Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Hyoron (Kritik Sastra)

Hyoron (Kritik Sastra)


16.  Hyoron (Kritik Sastra)


Dalam hal ini kritik sastra mengemukakan kanajo (Bab Pendahuluan) yang ditulis dengan huruf Kana dalam buku Kokinshu (Himpunan syair Dahulu dan Sekarang) yang ditulis oleh Kino Tsurayuki, merupakan bentuk pertama terciptanya kritik sastra Jepang dan buku Shosetsu Shinzui karya Tsubouchi Shoyo sebagai titik tolak dimulainya kesusastraan Jepang modern.


Bab pendahuluan dari Kokinshu

Kokinshu atau Shinkokinshu adalah kumpulan syair yang diterbitkan atas perintah Tenno, yang untuk pertama kalinya terbentuk pada awal abad ke-10. Kalimat pembukaan pada kanajo (Bab Pendahuluan) yang dikemukakan di sini berpusat pada penyusun Kino Tsurayuki, yang merupakan penjelasan dari karakter dan kegunaan atau potensi waka, mutlak adanya pengaruh terhadap perkembangan penulisan syair berikutnya sebagai kritik pertama terhadap kritik sastra puisi waka. Terutama pada bait pertama yang paling awal, karena waka mempunyai arti kata nihon no uta (Pantun Jepang), maka dalam hal ini Kino Tsurayuki menekankan bahwa syair seperti dalam Shinkokinshu mempunyai nilai tinggi.

Waka (pantun Jepang) sebagai ungkapan hati sanubari, dapat berkembang menjadi berbagai untaian kata-kata. Manusia dalam kehidupannya di dunia ini senantiasa ada kaitannya dengan benda atau perilaku. Untuk itu, segala sesuatu yang terpikir atau terasa dapat diungkapkan berupa untaian kata dan nada. Seperti suara kumbang yang hinggap pada bunga, atau apabila mendengar suara kuda nil, dapat dijadikan sebuah syair. Hal ini menunjukkan bahwa hidup manusia erat kaitannya dengan alam. Dengan wujud seperti itu berarti itulah kehidupan sesungguhnya di alam ini. Bilamana wujud hubungan itu dijadikan untaian nada dan lagu maka wujud itu seolah-olah sebuah kekuatan alam yang dapat menggerakkan jagad raya ini. Wujud tersebut dapat pula menggetarkan hantu yang tidak tampak atau dewa. Juga, hal itu dapat pula menciptakan hubungan antara pria dan wanita yang harmonis. Bahkan dapat meluluhkan hati seorang samurai yang paling ganas sekali pun. Jadi, apabila seluruh kejadian diuntai sebagai syair atau lagu maka syair itu dapat mengubah berbagai peristiwa dalam kehidupan manusia.


Shosetsu Shinzui (Intisari Novel)

Shosetsu Shinzui merupakan suatu teori sastra yang paling awal yang telah disajikan sebagai bahan pokok kesusastraan Jepang modern. Mengenai buku ini, Tsubouchi Shoyo telah mengubah derajat novel ke dalam peringkat kesusastraan di masa mendatang. Pemikiran paham psikologis yang realistis merupakan jawaban terhadap bentuk, fungsi, dan teori penulisan karya sastra novel. Pada masa sebelum mencapai kesempurnaannya dan selaku bentuk novel yang kongkret ditulis di Jepang, pengaruhnya besar sekali terhadap perkembangan kesusastraan pada zaman yang sama, bahkan untuk periode lalu ataupun periode selanjutnya.

Di bawah ini diperkenalkan satu paragraf pendahuluan yang sangat terkenal di kalangan masyarakat Jepang.

Teori utama dari sebuah novel adalah gambaran dari perasaan atau jiwa manusia. Perilaku atau adat-istiadat dari masyarakat mungkin merupakan tema yang kedua (disingkat). Perasaan atau jiwa manusia dapat menyelinap di hati sanubari yang mendalam, berarti dengan mengungkapkan kejujuran hati manusia merupakan kewajiban dari pengarang novel. Sekalipun mengungkapkan perasaan dan kejiwaan, apabila hal itu tidak lebih dari gambaran kulit luarnya saja, hal itu sama sekali tidak dapat dikatakan intisari dari novel. Kesadaran dari pengarang pada saat mengungkapkan perasaan manusia atau aspek kejiwaan sampai mencapai lubuk hati sanubari manusia, barulah novel itu dapat dikatakan benar-benar merupakan sebuah novel.



Baca: Buku Pengantar Kesusastraan Jepang

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau