Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Manfaat dari Kewirausahaan Spiritual

Manfaat dari Kewirausahaan Spiritual


Terdapat berbagai manfaat lain dari kewirausahaan spiritual. Pertama, seperti disebutkan di Bab 2, bahwa hasrat terdalam dari manusia mewakili dua elemen: terhubung dengan orang lain dan terhubung dengan sesuatu yang lebih tinggi. Kewirausahaan spiritual melakukan keduanya. Menggunakan uang yang didapat dari bisnis untuk membantu orang lain, menurut Taurat, adalah perbuatan yang menghubungkan kita ke sesuatu yang lebih tinggi.

Pemberian amal adalah mitzvah, perbuatan yang diperintahkan di Taurat. Kata mitzvah memiliki dua etimologi. Satu adalah kata tzav, yang berarti "memerintahkan". Dalam hal ini, sebuah mitzvah adalah perintah dari Tuhan. Tapi para penafsir mengatakan bahwa itu juga berasal dari kata tzafsa yang berarti "menghubungkan". Melakukan mitzvah menghubungkan kita dengan Tuhan. Jadi pemberian amal kita di jalan yang baik menghubungkan adanya kenyataan bahwa pemberian amal juga menghubungkan pemberi dengan orang lain—si penerima. Secara jelas wirausaha spiritual mampu meraih kepuasan dan pemenuhan sejati dengan menjadikan pemberian amal mereka sebagai inti dari bisnis mereka.

Ada manfaat lain dari kewirausahaan spiritual, yaitu membuat wirausaha fokus pada apa yang sebenarnya dalam bisnis—mendapatkan uang. Wajar bagi orang kaya, dari wirausaha tipe klasik, untuk merasa bersalah dengan keberhasilan finansial mereka. Contohnya adalah Warren Buffet. Dalam sebuah wawancara dengan Ben Stein di New York Times, terbit 26 November 2006, dia mengatakan tentang ketidaknyamanannya menjadi sekaya dia saat ini. Seperti yang ditulis oleh Stein:

Tuan Buffet mengumpulkan data laki-laki dan perempuan yang bekerja di kantornya. Dia meminta keduanya membuat hitungan pecahan; pembilangnya adalah berapa banyak mereka membayar pajak federal dan pajak penghasilan untuk Jaminan Sosial dan Kesehatan, dan pembaginya adalah pajak pendapatan mereka. Orang-orang di kantornya kebanyakan adalah sekretaris dan pegawai administrasi, meskipun tidak semuanya.

Kemudian diketahui bahwa Tuan Buffet, dengan pendapatan yang besar dari dividen dan keuntungan saham, membayar jauh lebih sedikit sebagai pecahan dari pendapatannya dibanding yang dibayar oleh para sekretaris dan pegawai administrasinya. Lebih jauh, dalam perbincangan diketahui bahwa Tuan Buffet tidak memakai perencanaan pajak sama sekali. Dia hanya membayar apa yang disyaratkan oleh Hukum Pajak. "Begini mana bisa adil?" dia bertanya mengapa begitu kecilnya yang dia bayar, relatif dibanding pegawainya. "Mana bisa begini?"

Meskipun saya setuju dengannya, saya memperingatkan kalau ada seseorang yang membuka isu ini, dia akan dituduh menimbulkan perang antar kelas dalam masyarakat.

"Ada perang kelas, memang," kata Tuan Buffet, "tapi ini kelas saya, kelas kaya, yang membuat perang, dan kita yang menang".

Atau, seperti Tuan Buffet katakan kemudian dalam penggalangan dana dengan harga tiket sebesar $4.600 untuk Senator Hillary Clinton, "Yang 400 orang seperti kita [di sini] membayar pajak penghasilan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang dibayarkan oleh para resepsionis, tukang bersih-bersih, untuk hal ini. Jika Anda adalah manusia 1% paling beruntung, Anda berhutang pada manusia yang lain untuk memikirkan yang 99 persen".

Kita sebut saja ini adalah Rasa Bersalah si Kaya. Hal ini tidak begitu aneh di antara orang-orang yang kaya karena usaha mereka. Rasa bersalah berasal dari kenyataan bahwa saat mereka sangat nyaman, orang lain di sekeliling mereka terus saja menderita. Mereka merasa hanya mencari uang dan tidak memiliki peran yang berarti bagi orang lain. Tuan Buffet sebagai contoh, belum mulai memberi uang untuk amal hingga berusia tujuh puluh enam tahun, saat dia memberikan sepuluh juta saham perusahaannya untuk amal melalui Bill & Melinda Gates Foundation. Donasi sekali tersebut bernilai sekitar $30.7 miliar pada saat itu. Sebelum hari itu, seluruh hidupnya didedikasikan untuk pencarian terhadap satu hal: uang. Dan dia menjadi sangat sukses dalam hal itu. Namun akhirnya dia menyadari bahwa hal itu memberinya rasa bersalah. Meskipun dia menyangkal rasa bersalah ini, kata-katanya sendiri, yang diterbitkan di Warren Buffet Speaks oleh Janet Lowe (Wiley, 1997), rasa bersalah itu terlihat muncul:

Saya bekerja di sistem pasar yang kebetulan menghargai dengan sangat baik apa yang saya lakukan—dengan sangat baik yang berlebihan. Mike Tyson, juga. Jika Anda bisa menjatuhkan orang dalam 10 detik dan mendapatkan $10 miliar karenanya, dunia ini akan membayar banyak untuk hal seperti itu. Jika Anda bisa memukul 360, dunia akan membayar besar. Jika Anda guru yang bagus sekali, dunia tidak akan membayar sebesar itu. Jika Anda perawat yang sangat baik, dunia tidak akan membayar sebesar itu.

Seseorang bisa mengatakan bahwa Warren Buffet merasa bersalah menjadi bagian dari ketidakadilan yang membayarnya begitu bagus untuk melakukan pekerjaan yang tidak lebih penting dari seorang guru atau perawat. Maka di usia tujuh puluh enam, dia memutuskan untuk mendonasikan sebagian besar dari kekayaannya untuk amal.

Kewirausahaan spiritual tidak memiliki rasa bersalah seperti ini, karena mereka tidak pernah melihat bisnis sebagai sarana untuk mencari uang lebih bagi mereka sendiri. Bagi wirausaha spiritual, penciptaaan kekayaan adalah untuk membuat dunia menjadi lebih baik dan lebih spiritual. Untuk itu mereka memberikan setidaknya 10 persen dari pendapatannya untuk amal. Mereka melakukan ini saat mereka mendapatkan uang dan tidak menunggu hingga usia tua. Berbeda dengan wirausaha klasik seperti Buffet, wirausaha spiritual tidak berpikir bahwa si kaya memberikan persentase kecil dari penghasilan mereka ke masyarakat melalui pajak, maka pemerintah seharusnya menaikkan tingkat pajak mereka. Alasan untuk hal ini adalah jelas, wirausaha spiritual dengan suka rela mengembalikan ke masyarakat persentase yang lebih besar dari pendapatan mereka dibanding yang dibayarkan oleh kebanyakan kelas menengah melalui pajak mereka.

Prototipe wirausaha spiritual kita Lev Leviev, dalam sebuah artikel di New York Times keluaran tahun 2007, menggambarkan sikapnya terhadap filantropi yang berlawanan dengan orang lain seperti Warren Buffet: "Banyak orang kaya yang menunggu terlalu lama untuk memberikan uang mereka" katanya, "Warren Buffet sebagai contoh. Dia di usia tujuh puluhan sekarang, dan seharusnya dia mulai lebih awal. Tapi Bill Gates adalah orang muda, dan dia sudah memberikan bantuan pada dunia. Itulah yang benar". Apa yang digambarkan oleh Lev Leviev adalah satu dari perbedaan jelas antara wirausaha klasik dengan apa yang kita sebut sebagai wirausaha spiritual.


Intisari untuk Bisnis: Dengan menjadikan pemberian amal sebagai bagian penting dari rencana keuangan Anda, Anda akan secara terus menerus mengembalikannya kepada masyarakat, membuat pengalaman menjadi orang kaya bisa dinikmati dan membuat Anda tidak merasa begitu bersalah.

Intisari untuk Pribadi: Dalam semua yang Anda lakukan, ada kesempatan untuk memberi dan menerima. Kapan saja Anda menerima, Anda harus memberi juga.



Baca: Buku Sukses Bisnis Cara Yahudi
 

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau