Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Perkembangan dan Apresiasi Kesusastraan Jepang

Perkembangan dan Apresiasi Kesusastraan Jepang


                                                       BAB 5

                  PERKEMBANGAN DAN APRESIASI KESUSASTRAAN JEPANG



A. Puisi


1.  Waka (Puisi Jepang)


Waka adalah puisi Jepang yang sudah mempunyai bentuk dan susunan tertentu. Waka lahir pada zaman Jodai. Pada awal zaman ini belum dikenal sistem tulisan, karenanya waka hanya disampaikan secara lisan. Barulah setelah Jepang mengimpor tulisan Kanji dari Tiongkok, waka dapat ditulis dengan tulisan yang pada saat itu disebut manyogana. Puisi Jepang ini pada zaman Jodai terdapat dalam suatu buku kumpulan puisi yang disebut Manyoshu. Tidak berlebihan jika Manyoshu dikatakan sebagai sumber dan jantung dari puisi Jepang untuk zaman-zaman berikutnya sampai sekarang. Setelah zaman Jodai, waka ditulis dengan huruf Kanji dan huruf Kana.

Berikut ini akan kita lihat sebagian puisi-puisi yang terdapat dalam Manyoshu. Puisi pertama adalah puisi dari Arimano Miko, seorang pangeran dan keponakan dari Saimei Tenno.
Iwasiro no hamamatsu ga eo hikimu subi
Masukuku araba matakaheri mimu
Dengan mengikat daun cemara yang tumbuh di pantai Iwashiro, aku berpikir, seandainya jiwaku selamat aku pasti dapat melihatnya kembali.
Ieni areba keni moro ihi o
Kusamakura tabinishia reba
Shihino ha ni moru
Andaikan aku di rumah, dapat makan dengan perlengkapan makan yang baik, tetapi karena dalam perjalanan, maka aku harus dapat menerima walau harus makan beralaskan daun.

Berikut ini adalah puisi dari Tenji Tenno, yang menceritakan tentang legenda tiga gunung yang sangat menarik hati orang-orang pada masa kekuasaannya.
Kaguyama wa unebi o oshito
Miminashi to ahiara sohiki
Kamiyo yori kakuni arurashi
Ini shihe mo shikan arekoso
Utsu semi mo tsuma o arashohurashiki
Gunung Kagu yang menyayangi Gunung Unebi bertengkar dan bersaingan dengan Gunung Miminashi.
Setelah datang dewa gunung ke tempat tersebut, pertengkaran yang telah terjadi sejak lama itu dapat didamaikan.
Dalam dunia manusia pun adakalanya terjadi persaingan dan pertengkaran dalam merebut/memiliki hati seorang wanita.
Wata tsumino toyohata gomoni
Irihi sashi koyo hi no tsukiyo
Masa yakani koso 
Sinar matahari yang menyinari laut melalui celah-celah awan yang tebal dan terbentang luas di atas lautan.
Mungkin pada malam ini akan terjadi terang bulan yang cantik menawan.

Puisi berikut ini adalah puisi Nukadano Okimi, seorang penyair wanita dan keluarga istana.
Nigitazu ni funa nori semuto
Tsuki mate ba shiomo kanahinu
Ima wa kogi den a
Inilah saat yang paling tepat untuk berangkat
Pada saat sinar bulan purnama dan angin laut bertiup kencang
Marilah kita mulai menolak kapal dari Pelabuhan Nigitazu ini
Umazake miwa no yana
Ao ni yoshi nara no yama no
Yama no mani ikakura madeni
Tsubara ni mo mitsusu yukamu o
Shiba shiba mo misakemu yama o
Kokoro naku kumo no kaku so u beshi ya
Gunung Miwa yang rupanya seperti Gunung Nara
Sampai tertutup di antara gunung-gunung
Sampai dapat liku-liku jalan yang tak ada habisnya
Sesungguhnya aku ingin pergi dengan hati puas memandang ini semua
Sesungguhnya ingin rasanya berulang kali memandangi gunung itu
Tiba-tiba awan tebal menyelimutinya
Ku tak kuasa untuk melarangnya menutupi gunung itu
Miwa yama o shikamo kakusuka
Kumodani mo kokoro aranamu
Kakusou beshi ya
Mengapa kau menyelimuti Gunung Miwa seperti itu
Kau, awan, tak mengertikah perasaanku ini
Ku tak kuasa melarangmu

Puisi berikut adalah puisi dari penyair Kainomoto no Hitomaro. Penyair ini bekerja di istana Kaisar pada saat kekuasaan Jiti Tenno sampai diganti dengan Mombu Tenno. Penyair Hitomaro merupakan seorang penyair yang terkenal dalam Manyoshu dan banyak meninggalkan puisi-puisi yang bernilai tinggi.

Maku sakura arano ni haredo
Momiji ba no suginishi kimi ga
Kata mito zokoshi
Di sini adalah Arano tempat beliau berburu
Beliau yang telah wafat, seperti daun-daun
Momiji berguguran
Maka kami datang ke tempat ini untuk mengenang beliau
Omiya wa koko to ki kedomo
Oho tono wa koko to iedomo
Haru ku sano shigeku ohitaru
Ka sumi tatsu haru hi no kireru
Momoshi ki no omiya dokoro
Mireba kana shimo
Aku dengar bahwa di sini adalah bekas istana
Tempat bangunan istana yang megah
Tapi kini telah ditumbuhi oleh alang-alang yang ditutup angin musim semi
Kalau melihat wajah Omiya kini sangat menyedihkan
Sasa na mi no shiga no Karasaki
Sakiku aredo omiya bito no
Funa machi kanetsu
Di daerah Shiga maupun Karasaki ini sudah begitu berubahnya wajahmu
Ibu kota pun sudah tak ada lagi menanti kapal-kapal orang Omiya
Omi no umi yuu nari chidori
Naga nake ba kokoro mo shi non
Ini shie omohoyu

Penyair Yama Deno Aka Hito juga merupakan penyair yang terkenal setelah zaman penyair Hitomaro. Dia pun merupakan penyair keluarga istana. Puisinya adalah sebagai berikut.
Nubaroma no yono tuke yukeba
Hi saki ofuru kiyoki kawara ni
Chidori shibana ku
Di malam gelap yang semakin larut
Pada pohon hisaki di pinggir sungai yang tenang
Terdengar kicau burung Chidori nan sedih

Penyair Yamanoue no Okura adalah penyair yang banyak membuat puisi tentang cinta pada anak-anak dan tentang masalah kehidupan yang agak unik, dibandingkan penyair-penyair lain di dalam Manyoshu.

Terjemahan kata pendahuluan dari puisi "Okura".
Syakyamuni mengatakan bahwa manusia yang hidup di dunia ini harus kasih-mengasihi. Beliau sendiri sebelum menjadi Budha, mempunyai anak dan beliau sangat menyayangi anaknya. Perasaan cinta terhadap anaknya sama dengan perasaan cinta terhadap umatnya. Pernah pada suatu ketika beliau berkata, bahwa tidak ada suatu cinta yang melebihi segala sesuatu selain kecintaan terhadap anak. Orang besar seperti Syakyamuni saja mempunyai perasaan mencintai anaknya melebihi segala sesuatu, apalagi manusia seperti kita ini. Siapa yang tak mencintai anaknya sendiri.

Puisinya adalah sebagai berikut.
Urihamera kodomo omohoyu kurihamera mashite shinubayu
Izukuyori kitari shimonoso manakahi ni
Motonakakarite yasuri shinasanu
Jika makan uri (labu), dengan sendirinya teringat akan anaknya. Jika makan kuri (buah berangan), semakin teringat akan anaknya. Sehingga ingatan terhadap anaknya tak  pernah hilang walaupun hanya sekejap saja. Kadang-kadang tidak dapat tidur dengan nyenyak, oleh karena memikirkan anaknya. Begitu besar kecintaan terhadap anaknya.
Shirogene mo kuganemo tama mo hanisemuni masareru takara koni shikameyamu
Perak maupun emas atau permata macam apa pun, tak berharga dibandingkan dengan seorang anak. Anak itu tidak dapat ditukar dengan harta yang bagaimana banyaknya, karena cinta pada anak melebihi segala sesuatu. 
Yononaka no subenekimono wa toshi tsuki wa naga ruru
Gotoshi toritsuzuki oikurumono wa momokusani
Semeyorikitaru otomeraga otome sabisuto karatama o
Akamosu sobiki yochorato tatazusawarite asobikemu
Tokinosakari o todomikane sugushiyaritsure minanowata
Kagurokikamini itsunomaka shimone hurikemu tsunenarishi
Emahi mayobiki saku hana no utsurini keri yononaka wa
Kakunominarashi masurao no otokosabisuto tsurugitachi
Koshini torihaki satsuyumi o tanagiri mochite akagoma ni
Shitshu kurauchi oki hainorite asobiarukishi yononakaya
Itadori yorite matamedeno tamade sashikae saneshiyono
Kayukebahitoni itohae kayukeba hitoninikumae oyoshio wa
Kokunominarahi tamakiharu inochi oshokedo
Semusubemonashi
Di dunia ini hal yang tidak bisa kita hentikan adalah berlalunya waktu, dan yang datang bertubi-tubi adalah sebuah kesusahan. Seperti halnya gadis-gadis muda yang bersolek dengan memakai perhiasan, dan bersenda gurau dengan rekan-rekan sebayanya, begitu bahagianya mereka tanpa mengetahui bahwa kecantikan dan kemudaannya akan dimakan waktu. Juga seperti halnya seorang pemuda yang gagah perkasa menyandang sebuah pedang dan membawa panah di tangannya untuk siap berburu, dengan menunggang kuda yang berlari dengan kencangnya. Orang-orang muda ini tidak menyadari bahwa masa-masa seperti ini tidak akan terus berlangsung dan akan cepat berlalu. Seperti halnya aku, masa muda yang indah tidak berlangsung lama, tetapi begitu cepatnya diriku menjadi tua dan menjadi orang yang tak berguna. Aku mengeluh akan nasib yang buruk ini. Aku tak ingin mati tetapi hidupku merana tanpa ada kesenangan. Beginilah wajah seorang tua yang tak berdaya lagi.
Toki wa nasa kakushi mogamoto omohedomo yono koto nareba
Todomo kanetsumo
Andaikata manusia itu dapat berubah menjadi batu karang, alangkah bahagianya, karena tak berubah bentuknya dimakan usia. Nasib yang telah ditentukan di dunia ini tidak dapat berubah, karena sudah merupakan suratan Tuhan.

Waka zaman Heian yang dapat diperkenalkan terdapat pada kumpulan waka yang disebut Kokinshu. Berbeda dengan Manyoshu, Kokinshu dibuat atas perintah Tenno dan oleh karena pada zaman Heian lebih populer mengenai kanshibun (puisi Cina) khususnya di kalangan kaum bangsawan sehingga dapat dikatakan waka mengalami kemunduran, tetapi walaupun demikian waka masih ditulis oleh orang-orang yang berniat melanjutkan karya Manyoshu. Dengan terbentuknya abjad Hiragana dan Katakana — yang merupakan abjad Jepang asli — pada zaman ini, memberikan pengaruh yang besar dalam perkembangan kesusastraan asli Jepang. Pengungkapan jiwa orang Jepang melalui waka lebih cocok daripada melalui kanshibun. Puisi dalam kumpulan ini ditulis oleh beberapa penyair seperti Kino Tsurayuki, Kinotomori, Ooshi Kouchi no Mitsune, dan Mibuno Tadamine.

Puisi Kokinshu dapat dibagi dalam tiga periode. Periode pertama adalah periode di mana nama pengarang tidak diketahui (Yomi Hito Shirazu).
Contohnya: 
Kasu gano wa kyoowa na yaki so wakagusa no tsuma mo
Komoreri wa remo komoreri
Untuk hari ini janganlah membakar rumput di ladang Kasuga, karena aku dan istriku berada di balik tumpukan rumput itu.
Sugaro naku aki no hagi wara asa tachite tabi yuku hito
O itsutuka matamu
Aku akan menantimu selalu yang telah meninggalkan Hagi Wara pada musim gugur ketika kumbang Sugaru ramai berbunyi, oleh karena aku yakin entah kapan engkau akan kembali lagi.

Periode kedua adalah periode enam orang penyair (Rokkasen Jidai). Ada enam penyair yang terkenal pada masa itu, yaitu Ari Warano Nari Hira, Sojo Henjo, Onono Komachi, Otomono, Kuronushi Funga no Yasu Hide, dan Kisen Hoshi.

Ari Warano Nari Hira adalah penyair pria yang berwajah tampan dan suka bergaul dengan wanita. Ia pun merupakan orang yang sangat emosional. Puisinya adalah sebagai berikut. 
Tsukiya aranu haru ya mukashi no harunaranu waka mi
Hitotsu wa motono mishite
Bulan yang bersinar pun bukanlah bulan yang dahulu
Musim semi yang datang pun bukan musim semi yang dulu
Tapi hanya hatiku yang tak berubah masih seperti dahulu

Sojo Henjo sebelum menjadi pendeta, dikenal sebagai sastrawan yang hasil karyanya bersifat halus dan disertai humor, serta menggunakan teknik yang tinggi dalam pembuatan puisinya.
Hachi suha no nigori ni shinanu kokoro mote nanika wa
Tsu yu o tama azamuku
Merekahlah hati seperti bunga teratai yang tumbuh di atas lumpur dan tetap bersih tanpa dikotori lumpur, ia memperlihatkan titik embun di atas daunnya sebagai permata.

Onono Komachi adalah penyair wanita yang cantik sekali, dan membuat banyak laki-laki menderita karenanya. Walaupun Komachi merupakan penyair wanita yang memiliki daya tarik yang amat sangat, tetapi ia tidak menikah sepanjang hidupnya.
Puisinya sebagai berikut.
Itosemete koishiki tokiwa ubatama no
Yoruno koromo o Kae shite zo kiru
Ketika aku sangat merindukannya, aku tidur dengan memakai pakaian tidur secara terbalik agar kekasihku muncul dalam mimpiku.
Hana no iro utsurini kerina itazurani
Waga mi yoni huru nagame sesimani
Dengan berlalunya waktu, bunga pun semakin pudar
Dengan turunnya hujan yang terus-menerus dengan derasnya, sehingga belum sempat kupandang, bunga itu sudah gugur.

Periode ketiga adalah periode empat orang penyunting (Senja No Jidai). Di dalam Kokinshu yang terbanyak adalah gubahan Kino Tsurayuki. Dia mempunyai keahlian dalam menggunakan teknik mengekspresikan perasaannya. Kino Tsurayuki lebih tepat dikatakan sebagai penyair yang rasional. Dia pun sangat mahir dalam menggunakan kaketoba (kata-kata yang fungsinya menghubungkan). Makura kotoba (kata yang mempertegas kata berikutnya) adalah ciri khas puisi Kokinshu pada umumnya. Puisi Kino Tsurayuki adalah sebagai berikut.
Musubu teno shuzukani nimou yamano ino
Akademo hitoni kaere nurukana
Meneguk air dari sumur di gunung, sebelum bisan harus berpisah.
Kusumidaci kino me mo haruno yuki tureba
Hana naki sato mo hana zo chiri keru
Ketika kabut dan pohon-pohon mulai bertunas menandakan tibanya musim semi, di desa yang tidak berbunga pun apabila salju turun kelihatan seperti bunga-bunga yang berguguran.

Ashikouchi no Mitsune dikenal sebagai penyair yang polos, yang terbuka mencetuskan isi hatinya melalui puisi. Oleh karena itu, dalam pembuatan puisinya dia tidak menggunakan teknik penulisan sehingga terasa suatu perasaan yang hidup.

Sementara dua orang penyair lain, yaitu Tomonori dan Tadamine, kurang pandai dibandingkan dengan Tsurayuki dan Mitsune.
Contoh puisi Mitsune.
Yo osamumi ako hatsushima o hara itsustu
Kusano makurani tabineno
Malam bertambah larut, bertambah dingin, sambil membuang bunga es yang berada di atas rumput aku tidur di tempat itu.

Puisi pada zaman pertengahan yang terkenal adalah puisi dari kumpulan puisi Shinkokinshu dan di antara penyair-penyair yang menonjol adalah Fujiwara Teiko.
Puisinya adalah sebagai berikut.
Haru no yono yume no ukihashi todaeshite
Mine ni wakaruru yokogumo no sora
Suatu pagi di musim semi ketika aku menengadah ke langit setelah terbangun dari mimpi hampa, gumpalan awan memanjang menjauhi gunung tenang melayang.
Tama yura no tsu yu mo kouru yadono aki zake.
Ketika aku menangis karena rindu. Rindu pada ibuku yang telah tiada, angin musim gugur bertiup melaju. Menggugurkan embun di daun lenyap senyap entah ke mana.

Penyair-penyair yang terkenal pada zaman pramodern di antaranya adalah Kamono Mabuchi dan Ozawa Roan. Puisi Kamono Mabuchi mengarah ke Manyoshu dan Shinkokinshu. Kumpulan puisi waka yang ditulisnya adalah Kamono Okashu.
Puisi Kamono Mabuchi adalah sebagai berikut.
Nihodori no katsu shika wase no nii shibori
Kumi tsutsu oreba tsuri katamo kinu
Apabila seseorang minum sake yang dibuat dari beras/padi baru di Katsushika, dengan tidak disadari hari telah menjadi malam.
Shinano naru sugano arano o tobu sagi no
Tsubasa mo i tawani fuku akashikana
Burung bangan di Shinano (Nagano) sayapnya menjadi mekar karena ditiup angin padang rumput yang kencang.

Contoh puisi Ozawa Roan adalah sebagai berikut.
Oigawa tsukito hana tono oboroyoni
Hitori kasumanu namino otokana
Suatu malam di musim semi di Oigawa (Sungai di Kyoto) bunga sakura sedang berkembang dan bulan memancarkan sinarnya, sedangkan air di sungai memperdengarkan suara gemerciknya, mendengar ini seorang diri serasa seperti suara ombak di laut.


Baca: Buku Pengantar Kesusastraan Jepang 

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau