Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
4. Nikki (Catatan Harian) dan Zuhiitsu (Essei)
Banyak sekali Nikki baik yang bersifat resmi maupun yang
bersifat pribadi yang ditulis dengan Kanbun (ditulis dengan Kanji dan gaya
bahasanya memakai gaya bahasa Cina), tetapi Nikki yang mempunyai nilai sastra
ditulis dengan Kokobun (gaya bahasa Jepang dengan tulisan Hiragana). Sebagai
contoh Nikki dari kesusastraan Jepang asli yang pertama adalah Tosa Nikki dan
kemudian disusul oleh Kageroo Nikki. Tosa Nikki melukiskan kisah perjalanan sedangkan
Kageroo Nikki bersifat otobiografi. Kesusastraan Nikki berkembang mengikuti
kedua aliran ini.
Zuihitsu mempunyai persamaan dengan Nikki, tetapi Zuihitsu
tidak menggunakan tanggal. Makura no Sooshi adalah salah satu bentuk Zuihitsu
yang terkenal. Zuihitsu dan Nikki mempunyai sifat yang mirip dengan Monogatari,
tetapi Nikki dan Zuihitsu lebih condong pada kenyataan karena penulis berusaha
menggambarkan perasaan hatinya dan kehidupannya sehari-hari dengan jelas. Dari
segi ini maka Zuihitsu dianggap mempunyai nilai tersendiri dengan Monogatari.
Tosa Nikki
Tosa Nikki merupakan permulaaan dari kesusastraan Nikki di
Jepang. Tosa Nikki ditulis oleh Ki no Tsurayuki dalam perjalanan pulang dari
Tosa (salah satu daerah di Shikoku) ke Kyoto setelah ia menyelesaikan tugas
kerjanya sebagai bupati di Tosa. Perjalanan itu memakan waktu 50 hari dengan
kapal laut. Ki no Tsurayuki padahal seorang laki-laki, tetapi dia menulis Nikki
ini dengan berpura-pura sebagai seorang wanita.
Di dalam Tosa Nikki, Tsurayuki ingin mengungkapkan
perasaannya antara lain kerinduannya kepada putrinya yang meninggal di Tosa,
ketakutan yang dialaminya ketika diserang bajak laut, dan kegembiraannya ketika
tiba di Kyoto. Ceritera-ceritera yang dilukiskannya sangat menarik dan
diungkapkannya dengan kalimat-kalimat yang sangat sederhana tetapi penuh dengan
perasaan. Kalau dibandingkan dengan prosa yang ditulisnya pada pembukaan
Kokinshuu dan Ooigawa Gyookoo Waka yang memakai banyak kalimat-kalimat yang
indah, Tosa Nikki sangat sederhana dan mudah dimengerti. Hal itu mungkin karena
prosa yang ditulisnya pada pembukaan Kokinshuu dan prosa pada pembukaan Ooigawa
Gyookoo Waka ditulisnya bersifat resmi, sedangkan Tosa Nikki ditulisnya
bersifat pribadi yang mengikuti irama hatinya. Selain itu Tosa Nikki ditulisnya
setelah usianya lanjut, sehingga sebenarnya dia sudah merasa jenuh dengan
kata-kata yang indah yang kadang-kadang tidak sesuai dengan gerak hatinya. Biarpun
dalam Tosa Nikki banyak hal-hal yang kurang serius dan ada kalanya bersifat
humor, tetapi tidak memberikan kesan yang kurang baik. Dia menulis dan
mengungkapkannya dengan bebas dan terbuka sebagaimana adanya, sehingga
mengandung rasa jenaka yang mengundang perasaan gembira.
Di bawah ini sedikit cuplikan dari Tosa Nikki, sebagai
berikut :
Kyoo warigo motasete kitaru hito,
sono na nado zo ya, ima omoi iden. Kono hito uta yoman to omou kokoro arite
narikeri. Tokaku ii iite, “nami no tatsu naru koto” to uree iite, yomeru uta.
Yukusaki ni tatsu shiranami no koe
yori mo. Okurete nakan ware ya masaran. Toza yomeru, ito oogoe narubeshi.
Motekitaru mono yori wa, uta wa ikaga aran.
Siapa ya nama orang yang membawa
kotak makananku hari ini, saya sudah tidak ingat lagi. Ia dengan sengaja datang
untuk bertemu dan bercakap-cakap denganku dan kelihatannya ingin membacakan
sebuah pantun. Waktu bercakap-cakap dengan asyiknya dia berkata sembarangan
seakan-akan mengalihkan pembicaraan, “Ombak besar sekali ya!” Kemudian dia
membacakan sebuah pantun.
Dia membacakannya dengan suara yang
sangat kuat. Kalau dibandingkan dengan makanan yang enak yang dibawanya,
kasihan rasanya mendengar pantunnya yang jelas.
Kageroo Nikki
Berbeda dengan Tosa Nikki, Kageroo Nikki berisikan catatan
harian tentang kesedihan. Penulisnya adalah seorang wanita, isteri Fujiwara
Kaneie dan ibu seorang penjaga istana bernama Michitsuna. Selain ibu Michitsuna
ini, Kaneie mempunyai banyak isteri yang lain. Menurut keterangan ibu
Michitsuna ini suaminya adalah orang yang suka mengobral cinta. Ibu Michitsuna
ini menjadi kesepian karena suaminya tidak mengacuhkan lagi. Untuk
menghilangkan rasa kesepiannya, dia sering pergi berdoa ke kuil Yamadera di
Kyoto dan adakalanya dia bermalam di kuil itu. Selain itu dia pergi juga ke
kuil Hassedera (di Nara), kuil Ishiyamadera (terletak antara Kyoto dan Shiga).
Malah ketika mengunjungi kuil Nishiyama Narutaki (di Kyoto) dia ingin menjadi
pendeta wanita di kuil tersebut. Namun walaupun dia sering berdoa di kuil-kuil
seperti tersebut di atas, dan meminta agar Kaneie tetap cinta padanya, tetapi
sikap Kaneie terhadapnya tidak berubah.
Akhirnya ibu Michitsuna ini beranggapan mungkin cinta Kaneie
telah hilang sama sekali. Karena itu dia beralih kepada anaknya Michitsuna dan
mencurahkan seluruh perhatiannya terhadapnya. Dengan cara begitulah dia
menghibur hatinya. Kageroo Nikki ini berisikan kesedihan yang dialami ibu
Michitsuna selama 21 tahun, tetapi biarpun dalam jangka waktu sedemikian lama
dia tidak kawin lagi. Hidupnya direlakannya untuk membesarkan dan mencintai
anaknya. Cinta yang tulus ini sangat menggugah hati pembacanya.
Izumi Shikibu Nikki
Izumi Shikibu Nikki adalah suatu catatan harian yang
mengungkapkan salah satu kehidupan romantis pada zaman Heian. Isinya mengenai
hubungan cinta yang berlangsung selama satu tahun antara putra Reizei Tennoo
yang bernama Atsumichi dengan wanita yang bernama Izumi Shikibu. Hubungan cinta
ini terjadi setelah Atsumichi berkunjung ke rumah Izumi Shikibu dan saling
berkirim surat yang memuat pantun-pantun cinta. Hubungan cinta ini ditulis
melalui mata orang ketiga, dalam bentuk Nikki.
Karena perbedaan tingkat sosial antara Atsumichi dan Izumi
Shikibu, maka dalam surat-surat yang berisikan pantun itu tergambar juga
tentang perbedaan tingkat sosial ini. Namun walaupun demikian, surat-surat itu
benar-benar menggambarkan suatu kehidupan bangsawan yang sangat elegan.
Pada Izumi Shikibu Nikki ini tidak ditemukan ungkapan kalbu yang serius dan mendalam, tetapi biarpun demikian Nikki ini ditulis dengan gaya bahasa yang merupakan lirik yang indah.
Murasaki Shikibu Nikki
Murasaki Shikibu Nikki biarpun suatu karya yang jelas dan
sederhana, dapat dikatakan merupakan sebuah karya yang mengungkapkan
kepribadian pengarangnya. Murasaki Shikibu setelah suaminya meninggal bekerja
pada Jootoomon-in, yaitu isteri pertama Ichijoo Tennoo. Selama dia bekerja pada
majikannya itu, dia telah membuat catatan-catatan yang terperinci tentang Kuji
Sechi (upacara dan pesta penyambutan tamu-tamu dari luar istana), Fukushoku
Choodo (cara mengatur alat-alat rumah tangga, pakaian dan perhiasan para
bangsawan). Walaupun dia berada dalam lingkungan kehidupan istana yang serba
mewah itu, tetapi dia tetap merasa kesepian karena tidak ada tempat menumpahkan
perasaan hatinya di istana itu.
Dari segi kesusastraan, Murasaki Shikibu Nikki tidak
digolongkan sebagai suatu karya yang bernilai tinggi, tetapi Nikki ini dianggap
menarik karena memuat beberapa penilaian terhadap tokoh bernama Seishoonagon
dan Izumi Shikibu. Murasaki Shikibu dan Seishoonagon mempunyai sifat yang
sangat berbeda. Murasaki Shikibu seorang wanita pendiam dan suka merenungi
suatu persoalan dengan dalam-dalam, sedangkan Seishoonagon adalah seorang
wanita yang lincah dan cerdas. Mungkin karena perbedaan sifat ini, Murasaki
Shikibu tidak menyukai Seishoonagon yang dianggapnya over acting sebagai
seorang wanita.
Perasaan tidak senang Murasaki Shikibu terhadap Seishoonagon
dapat kita lihat dalam kritikannya dalam Nikki yang ditulisnya sebagai berikut
:
Seishoonagon koso shitarigao ni imijuu haberikeru hito, sabakari sakashiradachi managaki shirashite haberu hodo mo, yoku mereba mada ito taenu koto ookari. Kaku hito ni koto naramu to omoi konomeru hito wa, kanarazu miotorishi, yukusue utate nomi habereba, en ni narinu hito wa ito sugoosuzuro naru ori mo, mono no aware ni susumi, okashiki koto mo mi sugusanu hodo ni, onozu kara sarumaziku adanaru sama ni mo naru ni haberu beshi. Sono ada ni narinuru hito no hate wa, ikadeka wa yoku haberamu.
Seishoonagon adalah seorang yang suka membanggakan diri, suka menonjolkan kepandaiannya, misalnya mempergunakan huruf Kanji dalam karangan-karangannya (suatu hal yang berlainan dengan kebiasaan wanita Jepang pada masa itu yang mempunyai kebiasaan mempergunakan Hiragana. Yang mempergunakan huruf Kanji hanyalah pria saja.) Tetapi kalau diteliti benar-benar dia bukanlah seorang yang pintar. Seorang yang menganggap dirinya hebat seperti Seishoonagon ini adalah sifat yang tidak baik. Dengan sifat seperti ini dia pasti memperoleh kesulitan. Biarpun tidak perlu, dia selalu menonjolkan kepandaiannya. Dia selalu berusaha menguraikan sesuatu dengan panjang lebar untuk memperlihatkan kepintarannya kepada orang lain. Bagaimana nasib orang seperti ini kemudian hari?
Sarashina Nikki
Sarashina Nikki mempunyai persamaan dengan Kageroo Nikki karena
menggambarkan kehidupan wanita, namun Sarashina Nikki mempunyai ciri-ciri
tersendiri karena ditulis dengan gaya yang penuh dengan romantisme. Sarashina
Nikki ditulis oleh anak perempuan Fujiwara no Takasue yang kalau dibandingkan
dengan Ibu Michitsuna, mengalami kehidupan yang lebih susah.
Nikki ini ditulisnya untuk mengenang pengalamannya yang
dimulai sejak ia mengikuti perjalanan ayahnya dari Azuma (daerah Tokyo
sekarang) menuju ibu kota yang pada waktu itu adalah Kyoto waktu ia baru
berumur 13 tahun, kehidupannya di istana, menikah, menjadi seorang ibu dan
akhirnya menjadi seorang janda. Ketika masih muda dia banyak membaca buku
ceritera, diantaranya yang paling dia sukai adalah Genji Monogatari. Ia suka
mengkhayalkan dirinya menjadi Ukibune (nama tokoh wanita yang sangat cantik
dalam Genji Monogatari), tetapi pada masa tuanya dia percaya pada dunia Budha
yang indah dan mengharapkan dirinya masuk nirwana.
