi suatu persoalan dengan dalam-dalam, sedangkan Seishoonagon adalah seorang wanita yang lincah dan cerdas. Mungkin karena perbedaan sifat ini, Murasaki Shikibu tidak menyukai Seishoonagon yang dianggapnya over acting sebagai seorang wanita.

Perasaan tidak senang Murasaki Shikibu terhadap Seishoonagon dapat kita lihat dalam kritikannya dalam Nikki yang ditulisnya sebagai berikut :
Seishoonagon koso shitarigao ni imijuu haberikeru hito, sabakari sakashiradachi managaki shirashite haberu hodo mo, yoku mereba mada ito taenu koto ookari. Kaku hito ni koto naramu to omoi konomeru hito wa, kanarazu miotorishi, yukusue utate nomi habereba, en ni narinu hito wa ito sugoosuzuro naru ori mo, mono no aware ni susumi, okashiki koto mo mi sugusanu hodo ni, onozu kara sarumaziku adanaru sama ni mo naru ni haberu beshi. Sono ada ni narinuru hito no hate wa, ikadeka wa yoku haberamu.
Seishoonagon adalah seorang yang suka membanggakan diri, suka menonjolkan kepandaiannya, misalnya mempergunakan huruf Kanji dalam karangan-karangannya (suatu hal yang berlainan dengan kebiasaan wanita Jepang pada masa itu yang mempunyai kebiasaan mempergunakan Hiragana. Yang mempergunakan huruf Kanji hanyalah pria saja.) Tetapi kalau diteliti benar-benar dia bukanlah seorang yang pintar. Seorang yang menganggap dirinya hebat seperti Seishoonagon ini adalah sifat yang tidak baik. Dengan sifat seperti ini dia pasti memperoleh kesulitan. Biarpun tidak perlu, dia selalu menonjolkan kepandaiannya. Dia selalu berusaha menguraikan sesuatu dengan panjang lebar untuk memperlihatkan kepintarannya kepada orang lain. Bagaimana nasib orang seperti ini kemudian hari?

 

Sarashina Nikki

Sarashina Nikki mempunyai persamaan dengan Kageroo Nikki karena menggambarkan kehidupan wanita, namun Sarashina Nikki mempunyai ciri-ciri tersendiri karena ditulis dengan gaya yang penuh dengan romantisme. Sarashina Nikki ditulis oleh anak perempuan Fujiwara no Takasue yang kalau dibandingkan dengan Ibu Michitsuna, mengalami kehidupan yang lebih susah.

Nikki ini ditulisnya untuk mengenang pengalamannya yang dimulai sejak ia mengikuti perjalanan ayahnya dari Azuma (daerah Tokyo sekarang) menuju ibu kota yang pada waktu itu adalah Kyoto waktu ia baru berumur 13 tahun, kehidupannya di istana, menikah, menjadi seorang ibu dan akhirnya menjadi seorang janda. Ketika masih muda dia banyak membaca buku ceritera, diantaranya yang paling dia sukai adalah Genji Monogatari. Ia suka mengkhayalkan dirinya menjadi Ukibune (nama tokoh wanita yang sangat cantik dalam Genji Monogatari), tetapi pada masa tuanya dia percaya pada dunia Budha yang indah dan mengharapkan dirinya masuk nirwana.

Sarashina Nikki menggambarkan kepolosan yang berbeda dengan Kageroo Nikki, dan dalam Sarashina Nikki tidak terdapat catatan mengenai percintaan yang kompleks antara pria dan wanita.

