Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Aliran Naturalisme

Aliran Naturalisme


e.  Aliran Naturalisme


Pengaruh Emile Zola

Naturalisme dalam kesusastraan Jepang tumbuh sebagai akibat dari pengaruh pengarang Perancis penganut aliran Naturalis bernama Emile Zola. Pengaruh Zola ini lebih cepat dikenal dengan munculnya sebuah buku berjudul Ishibigaku berisikan tentang naturalis Estetik. Mori Oogai, Kosugi Tengai dan Nagai Kafuu kemudian memasukkannya ke dalam karya-karya sastra yang mereka tulis.

Zola menjelaskan dalam novel Jikken Shoosetsuron (Le Roman Experimentale, 1880) yaitu sebuah novel yang berisikan peristiwa percobaan pengobatan, salah satu teori realisme yang berpegang pada data ilmu pasti secara teliti. Berdasarkan teori ini di Jepang juga berkembang penulisan novel melalui pendekatan ilmiah. Sejalan dengan pengaruh teori tersebut yang melukiskan sesuatu berdasarkan pada kenyataan apa adanya, aliran naturalis lambat laun sangat berpengaruh dalam penulisan karya sastra di Jepang.

 

Masa Pertumbuhan Aliran Naturalis

Kosugi Tengai mendapat pengaruh besar dari Zola, seperti terlihat dalam novelnya Hatsu Sugata (Wajah Pertama), kemudian Hayari Uta (Lagu Populer). Dalam kata pendahuluan novel Hayari Uta kelihatan sekali bahwa dia sangat menjunjung tinggi paham Naturalisme. Pada bagian awal novel Jigoku no Hana (Bunga Neraka) karya Nagai Kafuu juga terlihat kecenderungan untuk mengikuti Zolaisme. Selain itu, Tayama Katai juga memperkenalkan pengarang Perancis yang menganut aliran naturalis dalam bukunya berjudul Juuemon no Saigo (Akhir Hidup Juuemon).


 

Shimazaki Tooson

Shimazaki Tooson memulai karirnya sebagai penyair yang memperkenalkan karya-karyanya melalui majalah kesusastraan bernama Bungaku Kai. Tetapi dengan karyanya yang pertama yaitu novel Haikai (Melanggar Petuah) yang ia terbitkan atas biaya sendiri, nyatalah bahwa dia telah berubah menjadi penulis novel. Haikai melukiskan tentang rahasia pribadi manusia modern yang mengalami kehidupan yang resah karena harus menyembunyikan suatu rahasia, tetapi berakhir dengan bentuk pengakuan pelakunya. Pengungkapan masalah sosial dengan latar belakang kehidupan manusia di pedesaan yang dipaparkan secara terperinci membuat novel ini lebih menarik. Bersama-sama dengan novel Futon (Kasur) karya Tayama Hatai, Haikai merupakan pelopor kesusastraan naturalisme di Jepang. Setelah Haikai Tooson menulis Haru (Musim Semi), Ie (Rumah) dan Shinsei (Hidup Baru) yang merupakan novel panjang dan berorientasi pada kehidupan pribadinya, yang ditulis dengan bentuk naturalisme. Isi novelnya mempunyai tema yang sangat luas, berdasarkan cinta sesama manusia. Mungkin karena sebelum menjadi pengarang novel, Shimazaki Tooson adalah seorang penyair, karya-karyanya ini ditulisnya dengan gaya bahasa yang puitis. Selain menulis novel yang panjang, dia juga menulis novel yang pendek seperti Nobijitaku (Persiapan yang lama) dan Arashi (Badai).

Bagian awal novel Haikai adalah sebagai berikut,

Rengeji dewa geshuku wo kaneta. Segawa Ushimatsu ga kyuuni yadogae wo omoitatte, kariru koto ni shita heya to iu no wa, sono kuri tsuzuki ni aru nikai no kado no tokoro. Tera wa Shinshuu Shimomi no Chigoori Iiyama choo Nijuu nan-kadera no hitotsu, Shinshuu ni fuzoku suru kosetsu de, choodo sono nikai no mado ni yorikakatte nagameru to, ichoo no daiki wo hedate, Iiyama no machi no ichibubun mo mieru. Sasuga Shinshuu dai ichi no Bukkyoo no chi, kodai wo me no mae ni miruyoona kotokai, kiina kitagunifuu no yazukuri, itabuki no yane, mata wa tooki no yuki toke to shite, shiyoo suru tokubetsu no nokibisashi kara, tokoro dokor ni takaku arawareta jiin to juuki no kozue made… subete furumekashii machi no arisama ga koo no keburi no naka ni tsutsumarete mieru. Tada hitokiwa medatte kono mado kara nozomareru mono to ieba, gen ni Ushimatsu ga hooshoku shite iru sono shoogakkoo no shiroku nutta tatemono de atta.

Ushimatsu ga yadogae wo omoitatta no wa, jitsu wa hanahada fukai ni kanzuru koto ga ima no geshuku ni okotta kara de. Mottomo makanai ga yasuku nakereba, dare mo konna heya ni manzoku suru mono wa nakaroo.  (Haikai)


Ruang bangsal kuil Rengeji yang luas dijadikan juga sebagai tempat pemondokan. Kamar yang akan ditempati Segawa Ushimatsu berada di sudut tingkat dua bangsal ini. Kuil Rengeji adalah salah satu kuil tua dari kira-kira 20 kuil besar di desa Iiyama, Shimominochigoori, provinsi Shinshuu. Dari jendela tingkat dua itu, sambil bersandar ia dapat melihat pemandangan sebagian desa Iiyama, dari sela-sela pohon ichoo (kipas) yang tinggi. Desa Iiyama adalah kota agama Budha nomor satu di Shinshuu, dapat kita lihat dari pemandangannya yang melambangkan keagungan abad pertengahan. Ciri-ciri khas bangunannya sama dengan bangunan-bangunan rumah di daerah utara, yaitu beratapkan sirap yang dibuat curam agar salju mudah meluncur ke bawah pada musim dingin. Diselingi pohon-pohon yang tinggi, di sana sini tampak menjulang tinggi atap-atap kuil. Suasana desa tua ini semuanya menggambarkan peninggalan yang berbau kebudayaan kuno. Hanya ada satu bangunan yang menyolok kelihatan dari jendela ini yaitu gedung sekolah dasar yang dindingnya bercat putih, tempat Ushimatsu sekarang mengajar.

Mengapa Ushimatsu mendadak memutuskan pindah, sebenarnya karena perasaan tidak enak telah melukai hatinya di tempat yang lama. Sedangkan di kuil Rengeji ini kalau bukan karena sewanya yang memang murah, mungkin tidak seorang pun akan merasa puas dengan keadaan pemondokan seperti ini.  
(dari Haikai)

 

Tayama Katai

Melalui novel Futon yang materinya bersendikan pada kehidupan pribadi yang ditulis dengan berterus terang, menjadikan Tayama Katai seorang pelopor Naturalisme. Dalam karya lainnya Inaka Kyooshi (Guru Sekolah Desa) ia mengemukakan sifat yang tegas realistis serta menggambarkan lukisan nyata yang biasa terjadi dalam kehidupan manusia, menyebabkan dia terkenal sebagai seorang kritikus dalam dunia sastra naturalisme bersama-sama dengan Hasegawa Tenkei, Shimamura Hoogetsu dan Iwano Hoomei.

 

Hakuchoo dan Shuusei

Pelopor naturalisme lainnya dikenal juga Masamune Hakuchoo dan Tokuda Shuusei. Hakuchoo menulis novel yang bertemakan kehidupan manusia yang senantiasa merasa dirinya melarat tidak punya apa-apa. Beberapa karangannya antara lain adalah Doko e (Mau kemana?) Doro Ningyoo (Manusia Kotor) dan Irie no Hotori (Di tepi sebuah teluk).

Shuusei adalah salah seorang murid Ozaki Kooyoo, akan tetapi dia berhasil diakui sebagai salah seorang pengarang aliran naturalis setelah dia menulis novel Arajiyotai (Keluarga Baru). Selain itu dia juga menulis buku-buku lain misalnya Ashi Ato (Jejak Kaki), Kabi (Jamur), Tadare (Buduk) dan Arakure (Gadis Binal). Dalam menulis karyanya dia selalu menggambarkan lukisan kehidupan yang suram dan dicetuskan dengan kata-kata yang singkat dan sederhana tetapi melukiskan apa adanya dalam keadaan yang wajar. Dia sering mengambil inspirasi dari kehidupan rakyat jelata dengan sistem pemaparan yang realis dan dilukiskan dengan terperinci mungkin. Cara inilah yang menjadi dasar penulisan Novel Aku sejak akhir Zaman Taishoo.

Di samping itu ada juga dua orang lagi pengarang yang dapat dimasukkan dalam lingkungan pengarang naturalisme yaitu Mayama Seika dengan novelnya Minami Koizumi Mura (Perkampungan Kozumi Selatan) dan pengarang bernama Iwano Hoomei dengan karyanya Tandeki (Pedihnya Cinta) dan Hooroo (Mengembara) dan lain-lain yang terdiri dari lima bagian.

Nama-nama pengarang dan kritikus naturalisme di Jepang,
  • Novel  :  Kosugi Tengai, Shimazaki Tooson, Tayama Katai, Masamune Hakuchoo, Tokuda Shuusei, Iwano Hoomei, Mayama Seika.
  • Kritik  :  Shimamura Hoogetsu, Hasegawa Tenkei, Tayama Katai, Iwano Hoomei.



Aliran Kiseki

Ciri-ciri kesusastraan naturalisme adalah membeberkan keadaan yang nyata yang ada di sekeliling kita. Agak berlainan dengan cara seperti itu, di dalam majalah terbitan Waseda yang berjudul Kiseki, kita bisa melihat suatu gaya yang melukiskan sesuatu yang tersembunyi yang berhubungan dengan unsur psikologis seseorang. Ceritera-ceritera yang demikian antara lain ditulis oleh Hirotsu Kazuo, Tanizaki Seiji, Kasai Zenzoo, Sooma Taizoo dan lain-lain. Aliran ini timbul karena pengaruh kesusastraan Rusia pada akhir abad ke-19. Penulis-penulis ini semua kemudian bernaung dalam sebuah wadah yang disebut Waseda Bungaku (Kesusastraan Waseda).

 

Shishoosetsu (Novel Aku) dan Shinyooshoosetsu (Novel Psikologis)

Timbulnya pengaruh aliran naturalis dari pertengahan hingga akhir Zaman Taishoo (sekitar tahun 1920-an), mendorong munculnya Shishoosetsu dan Shinkyooshoosetsu, seperti karya Uno Kooji, Kasai Zenzoo, Hirotsu Kazuo dan lain-lain. Temanya adalah pengutaraan pengalaman-pengalaman yang bersumber dari keadaan kehidupan sehari-hari pengarangnya. Dalam novel Shishoosetsu digambarkan keadaan yang makin memburuk dan biasanya berakhir dengan tragedi, sedangkan dalam Shinkyooshoosetsu digambarkan keadaan seseorang yang bergelut dalam kehidupan untuk mencapai kesempurnaan dan biasanya berakhir dengan baik. Di antara karya-karya yang terkemuka adalah Kura no Naka, Ku no Sekai, Ko wo Kashiya karangan Uno Kooji, Kanashiki Chichi dan Ko wo Tsurete karangan Kasai Zenzoo dan Shinkeibyoo Zidai karangan Hirotsu Kazuo. 

Novel yang bermotif seperti ini sampai sekarang masih kita jumpai dalam kesusastraan Jepang, dan ada juga yang sudah berbaur dengan novel populer.

 

Kritikan Terhadap Naturalisme Dan Lahirnya Anti Naturalisme

Kesusastraan naturalisme yang menitikberatkan pada penulisan keadaan yang sebenarnya, memperkaya perbendaharaan kesusastraan Modern Jepang. Tetapi biarpun demikian, karena kesusastraan naturalisme yang melukiskan kenyataan ini umumnya membeberkan bagian-bagian yang paling buruk dari kehidupan manusia secara terang-terangan, sebagai tandingannya timbullah sejenis kesusastraan yang melukiskan segi keindahan. Kesusastraan yang baru lahir ini berusaha meneropong manusia, baik kehidupan manusia itu sendiri maupun cita-citanya. Kesusastraan estetisisme, intelektualisme yang dipelopori Akutagawa Ryuunosuke, aliran Shirakaba dan karya-karya Mori Oogai dan Natsume Sooseki termasuk dalam kesusastraan tersebut di atas.

 

Nagai Kafuu

Nagai Kafuu yang memulai karirnya sebagai pengarang naturalisme, setelah kembali dari tugas belajar di luar negeri, ia menulis buku berjudul Amerika Monogatari (Ceritera Mengenai Amerika) dan Furansu Monogatari (Ceritera Mengenai Perancis). Pada saat itu Kafuu merasa bahwa Jepang sangat menitikberatkan pada realisme sehingga kehilangan idealisme dan imajinasi. Untuk membangkitkan kembali perasaan mencintai Jepang zaman dulu, Kafuu yang tertarik akan pribadi manusia Zaman Edo mengambil tema dunia geisha yang ditulis dalam novelnya berjudul Sumidagawa, Ude Kurabe, Okamezasa dan lain-lain. Ceritera-ceriteranya selalu bermotif keadaan yang selalu menyenangkan, tetapi di dalam keadaan seperti itu, sebenarnya kita dapat melihat status pengarang yang tidak baik dalam masyarakat beserta perasaan putus asa yang dimilikinya. Ceritera-ceritera erotik yang ditulis dengan gaya bahasa yang baik dan seksama tidak berubah sampai Kafuu tua. Bukunya berjudul Mita Bungaku dan Subaru menjadi titik tolak dari aliran Tanbiha (estetisisme). Dia juga menulis kritikan terhadap perkembangan kebudayaan dan ironi masyarakat dalam buku hariannya.

 

Tanizaki Junichiroo

Biarpun sesama penganut aliran Tanbiha, berbeda dengan Nagai Kafuu, Tanizaki Junichiroo selalu melukiskan tentang kecantikan wanita dengan menonjolkan keindahan yang aneh bagian yang sensitif dari wanita tersebut. Dia melukiskan bahwa wanita itu sebagai seorang yang lemah lembut dan tidak berdaya, tetapi menyembunyikan kekuatan dan suatu keindahan yang sangat misterius, seperti dilukiskannya melalui novelnya Shisei (Tattoo). Juga dalam novelnya berjudul Chijin no Ai (Cinta seorang binal) dia melukiskan wanita yang mempunyai sifat-sifat yang demikian pula. Seperti Nagai Kafuu, motif ceritera yang ditulis Tanizaki Junichiroo juga tidak berubah sampai hari tuanya. Dibandingkan dengan Kafuu yang melukiskan masyarakat dengan perasaan dingin dan kehampaan, Tanizaki dengan terus terang melukiskan keindahan yang aneh yang sering disembunyikan masyarakat itu sendiri.

 

Satoo Haruo

Satoo Haruo menulis sifat keengganan yang disertai intelektualitas dan romantik dengan indahnya. Ini dilukiskannya dalam novel Denen no Yuutsu (Kebosanan di desa) dan Tokai no Yuutsu (Kebosanan di Kota). Dalam novel tersebut dapat dilihat dengan jelas jiwa penyair yang dimilikinya, sehingga dalam karangannya yang ditulis puitis ini terkandung gejolak hati keharuan dan kegembiraan.

 

Kesusastraan Intelektual dan Kesusastraan Moral

Mori Oogai dan Natsume Sooseki adalah dua tokoh terbesar dalam kesusastraan modern Jepang yang tidak sepaham dengan aliran naturalis Jepang. Mereka banyak berkecimpung dalam kesusastraan asing dan mempunyai pengetahuan luas dalam bidang pendidikan sehingga mereka mempunyai kemampuan mengkritiki setelah meneliti berbagai obyek dari bermacam-macam segi. Oleh karena itu mereka tidak puas akan hasil karya sastra naturalis yang hanya melukiskan benda konkrit. Mori Oogai dan Natsume Sooseki merupakan pelopor yang memberi cahaya terang dalam kesusastraan modern Jepang dengan kritik yang bersifat ilmiah dan etik yang hanya terdapat pada orang-orang yang berpendidikan tinggi. Bila meneliti suatu obyek mereka melakukannya dengan tenang dan tidak tergesa-gesa. Inilah yang membuat mereka seolah-olah berada di tempat teratas. Cara penelitian seperti ini masih mempengaruhi kesusastraan modern Jepang sampai sekarang.

 

Mori Oogai

Karya-karya Oogai antara lain adalah Vita Sexualis, Seinen dan Gan yang menghias majalah Subaru. Dia juga menulis novel sejarah misalnya Abe Ichizoku, Sanshoo Dayuu, Takase Bune dan Kanzan Jittoku. Oogai juga menulis buku berjudul Rekishi Sono Mama to Rekishi Banare (karya sastra yang mempergunakan materi sejarah dan yang tidak mempergunakan data-data sejarah) yang menerangkan tentang teori mencipta bentuk novel sejarah.

Di dalam dasar-dasar novel Oogai terdapat sebuah gambaran tentang usaha yang tak kenal lelah untuk mencari kebenaran, yang mencerminkan pandangan hidupnya sendiri. Di akhir hayatnya dia aktif dalam penulisan biografi yang berdasarkan fakta-fakta sejarah misalnya buku berjudul Shoue Chuusai. Kalimatnya singkat, indah dan tidak ada celanya dan menjadi dasar kalimat modern.

 

Natsume Sooseki

Natsume Sooseki dijuluki yoyuuha (grup santai karena berkecukupan), kotooha (trancendentalis) dan haikaiha (pengarang yang puitis). Dia adalah salah seorang sahabat Masaoka Shiki yang menatap kehidupan manusia dengan penulisan yang putis dan tidak terlalu kaku. Dengan cara penulisan yang demikian ini, Natsume Sooseki mengadakan pembaharuan dan perbaikan terhadap penulisan berbentuk sketsa yang sudah ada sebelumnya. 

Natsume Sooseki mula-mula dikenal dengan novel berjudul Wagahai wa Neko de aru (Saya adalah kucing) yang berbentuk satire dan novel Kusa Makura (Bantal Rumput) yang dilukiskan melampaui kefanaan dunia ini. Penulisan seperti yang ada pada kedua novel ini merupakan ciri-ciri Natsume Sooseki. Novel lainnya yang terkenal adalah Sanshiroo, Sore Kara, Mon, Koojin, Kokoro, Michi Kusa dan Meian. Hasil karyanya banyak berisikan tentang moral dan pada akhir hidupnya ia mengarahkan tema dan gaya kesusastraan yang ditulisnya pada paham sokuten kyoshi (meninggalkan ego dan menghadapkan diri pada yang lebih tinggi).

Natsume Sooseki tidak hanya berpengaruh pada pengikut-pengikutnya saja, tetapi juga berpengaruh pada generasi berikutnya. Pengikut-pengikutnya antara lain adalah Abe Jiroo, Abe Yoshishige, Watsuji Tetsuroo yang menulis kritik tentang anti naturalisme. Selain itu pengikutnya yang menulis novel adalah Morita Soohei dengan novelnya Baien, Nogami Yaeko yang menulis Kaijin Maru dan Machiko, dan novelis Suzuki Miekichi, Takahama Kyoshi, Terada Torahiko dan Nagatsuka Takashi adalah kawan-kawan Sooseki yang menggunakan gaya shasei (penulisan bentuk sketsa). Takahama Kyoshi menulis novel Fuuryuu Senboo dan Hakaishi. Nagatsuka Takashi menulis novel yang terkenal yaitu Tsuchi dan Terada Terahiko membuka lembaran baru dengan penulisan essei ahli pengetahuan alam. 

Di bawah ini adalah kutipan dari novel Sanshiroo, sebagai berikut,

Sanshiroo ga jitto shite ike no omote wo mitsumete iru to, ookina ki ga ikuhon to naku mizu no soko ni utsutte, sono mata soko ni aoi sora ga mieru. Sanshiroo wa kno toki densha yori mo, Tookyoo yori mo, Nihon yori mo tooku katsu harukana kokoromochi no uchi ni usugumo no yoona sabishisa ga ichimen ni hirogatte kita. Sooshite Nonomiya-kun no anagura ni haitte, tatta hitori de suwatte iruka to omowareru hodona sekibaku wo oboeta.

Ketika Sanshiroo sedang memandang permukaan kolam, kelihatan beberapa bayangan pohon besar di dasar kolam dan dari antara bayangan pohon itu kelihatan langit biru. Sanshiroo pada waktu itu tidak memikirkan kereta listrik, perasaannya jauh dari Tookyoo, jauh dari Jepang. Kemudian dia merasakan suatu kehampaan, suatu rasa sepi seperti lapisan awan tipis yang menutupi seluruh permukaan langit. Kemudian dia mengingat kesepian yang dirasakannya ketika duduk seorang diri di kamar belajar Nonomiya.

 

 

Suzuki Miekichi dan Kesusastraan Anak-Anak

Miekichi terkenal dengan penulisan yang puitis dan halus seperti dalam novel Chidori dan Kuwa no Mi. Ia adalah seorang perintis yang mengembangkan kesusastraan anak-anak dengan hasil kerjanya menerbitkan majalah Akai Tori pada Taishoo tahun 7 (1918). Sebenarnya novel kesusastraan anak-anak sudah ditulis oleh Iwaya Sazanami berjudul Koganemaru pada Meiji tahun 24 (1891), tetapi yang membuatnya diakui dan disejajarkan dengan hasil kesusastraan lainnya adalah Ogawa Mimei dengan kumpulan novel anak-anak yang ditulisnya dalam buku berjudul Akai Fune. Majalah Akai Tori selain memuat novel anak-anak karya pengarang terkenal juga memuat cara menulis huruf indah yang diasuh oleh Suzuki Miekichi sendiri dan cara menulis puisi modern yang diasuh oleh Kitahara Hakushuu, sehingga sangat digemari oleh anak-anak dan remaja.

Kesusastraan Anak-Anak Jepang



Akutagawa Ryuunosuke

Akutagawa Ryuunosuke adalah murid Sooseki yang berbakat, yang memulai karirnya dari majalah Shinshichoo. Sooseki memberikan pujian kepada Akutagawa dengan karyanya Hana, sebuah novel satire yang mengambil bahan dari ceritera klasik. Untuk menciptakan suatu novel, Akutagawa mengutamakan pengambilan bahan dari ceritera yang berlatar belakang sejarah atau ceritera klasik, kemudian diolahnya dengan baik sehingga akhirnya lahirlah sebuah novel baru dengan penafsiran yang baru pula. Di antara novel seperti itu adalah Rashoomon, Gesaku Zanmai, Karenoshoo dan Yabu no Naka. Dia mempunyai keahlian untuk mengubah realitas, sehingga dia dijuluki grup cendekiawan atau neo realisme. 

Di akhir hidupnya dia tidak bisa mengikuti dan menyesuaikan diri dengan dunia sekelilingnya. Dia menulis Kappa, Haguruma dan lain-lain dalam keragu-raguan terhadap dirinya dan dalam penderitaan jiwa. Hatinya yang tersiksa oleh tekanan jiwa dilampiaskannya ke dalam karya-karyanya.

 

Kikuchi Kan

Pengarang lainnya yang aktif bersama-sama Akutagawa dalam majalah Shinchichoo adalah Kikuchi Kan, Kume Masao dan Yamamoto Yuuzoo. Kikuchi Kan tidak secerdas dan setajam Akutagawa, tetapi dia membuat tema novelnya dengan mudah dan jelas. Karya-karyanya antara lain adalah Tadanao Kyoogyoo Jooki, Onshuu no Kanata ni dan Rangaku Kotohajime. Kemudian dia berkecimpung dalam penulisan novel populer dan mengasuh pertumbuhan generasi muda. Kume Masao sendiri akhirnya menjadi pengarang novel populer yang terkenal biarpun memang pada permulaannya dia menulis novel yang ringan, menarik dan berbau puitis. Hasil karyanya yang terkenal adalah Hasen yang ditulisnya berdasarkan pengalamannya dalam kegagalan percintaan.

Yamamoto Yuuzoo memulai karirnya dengan penulisan drama, kemudian dia menunjukkan bakatnya yang sebenarnya dalam penulisan novel yang panjang. Karya-karyanya antara lain adalah Nami, Kaze, Onna no Isshoo dan lain-lain. Dia mengadakan kritik terhadap kehidupan manusia dengan berdasarkan humanisme.

 

Aliran Shirakaba

Shirakaba adalah suatu grup yang menganut paham humanisme yang berdasarkan paham idealisme dan menentang pandangan naturalisme. Mereka menjunjung tinggi individu seseorang dan mencoba membentuk kembali keluhuran budi manusia. Pengarang-pengarang yang termasuk dalam grup ini antara lain adalah Mushanokooji Saneatsu, Shiga Naoya, Arishima Takeo, Nagayo Yoshio dan Satomi Ton. Mereka dikritik sebagai kumpulan pengarang-pengarang yang tidak dibaptiskan dengan ajaran naturalis, tetapi mereka mendobrak pandangan seperti itu dan mencoba memasukkan suatu kesegaran ke dalam kesusastraan Jepang yang berlainan dengan pandangan hidup aliran naturalisme.

 

Mushanokooji Saneatsu

Mushanokooji Saneatsu adalah pelopor aliran Shirakaba. Dia mendirikan Atarashiki Mura (Desa Baru) di bagian timur dan barat Jepang, yang berfungsi sebagai panggung pengalaman nyata dalam kehidupan yang diusulkannya. Karyanya yang menonjol antara lain adalah Omedetaki Hito dan Koofukusha. Dia banyak menerima pengaruh dari Tolstoy. Gaya penulisannya sederhana dan optimis, dan juga mengandung unsur humor.

 

Shiga Naoya

Pada diri Shiga Naoya tampak sifat yang keras, menjunjung tinggi kesusilaan dan menentang ketidakadilan. Dia mempunyai pandangan tersendiri tentang kehidupan yang didasari humanisme. Gaya penulisannya sangat sempurna dan realis, dan condong pada shinkyoo shoosetsu (novel psikologis). Dia banyak menulis ceritera pendek, antara lain adalah Ki no Saki nite (Di Ki no Saki), Wakai (Rujuk), Kozoo no Kamisama dan lain-lain. Anyakooro adalah satu-satunya novel yang panjang yang ditulisnya, namun dianggap merupakan hasil sastra modern yang terkemuka. Tema ceriteranya diangkat dari kegetiran hidup tetapi kemudian berkembang ke arah pemurnian jiwa.

