Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Shinwa (Mitologi Jepang)

Shinwa (Mitologi Jepang)


B.  Prosa


1.  Shinwa (Mitologi Jepang)


Shinwa (mitologi) berasal dari kosho bungaku atau kesusastraan lisan, yang disampaikan dari mulut ke mulut. Mitologi juga berasal dari buah khayalan cerita orang-orang dahulu, yang timbul karena adanya kontak peristiwa antara alam dengan manusia. Shinwa adalah cerita yang berintikan para dewa, mengenai asal mula terjadinya alam semesta, manusia, negara, dan kebudayaan.

Mitologi Jepang umumnya terdapat dalam buku Kojiki dan Nihon Shoki. Buku tersebut merupakan buku-buku sejarah kuno Jepang dan berisi sejarah, kebudayaan, dan kesusastraan Jepang. Kojiki dibuat pada tahun 712 dan berisi tentang sejarah Jepang yang bersifat kesusastraan. Buku ini dibuat atas perintah Tenmu Tenno. Orang yang mengingat ceritanya adalah Hiedano Are dan yang menuliskannya adalah Ono Yasumaro, sedangkan Nihon Shoki berisi tentang sejarah dan dibuat oleh Pangeran Toneri pada tahun 720.

Mitologi ki ki (Kojiki dan Nihon Shoki) menceritakan tentang asal usul alam semesta, terbentuknya daratan, lahirnya para dewa, terjadinya negara Jepang, dan keagungan Kaisar. Contoh shinwa tentang terjadinya alam semesta — khususnya negara Jepang — adalah sebagai berikut.
Diceritakan bahwa di langit terdapat suatu tempat yang disebut Takamagahara dan di sana tinggal Mahadewa. Untuk menciptakan negara Jepang, mula-mula Mahadewa membuat daratan. Lalu diturunkanlah sepasang dewa yang disebut Dewa Izanagi dan Dewi Izanami. Mereka bukan saja menciptakan manusia tetapi juga menciptakan alam seperti pohon, batu, dan api. Semua hal mengenai kehidupan diatur oleh Dewa Izanagi dan kematian diatur oleh Dewi Izanami.
Adapun dewa-dewi lain tercipta berkat Dewa Izanagi, yaitu sewaktu dia mencuci mata kanannya, terciptalah Dewi Amaterasu yang dianggap sebagai Dewi Matahari; pada waktu mencuci mata kirinya terciptalah Dewa Tsukiyomi no Mikoto, yang disebut sebagai Dewa Malam; lalu pada waktu dia mencuci hidungnya terciptalah Susano no Mikoto.

Mitologi lain yang tertulis dalam Kojiki adalah tentang asal-mula terjadinya makanan. Ceritanya adalah sebagai berikut.
Suatu ketika karena Dewa Susano (Susano no Mikoto) membuat keonaran di Tokamagahara, yaitu di tempat Dewi Matahari, kakaknya, yang disebut Amaterasu Omikami, dia diusir ke dunia bawah. Di tengah perjalanan Susano no Mikoto meminta makanan dari Dewi Ogetsu. Dewi ini mengeluarkan bermacam-macam makanan dari mulut, hidung, dan duburnya, lalu makanan itu diberikan kepada Susano no Mikoto. Melihat itu semua Susano no Mikoto merasa jijik dan sangat marah, lalu Dewi Ogetsu dibunuhnya. Dari jenazah dewi itu lahirlah padi, sejenis kenari, gandum, dan kacang kedelai. Kemudian, dewi lain yang bernama Kami Musubi mengumpulkan bahan makanan itu dan memberikan kepada manusia.

Cerita yang sama namun dari versi yang berlainan terdapat dalam Nihon Shoki yaitu sebagai berikut.
Dewi Amaterasu memerintahkan Dewa Tsukiyomi no Mikoto, adiknya, untuk mengunjungi Dewi Ukemochi di dunia bawah. Dewi Tsukiyomi segera pergi ke tempat Dewi Ukemochi. Setelah tiba di sana, Dewi Tsukiyomi disuguhi makanan seperti nasi, ikan, dan daging binatang buruan yang dimuntahkan dari mulut Dewi Ukemochi. Mendapat perlakuan seperti itu, Tsukiyomi no Mikoto merasa terhina sehingga dia marah dan membunuh Dewi Ukemochi.
Dewa Tsukiyomi pulang ke Takamagahara tempat Dewi Amaterasu dan melaporkan kejadian tersebut. Dewi Amaterasu marah dan mengusir Dewa Tsukiyomi dengan mengatakan bahwa dia tidak mau melihat wajah Dewa Tsukiyomi untuk kedua kalinya. Sejak itu matahari dan bulan tidak pernah lagi memperlihatkan wajahnya bersama-sama dan berpisah antara siang dan malam. Ketika Dewi Amaterasu menyuruh Ama no Kumohito melihat Dewi Ukemochi, dari jenazah dewi itu lahir kuda, sapi, ulat sutra bahan makanan seperti padi, jenis kenari, gandum, dan kacang. Dewi Amaterasu merasa gembira dan menyuruh agar dijadikan bahan makanan. 

Kedua mitologi di atas mempunyai isi yang sama walaupun nama dewa-dewanya berbeda. Keduanya menceritakan asal-usul terjadinya bahan makanan. Selain mitologi yang telah diuraikan di atas, terdapat mitologi lain yang cukup terkenal, yaitu mengenai mitologi Ama no Iwato, ceritanya sebagai berikut.
Konon suatu ketika, Dewi Amaterasu sangat marah karena kelakuan adiknya, yaitu Dewa Susano no Mikoto, yang selalu membuat keonaran. Karena marahnya dia masuk dan bersembunyi di dalam sebuah gua yang tertutup rapat sehingga seluruh negara Jepang bahkan seluruh dunia menjadi gelap gulita. Susano no Mikoto yang mengetahui peristiwa tersebut karena ulahnya, berusaha dengan segala cara untuk membuka pintu gua, namun Dewi Amaterasu tidak mau keluar. Susano no Mikoto segera mencari akal. Akhirnya, dia segera mengumpulkan penari dan penyanyi dari seluruh daerah di Jepang lalu dibuatlah pesta pora persis di muka pintu gua itu.

Dewi Amaterasu yang mendengar suara hiruk pikuk menjadi penasaran, lebih-lebih dengan adanya nyanyian-nyanyian yang sangat meriah di luar membuat hatinya merasa tertarik. Sedikit demi sedikit dia membuka pintu gua, akhirnya keluar dari gua persembunyian. Dengan keluarnya Dewi Amaterasu dari tempat persembunyian, saat itu pula teranglah seluruh negara Jepang.

Selain shinwa yang telah diuraikan di atas, ada pula shinwa yang agak unik dari daerah Izumo. Ceritanya tentang ular berkepala delapan yang disebut Yamatano Orochi.
Daerah Izumo sedang dilanda suatu bencana, yaitu adanya ular raksasa berkepala delapan yang disebut Yamatano Orochi. Ular itu menjadi sakti karena memiliki benda-benda sakti yang seharusnya dimiliki oleh Tenno. Benda-benda tersebut berbentuk kaca, pedang, dan kalung Magatama. Yamatano Orochi selalu mengambil gadis-gadis dan setelah itu memakannya, sehingga gadis yang berasal di Izumo tinggal satu orang, yaitu Kumidanahime

Susano no Mikoto yang kebetulan lewat di daerah itu menanyakan duduk persoalannya kepada penduduk desa yang ketakutan, terutama kepada kakek dan nenek dari Kumidanahime yang menangis tersedu-sedu. Setelah mendengar pengaduan mereka bahwa korban terakhir adalah Kumidanahime, dan sudah dekat saatnya bagi ular raksasa itu untuk menyantap Kumidanahime, maka Susano no Mikoto berjanji kepada orang-orang di Izumo untuk menumpas ular berkepala delapan itu. Kakek dan nenek Kumidanahime sangat senang dan menjanjikan pada Susano no Mikoto bahwa apabila dia dapat menyelamatkan Kumidanahime, mereka dengan suka rela akan menyerahkan Kumidanahime untuk dipersunting sebagai istri.

Susano no Mikoto segera meminta pertolongan kepada orang-orang desa untuk mempersiapkan delapan tempayan berisi sake, dan kedelapan tempayan yang berisi sake itu diletakkan di depan pintu rumah Kumidanahime. Ketika saatnya hendak menyantap Kumidanahime, ular raksasa itu berhenti di depan pintu di mana tempayan diletakkan. Begitu melihat delapan tempayan di depan pintu, ular raksasa itu memasukkan ke delapan kepalanya ke dalam masing-masing tempayan untuk minum sake. Kesempatan itu dipergunakan oleh Susano no Mikoto untuk memotong kepala-kepala Yamatano Orochi, sehingga ular raksasa itu mati. Pada saat itu juga Susano no Mikoto mengambil benda-benda sakti yang keluar dari badan Yamatano Orochi. Benda-benda itu kemudian diberikan kepada Dewi Amaterasu, kakaknya.

Sebagai rasa terima kasih dan janji yang telah diucapkan, kakek dan nenek Kumidanahime mempersembahkan cucu gadisnya untuk diperistri oleh Susano no Mikoto. Sejak itu Susano no Mikoto hidup berbahagia di Izumo bersama Kumidanahime dan sejak saat itu daerah Izumo menjadi daerah yang subur dan tenteram.



Baca: Buku Pengantar Kesusastraan Jepang

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau