Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Unsur-unsur Referensi

Unsur-unsur Referensi


5. Unsur-unsur Referensi


Unsur-unsur catatan kaki yang menyangkut referensi, sama dengan materi bibliografi; perbedaannya terletak dalam penekanan. Di samping itu ada suatu perbedaan yang cukup penting yaitu referensi selalu mencantumkan nomor halaman, di mana kutipan itu dapat diperoleh. Dalam bibliografi hal itu tidak ada, kecuali penyebutan jumlah halaman dari karya itu.

Sebelum mengikuti secara terperinci cara pembuatan catatan kaki bagi tiap jenis kepustakaan, hendaknya diketahui terlebih dahulu ikhtiar-ikhtiar unsur-unsur referensi di bawah ini. Di samping unsur-unsur catatan kaki tersebut, hendaknya diperhatikan pula konvensi-konvensi yang berlaku bagi catatan-catatan kaki.

a. Pengarang
(1) Nama pengarang dalam catatan kaki dicantumkan sesuai dengan urutan biasa yaitu: gelar (kalau ada), nama kecil, nama keluarga. Misalnya: Prof. Dr. Muhammad Thalib, Dr. B.C. Hansip, dsb. Pada penunjukan yang kedua dan selanjutnya cukup dipergunakan nama singkat misalnya Thalib, Hansip, dsb.
(2) Bila terdapat lebih dari seorang pengarang maka semua nama pengarang dicantumkan kalau ada dua atau tiga nama pengarang, sebaliknya kalau ada empat nama atau lebih cukup nama pertama yang dicantumkan, sedangkan bagi nama-nama lain digantikan dengan singkatan et al. (et alii = dan lain-lain). Pada penyebutan kedua dan selanjutnya cukup nama singkat pengarang pertama, sedangkan nama-nama lain diganti dengan et al.
(3) Penunjukan kepada sebuah kumpulan (bunga rampai, antologi), sama dengan nomor (1) dan (2) ditambah singkatan ed. (editor) di belakang nama penyunting atau penyunting terakhir, dipisahkan oleh sebuah tanda koma. Singkatan ed. boleh ditempatkan dalam tanda kurung, boleh juga tidak.
(4) Jika tidak ada nama pengarang atau editor, maka catatan kaki dimulai dengan judul buku atau judul artikel.

b. Judul
(1) Semua judul mengikuti peraturan yang sama seperti pada bibliografi: judul buku, judul majalah, harian, atau ensiklopedi digarisbawahi atau dicetak dengan huruf miring; judul artikel ditempatkan dalam tanda kutip.
(2) Sesudah catatan kaki pertama, maka pada penyebutan kedua dan seterusnya atas sumber yang sama, judul buku dsb. tidak perlu disebut lagi, dan digantikan dengan singkatan: Ibid., Op. cit., atau Loc. cit. Bila ada dua karya atau lebih dari seorang pengarang digunakan, maka satu bentuk yang singkat dari judul biasanya dipergunakan untuk menghilangkan keragu-raguan. Misalnya: Thalib, Kemakmuran, hal. 76.
(3) Sesudah penunjukan pertama kepada sebuah artikel dalam majalah atau harian, maka untuk selanjutnya cukup dipergunakan judul majalah atau harian tanpa judul artikel, misalnya: Majalah Ilmi-ilmu Sastra Indonesia, hal. 76; Kompas, hal. 6. Bila ada lebih dari satu nomor yang dipergunakan, maka cara di atas tidak bisa dipergunakan.

c. Data Publikasi
(1) Tempat dan tahun penerbitan sebuah buku dapat dicantumkan pada referensi pertama; referensi-referensi selanjutnya (dalam kesatuan nomor urut itu) ditiadakan. Dalam referensi yang pertama, tempat dan tahun terbit ditempatkan dalam tanda kurung dan dipisahkan dengan sebuah koma, misalnya: (Jakarta, 1973). Nama penerbit — yang juga merupakan sebuah data publikasi — biasanya ditinggalkan dalam referensi pertama, terutama kalau ada bibliografi yang menyajikan semua data secara lengkap. Jika nama penerbit harus dicantumkan juga, maka harus ditempatkan sesudah nama tempat dengan didahului sebuah tanda titik dua, misalnya: (Jakarta: Djambatan, 1967).
(2) Data publikasi bagi sebuah majalah, tidak perlu memuat nama tempat dan penerbit, tetapi harus mencantumkan nomor jilid dan nomor halaman (lihat juga ketentuan mengenai jilid dan halaman), tanggal, bulan (tidak boleh disingkat) dan tahun. Semua keterangan mengenai penanggalan biasanya ditempatkan dalam tanda kurung, misalnya: (April, 1970).
(3) Data sebuah publikasi bagi artikel sebuah harian terdiri dari: bulan, hari, tanggal, tahun dan nomor halaman. Penanggalan tidak boleh ditempatkan dalam tanda kurung.

d. Jilid dan nomor halaman
(1) Untuk buku yang terdiri dari satu jilid, maka singkatan halaman (hal.) dipakai untuk menunjukkan nomor halaman, misalnya: hal. 78.
(2) Jika sebuah buku terdiri dari beberapa jilid, maka harus dicantumkan nomor jilid dan nomor halaman. Untuk nomor jilid dipergunakan angka romawi, sedangkan untuk nomor halaman dipergunakan angka Arab, tanda singkatan hal. Untuk karya-karya ilmiah biasanya dipergunakan cara lain, yaitu baik nomor jilid maupun nomor halaman ditulis dengan angka Arab yang dipisahkan oleh titik dua. Misalnya MISI, 1 (April, 1963) hal. 47 - 58 atau: MISI, 1: 47 - 58 (April, 1963).


Baca: Buku Komposisi Gorys Keraf 
    

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Observasi dan Penelitian Lapangan

3. Observasi dan Penelitian Lapangan Pengumpulan data untuk suatu tulisan ilmiah dapat dilakukan melalui observasi dan penelitian lapangan. Observasi adalah pengamatan langsung kepada suatu obyek yang akan diteliti, sedangkan penelitian lapangan adalah usaha pengumpulan data dan informasi secara intensif disertai analisa dan pengujian kembali atas semua yang telah dikumpulkan. Observasi dapat dilakukan dalam suatu waktu yang singkat, sebaliknya penelitian lapangan memerlukan waktu yang lebih panjang. Observasi dapat dilakukan mendahului pengumpulan data melalui angket atau penelitian lapangan. Dalam hal ini observasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai obyek penelitian sehingga dapat disusun daftar kuestioner yang tepat atau dapat menyusun suatu desain penelitian yang cermat. Sebaliknya observasi dapat juga dilakukan sesudah mengumpulkan data melalui angket atau wawancara. Dalam hal ini tujuan observasi adalah untuk mengecek sendiri sampai di mana kebenara