Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Bentuk Bibliografi

Bentuk Bibliografi


4. Bentuk Bibliografi


Cara penyusunan bibliografi tidak seragam bagi semua bahan referensi, tergantung dari sifat bahan referensi itu. Cara menyusun bibliografi untuk buku agak berlainan dari majalah, dan majalah agak berlainan dari harian, serta semuanya berbeda pula dengan cara menyusun bibliografi yang terdiri dari manuskrip-manuskrip yang belum diterbitkan, seperti tesis dan disertasi. Walaupun terdapat perbedaan antara jenis-jenis kepustakaan itu, namun ada tiga hal yang penting yang selalu harus dicantumkan yaitu: pengarang, judul dan data-data publikasi.

Bibliografi disusun menurut urutan alfabetis dari nama pengarangnya. Untuk maksud tersebut nama-nama pengarang harus dibalikkan susunannya: nama keluarga, nama kecil, lalu gelar-gelar kalau ada. 1 Jarak antara baris dengan baris adalah spasi rapat. Jarak antara pokok dengan pokok adalah spasi ganda. Tiap pokok disusun sejajar secara vertikal, dimulai dari pinggir margin kiri, sedangkan baris kedua, ketiga dan seterusnya dari tiap pokok dimasukkan ke dalam tiga ketikan (bagi karya yang mempergunakan lima ketikan ke dalam untuk alinea baru) atau empat ketikan (bagi karya yang mempergunakan 7 ketikan ke dalam untuk alinea baru). Bila ada dua karya atau lebih ditulis oleh pengarang yang sama, maka pengulangan namanya dapat ditiadakan dengan menggantikannya dengan sebuah garis panjang, sepanjang lima atau tujuh ketikan, yang disusul dengan sebuah titik. Ada juga yang menghendaki panjangnya garis sesuai nama pengarang. Namun hal terakhir ini akan mengganggu dari segi estetis, karena nantinya ada garis yang pendek ada pula garis yang panjang sekali, terutama kalau nama pengarang itu panjang, atau karena ada dua tiga nama pengarang.

Karena cara-cara untuk tiap jenis kepustakaan agak berlainan, maka perhatikanlah  ketentuan-ketentuan bagaimana menyusun urutan pengarang, judul dan data publikasi dari tiap jenis kepustakaan tersebut.


a. Dengan seorang pengarang

Hockett, Charless F. A Course in Modern Linguistics. New York: The MacMillan Company, 1963.

(1) Nama keluarga (Hockett), lebih dahulu, baru nama kecil atau inisial (Charles F.), kemudian gelar-gelar. Hal ini untuk memudahkan penyusunan secara alfabetis.
(2) Jika buku itu disusun oleh sebuah komisi atau lembaga, maka nama komisi atau lembaga itu dipakai menggantikan nama pengarang.
(3) Jika tidak ada nama pengarang, maka urutannya harus dimulai dengan judul buku. Bagi judul buku dalam bahasa Indonesia, cukup kita memperhatikan huruf pertama dari buku tersebut. Untuk buku yang ditulis dalam bahasa Inggris, Jerman atau Perancis dan bahasa-bahasa Barat yang lain, maka kata sandang yang dipakai tidak turut diperhitungkan: A, An, Het, Das, Die, Le, La, dsb. Jadi kata berikutnyalah yang harus diperhitungkan untuk penyusunan bibliografi tersebut. Hal ini berlaku untuk artkel yang tidak ada nama pengarangnya.
(4) Judul buku harus digaris-bawahi (kalau dicetak ditempatkan dalam huruf miring).
(5) Urutan data publikasi adalah: tempat publikasi, penerbit dan penanggalan. Jika ada banyak tempat publikasi maka cukup mencantumkan tempat yang pertama. Jika tidak ada penanggalan, maka pergunakan saja tahun copyright terakhir yang biasanya ditempatkan di balik halaman judul buku.
(6) Pencantuman banyaknya halaman tidak merupakan hal yang wajib, sebab itu dapat pula ditiadakan.
(7) Perhatikan penggunaan tanda titik sesudah tiap keterangan: sesudah nama pengarang, sesudah judul buku, sesudah data publikasi dan kalau ada sesudah jumlah halaman.
(8) Perhatikan pula penggunaan titik dua sesudah tempat terbit, serta tanda koma sesudah nama penerbit.


b. Buku dengan dua atau tiga pengarang

Oliver, Robert T., and Rupert L. Cortright. New Training for Effective Speech. New York: Henry Holt and Company, Inc., 1958.

(1) Nama pengarang kedua dan ketiga tidak dibalikkan; dalam hal-hal lain ketentuannya sama seperti nomor a.
(2) Urutan nama pengarang harus sesuai dengan apa yang tercantum pada halaman judul buku, tidak boleh diadakan perubahan urutannya.


c. Buku dengan banyak pengarang

Morris, Alton C., et al. College English, the First Year. New York: Harcourt, Brace & World, Inc., 1964.

(1) Hanya nama pengarang pertama yang dicantumkan dengan susunan terbalik.
(2) Untuk menggantikan nama-nama pengarang lainnya cukup dipergunakan singkatan et al. singkatan dari kata Latin et alii yang berarti dan lain-lain. Dalam hal ini dapat dipergunakan singkatan dll atau dkk (dan kawan-kawan).


d. Kalau edisi berikutnya mengalami perubahan

Gleason, H.A. An Introduction to Descriptive Linguistics. Rev. ed. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1961

(1) Jika buku itu mengalami perubahan dalam edisi-edisi berikutnya, maka biasanya ditambahkan keterangan rev. ed. (revised edition = edisi yang diperbaiki) di belakang judul tersebut. Di samping itu ada juga yang tidak menyebut cetakan ke berapa: cetakan ke-2, cetakan ke-7, dsb. Keterangan mengenai cetakan ini juga dipisahkan oleh sebuah titik.
(2) Penanggalan yang harus dicantumkan adalah tahun cetakan dari buku yang dipakai.


e. Buku yang terdiri dari dua jilid atau lebih

Intensive Course in English. 5 vols. Washington: English Language Service, inc., 1964.

(1) Angka jilidnya ditempatkan sesudah judul, serta dipisahkan oleh sebuah tanda titik, dan selalu disingkat.
(2) Untuk penerbitan Indonesia bisa dipergunakan singkatan Jil. atau Jld.


f. Sebuah edisi dari Karya seorang pengarang atau lebih

Ali, Lukman, ed. Bahasa dan Kesusastraan Indonesia sebagai Tjermin Manusia Indonesia Baru. Djakarta: Gunung Agung, 1967.

(1) Jika editornya lebih dari seorang, maka caranya sama seperti pada nomor b dan c.
(2) Ada juga kebiasaan lain yang menempatkan singkatan editor dalam tanda kurung (ed).


g. Sebuah Kumpulan Bunga Rampai atau Antologi

Jassin, H.B. ed. Gema Tanah Aira, Prosa dan Puisi. 2 Jld. Jakarta: Balai Pustaka 1969.


h. Sebuah Buku Terjemahan

Multatuli., Max Havelaar, atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda, terj. H.B. Jassin, Jakarta: Djambatan, 1972.

(1) Nama pengarang asli yang diurutkan dalam urutan alfabetis.
(2) Keterangan tentang penterjemah ditempatkan sesudah judul buku, dipisahkan dengan sebuah tanda koma.


i. Artikel dalam sebuah Himpunan

Riesman, David. "Character and Society," Toward Liberal Education, eds. Louis G. Locke, William M. Gibson, and George Arms. New York: Holt, Rinehart and Winston, 1962.

(1) Perhatikan: baik judul artikel maupun judul buku harus dimasukkan; begitu pula penulis dan editornya harus dicantumkan juga.
(2) Judul artikel selalu ditulis dalam tanda kutip, sedangkan judul buku digaris-bawahi atau dicetak miring.
(3) Perhatikan pula tanda koma yang ditempatkan antara judul artikel dan judul buku, harus ditempatkan dalam tanda kutip kedua, tidak boleh sesudah tanda kutip.
(4) Jadi ketiga bagian dari kepustakaan ini tetapi dipisahkan dengan titik, yaitu pertama: nama pengarang penulis artikel, kedua judul artikel — judul buku dan editor, ketiga tempat terbit — penerbit — tahun terbit.


j. Artikel dalam Ensiklopedi

Wright, J.T. "Language Varieties: Language and Dialect," Encyclopaedia of Linguistics, Information and Control, hal. 243 - 251.

Wright, J.T. "Language Varieties: Language and Dialect," Encyclopaedia of Linguistics, Information and Control (Oxford: Pergamon Press Ltd., 1969), hal. 243 - 251.

"Rhetoric," Encyclopaedia Britannica, 1970, XIX, 257 - 260.

(1) Bila ada artikel yang jelas pengarangnya, maka nama pengarang itulah yang dicantumkan. Bila tidak ada nama pengarang, maka judul artikel yang harus dimasukkan dalam urutan alfabetisnya.
(2) Untuk penanggalan dapat dipergunakan nomor edisinya, dapat pula tahun penerbitnya.
(3) Perhatikan pula bahwa antar judul ensiklopedi dan keterangan tentang edisi atau tahun terbit, jilid dan halaman harus ditempatkan tanda koma sebagai pemisah.
(4) Contoh yang kedua sebenarnya sama dengan contoh yang pertama, hanya terdapat perbedaan berupa pemasukan tempat terbit dan penerbit. Bila tempat terbit dan penerbit dimasukkan, maka: Tempat terbit, penerbit dan tahun terbit dimasukkan dalam kurung. Hal ini biasanya berlaku bagi ensiklopedi yang tidak terlalu umum dikenal.


k. Artikel Majalah

Soebadio, Ny. H. "Penggunaan Bahasa Sansekerta dalam Pembentukan Istilah Baru," Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, I (April, 1963), 47 - 58.

Kridalaksana, Harimurti. "Perhitungan Leksikostatistik atas Delapan Bahasa Nusantara Barat serta Penentuan Pusat Penyebaran Bahasa-bahasa itu berdasarkan Teori Migrasi," Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, Oktober 1964, hal. 319 - 352.

Samsuri, M.A. "Sistim Fonem Indonesia dan Suatu Penyusunan Edjaan Baru," Medan Ilmu Pengetahuan, 1 : 3232 - 341, Oktober, 1960.

Samsuri, M.A. "Sistim Fonem Indonesia dan Suatu Penyusunan Edjaan Baru," Medan Ilmu Pengetahuan, 1 : 323-341 (Oktober, 1960).

(1) Judul artikel dan judul majalah dipisahkan.
(2) Tidak ada tempat publikasi dan penerbit, tetapi harus dicantumkan nomor jilid, tanggal dan nomor halaman.
(3) Contoh pertama memperlihatkan bentuk atau cara yang paling populer dengan mempergunakan angka Romawi untuk nomor jilid, dan angka Arab untuk nomor halaman, serta penanggalan ditempatkan dalam kurung antara nomor jilid dan halaman.
(4) Contoh yang kedua sebenarnya sama dengan contoh yang pertama hanya di sini tidak dicantumkan nomor jilid, karena dianggap sudah jelas dengan mencantumkan tahun dan bulan.
(5) Contoh yang ketiga dan keempat memperlihatkan bentuk yang biasa dipakai dalam karya-karya ilmiah. Baik nomor jilid, maupun nomor halaman semuanya mempergunakan angka Arab, hanya harus diingat bahwa sesudah nomor jilid harus diberi titik dua baru menyusul nomor halaman. Penanggalan boleh ditempatkan dalam tanda kurung boleh juga tidak.


l. Artikel atau Bahan dari Harian

Arman, S.A. "Sekali lagi Teroris," Kompas, 19 Januari, 1973, hal. 5. Kompas, 19 Januari, 1973.

(1) Contoh pertama memperlihatkan artikel sebuah harian yang jelas penulisnya.
(2) Contoh kedua biasanya dipakai kalau terdapat penunjukan umum entah pada tajuk rencana, atau berita-berita yang khusus dalam sebuah harian. Untuk bibliografi pokok-pokok semacam itu tidak perlu ditulis, karena itu harus dimasukkan dalam catatan kaki.
(3) Perhatikan: titik hanya dipakai sesudah nama pengarang atau penulis. Yang lain-lain mempergunakan koma sebagai pemisah.


m. Tesis dan Disertasi yang belum diterbitkan

Parera, Jos. Dan. "Fonologi Bahasa Gorontalo." Skripsi Sarjana Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jakarta, 1964.

(1) Tesis, skripsi atau disertasi yang belum diterbitkan diperlakukan sebagai artikel. Sebab itu judulnya ditempatkan dalam tanda kutip.
(2) Perhatikan pemakaian titik sesudah judul tesis, skripsi atau disertasi! Judul artikel mempergunakan koma. Tetapi keduanya sama, harus ditempatkan dalam tanda kutip.
(3) Walaupun tidak ada penerbit, tetapi harus dicantumkan juga data publikasinya berupa: jenis karya ilmiah tersebut (tesis, disertasi, skripsi), nama Fakultas dan Universitas, tempat, dan tahun pembuatan karya ilmiah itu.




Baca: Buku Komposisi Gorys Keraf 

—————————
1 Nama-nama Cina tidak perlu dibalik karena dimulai dengan nama keluarga, kecuali gelar, singkatan nama baptis selalu harus ditempatkan di belakang.

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Observasi dan Penelitian Lapangan

3. Observasi dan Penelitian Lapangan Pengumpulan data untuk suatu tulisan ilmiah dapat dilakukan melalui observasi dan penelitian lapangan. Observasi adalah pengamatan langsung kepada suatu obyek yang akan diteliti, sedangkan penelitian lapangan adalah usaha pengumpulan data dan informasi secara intensif disertai analisa dan pengujian kembali atas semua yang telah dikumpulkan. Observasi dapat dilakukan dalam suatu waktu yang singkat, sebaliknya penelitian lapangan memerlukan waktu yang lebih panjang. Observasi dapat dilakukan mendahului pengumpulan data melalui angket atau penelitian lapangan. Dalam hal ini observasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai obyek penelitian sehingga dapat disusun daftar kuestioner yang tepat atau dapat menyusun suatu desain penelitian yang cermat. Sebaliknya observasi dapat juga dilakukan sesudah mengumpulkan data melalui angket atau wawancara. Dalam hal ini tujuan observasi adalah untuk mengecek sendiri sampai di mana kebenara