Sarashina Nikki menggambarkan kepolosan yang berbeda dengan
Kageroo Nikki, dan dalam Sarashina Nikki tidak terdapat catatan mengenai
percintaan yang kompleks antara pria dan wanita.
Salah satu catatan harian akhir zaman Heian adalah Sanui no
Suke Nikki yang menggambarkan penderitaan Horikawa Tennoo ketika mulai sakit
sampai meninggal, dan dinobatkannya Toba Tennoo menggantikan Horikawa Tennoo.
Kalimat-kalimat dalam Nikki ini tidak tersusun rapi, nilai kesusastraannya pun
kurang, akan tetapi sama dengan Murasaki Shikibu Nikki, Sanuki no Suke Nikki
mempunyai ciri-ciri khusus yaitu adanya tulisan yang terperinci mengenai
perayaan-perayaan, adat istiadat di istana dan melukiskan pula perasaan duka
Sanuki no Suke sebagai pengarang Sanuki no Suke Nikki ketika ia merawat Tenno
yang sedang sakit.
Makura no Sooshi
Makura no Sooshi karya Seishoonagon adalah ceritera
kesusastraan zaman Heian yang sama terkenalnya dengan Genji Monogatari.
Seishoonagon adalah seorang wanita yang dibesarkan dalam lingkungan yang
mempunyai hubungan erat dengan kesusastraan karena baik ayahnya yaitu Kiyohara
Motosuke maupun kakeknya yaitu Kiyohara no Fukayabu adalah penyair yang
terkenal. Seishoonagon sendiri tidak berbakat dalam menggubah pantun, akan
tetapi dia berbakat menulis prosa. Makura no Sooshi adalah karyanya yang
sangat mengagumkan.
Monozukushi
Makura no Sooshi terbentuk dari bermacam-macam kalimat, 300
bab yang panjang dan yang pendek. Isinya pun terdiri dari bermacam-macam
ceritera yang secara garis besarnya dapat dibagi tiga yaitu bagian monozukushi
yang terdiri dari kata-kata, kalimat pendek dan bab yang pendek, bagian episode
yang terdiri dari kalimat panjang dan bagian yang ketiga adalah bagian yang
menggambarkan alam. Di antara ketiga bagian ini yang merupakan ciri khusus
Makura no Sooshi adalah bagian monozukushi. Pada bagian ini misalnya dimulai
dengan Sato wa… (Desa adalah…), Hana wa… (Bunga adalah…), Yama wa … (Gunung
adalah… ), Tera wa… (Kuil adalah… ),
Susamajiki mono wa … (Hal yang tidak disukai adalah… ), Namamekashiki mono…
(Hal yang disukai…) dan lain-lain yang diuraikan dengan melalui pengamatan dan
perasaan yang tajam. Meskipun apa yang ditulisnya itu semua orang tahu karena
bukanlah hal yang baru dan sulit, akan tetapi kadang-kadang orang tidak begitu
menyadarinya atau meskipun menyadarinya tetapi tak dapat melukiskannya.
Cara mengklasifikasikan keadaan alam dan aktivitas manusia seperti yang dibuat dalam Makura no Sooshi ini terdapat pula dalam Kokin Waka Rokujoo dan dalam buku lain berjudul Zassan karya Rigisan, tetapi Makura no Sooshi jauh lebih unik, indah dan teknik ekspresinya juga lebih bagus. Makura no Sooshi kemungkinan besar ditulis oleh Seishoonagon tanpa meniru dari buku-buku yang sudah ada sebelumnya.
Berikut ini adalah cuplikan dari Makura no Sooshi sebagai
berikut,
Sato wa Ausaka no sato. Nagame no sato. Izame no sato. Hitozuma no sato. Tanome no sato. Yuuhi no sato. Tsumatori no sato. Hito ni toraretaru niya aran, waga mooketaru niya aran to okashi. Fushimi no sato. Asagao no sato.
(dari
Makura no Sooshi bagian ke-65)
Itsuwa (Anekdote)
Dalam Itsuwa termasuk juga ceritera yang berlatar belakang
kehidupan istana yang melukiskan kehebatan sang pengarang. Contoh yang paling
tepat adalah Itsuwa tentang Koorohoo (nama gunung yang tertera dalam ceritera
Cina). Seishoonagon adalah salah seorang dayang permaisuri Teishi (permaisuri
Ichijoo Tennoo) yang sangat cantik dan pandai. Ia sangat disayangi oleh Teishi
dan antara keduanya terjalin hubungan yang erat. Pada bait Ranshoo no hana no
toki kinchoo no moto yang ada pada bab Hakurakuten (bab yang menceriterakan
dewa-dewa), Seishoonagon berusaha dengan sekuat tenaga menunjukkan
kepandaiannya. Dalam esseinya kita dapat melihat gambaran tentang kehidupan
keraton Heian serta suasana di dalamnya di mana kaum bangsawan, bangsawan menengah
dan para dayang selalu berlomba dalam bidang seni. Namun kemahiran dan
kecerdasan Seishoonagon pada waktu itu rupanya tidak ada yang mampu
menandinginya. Karyanya selalu menggetarkan para pembacanya, terutama dalam
bagian yang terdapat dalam Rashoo no hana no toki kinchoo no moto, bab 299 yang
sangat baik karena dilukiskan seolah-olah sebuah novel.
Di bawah ini adalah sebagian dari bab 299 sebagai berikut :
Di bawah ini adalah sebagian dari bab 299 sebagai berikut :
Yuki ito takoo furitaru wo, rei narazu mikoshi mairite, subitsu ni hi okoshite, monogatari nado shite atsumari saburoo ni, “Shoonagon yo Koohoroo no yuki ikanaran” to aserarureba, mikoshi agesasete, miso wo takaku agetareba, warawase tamo o. Hito-bito mo, “Saru koto wa shiri, uta nado sae utaedo, omoi koso yorazaritsure. Nao, kono miya no hito niwa, sabeki nameri”, to iu.
Waktu salju turun banyak sampai tertimbun tinggi, tidak seperti biasa, jendela tertutup. Arang dalam tungku pemanas dinyalakan dengan segera. Para dayang berkumpul mengelilingi tungku pemanas sambil “memperdengarkan beberapa ceritera. Ketika itu Tanshi berkata, “Hai Shoonagon, bagaimana dengan salju di Koohoroo?” dan dengan diiringi gelak tawa yang lain, jendela dibuka lebar-lebar. Hadirin yang ada di ruangan itu memuji Seishoonagon dan berkata, “Seishoonagon pantas menjadi dayang permaisuri Teishi karena pandai, Koohoroo pasti dia tahu dengan baik, karena dalam menggubah pantun juga dia pernah melukiskannya.”
Shizen Byoosha (Lukisan Alam)
Dalam Makura no Sooshi, shizen byoosha dilakukan dengan
penempatan tema yang khas dan ketajaman peninjauan terhadap suatu objek yang
akan dilukiskan. Contohnya adalah pada awal alinea pertama yang berbunyi Haru
wa akebono, Seishoonagon memiliki pandangan yang berbeda dengan titik pandangan
sastrawan yang lain, karena ia menonjolkan suasana alam yang menimbulkan
perasaan terharu. Dia melukiskan alam dengan gaya bahasa yang menusuk dan
menggugah dengan berdasarkan kesan yang dialaminya dari keindahan alam itu
sendiri, sehingga tidak merupakan suatu konsep yang sengaja disusun atau
semata-mata bersifat khayalan saja. Sepintas lalu memang tidak tampak sesuatu
yang luar biasa dalam gaya bahasa yang diungkapkannya, karena tampaknya hanya
merupakan sebuah sketsa alam saja. Tetapi dalam gaya bahasa yang ditulis dengan
kalimat pendek, sederhana dan mudah dicerna itu, kita akan menemukan ide-ide
Seishoonagon yang selalu segar. Dengan teknik seperti itu dia telah menciptakan
dasar-dasar teknik melukiskan alam yang baru sehingga dia dapat dikatakan
pelopor lukisan realisme modern.
Haru wa akebono. Yoyo shiroku nari yuku, yamagiwa sukoshi akarite, murasaki dachitaru kumo no hosoku tanabiki taru. Natsu wa yoru. Tsuki no koro wa sara nari, yami mo nao. Hotaru no ooku tobi chigai taru. Mata tada hitotsu futatsu nado honokani uchi hikarite yukumo okashi. Ame nado furi mo okashi. Aki wa yugure. Yuuhi wo sashite yama no ha ito chikoo nari taru ni, karasu no nedokote e iku tote, mitsu yotsu futatsu mitsu nado tobi isogu sae aware nari. Maite, kari nado no truranetaru ga, ito chiisaku miyuru wa. Ito okashi. Hi irihatete, kaze no oto mushi no ne nado, hata iubeki ni arazu. Fuyu wa tsuromete. Yuki no furitaru wa iu beki ni mo arazu. Shimo no ito shiroki mo mata sarademo ito samuki ni, hi nado isogi okoshite, sumi mote wataru mo, ito tsukizukishi. Hiru ni narite nuruku yurubi mote ikeba, hioke no hi mo shiroki haigachi ni narite waroshi.
(dari
Makura no Sooshi bagian I)
Di musim semi, fajar menyingsing indah. Langit makin terang, kaki gunung kelihatan dengan jelas, awan kelabih melayang berjejer. Musim panas, malam sangat menawan, terutama pada bulan purnama. Dalam kegelapan juga, malam tiada bulan tiada bintang, kunang-kunang yang berterbangan baik satu dua, teristimewa bila terbang banyak, menambah keindahan alam. Bila hujan turun, hal ini tidak akan mengurangi indahnya malam. Musim gugur, senja sangat mengesankan. Awan merah membuat kaki gunung seakan dekat kelihatan. Burung gagak, satu dua, dua dan tiga bersama-sama terbang bergegas pulang ke sarangnya. Belibis yang terbang berbaris di ketinggian, kendati makin menjauh, keindahannya tak terlukiskan. Bila sang surya terbenam, angin bertiup sepoi-sepoi, suara jangkrik mulai menyentuh anak telinga. Musim dingin salju turun. Pagi hari yang dingin, terlebih-lebih pada saat bintik-bintik embun tampak memutih, semuanya menyalakan api dengan tergesa-gesa. Bila matahari sudah tinggi, tinggallah abu di sekitar tungku pemanas.
Dalam Makura no Sooshi sering sekali dipergunakan kata okashi. Kata ini dipergunakan untuk mencetuskan perasaan tertarik pada suatu benda atau keadaan yang kelihatan tanpa membaurkan diri dan perasaan dengan objek, tetapi dengan merenungi dan menilainya secara obyektif.
Baik dalam masalah percintaan maupun kepercayaan,
Seishoonagon ada kalanya melukiskan secara obyektif. Berbeda dengan Ibu
Michitsuna yang menulis Kageroo Nikki, Murasaki Shikibu yang menulis Genji
Monogatari maupun Izumi Shikibu yang menulis Izumi Shikibu Nikki, yang
merupakan beberapa pengarang wanita pada zaman Heian, Seishoonagon dianggap
sebagai wanita yang kurang memiliki sifat-sifat kewanitaan. Ia tidak menjadi
bahan pembicaraan kaum pria, malah ia yang memperolok-olok kaum pria dan bahkan
sering membuat gentar pria yang dianggap cukup hebat. Seishoonagon yang
memiliki sifat kuat dan pandangan yang jauh ke depan ini menimbulkan gaya yang
baru dalam kesusastraan terutama dalam bidang penulisan essei.
Sebenarnya pengarang wanita yang lain ingin sekali
menghasilkan suatu karya yang pada waktu itu dianggap baik kalau sesuai dengan
cara-cara pengarang-pengarang terdahulu, tetapi tidak demikian halnya dengan
Seishoonagon. Ia tidak meniru apa yang sudah ada, tetapi ia berusaha membentuk
suatu kesusastraan tersendiri yang berbeda dengan yang lain. Ia menulis apa
adanya, apa yang dilihat dan dirasakannya dengan kecerdasan yang dimilikinya.
Karena itulah, sebagai seorang penulis essei Seishoonagon dianggap seorang yang
memiliki kecerdasan yang luar biasa.
Baca : Buku Sejarah Kesusastraan Jepang
Comments
Post a Comment