Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
BAB 2
STRUKTUR DALAM KELOMPOK
Kita telah melihat bagaimana suatu kelompok yang keanggotaannya didasarkan atas posisi orang per orang menurut situasi tertentu dalam suatu kerangka umum cenderung menjadi satu dunia yang tertutup. Di dalamnya masa persatuan dipererat dengan keikutsertaan para anggota secara emosional dan total, sehingga memperkuat pula solidaritas kelompok itu. Pada umumnya, kelompok semacam itu memiliki struktur umum, organisasi dalam yang mengikat para anggota secara vertikal pada tata susunan yang bertingkat-tingkat dan rumit.
Sebelum saya memaparkan garis besar struktur dalam atau organisasi dalam tersebut,saya kemukakan seperangkat konsep yang efektif sebagai dasar analisa pembicaraan berikutnya. Dalam arti abstrak, tipe pokok hubungan antarmanusia dapat dibagi-bagi menurut cara mengatur berbagai ikatan, menjadi dua kategori: vertikal dan horisontal. Kedua kategori ini bersifat linear. Konsep dasar ini dapat diterapkan pada macam-macam hubungan antarpribadi. Misalnya, hubungan anak dan orang tua adalah vertikal, hubungan antara saudara kandung adalah horisontal; hubungan antara atasan dan bawahan adalah vertikal, sedang hubungan antar rekan sejawat adalah horisontal. Kedua jenis hubungan itu merupakan faktor yang amat penting dalam tata hubungan dan merupakan inti struktur suatu kelompok. Bergantung pada masyarakatnya, kelihatan bahwa salah satu jenis hubungan dalam masa tertentu memiliki fungsi yang lebih penting daripada jenis hubungan lainnya, tetapi kadang-kadang kedua faktor itu sama fungsinya.
Bila kita andaikan suatu kelompok sosial mencakup para anggota yang bermacam-macam atributnya, metode untuk menghimpun para anggota, yang penting harus didasarkan atas hubungan vertikal. Dengan kata lain, sistem vertikal mengikat A dan B yang berbeda kualitasnya. Bila orang-orang yang memiliki atribut tertentu yang sama membentuk suatu kelompok maka hubungan horisontal berfungsi karena adanya kualitas yang sama. Secara teoritis, ikatan horisontal di antara mereka yang berasal dari lapisan yang sama berfungsi dalam perkembangan kasta dan golongan, sementara ikatan vertikal berfungsi dalam pembentukan gugusan yang lebih menekankan susunan hirarki atas-bawah.
Untuk melukiskan mode-mode konfigurasi sosial yang berlawanan ini saya kemukakan contoh sederhana. Seseorang dipekerjakan dalam kedudukan tertentu dan juga merupakan anggota masyarakat desa. Secara teoritis itu menjadi anggota dua macam kelompok: yang satu kelompok kedudukannya (atribut) dan yang lain kelompok desa (kerangka). Bila fungsi kelompok kedudukan lebih kuat maka suatu kelompok kedudukan efektif akan terbentuk melintasi batas-batas pedesaan, jadi terbentuklah suatu lapisan horisontal khusus yang dalam kadar tertentu memperlemah kepaduan masyarakat desa. Sebaliknya, bila kepaduan masyarakat desa kuat luar biasa, hubungan antaranggota kelompok kedudukan akan diperlemah, dan dalam kasus yang ekstrem, unit desa dapat memecah belah para anggota kelompok kedudukan. Ini merupakan kecenderungan dasar yang kuat dan bertahan dalam masyarakat Jepang, cerminan suatu konfigurasi sosial yang berlawanan dengan konfigurasi masyarakat kasta Hindu. Bagi para petani Jepang, satu desa (kelompok lokal) selalu merupakan kelompok khusus yang pertama-tama mengikat mereka sebagai anggota. Pada Abad Pertengahan ketika suatu kuil Budha yang besar membentuk masyarakat fungsional yang mencakup orang-orang dari berbagai kedudukan di samping para petani yang tinggal di wilayah kuil itu, masyarakat itu berfungsi menjadi semacam kelompok mandiri yang melayani setiap kelompok kedudukan tanpa hubungan fungsional dengan kelompok serupa yang ada di luar masyarakat itu. Misalnya, tukang kayu dari kuil X tak pernah pindah ke masyarakat kuil yang lain dan situasi itu persis sama dengan kelompok kedudukan dalam suatu lembaga modern. Di sepanjang sejarah Jepang, kelompok mata pencaharian semacam gilde yang merentas batas macam-macam lembaga dan kelompok lokal tidak begitu berkembang bila dibandingkan dengan yang ada di Cina, India dan negara-negara Barat. Harus diingat pula bahwa suatu serikat buruh di Jepang selalu terbentuk pertama-tama oleh lembaga, misalnya suatu perusahaan yang mencakup para anggota dari segala macam kualifikasi dan kekhususan, seperti para pekerja pabrik, kerani kantor dan para insinyur.
Dalam masyarakat seperti ini suatu kelompok fungsional selalu terdiri dari unsur-unsur yang heterogen, dan kaidah yang mengikat unsur-unsur ini secara dominan selalu diwarnai oleh tata susunan vertikal. Tentu saja, di kedua macam konfigurasi sosial itu terdapat tata susunan hirarkis dengan berpadunya macam-macam kelompok. Tetapi bila setiap kelompok mata pencaharian terbentuk sedemikian sehingga menembus batas macam-macam lembaga, kelompok itu akan memiliki otonomi dan kekuatan yang memungkinkannya bersaing dengan berbagai kelompok lainnya. Dalam situasi semacam ini ideologi tentang pembagian tenaga kerja perlu dikembangkan secukupnya untuk mengimbangi atau menanggapi ideologi hirarkis. Tetapi bila kelompok mata pencaharian yang ada dalam suatu kelompok lembaga sedikit anggotanya, mereka akan terasing dari rekan-rekan yang menjadi anggota kelompok lain dan ada kecenderungan tata susunan hirarkis untuk mendominasi kelompok itu dan otonomi kelompok mata pencaharian tersebut condong menurun; pangsa-pangsa yang kecil dan terasing menjadi tunduk pada cara kerja kelompok lembaga di mana mereka menjadi salah satu bagian saja. Ini mengakibatkan timbulnya tata susunan vertikal dalam organisasi kelompok.
Baca: Buku Masyarakat Jepang
Comments
Post a Comment