Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
7. Kusazooshi dan Yomihon
Kusazooshi
Sudah semenjak dahulu di Edo telah dibuat buku gambar yang
dibubuhi tulisan-tulisan buat anak-anak, misalnya ada yang dikenal dengan nama
Akai Hon (buku merah), Kuro Hon (buku hitam), Aoi Hon (buku biru), Kibyooshi
(buku kuning) dan lain-lain, tergantung pada warna kulit buku tersebut.
Kemudian buku-buku ini bersama-sama dengan ‘Gookan’ yang timbul belakangan
disebut Kusazooshi. Buku-buku ini mula-mula merupakan bacaan untuk anak-anak,
tetapi setelah terbitnya buku berkulit kuning (Kibyooshi), barulah boleh
dikatakan ada karya yang berarti.
Kibyooshi
Di antara sedemikian banyaknya buku Kibyooshi, yang pertama
kali muncul adalah buku yang berjudul Kinkin Sensei Eigano Yume (pak guru
Kinkin bermimpi kaya) pada tahun An-ei 4 (1775) karangan Koikawa Harumachi.
Setelah buku ini terbit maka Kibyooshi mulai menjadi bacaan orang dewasa. Pada
hakekatnya inilah yang menjadi tujuannya. Buku Kibyooshi ini berisikan lelucon
yang santai, sindiran-sindiran dan hasil observasi terhadap masyarakat secara
nyata. Selain buku di atas, kemudian terbit lagi buku-buku lain yang baik,
misalnya karya pengarang Toorai Sanna yang berjudul Kiruna-no Ne-kara Kane-no
Naru Ki (si miskin menjadi kaya), karya pengarang Santoo Kyooden yang berjudul
Edo Umare Uwaki-no Kabayaki yang berarti bahwa buat orang Edo bermain gila
(menyeleweng) itu dianggap sebagai hal yang biasa. Kemudian, ada lagi buku yang
berjudul Bumbu Nidoo Mangokudooshi karang Hooseidoo Kisanji yang menceriterakan
seorang samurai di samping mempunyai sifat-sifat kepahlawanan, juga harus
berilmu pengetahuan. Buku-buku ini berusaha menceritakan keadaan dalam
sesungguhnya dari pemerintah, para Daimyoo dan para Hatamoto (pengawal
Shoogun), sehingga kemudian dilarang dan sesudah itu menjadi buku yang
berisikan pengajaran biasa.
Gookan
Buku Ikazuchi Taroo Gokuaku Monogatari (kisah kejahatan
Ikazuchi Taroo) yang terbit dalam bentuk dua jilid sebetulnya merupakan
gabungan dari 10 jilid buku Kibyooshi. Buku ini ditulis oleh Shikitei Sanba
pada tahun Bunka 3 (1806). Sejak itu buku yang terbit dengan bentuk seperti
buku tersebut disebut ‘Gookan’ (kumpulan beberapa cerita). Sampai akhir zaman
Edo, Gookan ini sangat populer, apalagi pada waktu itu buku itu keluar,
kulitnya dihiasi dengan lukisan yang dicetak dan kemudian diberi warna yang
indah. Pengarang utama dari jenis buku ini adalah Ryuutei Tanehiko (1783-1882)
dan karangannya yang terkenal adalah Nise Murasaki Inaka Genji dan Shoohonji
Tate. Buku Nise Murasaki Inaka Genji adalah buku cerita versi rakyat yang
bersumber dari cerita ‘Genji Monogatari’. Ceritanya mengambil zaman
pemerintahan Ashikaga (abad XV-XVI), lalu pantun waka seperti yang terdapat
dalam cerita Genji Monogatari dirubah menjadi pantun haikai yang lebih sesuai
dengan selera rakyat pada waktu itu.
Yomihon Pada Periode Awal Zaman Pra-Modern
Dari zaman Meiwa (1764) sampai dengan zaman Tenmei (1786),
para cendekiawan yang pernah membaca cerita-cerita Cina menulis
ceritera-ceritera pendek yang berdasarkan buku ceritera Cina tersebut. Oleh
karena pada masa itu ide dalam menyusun alur cerita masih kurang baik, maka
kekurangan ini diatasi dengan meniru yang ada pada buku cerita Cina, hanya saja
di dalam cerita-cerita tersebut dimasukkan unsur-unsur fiksi yang sesuai dengan
selera pembaca. Sebelum ini cerita-cerita pendek yang bergaya dan berbentuk
Ukiyoozooshi sudah memperoleh popularitas di kalangan pembaca, tetapi sampai
pada buku terakhir yang merupakan Hachimonjiyabon, karena gaya bahasa dan isi
ceritanya tidak mempunyai variasi lain, selalu itu-itu juga, akhirnya
membosankan pembaca. Berhubung dengan itulah, maka Yomihon yang telah
disesuaikan dengan selera pembaca masa ini, mendapat sambutan baik. Di antara
sekian banyak yomihon pada masa itu, yang terkenal adalah buku yang berjudul
Kokon Kidan Hanabusazooshi karangan Tsuga Teishoo, Amatsuki Monogatari (cerita
tentang musim hujan) dan Harusame Monogatari (cerita hujan di musim semi)
karangan Ueda Akinari, Nishiyama Monogatari dan Honchoo Suikoden karangan
Takebe Ayatari.
Cerita Amatsuki Monogatari karangan Ueda Akinari merupakan
karya besar yang terdiri dari kumpulan cerita-cerita pendek sejumlah 9 buah
yang bahannya diambil dari cerita-cerita klasik Jepang dan Cina. Cerita-cerita
ini tidak semata-mata meniru atau menyadur cerita klasik Cina, melainkan
bagian-bagian yang dianggap perlu dirubah sedikit-sedikit sehingga merupakan
cerita yang menggambarkan suasana misterius dengan kalimat indah dan gaya
bahasa yang khas bercampur sedikit bahasa Cina. Harusame Monogatari adalah
lanjutan dari buku cerita ini, kalimat-kalimat yang dipakai di sini maupun
isinya sederhana.
Sebuah cuplikan dari cerita Amatsuki Monogatari :
Tamata kokkashiko-ni nokoru ie-ni
hito-no sumu-towa miyuru-mo aredo, mukashi-niwa nitsutsu-mo arane, izureka waga
sumishi ie-zoto tachimadou-ni, koko nijuppo bakari-o sarite, rai-ni
kuda-karedshi matsu-no ge-ni waganoki-no shirushi koso metsuru-o, mazu
ure-shiki kokochi shite ayumu-ni, ie-wa moto-ni kawara de ari. Hito-mo sumu-to
miete, furudo-no sukiy-yori tomoshibi-no kage morete kirakirato suru-ni,
kotobito-ya sumu. Moshi sono hito-ya imasuto kokoro sawagashiku, mon-ni
tachiyorite shiwabuki sureba, uchi-nimo hayaku kikitorite, “taso?” to togamu.
Itoo nebitaredo musashiku tsuma-no koe naru-o kikite, yume-ka to mune nomi
sawagarete, “Ware koso kaeri mairitari. Kawara-de hitori Asajigahara-ni
sumitsuru koto-no fushigisa yo.” To iu-o, kiki shiritareba, yagate to-o
akuru-ni, ito itoo kuroku akazukite, mamiwa ochiiritaru yoo-ni agetaru kami-mo
se-ni kakarite, motono hito tomo omowarezu. Otoko-o mite mono-o moiwade
samezame-to naku.
Rumah yang telah ditinggalkan
beberapa tahun lamanya boleh dikatakan keadaannya masih seperti dulu. Ketika
aku mencari-cari rumahku itu, aku menjadi kurang ingat mana sebenarnya rumah
yang kutempati dulu. Pada saat kilat bercahaya pada kegelapan malam di waktu
itu, aku melihat sebuah pohon cemara menjulang tinggi kira-kira 20 meter dari
tempat aku berdiri. Setelah kelihatan pohon cemara itu, maka teringatlah aku
bahwa pohon cemara itulah yang merupakan salah satu tanda dari tempat
kediamanku semasa dulu. Pada mulanya aku merasa senang dan bertekad hendak
menuju ke rumah dekat pohon cemara itu. Rumah itu tidak berubah dari bentuknya
dahulu, tetapi sekarang tentu telah didiami orang lain. Antara celah-celah
pintu rumah itu kelihatan sinar lampu berkedip-kedip memancar ke luar. Aku pikir
tentu ada orang lain yang tinggal di rumahku itu. Akan tetapi, seandainya masih
isteriku yang tinggal di sana, tentu hatiku berdebar-debar. Ketika melihat
orang berdiri di depan pintu rumah itu dan mendengar suara orang batuk, maka
aku bertanya, “Siapakah itu?”. Walaupun bunyi batuk itu kedengarannya seperti
bunyi batuk orang tua, tapi dalam pikiranku tetap berpendapat bahwa itu adalah
suara isteriku. Kemudian aku bertanya kepada diri sendiri : Apakah ini suatu
mimpi atau bukan; dan dengan hati yang berdebar-debar aku berkata: “Sekarang
aku telah pulang, aku benar-benar heran bahwa kamu tidak berubah dan masih
tinggal di rumah ini.” Perempuan itu berkata : “Ah, tidak salah lagi ini betul
suara suami saya”. Tak lama kemudian perempuan itu membukakan pintu dan bertemu
dengan suaminya. Laki-laki itu melihat wajah isterinya yang hitam
berbintik-bintik merah, matanya cekung sedangkan rambutnya terurai sampai ke
punggung. Sama sekali tidak terpikir olehnya bahwa perempuan itu adalah
isterinya yang dahulu. Melihat suaminya itu perempuan itu tidak berkata apa-apa,
melainkan menangis saja.
Yomihon Pada Periode Akhir Zaman Pra-Modern
Di daerah Osaka dan Kyoto selain karya Ueda Akinari tidak
ada lagi yomihon yang patut dihargai. Di daerah Edo berkat munculnya Santoo
Kyooden dan Takizawa Bakin, berhasil dibuka suatu lembaran baru bagi buku-buku
bacaan (yomihon) itu. Ciri-ciri khas dari yomihon pada periode akhir ini
terletak pada strukturnya yang rumit dan alur cerita yang bersifat aneh.
Apabila dibandingkan dengan yomihon pada periode awal, dapat kita lihat bahwa
yomihon pada periode akhir merupakan buku hiburan yang bisa dinikmati oleh semua
orang. Buku-buku bacaan ini merupakan cerita panjang yang memiliki ide
penyusunan yang maha besar dan berisikan gambar-gambar selingan yang sangat
bagus sekali. Di samping itu juga ada maksud mendidik yang sangat kuat. Alur
cerita direntangkan dengan dasar pemikiran menghukum yang jahat dan
menganjurkan berbuat kebajikan. Di Edo (Tokyo) Santoo Kyooden adalah penulis
pertama yang menghasilkan yomihon baru. Karyanya yang baik antara lain
Sakurahime Zenden Akebono Zooshi (kisah gadis Sakura) dan Mukashigatari Inazuma
Byooshi. Selanjutnya kegiatan yomihon berkembang terus dan di bawah penulisan
Takizawa Bakin kesusastraan yomihon ini mencapai zaman keemasannya. Takizawa
Bakin pernah mencoba menulis berbagai macam karya tetapi pada dasarnya
perhatiannya berpusat pada penulisan yomihon. Ia meninggalkan beberapa karya
yang sangat bernilai, di antaranya seperti Chinsetsu Yumi Harizuki, Kinseisetsu
Bishoonenroku (kisah pemuda ganteng zaman sekarang) dan Nansoo Satomi Hakkenden
(kisah delapan ekor anjing sakti).
Nansoo Satomi Hakkenden
Buku ini merupakan karya Takizawa Bakin yang maha besar yang
ditulisnya dengan menghabiskan waktu selama 28 tahun. Susunan ceritanya meniru
cerita panjang dari negeri Cina seperti Suikoden (kisah pahlawan) dan
Sangokushi (kisah tiga negeri). Bahan ceritanya diambil dari cerita tentang
tentara Satomi. Cerita ini mengisahkan delapan orang pahlawan yang mempunyai
nasib berlainan saling bertemu dan berkenalan secara kebetulan, kemudian
menjadi anak buah keluarga Satomi di Nansoo dan bekerjasama untuk majikannya.
Jalan cerita pada alur yang sangat panjang itu tidak pernah ada yang
terputus-putus atau kacau sehingga memiliki daya tarik yang besar sekali.
Keseluruhan cerita dipaparkan dengan logika dasar hukum karma dan prinsip
menyanjung kebajikan serta menghukum yang jahat. Kalimat-kalimatnya baik dan
susunannya mengikuti susunan tujuh-lima seperti puisi.
Sebuah cuplikan dari Nansoo Satomi Hakkenden:
Inishie-no hito iwazu-ya, kafuku-wa azanau nawa-no gotoshi, ningen banji yuku toshite, Saioo-ga uma naranu hanashi. Sowa sai-sai-no yoru tokoro, hata wazawai-no fukusuru tokoro, kare-ni areba kore-ni ari, towa omoedomo, kanete yori, tareka yoku sono kiwami-o shiran. Awaremu beshi Inuzuka Shino-wa, oya-no yugon, katami-no meitoo, kokoro-ni umetsu, mi-ni tsuketsu, kanku-no naka-ni toshi-o hete, egataki toki-o eteshikaba, haru baru Koga-e motarashite, na-o age, ie-o okosubekarishi, sono fuku-wa ka-to, furikawaritaru murasame-no, yaiba-wa moto-no mono narade, wagami-o tsunzaku adatozo narishi, urami-o koko-ni toku yoshi-mo naku, koto kyuu-ni shite igai-ni ari, hatsuka-ni tooza-no hazukashime-o sakebaya-to omou bakari-ni amata-no kakomi-o kiri hirakite, Hooryuukaku-no yane-no ue-ni, yojinoboredomo tonikaku-ni, nogare saru beki michi-no nakereba, soko-ni hisshi-o kiwametaru, kokoro-no naka-wa ikanariken, omoiyarudani ito itamashi.
Bukankah orang dulu pernah berkata bahwa dalam hidup kita di duniawi ini malapetaka dan rezeki ibarat benang kusut yang tergulung-gulung menjadi satu, tidak bisa dipisah-pisahkan. Misalnya dulu ada cerita bahwa putera seorang kakek kakinya patah karena naik kuda, ini adalah malapetaka, tetapi kemudian ketika anak-anak muda ditarik menjadi tentara puteranya itu tidak sampai dijadikan tentara karena kakinya patah, maka ini adalah rezeki. Pendek kata kapan malapetaka atau rezeki akan menimpa kita atau akan datang kepada kita, sejak dahulu tidak ada orang yang mengetahuinya. Inuzuka Shino yang malang itu ketika ayahnya meninggal ia mendapat warisan pedang yang terkenal, ia ingat baik-baik pesan ayahnya dan setelah melalui waktu bertahun-tahun yang sulit, akhirnya ia mendapat kesempatan untuk memakai pedang itu. Ia membawanya ke Koga dengan tujuan untuk mengangkat nama keluarganya, tetapi rezeki yang seharusnya diperolehnya berubah menjadi malapetaka. Pedang yang dipegangnya bukanlah pedang terkenal yang bernama Murasame yang diwarisi dari ayahnya, melainkan adalah pedang Murasame palsu. Maka dari itu, pedang yang seharusnya menjadi kawannya kini menjadi musuhnya. Perasaan dengki dan dendamnya tidak bisa diterangkan disini karena hal itu terjadi secara mendadak dan di luar dugaan. Perasaan malunya pada waktu itu hendak dihindarkannya dan dalam waktu singkat ia hendak meloloskan diri dari kepungan musuh yang jumlahnya banyak sekali. Walaupun ia bisa memanjat ke atas atap Hooryuukaku, tetapi ia menoleh ke kanan kiri dan mengetahui tidak ada jalan yang bisa meloloskannya, ia memutuskan pasti akan mati di sini. Bagaimanakah perasaan hatinya pada waktu itu tidak bisa kita bayangkan dan sesungguhnya sangat kasihan sekali.
Comments
Post a Comment