Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
2. Metode Penyajian Oral
Persiapan-persiapan yang diadakan pada waktu menyusun sebuah komposisi untuk disampaikan secara lisan pada umumnya sama dengan persiapan sebuah komposisi tertulis. Perbedaannya terletak dalam dua hal: pertama, dalam penyajian lisan perlu diperhatikan gerak-gerik, sikap, hubungan langsung dengan hadirin, sedangkan dalam komposisi tertulis sama sekali tak diperhitungkan. Kedua, dalam penyajian lisan tidak ada kebebasan bagi pendengar untuk memilih mana yang harus didahulukan mana yang dapat diabaikan, ia harus mendengar seluruh uraian itu. Dalam komposisi tertulis pembaca bebas memilih mana yang dianggapnya paling menarik, sedangkan bagian lain dapat ditunda.
Sebab itu persiapan-persiapan yang diperlukan untuk menyusun sebuah uraian lisan, di samping memperhatikan hal-hal tersebut di atas, tergantung pula dari metode penyajiannya. Ada yang menggarap naskah secara lengkap sebagai sebuah komposisi tertulis, untuk kemudian dibacanya pada kesempatan yang disediakan baginya. Sebaliknya ada yang cukup menuliskan ide atau beberapa catatan yang kemudian dikembangkannya sendiri pada waktu menyajikannya secara lisan.
Berhubung dengan penyajian lisan ini, dikenal empat macam metode penyajian lisan, yaitu:
a. Metode impromptui (serta-merta): metode impromptu adalah metode penyajian berdasarkan kebutuhan sesaat. Tidak ada persiapan sama sekali, pembicara secara serta-merta berbicara berdasarkan pengetahuannya dan kemahirannya. Kesanggupan penyajian lisan menurut cara ini sangat berguna dalam keadaan darurat, tetapi kegunaannya terbatas pada kesempatan yang tidak terduga itu saja. Pengetahuannya yang ada dikaitkan dengan situasi dan kepentingan saat itu akan sangat menolong pembicara.
b. Metode Menghafal: Metode ini merupakan lawan dari metode pertama di atas. Penyajian lisan yang dibawakan dengan metode ini bukan saja direncanakan, tetapi ditulis secara lengkap kemudian dihafal kata demi kata. Ada pembicara yang bisa berhasil dengan metode ini, tetapi lebih sering menjemukan dan tidak menarik. Ada kecenderungan untuk berbicara cepat-cepat mengeluarkan kata-kata tanpa menghayati maknanya. Cara ini juga akan menyulitkan pembicara untuk menyesuaikan dirinya dengan situasi dan reaksi-reaksi pendengar selagi menyajikan gagasannya.
c. Metode Naskah: Metode ini jarang dipakai, kecuali dalam pidato-pidato resmi atau pidato-pidato radio. Metode ini sifatnya masih agak kaku, sebab bila tidak mengadakan latihan yang cukup maka pembicara seolah-olah menimbulkan suatu tirai antara dia dengan pendengar. Mata pembicara selalu ditujukan ke naskah, sehingga ia tak bebas menatap pendengarnya. Bila pembicara bukan seorang ahli, maka ia pun tidak bisa memberi tekanan dan variasi suara untuk menghidupkan pembicaraannya. Kekurangan metode ini dapat diperkecil dengan latihan-latihan yang intensif.
d. Metode ekstemporan (tanpa persiapan naskah): Metode ini sangat dianjurkan karena merupakan jalan tengah. Uraian yang akan dibawakan dengan metode ini direncanakan dengan cermat dan dibuat catatan-catatan yang penting, yang sekaligus menjadi urutan bagi uraian itu. Kadang-kadang disiapkan konsep naskah dengan tidak perlu menghafal kata-katanya. Dengan mempergunakan catatan-catatan tersebut di atas, pembicara dengan bebas berbicara serta bebas pula memilih kata-katanya sendiri. Catatan-catatan tadi hanya digunakan untuk mengingat urutan-urutan idenya.
Metode ini lebih banyak memberikan fleksibilitas dan variasi dalam memilih diksinya. Begitu pula pembicara dapat merubah nada pembicaraannya sesuai dengan reaksi-reaksi yang timbul pada para hadirin sementara uraian itu berlangsung. Sebaliknya bila metode ini terlalu bersifat sketsa, maka hasilnya sama dengan metode impromptu.
Dalam kenyataan metode-metode di atas dapat digabungkan untuk mencapai hasil yang lebih baik. Yang paling sering dilakukan adalah penggabungan antara metode naskah dan metode ekstemporan. Pembicara menyiapkan uraiannya secara mendalam dan terperinci dengan menyiapkan sebuah naskah tertulis. Namun ia tidak membaca seluruh naskah itu. Karena menguasai bahan dalam naskah itu, pembicara akan berbicara secara bebas, sedangkan naskah itu hanya dipakai untuk membantunya dalam urutan-urutan gagasan yang akan dikemukakan.
Baca: Buku Komposisi Gorys Keraf
Comments
Post a Comment