Salah satu catatan harian akhir zaman Heian adalah Sanui no Suke Nikki yang menggambarkan penderitaan Horikawa Tennoo ketika mulai sakit sampai meninggal, dan dinobatkannya Toba Tennoo menggantikan Horikawa Tennoo. Kalimat-kalimat dalam Nikki ini tidak tersusun rapi, nilai kesusastraannya pun kurang, akan tetapi sama dengan Murasaki Shikibu Nikki, Sanuki no Suke Nikki mempunyai ciri-ciri khusus yaitu adanya tulisan yang terperinci mengenai perayaan-perayaan, adat istiadat di istana dan melukiskan pula perasaan duka Sanuki no Suke sebagai pengarang Sanuki no Suke Nikki ketika ia merawat Tenno yang sedang sakit.

 

Makura no Sooshi

Makura no Sooshi karya Seishoonagon adalah ceritera kesusastraan zaman Heian yang sama terkenalnya dengan Genji Monogatari. Seishoonagon adalah seorang wanita yang dibesarkan dalam lingkungan yang mempunyai hubungan erat dengan kesusastraan karena baik ayahnya yaitu Kiyohara Motosuke maupun kakeknya yaitu Kiyohara no Fukayabu adalah penyair yang terkenal. Seishoonagon sendiri tidak berbakat dalam menggubah pantun, akan tetapi dia berbakat menulis prosa. Makura no Sooshi adalah karyanya yang sangat mengagumkan.

 

Monozukushi

Makura no Sooshi terbentuk dari bermacam-macam kalimat, 300 bab yang panjang dan yang pendek. Isinya pun terdiri dari bermacam-macam ceritera yang secara garis besarnya dapat dibagi tiga yaitu bagian monozukushi yang terdiri dari kata-kata, kalimat pendek dan bab yang pendek, bagian episode yang terdiri dari kalimat panjang dan bagian yang ketiga adalah bagian yang menggambarkan alam. Di antara ketiga bagian ini yang merupakan ciri khusus Makura no Sooshi adalah bagian monozukushi. Pada bagian ini misalnya dimulai dengan Sato wa… (Desa adalah…), Hana wa… (Bunga adalah…), Yama wa … (Gunung adalah… ), Tera wa…  (Kuil adalah… ), Susamajiki mono wa … (Hal yang tidak disukai adalah… ), Namamekashiki mono… (Hal yang disukai…) dan lain-lain yang diuraikan dengan melalui pengamatan dan perasaan yang tajam. Meskipun apa yang ditulisnya itu semua orang tahu karena bukanlah hal yang baru dan sulit, akan tetapi kadang-kadang orang tidak begitu menyadarinya atau meskipun menyadarinya tetapi tak dapat melukiskannya.

Cara mengklasifikasikan keadaan alam dan aktivitas manusia seperti yang dibuat dalam Makura no Sooshi ini terdapat pula dalam Kokin Waka Rokujoo dan dalam buku lain berjudul Zassan karya Rigisan, tetapi Makura no Sooshi jauh lebih unik, indah dan teknik ekspresinya juga lebih bagus. Makura no Sooshi kemungkinan besar ditulis oleh Seishoonagon tanpa meniru dari buku-buku yang sudah ada sebelumnya.
Berikut ini adalah cuplikan dari Makura no Sooshi sebagai berikut,

Sato wa Ausaka no sato. Nagame no sato. Izame no sato. Hitozuma no sato. Tanome no sato. Yuuhi no sato. Tsumatori no sato. Hito ni toraretaru niya aran, waga mooketaru niya aran to okashi. Fushimi no sato. Asagao no sato.
                                      (dari Makura no Sooshi bagian ke-65)


 

Itsuwa (Anekdote)

Dalam Itsuwa termasuk juga ceritera yang berlatar belakang kehidupan istana yang melukiskan kehebatan sang pengarang. Contoh yang paling tepat adalah Itsuwa tentang Koorohoo (nama gunung yang tertera dalam ceritera Cina). Seishoonagon adalah salah seorang dayang permaisuri Teishi (permaisuri Ichijoo Tennoo) yang sangat cantik dan pandai. Ia sangat disayangi oleh Teishi dan antara keduanya terjalin hubungan yang erat. Pada bait Ranshoo no hana no toki kinchoo no moto yang ada pada bab Hakurakuten (bab yang menceriterakan dewa-dewa), Seishoonagon berusaha dengan sekuat tenaga menunjukkan kepandaiannya. Dalam esseinya kita dapat melihat gambaran tentang kehidupan keraton Heian serta suasana di dalamnya di mana kaum bangsawan, bangsawan menengah dan para dayang selalu berlomba dalam bidang seni. Namun kemahiran dan kecerdasan Seishoonagon pada waktu itu rupanya tidak ada yang mampu menandinginya. Karyanya selalu menggetarkan para pembacanya, terutama dalam bagian yang terdapat dalam Rashoo no hana no toki kinchoo no moto, bab 299 yang sangat baik karena dilukiskan seolah-olah sebuah novel.

Di bawah ini adalah sebagian dari bab 299 sebagai berikut :
Yuki ito takoo furitaru wo, rei narazu mikoshi mairite, subitsu ni hi okoshite, monogatari nado shite atsumari saburoo ni, “Shoonagon yo Koohoroo no yuki ikanaran” to aserarureba, mikoshi agesasete, miso wo takaku agetareba, warawase tamo o. Hito-bito mo, “Saru koto wa shiri, uta nado sae utaedo, omoi koso yorazaritsure. Nao, kono miya no hito niwa, sabeki nameri”, to iu.
Waktu salju turun banyak sampai tertimbun tinggi, tidak seperti biasa, jendela tertutup. Arang dalam tungku pemanas dinyalakan dengan segera. Para dayang berkumpul mengelilingi tungku pemanas sambil “memperdengarkan beberapa ceritera. Ketika itu Tanshi berkata, “Hai Shoonagon, bagaimana dengan salju di Koohoroo?” dan dengan diiringi gelak tawa yang lain, jendela dibuka lebar-lebar. Hadirin yang ada di ruangan itu memuji Seishoonagon dan berkata, “Seishoonagon pantas menjadi dayang permaisuri Teishi karena pandai, Koohoroo pasti dia tahu dengan baik, karena dalam menggubah pantun juga dia pernah melukiskannya.”

 

Shizen Byoosha (Lukisan Alam)

Dalam Makura no Sooshi, shizen byoosha dilakukan dengan penempatan tema yang khas dan ketajaman peninjauan terhadap suatu objek yang akan dilukiskan. Contohnya adalah pada awal alinea pertama yang berbunyi Haru wa akebono, Seishoonagon memiliki pandangan yang berbeda dengan titik pandangan sastrawan yang lain, karena ia menonjolkan suasana alam yang menimbulkan perasaan terharu. Dia melukiskan alam dengan gaya bahasa yang menusuk dan menggugah dengan berdasarkan kesan yang dialaminya dari keindahan alam itu sendiri, sehingga tidak merupakan suatu konsep yang sengaja disusun atau semata-mata bersifat khayalan saja. Sepintas lalu memang tidak tampak sesuatu yang luar biasa dalam gaya bahasa yang diungkapkannya, karena tampaknya hanya merupakan sebuah sketsa alam saja. Tetapi dalam gaya bahasa yang ditulis dengan kalimat pendek, sederhana dan mudah dicerna itu, kita akan menemukan ide-ide Seishoonagon yang selalu segar. Dengan teknik seperti itu dia telah menciptakan dasar-dasar teknik melukiskan alam yang baru sehingga dia dapat dikatakan pelopor lukisan realisme modern.
Haru wa akebono. Yoyo shiroku nari yuku, yamagiwa sukoshi akarite, murasaki dachitaru kumo no hosoku tanabiki taru. Natsu wa yoru. Tsuki no koro wa sara nari, yami mo nao. Hotaru no ooku tobi chigai taru. Mata tada hitotsu futatsu nado honokani uchi hikarite yukumo okashi. Ame nado furi mo okashi. Aki wa yugure. Yuuhi wo sashite yama no ha ito chikoo nari taru ni, karasu no nedokote e iku tote, mitsu yotsu futatsu mitsu nado tobi isogu sae aware nari. Maite, kari nado no truranetaru ga, ito chiisaku miyuru wa. Ito okashi. Hi irihatete, kaze no oto mushi no ne nado, hata iubeki ni arazu. Fuyu wa tsuromete. Yuki no furitaru wa iu beki ni mo arazu. Shimo no ito shiroki mo mata sarademo ito samuki ni, hi nado isogi okoshite, sumi mote wataru mo, ito tsukizukishi. Hiru ni narite nuruku yurubi mote ikeba, hioke no hi mo shiroki haigachi ni narite waroshi.
                                              (dari Makura no Sooshi bagian I)
Di musim semi, fajar menyingsing indah. Langit makin terang, kaki gunung kelihatan dengan jelas, awan kelabih melayang berjejer. Musim panas, malam sangat menawan, terutama pada bulan purnama. Dalam kegelapan juga, malam tiada bulan tiada bintang, kunang-kunang yang berterbangan baik satu dua, teristimewa bila terbang banyak, menambah keindahan alam. Bila hujan turun, hal ini tidak akan mengurangi indahnya malam. Musim gugur, senja sangat mengesankan. Awan merah membuat kaki gunung seakan dekat kelihatan. Burung gagak, satu dua, dua dan tiga bersama-sama terbang bergegas pulang ke sarangnya. Belibis yang terbang berbaris di ketinggian, kendati makin menjauh, keindahannya tak terlukiskan. Bila sang surya terbenam, angin bertiup sepoi-sepoi, suara jangkrik mulai menyentuh anak telinga. Musim dingin salju turun. Pagi hari yang dingin, terlebih-lebih pada saat bintik-bintik embun tampak memutih, semuanya menyalakan api dengan tergesa-gesa. Bila matahari sudah tinggi, tinggallah abu di sekitar tungku pemanas.

Dalam Makura no Sooshi sering sekali dipergunakan kata okashi. Kata ini dipergunakan untuk mencetuskan perasaan tertarik pada suatu benda atau keadaan yang kelihatan tanpa membaurkan diri dan perasaan dengan objek, tetapi dengan merenungi dan menilainya secara obyektif.
Baik dalam masalah percintaan maupun kepercayaan, Seishoonagon ada kalanya melukiskan secara obyektif. Berbeda dengan Ibu Michitsuna yang menulis Kageroo Nikki, Murasaki Shikibu yang menulis Genji Monogatari maupun Izumi Shikibu yang menulis Izumi Shikibu Nikki, yang merupakan beberapa pengarang wanita pada zaman Heian, Seishoonagon dianggap sebagai wanita yang kurang memiliki sifat-sifat kewanitaan. Ia tidak menjadi bahan pembicaraan kaum pria, malah ia yang memperolok-olok kaum pria dan bahkan sering membuat gentar pria yang dianggap cukup hebat. Seishoonagon yang memiliki sifat kuat dan pandangan yang jauh ke depan ini menimbulkan gaya yang baru dalam kesusastraan terutama dalam bidang penulisan essei.

Sebenarnya pengarang wanita yang lain ingin sekali menghasilkan suatu karya yang pada waktu itu dianggap baik kalau sesuai dengan cara-cara pengarang-pengarang terdahulu, tetapi tidak demikian halnya dengan Seishoonagon. Ia tidak meniru apa yang sudah ada, tetapi ia berusaha membentuk suatu kesusastraan tersendiri yang berbeda dengan yang lain. Ia menulis apa adanya, apa yang dilihat dan dirasakannya dengan kecerdasan yang dimilikinya. Karena itulah, sebagai seorang penulis essei Seishoonagon dianggap seorang yang memiliki kecerdasan yang luar biasa.



Baca : Buku Sejarah Kesusastraan Jepang


Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau