Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
Aspek lain yang penting bagi pemikiran yang positif adalah konsep bersyukur. Saat bangun tidur di pagi hari, kebiasaan Yahudi untuk berterimakasih kepada Tuhan atas segala sesuatu dalam kehidupan. Kenyataannya, hal pertama yang seharusnya diucapkan di pagi hari adalah doa pendek untuk bersyukur, berterima kasih pada Tuhan yang telah mengembalikan jiwa kita dan memberikan hari yang baru. Tahap selanjutnya adalah untuk bersyukur pada Tuhan atas pakaian dan semua hal yang diperlukan dalam hidup ini.
Hal ini memberikan dampak ganda. Pertama, membuat kita merasa berterima kasih untuk apa saja yang telah ada di hidup kita. Nyatanya kita masih hidup dan sehat, mempunyai makanan dan rumah, berarti kita telah mendapatkan kelimpahan. Kedua, dengan berterima kasih kepada Tuhan dan menunjukkan rasa syukur untuk semua keperluan yang telah dipenuhi tersebut, kita mendemonstrasikan perwujudan Kecerdasan Semesta yang telah menyediakan semuanya dengan berlimpah.
Kekuatan bersyukur digambarkan dengan bagus dalam risalah klasik di hukum lisan Taurat yang memberikan nasihat kehidupan. Dalam Ethics of the Fathers (4:1) kisah tersebut menanyakan "Siapakah orang yang kaya?" Jawabannya adalah orang yang bahagia dengan tingkat kekayaan yang kini dimilikinya.
Pengertian umum dari ungkapan ini adalah bahwa meskipun Anda miskin tetapi puas dengan apa yang Anda miliki dalam hidup, berarti Anda termasuk orang yang kaya. Dalam arti harfiahnya, hal ini terdengar menggelikan, karena kekayaan keuangan yang nyata hanya datang ke orang yang mencarinya. Jika Anda puas dengan menjadi miskin, Anda tidak akan mencari kekayaan. Dan jika kekayaan memang didefinisikan sebagai tingkat kepuasan dari seseorang, maka kekayaan tidak memiliki korelasi dengan uang dan ini menjadi definisi yang tidak akurat tentang dunia nyata.
Ada cara lain untuk memandang tentang hal ini. Pertanyaan yang dikisahkan dalam Taurat mungkin sebenarnya menanyakan tentang hal ini: tipe orang seperti apa yang berpotensi meraih kekayaan finansial? Jawabannya adalah orang yang benar-benar bahagia (bukan puas) dengan apa yang dia miliki saat ini. (Perlu diingat bahwa istilah yang digunakan di kisah tersebut adalah sameach, yang berarti bahagia, dan bukan soveah yang berarti puas). Ada perbedaan jelas antara bahagia dan puas. Kita bisa bahagia meskipun tidak puas. Kebahagiaan adalah keadaan diri dan kepuasan adalah keadaan pikiran. Kita bisa bahagia dengan apa yang kita miliki meskipun masih tidak merasa puas. Memiliki keinginan untuk lebih tidak berarti kita tidak bisa bahagia dengan apa yang kita miliki—itu hanyalah kita yang menginginkan sesuatu lebih di masa depan. Saat kita puas, kita tidak ingin lebih. Kita seperti sehabis makan kenyang: kita tidak bisa berpikir untuk memasukkan makanan lagi. Pendeknya, jika Anda puas dengan apa yang Anda capai, Anda tidak akan termotivasi untuk mencapai yang lebih. Anda bisa merasa bahagia dengan apa yang Anda capai tetapi masih ingin untuk mencapai yang lebih lagi.
Ada sesuatu yang lebih dalam lagi di sini. Kisah ini mungkin mengatakan bahwa hanya seseorang yang bahagia, dan oleh karena itu berterima kasih untuk apa yang dia miliki saat ini, bisa mendapatkan kekayaan yang sebenarnya. Logikanya sederhana. Orang yang merasa sengsara akan menyadap energi yang membawa kesengsaraan: getaran energi yang sedih akan menarik kesedihan lebih banyak lagi. Juga jika kita merasa terpuaskan dengan apa yang kita miliki, kita akan melepas getaran energi yang mengatakan bahwa kita sudah puas dan tidak ingin apa-apa lagi, oleh karena itu tidak akan menarik hal lebih banyak dari apa yang kita telah miliki dalam hidup ini. Tetapi jika kita merasa bahagia dan kemudian bersyukur dengan apa yang kita miliki, kita akan selalu merasa ingin mendapatkan yang lebih lagi. Energi tersebut akan menemukan pasangannya dalam Energi Semesta yang akan membawa lebih banyak kebahagiaan bagi kita dari yang sekarang kita alami. Inilah mengapa kisah tersebut mengatakan hanya orang yang bahagia dengan apa yang dimilikinya sekarang akan bisa menarik kekayaan sebenarnya dalam hidup mereka.
Rasa bersyukur juga memiliki nilai penting lain dalam dunia bisnis, terutama jika Anda menerapkannya pada orang yang bekerja dengan Anda. Proses penilaian karyawan, misalnya, biasanya kurang diminati oleh karyawan. Hal ini karena penilaian sering menjadi kritik negatif. Mayoritas karyawan sebenarnya melakukan pekerjaan dengan baik (kalau tidak, mereka tentunya sudah dipecat), oleh karena itu pendekatan yang lebih membangun untuk melakukan penilaian karyawan pada pekerjaan mereka, melalui hal-hal yang positif dan ucapan terima kasih untuk apa yang telah mereka kerjakan dalam perusahaan. Kebiasaan buruk dalam bekerja perlu disebutkan sebagai hal sampingan yang perlu diperbaiki, tetapi jangan dijadikan inti dari penilaian tersebut. Pada akhirnya, ucapan terima kasih kepada karyawan oleh atasan-atasan mereka akan membangkitkan gairah karyawan untuk melakukan lebih baik lagi untuk perusahaan. Ini analogi dengan bagaimana rasa bersyukur secara umum membangkitkan energi positif kepada orang yang berterima kasih.
Kekeliruan yang sering dilakukan oleh para manajer adalah menghindar dari memberikan pujian pada orang-orang yang mereka pimpin saat ada kesempatan emas seperti di momen-momen penghargaan atau di rapat-rapat untuk memuji bawahan mereka, berpikir bahwa pujian kepada bawahannya tersebut akan membahayakan karier mereka sendiri. Berdasarkan uraian di atas, cara yang lebih baik untuk mengatasi situasi seperti itu adalah para manajer selalu menggunakan kesempatan untuk memuji mereka yang telah bekerja dengan baik—jika bukan karena pelaksanaan yang sukses dalam tanggung jawab mereka, para manajer tersebut tidak akan bisa berada dalam posisi berterima kasih kepada siapa pun. Sebagaimana ungkapan perkataan yang positif, berterima kasih juga akan memberikan sesuatu yang lebih besar sebagai imbalannya.
Intisari untuk Bisnis: Menjadi terpuaskan dengan apa yang Anda miliki tidaklah baik bagi bisnis karena hal itu menyebabkan kepuasan diri. Menjadi bahagia dengan apa yang Anda miliki, sangat vital bagi keberhasilan. Ingatlah untuk selalu mengucapkan terima kasih kepada karyawan, rekan bisnis, dan kepada Tuhan.
Intisari untuk Pribadi: Berbahagialah. Kesedihan membawa kesedihan. Kebahagiaan menarik kebahagiaan yang lebih besar lagi. Ini berlaku untuk hubungan pribadi maupun bisnis. Kebahagiaan akan menarik hubungan yang membahagiakan.
Baca: Buku Sukses Bisnis Cara Yahudi
Comments
Post a Comment