Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
4. Tanka (Pantun Pendek)
Tanka Proletar
Gerakan kesusastraan proletar dan kesusastraan modernisme
yang telah menguasai dunia pada awal zaman Showa juga memberi pengaruh besar
kepada pantun pendek. Watanabe Junzoo menghimpun penyair-penyair proletar dan
mengeritik keras pantun pendek lama yang berbau feodal dan borjuis. Mereka
mengusulkan pembuatan puisi yang bersendikan lukisan perasaan hati dan kehidupan
sesungguhnya dari masyarakat kaum buruh. Akan tetapi, dalam hal ini karena
mereka lebih condong kepada tujuan politik, akhirnya nilai sastra ciptaannya
menjadi rendah.
Contoh :
Shokken-o teeburu-no ue-ni
nagedaseba, kachin-to natta, sabishii sono oto!
Bila melempar karcis makan ke atas
meja, suaranya kecil sekali.
Tanka Bebas
Pembuatan pantun pendek berbahasa lisan telah dicoba oleh
pujangga Ishikawa Takuboku dan Toki Aika, kemudian diteruskan oleh
penyair-penyair yang terhimpun dalam majalah Nikkoo. Mereka itu adalah Maeda
Yuugure, Ishihara Jun, Yashiro Tooson dan lain-lain. Mereka tidak mengikuti
peraturan pembuatan bersukukata 5 7 5 7 7, melainkan membuat pantun pendek yang
berbentuk bebas. Selain itu, dengan keluarnya Tanka Proletar, muncul pula
aliran seni baru yang dipelopori Maekawa Samio dan kawan-kawan yang tidak
menghiraukan mutu seni sastra hasil karyanya yang rendah, sehingga gerakan
membuat Tanka Bebas menjadi berkembang. Akan tetapi, oleh karena pengaruh kelompok
mayoritas yang menuntut kembali kepada gaya lama sangat kuat, maka pembuatan
pantun pendek secara berangsur-angsur kembali lagi kepada bentuk beraturan yang
berbahasa klasik.
Contoh Tanka Bebas :
Moo aki-mo chikai-zo. Mizukusahara
no inudate-no kuki-no akai-no o miro. (Yashiro Tooson)
Musim gugur telah tiba. Lihatlah
tangkai batang Inudate, nampak kemerah-merahan.
Soto-wa samui-no ka. Garasu-wa
jooki-ni kumaooteiru. Konya watashi-wa Borutsuman-no kagakusho-o yonda.
(Ishihara Jun).
Kiranya musim dingin telah datang.
Nampak kaca luar berembun, begitu pun malam ini, aku asyik membaca buku
Borstman.
Aliran Araragi Pada Zaman Shoowa
Sejak zaman Taishoo, majalah Araragi menjadi pusat kegiatan
pantun. Saitoo Mookichi memperdalam teori dan memperbaiki karyanya melalui
perdebatan dengan Ishikure Shigeru (Gotoo Shigeru) dan Oota Mizuho. Kumpulan
pantunnya antara lain adalah Sagumo (awan dingin) dan Hakutoo (buah peach
putih).
Bersamaan dengan suasana kekacauan dan adanya pembaharuan
hebat di zaman itu, terjadi juga perubahan di dalam bentuk pantun. Salah satu
di antaranya yang menonjol ialah munculnya pantun karya ‘Tsuchiya Bunmei dan
kawan-kawannya bergaya lirik yang melukiskan obyeknya secara langsung.
Kagoshima Juzoo, Satoo Sataroo dan lain-lain adalah orang-orang baru aliran
Araragi yang aktif pada masa ini.
Kitahara Hakushuu dan Majalah Tama
Kitahara Hakushuu menentang aliran Araragi yang membuat
pantun bergaya Manyooshuu dan ia mencoba membuat pantun bergaya Shinkokinshuu
yang telah dipermodern sehingga terasa bersifat romantis baru. Pada tahun
Shoowa 10 (1935) ia menerbitkan majalah Tama. Karyanya antara lain adalah
kumpulan pantun Shirahae dan Kurohi-no Ki. Kimata Osamu, Miya Shuuji dan
lain-lain mengikuti jejaknya. Kimata aktif dalam majalah Keisei dan ia juga
melakukan penelitian tentang sejarah pantun pendek.
Pantun Pendek Sesudah Perang
Pada zaman perang penulis-penulis pantun saling bersatu.
Pantun-pantunnya bersifat menyanjung-nyanjung perang yang sedang dilakukan.
Sesudah perang, pantun pendek segera timbul kembali. Namun, oleh karena adanya
pengaruh dari Daini Geijutsu (seni kedua) karangan Kuwahara Takeo, maka di
dunia pantun pada waktu itu timbul pendapat yang ingin menghilangkan pantun
pendek. Akan tetapi keadaan ini malah sebaliknya mempertinggi hasrat serta
keinginan orang-orang untuk membuat pantun pendek. Penyair baru dari aliran
Araragi yang muncul sesudah perang adalah Kondoo Yoshimi, karyanya penuh dengan
perhatiannya terhadap masalah masyarakat dan politik.
Comments
Post a Comment