Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
6. Kusazoshi
Kusazoshi merupakan nama jenis buku bergambar yang meliputi akabon, aobon, kurobon, kibyoshi, dan gokan. Bentuk bukunya kecil, berisi gambar-gambar yang pada bagian atas gambar-gambar tersebut terdapat tulisan (keterangan gambar) untuk merangkai cerita. Kusazoshi yang pertama kali terbit bersampul merah, disusul kemudian dengan buku gambar bersampul biru, dan setelah itu menurut warna sampulnya. Dengan kata lain, akabon adalah buku gambar yang sampulnya berwarna merah, aobon yang bersampul biru, dan kurobon bersampul hitam.
Buku gambar jenis ini mula-mula ditujukan untuk konsumsi anak-anak tetapi setelah menjadi kibyoshi, yakni buku gambar bersampul kuning, fungsinya berubah menjadi buku gambar bacaan orang dewasa. Kibyoshi muncul pertama kali pada tahun 1775 dengan judul Kinkin Sensei Eiga no Yume karya Koikawa Harumachi, yang berisikan lelucon dan sindiran-sindiran terhadap keadaan masyarakat. Selain itu, ada juga beberapa buku yang memiliki tema yang berbeda. Novel karya Santo Kyoden berjudul Edo Umare Uwaki no Kabayaki misalnya, bertema kehidupan pria hidung belang yang menganggap bahwa menyeleweng merupakan hal yang lumrah bagi orang Edo. Atau, sebuah novel lain yang menyorot kehidupan bushi yakni novel karya Hoseido Kisanji yang berjudul Bunbu Nido Mangokudoshi, yang menekankan bahwa seorang bushi disamping harus memiliki semangat dan teknik bushido yang tinggi, juga harus memiliki ilmu pengetahuan.
Akabon, aobon, dan kurobon yang hanya terdiri dari 1 atau 3 jilid (1 jilid terdiri dari 5 lembar/10 halaman), sesudah menjadi kibyoshi jumlahnya bertambah menjadi 8 sampai 10 jilid. Jalan ceritanya pun menjadi kompleks dan isinya bertambah banyak sehingga 5 jilid akhirnya digabung menjadi 1 jilid. Inilah yang disebut gokan dan populer pada akhir zaman Edo sampai permulaan zaman Meiji. Di antaranya yang terkenal adalah karya Shikitei Samba berjudul Ikazushi Taro Gokuaku Monogatari yang merupakan kisah petualangan tokoh Ikazuchi Taro, dan karya Ryutei yang bersumber dari novel terkenal Genji Monogatari namun dengan latar belakang masyarakat pada masa kekuasaan Shogun Ashikaga (abad 15-16) dan isinya yang disesuaikan dengan selera masyarakat pada waktu itu, misalnya dengan mengadakan penggantian pantun, yakni waka yang ada dalam Genji Monogatari dalam novel ini diganti menjadi haiku.
Baca: Buku Pengantar Kesusastraan Jepang
Comments
Post a Comment