Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Masalah Kebahasaan

Masalah Kebahasaan


5.1. Masalah Kebahasaan


Masalah kebahasaan yang turut mempengaruhi koherensi sebuah alinea adalah: repetisi, kata ganti dan kata-kata transisi.

a. Repetisi
    Kepaduan sebuah alinea dapat diamankan dengan mengulang kata-kata kunci, yaitu kata yang dianggap penting dalam sebuah alinea. Kata kunci ini mula-mula muncul dalam kalimat pertama lalu diulang dalam kalimat-kalimat berikutnya. Kehadiran kata itu berulang-ulang dalam kalimat-kalimat alinea berfungsi untuk memelihara koherensi atau kepaduan semua kalimat alinea itu.


Perhatikan contoh di bawah ini:
     "Sebagai penjasmanian pikir dan berpikir bahasa itu merupakan alat yang baik dalam pergaulan antar manusia. Pergaulan antar manusia ialah pertemuan total antara manusia satu dengan manusia lainnya; manusia dalam keseluruhannya, jasmani dan rohaninya bertemu dan bergaul satu sama lain. Tanpa bahasa pertemuan dan pergaulan kita dengan orang lain amat tidak sempurna."

Sebagai terlihat dari contoh di atas, frasa "pergaulan antara manusia" diulang kembali dalam kalimat berikutnya, sedangkan kata "manusia" sendiri diulang beberapa kali berturut-turut untuk menekankan arti atau fungsi bahasa "sebagai alat pergaulan antar manusia". Selanjutnya kata-kata "bertemu dan bergaul" diulang kembali dalam kalimat berikutnya, walaupun dalam bentuk yang agak berlainan yaitu "pertemuan dan pergaulan".


b. Kata ganti
    Adalah suatu gejala universal, bahwa dalam berbahasa, sebuah kata yang mengacu kepada manusia, benda atau hal tidak akan dipergunakan berulang-kali dalam sebuah konteks yang sama. Pengulangan kata yang sama tanpa suatu tujuan yang jelas akan menimbulkan rasa yang kurang enak. Pengulangan hanya diperkenankan kalau kata itu dipentingkan atau mendapat penekanan. Misalnya dalam suatu laporan tentang kejahatan yang dilakukan oleh seorang yang bernama si Amat, akan terasa mengganggu andaikata setiap kalimat berikutnya nama si Amat diulang terus-menerus. Untuk menghindari segi-segi yang negatif dari pengulangan itu, maka setiap bahasa di dunia ini memiliki sebuah alat yang dinamakan kata ganti. Kata ganti itu timbul untuk menghindari pengulangan kata tadi (yang disebut anteseden) dalam kalimat-kalimat berikutnya.


Dengan demikian kata ganti dapat pula berfungsi untuk menjadi kepaduan yang baik dan teratur antara kalimat-kalimat yang membina sebuah alinea.

Coba perhatikan kedua wacana berikut:
     "Adi dan Boy merupakan dua sahabat yang akrab. Setiap hari Adi dan Boy selalu kelihatan bersama-sama. Adilah yang selalu menjemput Boy ke sekolah, karena rumah Adi lebih jauh letaknya dari rumah Boy. Adi dan Boy selalu siap sedia menolong kawan-kawan Adi dan Boy bila kawan-kawan Adi dan Boy mengalami kesulitan atau kesukaran. Guru Adi dan Boy sangat senang dan bangga melihat kelakuan Adi dan Boy yang sedemikian itu. Watak dan kelakuan Adi dan Boy selalu dijadikan suri tauladan bagi murid-murid lainnya. Walaupun demikian Adi dan Boy tidak pernah menjadi sombong atau angkuh, karena pujian yang sering Adi dan Boy terima."

Dari segi kesatuan, alinea di atas baik. Tiap kalimat dalam alinea di atas sebenarnya baik dan jelas. Tetapi seketika tinjauan itu dialihkan ke luar dari tiap kalimat, dengan menghubungkannya dengan kalimat-kalimat lain, maka terasa seolah-olah ada "kerikil" yang menghambat kelancaran laju alinea tersebut. Terasa bahwa hubungan antara kalimat-kalimat itu kurang lancar jalannya, karena terlalu banyak mengulang kata nama diri.


Untuk memperbaikinya kata-kata benda (nama diri) dalam kalimat-kalimat berikutnya harus diganti dengan kata ganti:
     "Adi dan Boy merupakan dua sahabat yang akrab. Setiap hari keduanya selalu terlihat bersama-sama. Adilah yang selalu menjemput Boy ke sekolah, karena rumahnya lebih jauh letaknya dari rumah Boy. Mereka selalu siap sedia menolong kawan-kawannya bila mereka mengalami kesulitan dan kesukaran. Guru mereka sangat senang dan bangga melihat kelakuan kedua sahabat yang demikian itu. Watak dan kelakuan mereka selalu dijadikan suri tauladan bagi murid-murid lainnya. Walaupun demikian keduanya tidak pernah menjadi sombong atau angkuh, karena pujian yang sering mereka terima."

Seperti tampak dalam wacana yang diperbaiki, pemakaian kata ganti memungkinkan penulis membicarakan orang atau hal secara berkesinambungan, tanpa menimbulkan kebosanan pada para pembaca. Teks yang kedua terasa segar dan lancar jalannya bila dibandingkan dengan teks pertama di atas.



c. Kata Transisi
    Kata-kata transisi fungsinya terletak antara kata ganti dan repetisi. Bila repetisi menghendaki pengulangan kata-kata kunci, serta kata ganti tidak menghendaki pengulangan sebuah kata benda, maka dalam masalah kata transisi ditempuh jalan tengah.


Seringkali terjadi bahwa hubungan antara gagasan-gagasan agak sulit dirumuskan. Sebab itu diperlukan bantuan, dalam hal ini bantuan kata-kata atau frasa-frasa transisi sebagai penghubung atau katalisator antara satu gagasan dengan gagasan lainnya, atau antara satu kalimat dan kalimat lainnya. Dengan demikian hubungan ini bisa terjalin antara klausa dengan klausa, atau antara kalimat dengan kalimat. Malahan dapat terjadi pula hubungan antara alinea dengan alinea.

Bila hal ini kita hubungkan dengan proses berpikir pada manusia, maka proses berpikir pada anak-anak bersifat analitis. Ia hanya melihat peristiwa demi peristiwa. Sebaliknya proses berpikir pada orang-orang dewasa lebih bersifat sintesis. Ia coba mengadakan hubungan antara suatu gagasan dengan gagasan yang lain. Sebab itu pada anak-anak kata-kata transisi sangat penting kedudukannya untuk mengatur hubungan antara satu gagasan dengan gagasan lain. Sebaliknya pada orang dewasa sejauh mungkin pemakaian kata-kata itu dihindari, karena gagasan-gagasan itu dapat disajikan dalam bentuk yang terintegrasi tanpa diatur dengan kata transisi. Sebab itu dalam suatu tulisan yang baik sejauh mungkin dihindari pemakaian kata atau frasa transisi, tetapi bila benar-benar diperlukan untuk penekanan atau penegasan maka kata transisi itu harus dipakai.

Untuk mengkonkritkan pendapat di atas, coba perhatikan kedua contoh berikut. Contoh pertama merupakan cara berceritera seorang anak dan contoh kedua adalah cara yang dipakai seorang dewasa. Masing-masing berusaha menggambarkan apa yang dikerjakannya pada pagi hari.
     "Jam lima pagi saya bangun. Sesudah itu saya ke kamar mandi, lalu saya mandi. Sesudah itu saya berpakaian. Sesudah berpakaian lalu saya makan pagi. Kemudian saya menyiapkan buku-buku sekolah saya. Sesudah itu saya pamit ayah dan ibu, lalu saya berangkat ke sekolah."

Bagaimana sekalipun pikiran si anak sudah disajikan secara teratur berkat bantuan kata-kata transisi di atas. Namun dari segi penilaian orang dewasa hubungan antar kalimat terasa kurang baik karena terlalu banyak kata-kata transisi. Perhatikan bagaimana hal yang sama dikemukakan oleh seorang dewasa:
     "Hari masih jam lima pagi. Udara masih terasa segar dan nyaman, keadaan sekitar pun masih sunyi-senyap. Tanpa menghiraukan kesunyian pagi itu saya langsung menuju kamar mandi, setelah bersenam sebentar untuk melenturkan otot-otot yang telah beristirahat semalam. Siraman air yang sejuk dan dingin mengagetkan saya, tetapi hanya sekejap. Mandi pagi memang menyegarkan; badan menjadi segar, pikiran menjadi cerah. Semua kekusutan pada hari yang lampau hilang lenyap. Hari yang baru disongsong dengan hati yang lebih tabah. Itulah sebabnya saya selalu membiasakan diri mandi pagi."

Kutipan di atas hanya mempergunakan dua kata transisi, yang satu transisi yang mengatur hubungan waktu (pun terbalik) dan yang lain mengatur hubungan pertentangan. Lain halnya dengan contoh yang pertama; seluruhnya didominasi kata transisi yang mengatur hubungan waktu.

Ada bermacam-macam kata atau frasa transisi yang biasa dipergunakan dalam tulisan-tulisan ilmiah, sesuai dengan jenis hubungan itu. Yang terpenting di antaranya ialah:
  1. Hubungan yang menyatakan tambahan kepada sesuatu yang telah disebut sebelumnya: lebih lagi, tambahan (pula), selanjutnya, di samping itu, dan, lalu, seperti halnya, juga, lagi (pula), berikutnya, kedua, ketiga, akhirnya, tambahan lagi, demikian juga.
  2. Hubungan yang menyatakan pertentangan dengan sesuatu yang telah disebut lebih dahulu: tetapi, namun, bagaimanapun juga, walaupun demikian, sebaliknya, sama sekali tidak, biarpun, meskipun.
  3. Hubungan yang menyatakan perbandingan: sama halnya, seperti, dalam hal yang sama, dalam hal yang demikian, sebagaimana.
  4. Hubungan yang menyatakan akibat atau hasil: sebab itu, oleh sebab itu, oleh karena itu, karena itu, jadi, maka, akibatnya.
  5. Hubungan yang menyatakan tujuan: untuk maksud itu, untuk maksud tersebut, supaya.
  6. Hubungan yang menyatakan singkatan, contoh, intensifikasi: singkatnya, ringkasnya, secara singkat, pendeknya, pada umumnya, seperti sudah dikatakan, dengan kata lain, misalnya, yakni, yaitu, sesungguhnya.
  7. Hubungan yang menyatakan waktu: sementara itu, segera, beberapa saat kemudian, sesudah, kemudian.
  8. Hubungan yang menyatakan tempat: di sini, di situ, dekat, di seberang, berdekatan dengan, berdampingan dengan.


Baca: Buku Komposisi Gorys Keraf

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau