Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
3. Joruri, Kabuki dan Kayoo
Boneka Joruri
Joruri timbul dari Jorurihime Monogatari (kisah percintaan
gadis Joruri) yang disebut juga “Joruri Juunidan Sooshi” dengan tema kisah
percintaan antara Jorurihime dengan Ushiwakamaru. Dengan demikian terbentuklah
drama musik yang terdiri dari musik pengiring “shamisen” (rebab tiga senar) dan
permainan boneka. Pertunjukan inilah yang disebut Boneka Joruri.
Pembentukan Teater Boneka Joruri
Pada permulaan tahun Keichoo (kira-kira 1600) Boneka Joruri
berkembang dengan pesatnya di Kyoto. Pada tahun Kan-ei (1624) juga populer di
Edo. Berbagai macam usaha dilakukan termasuk cara penceritaannya seperti
Kinpirabushi dan pementasannya. Pada tahun Jookyoo (1684-1687) di Osaka muncul
orang yang bernama Takemoto Gidayu. Dia dalam usahanya mengambil bermacam-macam
bagian yang terbalik sehingga terbentuklah Gidayu Bushi untuk pertama kalinya.
Berkat usaha kerjasama yang baik antara Takemoto Gidayu dengan Chikamatsu
Monzaemon sebagai penulis skenario terbentuklah teater Boneka Joruri. Joruri
sebelum ini disebut “Kojoruri” (Joruri Tua) dan pada masa itu bahannya diambil
dari “Koowaka” (drama Noh) dan “Yookyoku” (nyanyian pada drama Noh) yang
sedikit mengalami perbaikan.
Joruri Karya Chikamatsu
Drama Chikamatsu merupakan drama pembuka zaman baru yang
sampai saat ini susunannya bersifat drama joruri tunggal dengan kalimatnya yang
penuh unsur-unsur puitis. Seluruh karya Chikamatsu ada 110 buah yang terdiri
dari “jidaimono” (tentang sejarah) dan “sewamono” (tentang masyarakat).
Jidaimono bertemakan riwayat pahlawan dan wanita cantik dan sejarah yang sesungguhnya
terjadi yang dilukiskannya secara penuh romantis. Beberapa karangan jidaimono
yang terbaik adalah Shussei Kagekiyo, Goban Taiheiki dan Kokusenya Gassen
(peperangan di Kokusennya). Sewamono menceritakan kejadian sesungguhnya dengan
orang kota sebagai tokoh utamanya. Faktor kejiawaan dan karakter tokoh utamanya
lebih dipentingkan daripada alurnya. Karya-karya terkenal di antaranya ialah
Sonezaki Shinjuu (bunuh diri bersama di Sonezaki). Meido-no Hikyaku, Shunjuu
Ten-no Amijima dan Onnagoroshi Abura-no Jigoku.
Sebuah cuplikan dari Sonezaki Shinjuu bagian “michiyuki” :
Konoyo-no nagori. Yo-mo nagori.
Shini-ni yuku mi-o tatoureba. Adashi-ga hara-no michi-no shimo. Hitoashi
zutsu-ni kieteyuku. Yume-no yume koso awarenare. Are kazoureba akebono.
Nanatsu-no toki-ga muttsu narite nokoru hitotsu-ga konjoo-no. Kane-no hibiki-no
kiki-o same. Jokumetsuiraku-to hibiku nari. Kane bakari kawa. Kusa-mo ki-mo
sora-mo nagori-to miagureba. Kumogokoro naki mizu-no oto. Hokuto-wa saete kage
utsuru hoshi-no imose-no amano gawa. Umeda-no hashi-o kasasagi-no hashi-to
chigirite itsu mademo. Ware-to sonata-wa mewoto boshi. Kanarazu soo-to sugari
yori. Futari-ga naka-ni furu namida. Kawa-no mikasa-mo masaru beshi.
Kedua orang ini tidak lama lagi
akan berpisah dengan dunia dan malam sebentar lagi akan berakhir. Nyawa
keduanya setapak demi setapak bertambah singkat. Ketika itu terdengar lonceng
pemberitahuan pukul tiga dari kuil. Rumput-rumput, pohon-pohon, dan langit tidak
dapat dilihat untuk yang kedua kalinya. Di waktu keduanya melihat langit
terlihat ada sungai bintang-bintang dan ada pula bintang Hokuto. Menurut cerita
dongeng, ada cerita roman tentang bintang laki-laki dan bintang perempuan.
Kedua bintang itu tidak bisa bertemu karena dihalangi oleh sungai
bintang-bintang, tetapi sekali setahun mereka dapat bertemu dengan bantuan
sayap-sayap burung kasasagi sebagai jembatannya. Sekarang kedua orang itu yang
sedang menyeberangi jembatan Umeda seolah-olah seperti menyeberangi jembatan
sayap burung kasasagi. Kita ini seperti bintang laki-laki dan bintang
perempuan, dan sambil berkata demikian keduanya menangis dan berpelukan,
sehingga menyebabkan air sungai bertambah banyak.
Teori drama Chikamatsu dapat dilihat dalam buku Naniwa
Miyage (oleh-oleh dari Naniwa) karangan Hozumi Ikan. Chikamatsu mempertahankan
pendiriannya bahwa tidak perlu melukiskan keadaan yang sesungguhnya begitu
saja, melainkan perlu membesar-besarkannya sampai batas tertentu atau
menyingkatnya.
Penulis yang sezaman dengan Chikamatsu adalah Kino Kaion. Ia
dikenal sebagai penulis teater Toyotakeza dan merupakan saingan Chikamatsu
Monzaemon yang menulis untuk teater Takemotoza. Karya-karya Kino Kaion yang
terbaik adalah Shinjuu Futatsu Haraobi, Osome-Hisamatsu Tamoto-no Shiroshibori
(ikatan putih lengan baju Osome dan Hisamatsu), dan Kamakura Sandaiki (kisah
tiga turunan Kamakura). Tidak seperti Chikamatsu yang lebih menonjolkan segi
kegairahan, karya Kino Kaion bersifat intelektual dan kalimat-kalimatnya pun
bersifat prosa.
Drama Joruri Sesudah Chikamatsu
Beberapa penulis yang muncul setelah Chikamatsu dan Kino
Kaion ialah Takeda Izumo generasi pertama dan generasi kedua dan Chikamatsu
Hanji. Pada zaman ini banyak karangan ditangani oleh beberapa orang yang
disebut ‘gassaku’ sehingga idenya menjadi bervariasi dan efektivitas dramanya
dari tiap-tiap babak sangat tinggi. Karya Takeda Izumo generasi pertama yang
terbaik adalah Sugawara Denju Tenarai Kagami dan dari generasi kedua adalah
Yoshitsune Senbonzakura (seribu pohon Sakura Yoshitsune) Dan Kanadehon
Chuushingura. Di antara karya Chikamatsu Hanji dan kawan-kawan terdapat Honchoo
Nijuushikoo (24 orang setia), Imoseyama Onna Teikin dan Oomi Genji Senjin
Yakata. Ketika Takeda Izumo aktif di teater Takemotoza, di teater Toyotakeza
ada Namiki Soosuke yang menulis Ichinotani Futaba Gunki (kisah tentara
Ichinotani). Kemudian, drama Joruri mengalami kemajuan dalam bidang boneka,
perlengkapan alat-alat dan penampilan, tetapi setelah tahun Meiwa (1772)
dikalahkan oleh drama Kabuki yang berakibat Joruri mengalami kemunduran.
Masa Permulaan Kabuki
Drama Kabuki dimulai dengan tarian Kabuki yang ditarikan
oleh Izumono Okuni pada tahun Kaichoo (1600). Tetapi, kegiatan Kabuki wanita
ini dilarang karena terjadi pelanggaran tata susila di antara mereka sendiri.
Kemudian, pemain-pemainnya diganti dengan pemain laki-laki remaja. Nama Kabuki
laki-laki remaja ini ialah “Wakashu Kabuki”. Ini juga dilarang, maka
pemain-pemain laki-laki remaja diganti lagi dengan pemain-laki-laki dewasa yang
rambut depannya dipotong. Kabuki yang dimainkan oleh laki-laki dewasa ini
disebut “Yaroo Kabuki” dan sejak saat itu Kabuki sebagai drama mengalami
kemajuan yang sangat menyolok mata.
Genroku Kabuki
Pada zaman Genroku muncul aktor-aktor terkenal antara lain
Ichikawa Danjuuroo dari Edo dan Sakata Toojuuroo dari Kyoto. Danjuuroo berhasil
memerankan samurai romantis dengan keberanian luar biasa yang merupakan
kesenangan orang Edo dan sekitarnya. Toojuuroo terkenal sebagai aktor yang
mengisahkan kehidupan realitas masyarakat pada waktu itu misalnya roman
percintaan. Penulis lakon ketika itu ialah Chikamatsu Monzaemon untuk Toojuuroo
dengan judul antara lain Keisei Hotoke-no Hara dan Danjuuroo sendiri yang
memakai nama samaran Mimasuya Hyoogo dengan judul antara lain Sankai Nagoya.
Perkembangan Di Edo
Setelah zaman Genroku, Kabuki dikalahkan oleh drama boneka
Joruri, akan tetapi pada tahun Hooreki (1751) dan seterusnya mengalami kemajuan
lagi yang sangat mengejutkan, sebaliknya drama boneka Joruri menjadi mundur.
Penulisan skenarionya dalam hal ide juga mengalami perkembangan.
Pengarang-pengarang Kabuki dari Kyoto antara lain Namiki Shoozoo menulis lakon
Sanjuukoku Yobune-no Hajimari dan Nagawa Kamesuke menulis lakon Meiboku
Sendaihagi. Lakon-lakon ini berisikan ide yang sangat rumit. Lakon-lakon
terbaik dan populer di Edo ialah Date Kurabe Okuni Kabuki oleh Sakurada Jisuke,
Godairiki Koi-no Fuujime dan Kinmon Gosan-no Kiri oleh Namiki Gohei.
Pada tahun Bunka (1804-1808) dan Bunsei (1819-1829) pusat
kegiatan Kabuki berpindah ke Edo dan pada waktu ini penulisan tentang “Kizewa
Kyoogen” disempurnakan oleh Tsuruya Nanboku. Nanboku sangat mahir dalam
melukiskan kehidupan masyarakat antara lain menggambarkan refleksi keadaan zaman
itu tentang suasana kekejaman, kegaiban dan kepornoan. Karyanya yang terbaik
antara lain tentang cerita seram yang berjudul Tookaidoo Yotsuya Kaidan (kisah
seram di Tookaidoo Yotsuya).
Kabuki Akhir Zaman Edo
Pada akhir zaman Edo hubungan masyarakat dengan drama Kabuki
bertambah erat, tetapi setelah Nanboku meninggal tidak ada lagi pengarang baik
selain Segawa Jokoo yang menulis Yowanasake Ukina-no Yokogushi. Sekalipun
demikian, pada akhir zaman Edo sampai Meiji muncul pengarang Kawatake
Shinshichi dengan nama samaran Mokuami, yang sangat berjasa dalam
menyempurnakan Kabuki Edo. Mokuami sangat mahir dalam menyajikan bermacam-macam
ceritera terutama ceritera tentang masyarakat dengan dialog yang mengalun dan
ide yang indah. Karya tersebut bernafaskan ajaran menjunjung yang baik dan
menghukum yang jahat dan berlatar belakang kerusakan moral masyarakat di akhir zaman
Edo. Karya-karyanya yang terkenal antara lain Nezumi Komon Haru-no Shingata
(Nezumi Kozoo), Sanninkichi Zakuruwa-no Hatsukai dan Aotozooshi Hana-no
Nishikie.
Kayoo (Nyanyian Rakyat)
Pada mulanya terkenal ‘ryuutatsu kouta’ (lagu kecil ryuutatsu)
yang dipengaruhi oleh pantun-pantun pada kumpulan pantun Kanginshuu. Pada zaman
Genroku (1688-1703) berkembang nyanyian-nyanyian yang umumnya terdapat di
kalangan rakyat lapisan bawah seperti ‘kumi uta’ (nyanyian saling sahut
menyahut), ‘naga uta’ (nyanyian dengan suara mengalun tinggi rendah), ‘ha uta’
(nyanyian yang sambung menyambung) dan ‘shibai uta’ (nyanyian yang dipakai
untuk drama). Semuanya menggunakan alat musik shamisen dan terkumpul dalam buku
Matsu-no Ha (daun pinus). Nyanyian-nyanyian ini terkenal di Osaka dan Kyoto, di
Edo agak sedikit terlambat, yang populer di sini terutama adalah ‘naga uta’,
‘ha uta’ dan ‘uta joruri’ (nyanyian Joruri).
Di antara nyanyian-nyanyian Joruri di Edo terdapat ‘Handayu
Bushi’ (nyanyian Handayu), ‘Katoo Bushi’ (nyanyian Katoo), ‘Tokiwazu Bushi’
(nyanyian Tokiwazu), “Tomimoto Bushi’ (nyanyian Tomimoto), ‘Kyomoto Bushi’
(nyanyian Kyomoto) dan ‘Shinnai Bushi’ (nyanyian Shinnai). Keempat buah
nyanyian terakhir itu berasal dari nyanyian ‘Toyogo Bushi’ yang disampaikan
dari Kyoto dan menyebar ke Tokyo. Kemudian, pada akhir zaman Bakufu, di antara
‘ha uta’ yang terkenal itu terdapat ‘Uta Zawa’.
Kalau kita teliti lebih lanjut, pertunjukan nyanyian dan
musik yang memakai alat shamisen datang ke Jepang pada akhir zaman sebelumnya.
Ini kemudian terpecah-pecah menjadi bagian-bagian kecil. Umumnya
nyanyian-nyanyian tersebut bertemakan suka-duka percintaan, kebiasaan empat
musim dan perjalanan yang menggembirakan. Di samping itu, nyanyian-nyanyian
tersebut juga menggambarkan kehidupan gembira orang kota.
Baca : Buku Sejarah Kesusastraan Jepang
Comments
Post a Comment