Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Belajar untuk Seimbang dengan Meniru Tuhan

Belajar untuk Seimbang dengan Meniru Tuhan


Taurat berisi nasihat-nasihat luar biasa yang bisa membantu menyeimbangkan dorongan rasio dan emosi dalam diri kita. Hal ini membutuhkan tindakan kita yang mendapat informasi dari gabungan antara emosi dan rasio. Taurat memberikan kita Guru Terbesar yang akan menunjukkan caranya—Guru itu tak lain adalah Tuhan sendiri.

Taurat (Ulangan 28:9) mengatakan bahwa manusia harus berjalan di jalan sesuai petunjuk Tuhan. Talmud (Sotah 14a) menjelaskan hal ini dengan cara: "Sebagaimana Tuhan memberi pakaian orang yang telanjang, seperti tertulis (Kejadian 2:21): Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk istrinya itu, lalu mengenakannya pada mereka, maka Anda juga harus memberi pakaian pada orang yang telanjang. Sebagaimana Tuhan menjenguk orang yang sakit, seperti tertulis (Kejadian 18:1): Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham di pohon tarbantin di Mamre, demikian pula Anda harus menengok orang yang sakit. Sebagaimana Tuhan menghibur orang yang bersedih, seperti tertulis (Kejadian 25:11): Setelah Abraham mati, Tuhan memberkati Ishak, anaknya itu, demikian juga Anda harus menghibur orang yang bersedih. Sebagaimana Tuhan menguburkan orang yang mati, seperti tertulis (Ulangan 34:6): Dan dikuburkan-Nyalah dia (Musa) di suatu lembah, demikian juga Anda harus menguburkan orang mati".

Maimonides melihat hal ini sebagai ajaran Taurat yang terpisah (dikenal juga sebagai mitzvah), dan menjelaskan bahwa manusia diperintahkan untuk meniru Tuhan dengan kemampuan terbaik mereka. Ini berarti kita wajib meniru kebaikan dan sifat baik yang digambarkan secara metafora tentang Tuhan. Kita perlu belajar dari sifat indah, pengampun, dan sifat-sifat baik Tuhan, dan kita diperintahkan untuk menirunya. Namun ada hal yang lebih dari itu. Terkandung di dalam perintah tersebut adalah nasihat untuk bisnis dan manajemen.

Namun sebelumnya mari kita lebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan meniru Tuhan. Ini adalah konsep yang sulit karena tidaklah mungkin bagi kita untuk mengetahui cara Tuhan bekerja. Maimonides (filsuf besar Yahudi yang disebutkan di bab sebelumnya) di dalam buku filosofinya yang dikenal sebagai The Guide for the Perplexed (Volume I, Bab 54), dikatakan bahwa meskipun manusia tidak mampu mengetahui tentang Tuhan, mereka bisa tahu tindakan Tuhan. Tuhan, dikatakan dalam Taurat, bersifat baik, welas asih (compassionate), murah hati, tidak cepat marah, dan benar. Tapi Maimonides mengatakan bahwa meskipun Tuhan bertindak welas asih, Dia tidak berperasaan welas asih. Ini karena Tuhan bukanlah manusia. Manusia digerakkan untuk bertindak welas asih karena mereka melihat situasi yang membuat mereka bersimpati, dan berdasarkan perasaan emosional tersebut mereka berperilaku luhur. Karena emosi, dalam definisinya, dipengaruhi oleh faktor eksternal, sedangkan Tuhan adalah Mahakuasa, maka Tuhan tidak mungkin digerakkan oleh emosi. Jika Tuhan digerakkan untuk menjadi welas asih oleh faktor di luar Diri-Nya, misalnya, itu berarti ada sesuatu di luar Tuhan yang bisa memberikan dampak perubahan pada-Nya. Karena Tuhan dalam monoteisem adalah Mahakuasa—tidak ada sesuatu yang memiliki kekuatan melebihi-Nya—itulah mengapa Maimonides menyimpulkan bahwa Tuhan tidak berperasaan. Namun hal ini tidak menghalangi Tuhan untuk bertindak (dan bukan memiliki perasaan) welas asih, kasih sayang, marah atau tindakan-tindakan lain yang pada manusia adalah reaksi dari emosi. Perbedaannya adalah bahwa saat Tuhan bertindak dengan kemarahan atau kasih sayang, karena memang itulah tindakan yang benar pada waktu tertentu. (Saat para pengikut Kabbalah mengatakan bahwa Tuhan "memiliki perasaan" maksudnya adalah Tuhan "bertindak menyerupai" welas asih, murah hati, amarah, dll).

Alasan mengapa Tuhan bertindak dengan kasih sayang, misalnya, adalah karena secara intelektual kasih sayang diperlukan. Tuhan tidak bereaksi atas emosi yang timbul dalam diri-Nya, tetapi Tuhan bertindak sejalan dengan situasi tertentu dan apa yang oleh Kecerdasan Semesta dianggap perlu. Hal ini tidak berarti bahwa suatu tindakan, apakah itu kasih sayang, marah, welas asih atau apa pun yang lain, tidak dilakukan dengan antusiasme—mungkin saja begitu. Namun hal itu bukanlah didikte oleh emosi melainkan terinformasi oleh apa yang dibutuhkan, secara intelektual. Maimonides mengatakan bahwa setiap orang yang duduk dalam jabatan pimpinan atau manajerial harus melakukan yang terbaik untuk mencontoh Tuhan dan hanya bertindak saat kecerdasan membutuhkannya dan tidak pernah membiarkan emosi mendikte perilaku atau tindakannya.

Sangat sering orang terhanyut dengan bereaksi secara emosional terhadap berbagai situasi. Mereka bisa marah kepada karyawan, rekan kerja atau keluarga entah di saat yang tidak tepat atau di saat menunjukkan kemarahan akan merugikan. Ada juga beberapa orang (mereka "yang kurang mengerti") yang disebutkan dalam Talmud (Berachot 33a) kita dilarang untuk memiliki kasih sayang karena tidak akan berguna bagi keuntungan mereka atau masyarakat. Hanya karena kita merasakan kasih sayang yang begitu besar untuk seseorang tidak berarti bahwa tindakan mengasihi selalu tepat. Semua tindakan yang timbul dari keinginan harus diimbangi oleh rasio. Bertindak murni berdasarkan emosi selalu mengandung risiko dan sering mengarah kepada keputusan yang buruk.

Larry A. Mizel, yang kita sebut di Bab 6, menekankan hal ini ketika diwawancarai untuk penulisan buku ini. Mizel mengatakan dia belajar penalaran deduktif di sekolah hukum dan menerapkan prinsip-prinsipnya ke dalam bisnis. "Saya menganggap kemampuan berpikir adalah elemen penting sebagai dasar pendekatan saya dalam membuat keputusan dalam bisnis. Umumnya saat kita bertindak karena dorongan hati kita melakukan kekeliruan karena berdasar alasan yang tidak tepat—kita hanya melakukannya karena kita merasa itu gagasan yang bagus dan akhirnya tidak direncanakan, disusun dan dijalankan dengan baik", kata Mizel.

Sering terjadi pebisnis dihadapkan pada keputusan yang sulit apakah harus memecat karyawan yang tidak berprestasi. Memutuskan hubungan kerja kepada seorang karyawan berarti mengakhiri penghidupannya, setidaknya dalam jangka pendek, dan pengaruhnya juga akan terasa ke seluruh keluarganya. Dalam diri seseorang yang sehat, emosi akan mendikte bahwa karyawan harus diperlakukan dengan kasih sayang dan diberikan kesempatan lagi untuk membuktikan prestasinya. Jika pemberi kerja marah dengan karyawan yang tidak produktif, emosinya mungkin akan mendikte untuk memecat karyawan tersebut tanpa mempertimbangkan situasi pada dirinya. Rasio bisa mengimbangi emosi tersebut dengan memastikan bahwa hal terbaiklah yang dilakukan bagi bisnis dan karyawan tersebut. Jika memecat karyawan adalah hal yang rasional, maka setidaknya hal itu dilakukan dengan cara yang semestinya. Jika mempertahankan karyawan adalah hal yang harus dilakukan, maka langkah-langkah rasional bisa diambil untuk mengantisipasi efeknya pada bisnis. Dengan kata lain, tindakan kasih sayang bisa baik, tetapi tidak boleh diarahkan hanya oleh emosi. Rasio harus juga kita gunakan sebagai panduan.

Ada alasan lain untuk hal ini. Kita semua mengenal seseorang yang kita ingat karena mereka mudah sekali marah meskipun hanya karena sesuatu yang boleh dibilang sangat remeh. Kita melihat orang tersebut berperilaku yang sama kepada semua orang—bahkan keluarga dekatnya pun gelisah berada di dekatnya. Ini karena mereka membiarkan tindakannya dikendalikan oleh emosinya. Jika mereka menyadari betapa tidak pantasnya perlakuan mereka itu, akan mudah bagi mereka untuk bergaul dengan lebih baik.

Louis B. Kraitz, pendiri dan pimpinan Paragon Lines, Inc., sebuah perusahaan pengapalan internasional, menjelaskan bagaimana konsep ini diterapkan dalam bisnis. Selama kariernya, Kravitz selalu melakukan yang terbaik untuk memastikan karyawannya diperlakukan dengan semestinya. Dia mengatakan bahwa "Orang harus menjaga karyawan seperti mereka menjaga kekayaannya yang lain". Maksudnya adalah kapan pun seorang karyawan memerlukan bantuan untuk keluarga dan keuangannya, Lou dan perusahaannya, dalam hampir semua kasus, akan mengulurkan tangan untuk membantu. Lou menggambarkan hal ini sebagai tindakan welas asih karena perasaan kasihan kepada orang yang sedang menderita. Dia bukannya sekadar meredakan masalah tetapi dia menggunakan sumber dayanya untuk menolong orang terlepas dari beban hidupnya.

Hingga setahun yang lalu Kravitz dan perusahaannya terpuruk akibat ini. Dia membolehkan akuntannya untuk tetap membayar karyawan yang bekerja di rumah setelah mengalami masalah pribadi. Di akhir tahun dia menjumpai akuntansinya kacau dan menyebabkan masalah serius pada perusahaan.

Hingga setahun yang lalu Kravitz dan perusahaannya terpuruk akibat ini. Dia membolehkan akuntannya untuk tetap membayar karyawan yang bekerja di rumah setelah mengalami masalah pribadi. Di akhir tahun dia menjumpai akuntansinya kacau dan menyebabkan masalah serius pada perusahaan.

Meskipun sudah ada contoh tersebut, Kravitz masih meyakini prinsip welas asih dan fleksibilitas kepada karyawan saat mereka mengalami masalah berat. Dia menyebutnya sebagai keputusan rasional dan emosional sekaligus. Dijelaskannya logika itu sebagai berikut: "Rasio adalah pengimbang dari perasaan kasih. Rasio hampir selalu mengatakan bahwa menolong karyawan dengan cara ini tidak akan menguntungkan perusahaan dan bahkan sering pula tidak menguntungkan karyawan dalam jangka panjang. Kita hanya bisa memberikan cara untuk mengubah perilaku atau keadaan seseorang. Semuanya tergantung pada orang tersebut apakah akan menggunakannya dengan baik. Tetapi jika kita membantu sepuluh orang dan manfaatnya benar-benar dirasakan oleh mereka, kita akan diganjar karena usaha kita tersebut". Kravitz menerangkan, "Kita memulai dengan rasa kasih dan melihat kasih tersebut melalui kacamata rasio, dan kesimpulannya bahwa saat dirasa bukan sebagai skenario terbaik bagi perusahaan, inilah hal yang paling bisa menolong para karyawan".

Keuntungan dari bertindak dalam cara ini sangatlah jelas. Saat kita bertindak karena rasa kasihan pada orang lain dengan murni berdasarkan perasaan, kita melakukannya karena meyakini dalam hati apa yang kita lakukan bisa menolongnya. Dalam kenyataan, sering bukan itu yang terjadi. Memberikan orang uang atau kesempatan lagi untuk membuktikan prestasinya tidak selalu menolong mereka pada akhirnya. Jika Anda menyadari hal ini dan memikirkannya dengan baik, Anda akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk membatasi kemungkinan yang bisa merugikan bisnis.


Intisari untuk Bisnis: Anda tidak boleh membuat keputusan bisnis berdasarkan perasaan saja, karena hampir selalu hal itu akan menjadi keputusan yang buruk. Anda harus selalu memikirkan hal-hal secara penuh. Kemampuan Anda untuk melakukan hal ini mungkin bisa menjadi aset bisnis terbaik Anda.

Intisari untuk Pribadi: Ungkapan "ikuti kata hatimu" sering mengarah ke konsekuensi merugikan. Jika sebuah hubungan tidak terlihat baik, seharusnya tidak dilakukan meski hati menginginkan. Anda akan mengetahui seseorang selama berjalannya waktu, dan seseorang yang bisa Anda sayangi dan sekaligus nyaman secara rasional, akan hadir dalam hidup Anda.


Baca: Buku Sukses Bisnis Cara Yahudi
 

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Observasi dan Penelitian Lapangan

3. Observasi dan Penelitian Lapangan Pengumpulan data untuk suatu tulisan ilmiah dapat dilakukan melalui observasi dan penelitian lapangan. Observasi adalah pengamatan langsung kepada suatu obyek yang akan diteliti, sedangkan penelitian lapangan adalah usaha pengumpulan data dan informasi secara intensif disertai analisa dan pengujian kembali atas semua yang telah dikumpulkan. Observasi dapat dilakukan dalam suatu waktu yang singkat, sebaliknya penelitian lapangan memerlukan waktu yang lebih panjang. Observasi dapat dilakukan mendahului pengumpulan data melalui angket atau penelitian lapangan. Dalam hal ini observasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai obyek penelitian sehingga dapat disusun daftar kuestioner yang tepat atau dapat menyusun suatu desain penelitian yang cermat. Sebaliknya observasi dapat juga dilakukan sesudah mengumpulkan data melalui angket atau wawancara. Dalam hal ini tujuan observasi adalah untuk mengecek sendiri sampai di mana kebenara