Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
Bab II
GARIS BESAR STRUKTUR SOSIAL JEPANG PADA MASA TOKUGAWA
Pada Pertempuran Sekigahara (1600), Tokugawa Ieyasu unggul secara menentukan atas gabungan lawan-lawannya dan dengan demikian memantapkan dirinya sebagai penguasa tertinggi di seluruh Jepang. Pertempuran ini untuk mudahnya dianggap orang sebagai saat yang menandai awal masa Tokugawa, sedangkan jatuhnya Shogun Tokugawa terakhir dan berlakunya pemerintahan langsung oleh Kaisar Meiji (1868) menandai akhir masa itu. Kedua peristiwa tersebut tentulah hanya dua titik saja dalam proses sejarah yang sinambung, tetapi tak pelak lagi masa antara kedua peristiwa itu dari segi politik, sosial dan budaya merupakan masa yang besar artinya. Masa itu dibedakan mungkin secara sangat mencolok dari masa-masa sebelum dan sesudahnya oleh cirinya yang serba damai dan isolasi relatif dari dunia luar. Ciri-ciri ini bersama dengan kehidupan politik, sosial, budaya yang nampaknya statis cenderung menimbulkan kesan bahwa selama 268 tahun Jepang rasanya seperti melayang di udara; berada dalam keadaan mati suri, sampai akhirnya pada tahun 1868 masa beku itu terpecah dan seluruh dinamisme abad ke 16 yang penuh gairah merajalela lagi di dunia yang tanpa curiga. Namun demikian, tak ada ahli yang mempelajari masa tersebut akan setuju dengan pandangan semacam itu. Dia menyaksikan terbentuknya pasar nasional, keunggulan ekonomi uang, peningkatan urbanisasi, perbaikan sistem komunikasi, bertambah miskinya kelas samurai, bertambah banyaknya kaum pedagang, munculnya budaya seni dan kesusastraan baru yang lebih cocok bagi penghuni kota daripada bagi kalangan istana, rahib atau tentara, peningkatan semangat nasionalisme religius yang berpusat pada pribadi kaisar, penyebaran serangkaian sekte religius baru, dan lain-lainnya, yang kesemuanya ini menandakan bahwa dalam masa itu terjadi perubahan-perubahan sosial dan budaya yang luar biasa dan banyak di antaranya langsung membawa ke arah Restorasi 1868 dan Jepang baru yang muncul sesudahnya. Namun demikian, dia tak akan menolak bahwa beberapa ciri struktural tertentu dalam keluarga, kehidupan politik dan kelas sosial, serta banyak nilai dan gagasan secara relatif memang tetap tak berubah sepanjang periode itu. Ciri-ciri yang tetap itu memang cukup penting untuk membedakan masa ini dari masa-masa sebelum dan sesudahnya. Tetapi, dalam analisis kali ini penting kiranya untuk tidak membiarkan perhatian berlebihan pada ciri-ciri tetap ini sehingga menutupi perubahan-perubahan sangat penting yang terjadi terus menerus(1).
Garis besar struktur sosial masa Tokugawa ini akan diawali dengan gambaran sistem nilai, menurut penglihatan saya. Analisis sistem nilai ini akan dilakukan dengan memakai kategori-kategori yang telah diberikan pada Bagan 1 di atas. Analisis itu akan didasarkan atas asumsi bahwa sistem nilai sentral suatu masyarakat akan cenderung memberikan tekanan utama pada salah satu dimensi struktur sosial, meskipun tentu saja keempat dimensi itu semuanya harus diperhitungkan dalam masyarakat mana pun saja. Sebagaimana telah dikemukakan, saya mempunyai keyakinan bahwa nilai-nilai politis di Jepang memang menduduki tempat utama. Mengingat kerangka yang kita pakai di sini, ini berarti bahwa dimensi pencapaian tujuan (goal attainment) dalam struktur sosial merupakan dimensi yang sangat penting. Nilai-nilai yang mengatur ketiga dimensi struktur sosial yang lain, dalam pandangan ini, dilihat sebagai turunan dari atau sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai dari dimensi yang dominan(2).
Setelah menggambarkan sistem nilai, saya akan membahas keempat subsistem fungsional dari sistem sosial. Analisis lagi-lagi akan didasarkan atas kategori-kategori dasar dari Bagan 1. Subsistem-subsistem fungsional dipandang sebagai entitas analitis dan bukan struktur konkret. Artinya, suatu struktur konkret, seperti pemerintah Tokugawa, kendati terutama berfungsi secara politis, juga akan mempunyai fungsi ekonomis, integratif dan motivasional. Bahan faktual yang konkret dalam bagian-bagian ini diberikan bukan demi partikularitasnya sendiri, tetapi untuk melukiskan cara bagaimana fungsi dasar itu diwujudkan. Akhirnya, akan ada satu bagian yang akan membahas satuan struktural konkret yang berorientasi baik pada kenyataan-kenyataan situasional seperti daerah, kaitan biologis dan tradisi budaya, maupun pada tuntutan-tuntutan fungsional. Sementara saya yakin bahwa perubahan tentang sistem nilai dan subsistem-subsistem fungsional, kendati isinya serba ringkas, pada dasarnya mencakup keseluruhannya, satuan-satuan struktural yang dibahas di sini, sebaliknya, hanya merupakan sebagian kecil dari seluruhnya, dan apa yang dipilih itu pun hanya dibahas secara ringkas.
Bab ini akan ditutup dengan suatu percobaan untuk mengemukakan tempat dalam sistem sosial di mana religi dapat mempunyai pengaruh penting.
Baca: Buku Religi Tokugawa, Akar-akar Budaya Jepang
----------------------
(1) Dalam bab pendahuluan semacam ini, yang didasarkan pada seluruh bahan bacaan yang saya punyai tentang Era Tokugawa, tidaklah mungkin bagi saya untuk mencatat semua pernyataan atau fakta, atau bahkan untuk menyampaikan terimakasih kepada sumber yang dipakai sebagai dasar untuk melakukan interpretasi. Pembahasan umum tentang masa tersebut dalam tulisan Sansom, The Western World and Japan, dan tulisannya yang lain, Japan A Short Cultural History, dan buku yang berkaitan dengan ini dari Murdoch dan Takekoshi (lihat kepustakaan untuk semua kutipan dari buku yang disebut dalam catatan ini) merupakan sumber utama bagi data-data faktual, walaupun sejumlah buku dan tulisan lain tentang masa tersebut juga saya baca. Benedict dan Pelzel memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap saya ketika melakukan interpretasi. Saya dengan teliti selalu memberikan catatan setiap kali saya mengutip pendapat para pengarang tersebut, tetapi saya merasa bahwa dalam beberapa hal saya terlewat tanpa sengaja. Satu artikel dari John Pelzel, "The Small Industrialist in Japan", perlu secara khusus saya sebut. Saya baru membacanya setelah saya selesai menulis bab ini, tetapi ternyata di dalamnya mendekati apa yang saya kemukakan dalam bab ini, terutama yang berkaitan dengan aspek-aspek politik utama di Jepang. Hal ini sangat menarik karena kedua analisis tersebut berangkat dari dua bahan empiris yang berbeda dengan landasan teoritis yang sepenuhnya berbeda pula. Dalam interpretasi sosiologis tentang Jepang, terutama dalam perbandingannya dengan Cina saya banyak berhutang budi pada hasil karya Marion J. Levy, baik yang diterbitkan, maupun yang tidak.
(2) Contoh analisis semacam ini terhadap sistem nilai Amerika terdapat dalam makalah Talcott Parsons, "A Revised Analytical Approach to the Theory os Social Stratification" dalam bukunya Essays in Sociological Theory (edisi revisi).
Comments
Post a Comment