Berikut ini adalah sebuah cuplikan dari novel Ki no Saki Nite,
Yoru no aida ni hidoi ame ga futta. Asa wa hare, konoha mo jimen mo kireini arawarete ita. Hachi no shigai wa moo soko ni nakatta. Ima mo suu no hachidomo wa genkini hataraite iru ga, shinda hachi wa amedoi wo tsutawatte jimen e nagashidasareta koto de aroo. Ashi wa chijimeta mama, shokkaku wa kao e kobiritsuita mama. Tabun doro ni mamirete dokoka de jitto shite iru koto daroo. Daikai ni sore wo uhokasu tsugi no henka ga okoru made wa shigai wa jitto soko ni shite iru daroo. Soretomo ari ni hikarete iku ka. Sore ni shiro, sore wa ikanimo shizuka de atta.

Sejak semalam hujan turun dengan derasnya. Keesokan paginya udara kembali menjadi cerah, daun-daun pohon, permukaan tanah, atap rumah menjadi bersih bagai dicuci oleh hujan. Bangkai lebah yang tadinya ada disitu telah lenyap. Mungkin lebah-lebah yang ada di sarangnya sekarang bekerja dengan sehatnya, tetapi bangkai lebah itu telah dihanyutkan oleh hujan yang deras ke permukaan tanah. Mungkin bangkai lebah itu sekarang berada entah di mana dalam keadaan berlumuran lumpur dengan kakinya yang kaku dan sungutnya terlipat di kepalanya. Mungkin ia akan tetap di situ sampai suatu kekuatan yang sumbernya di luar alam ini mengubahnya dalam bentuk yang lain, atau mungkin semut-semut akan menariknya. Tetapi alangkah tenangnya.

 

Aliran Shirakaba


Pengarang Novel
Musanokooji Saneatsu

Shiga Naoya

Arishima Takeo

Satomi Ton

Nagayo Yoshio
Pengarang Drama
Kurata Hyakuzoo
Penyair
Senke Motomaroo
(Puisi Modern)
Takamura Kootaroo
Penyair Tanka
Kinoshita Rigen
(Pantun Pendek Jepang)



 

Arishima Takeo

Dalam grup Shirakaba terdapat seorang pengarang yang cenderung kepada paham sosialisme, yang bernama Arishima Takeo. Sesudah berakhirnya Perang Dunia I dan bergejolaknya arus sosialisme, Arishima Takeo berusaha sekuat tenaganya memikirkan peranan apa sebenarnya yang seharusnya dimainkan oleh para cendekiawan. Untuk mencurahkan perasaan kurang puasnya, Arishima menulis sebuah buku berjudul Sengen Hitotsu yang merupakan argumentasi sastra. Selain itu dia juga menulis novel berjudul Kain no Matsuei, Aru Onna dan Umare Izuru Nayami.

Arishima Takeo mempunyai seorang adik bernama Satomi Ton yang juga termasuk dalam grup Shirakaba menulis novel berjudul Zenshin Akushin dan Tajoo Busshin yang berisi pandangan tentang ketulusan hati nurani manusia. Selain itu seorang bernama Nagayo Yoshio dari grup yang sama menulis novel berjudul Takezawa Sensei to Iu Hito (Pak Guru Takezawa).

 

Tsuzoku Shoosetsu (Novel Populer) dan Taishuu Bungei (Kesusastraan Rakyat)

Sejak pertengahan Zaman Taishoo ketika rakyat sangat kehausan buku-buku bacaan, berkembanglah Tsuzoku Shoosetsu dan Taishuu Bungei. Kume Masao dan Kikuchi Kan yang mula-mula menulis karya kesusastraan yang mempunyai nilai sastra akhirnya berubah menjadi penulis novel populer dan sangat disukai masyarakat. Buku Shinju Fujin karangan Kikuchi Kan sangat laris.

Taishuu Bungei dalam prinsipnya merupakan jidai Shoosetsu (ceritera-ceritera zaman lalu). Pengarang yang dianggap sebagai pelopornya adalah Nakazato Kaizan yang menulis novel yang sangat panjang berjudul Daibosatsu Tooge. Selain itu pengarang-pengarang yang disenangi masyarakat adalah Naoki Sanjuugo, Shirai Kyooji, Osaragi Jiroo dan Yoshikawa Eiji.







 

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau