Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
3. Gerakan Shingaku Lanjutan
Secara singkat marilah kita tilik pertumbuhan lembaga dan sejarah Shingaku sebagai gerakan sosial dan selanjutnya kita bahas ajaran dari aliran ini pada masa-masa yang lebih kemudian.
Gerakan Shingaku berhutang budi kepada Teshima Toan (1718-1786)(78) atas kepemimpinan dan kemampuan organisatorisnya yang tinggi yang diperlukan oleh gerakan religius baru yang dilahirkan dari pergulatan batin pendirinya agar gerakan tersebut dapat mencapai kemantapan institusional. Baigan sendiri menyebut Toan "Mencius" bagi alirannya, tetapi mungkin lebih tepat jika kita sejajarkan dia dengan Paulus. Dia dilahirkan di Kyoto dari keluarga pedagang kaya. Ayahnya mempunyai perhatian besar terhadap kesusastraan dan mendorong anak laki-lakinya untuk mendalami masalah ini. Pada usia 18 tahun dia menjadi murid Baigan dan setelah dua tahun lebih sedikit, pada tahun 1738 Toan mencapai pencerahan. Dia belajar di bawah bimbingan Baigan selama 10 tahun sampai Baigan meninggal ketika Toan berusia 27. Tidak lama setelah itu dia menikah dan membentuk rumah tangga sendiri.
Toan adalah pendakwah yang terkenal, selalu mempunyai massa pendengar yang besar sehingga ruang ceramah selalu penuh sesak. Tulisan-tulisannya memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan pikiran-pikiran Shingaku, terutama karena dia memberikan uraian yang lebih memperjelas pikiran-pikiran dasar Baigan. Sebagaimana telah dikemukakan konsep honshin (hati dasar) yang menjadi inti dasar ajaran Shingaku pada masa belakangan merupakan konsep yang dikembangkan Toan. Tetapi jasa terbesarnya pada Shingaku adalah pembenahan organisatoris yang dilakukannya. Pada tahun-tahun akhir hidupnya dia begitu mendominasi keseluruhan gerakan sampai sering kali gerakan itu disebut Teshima-gaku. Sambil menilik sumbangan Toan kepada organisasi Shingaku kita akan sekaligus menggambarkan struktur formal gerakan ini dari mulai masa Toan dan seterusnya.(79)
Toan mulai berdakwah pada 1760. Pada 1765 dia mengubah tempat tinggalnya dan menggunakan sebagian dari tempat tinggal barunya untuk tempat ceramah yang dinamakannya Gorakusha. Ini merupakan kosha pertama yang dipunyai Shingaku yang selanjutnya disusul oleh munculnya 180 yang lain. Toan dan para muridnya mendirikan tiga kosha lagi di Kyoto, Shuseisha pada 1773, Jishusha pada 1779, dan Merinsha pada 1782 yang selanjutnya dikenal dengan nama sansha. Tiga kosha ini, dengan Merinsha sebagai kepalanya menjadi pusat dari Shingaku lanjutan, dan diperlukan stempel dari ketiga sha (sansha inkan) jika seseorang akan mencapai tataran tertinggi gerakan ini.
Ketika Toan meninggal terdapat 22 kosha di 14 provinsi. Struktur organisasi lembaga-lembaga ini banyak ditentukan olehnya; dan sampai di sini marilah kita lihat struktur tersebut.(80) Pertama marilah kita lihat gambaran fisik dari kosha itu sendiri. Kosha pada umumnya merupakan satu bangunan sederhana dengan lebar antara 25 sampai 30 tikar. Sebagian besar areal bangunan itu digunakan untuk ruang ceramah. Bagian tengah ruang ini disebut tokonoma, biasanya berisi beberapa motto. Di atas kanannya adalah satu kuil kecil Amaterasu, dan di bagian atas kiri gambar pemimpin kosha, Shashu. Ceramah (koshaku atau dowa) dilaksanakan di ruang ini dan jika banyak sekali orang yang datang biasanya laki-laki dan perempuan ditempatkan terpisah dibatasi oleh tirai. Setiap kosha tanpa kecuali selalu mempunyai nama yang terdiri atas dua karakter, biasanya diambil dari teks-teks klasik atau kuno.
Pimpinan kosha biasanya tinggal di dalam gedung itu dan menjadi pengurus di samping pengajar. Biasanya terdapat sejumlah murid (shonyu) yang tinggal di kosha berlatih meditasi, belajar, dan menerima tuntunan dari shashu.
Di bawah shashu terdapat sejumlah orang berkisar antara dua atau tiga sampai enam atau tujuh yang berkedudukan sebagai toko. Para petugas ini berkewajiban membantu urusan dalam kosha dan membantu shashu mengajar. Mereka dipilih berdasar kualifikasi berikut: (1) ijin dari pangeran dan orang tua; (2) tidak disibukkan oleh urusan keluarga; (3) tidak mempunyai masalah atau kesulitan dalam keluarga; (4) punya sebanyak mungkin teman; (5) berkepribadian terhormat. Kedudukan ini tidak membutuhkan prestasi belajar yang luar biasa atau sifat baik bagaikan pendeta, tetapi bisa diduduki oleh siapa pun yang sudah menenggelamkan diri dalam meditasi (seiza) dan mempunyai cukup akal sehat untuk bisa menangani urusan dalam kosha. Kedudukan ini dalam banyak hal merupakan posisi kunci dalam gerakan dan berfungsi melatih mereka yang akhirnya menjadi pemimpin yang menonjol, baik di bidang administrasi maupun dalam tugas-tugas pendidikan.(81)
Hojinshi dan kaiyushi pada dasarnya adalah pembantu toko. Jumlah mereka lebih beragam dibanding toko tetapi kualifikasi untuk posisi ini serupa. Sebagaimana juga toko yang merupakan jabatan yang berfungsi sebagai tempat latihan untuk posisi-posisi yang lebih tinggi, jabatan-jabatan ini juga memberikan latihan bagi mereka yang akan menjadi toko.(82)
Koshi adalah orang yang berhak memberikan ceramah dan secara langsung mengajar murid-murid yang lebih serius. Dia haruslah seorang yang pengalaman belajarnya luas dan kebajikannya menjadi teladan. Dalam memilih seorang koshi, baik kemampuannya berceramah maupun tingkah laku dan kata-katanya sehari-hari dinilai dengan sangat teliti. Para pendakwah ini biasanya dipilih dari antara para toko atau royu, yang akan kita bahas segera. Mereka haruslah orang-orang yang sudah mencapai pencerahan, dan sebagai bukti kedudukannya diberi stempel (inkan) yang memberi wewenang kepada mereka untuk memberikan ceramah di kosha manapun. Sashu pada umumnya adalah seorang koshi, tetapi banyak koshi yang bukan kepala kosha tetapi mengikatkan diri pada satu kosha yang dipimpin oleh seorang koshu lain, atau berdakwah berpindah-pindah tempat. Royu adalah seorang pengurus tanpa tugas yang tetap. Dia lebih merupakan seorang murid yang terpercaya dan sudah tinggi tingkatnya yang bisa menggantikan pengurus yang lain manapun, bahkan dalam berceramah jika diperlukan, dan membantu shashu dalam merencanakan pengembangan kegiatan. Sebagaimana telah dikemukakan, posisi ini dapat membawa orang kepada kedudukan koshi. Perlu dikemukakan bahwa toko juga bisa sekali-sekali menggantikan penceramah.(83)
Walaupun hampir tidak mungkin terjadi bahwa chonin yang paling miskin atau yang paling kaya sering memasuki berbagai jabatan kosha Shingaku, jabatan ini terbuka bagi orang dari berbagai jenis yang sangat beragam dan berasal dari beragam jenis pekerjaan dan tingkat kekayaan. Para pengurus mendapat tunjangan dari sumbangan yang diberikan oleh para murid dan oleh orang-orang awam yang bersimpati, yang sering kali terjadi pada saat festival-festival religius berlangsung. Standar hidup ugahari yang ditetapkan oleh Baigan tetap dipegang oleh para pengikutnya sehingga kebutuhan mereka tidak banyak. Gerakan Shingaku tidak kehilangan dukungan dari para pelindung yang mulia yang mendermakan rumah dan tanah untuk kosha.
Baigan menggariskan metode mengajar yang menjadi landasan dasar bagi aliran itu yaitu, ceramah (koshaku atau dowa) yang diambil dari teks-teks klasik dan kehidupan sehari-hari dan sangat kuat diwarnai oleh etika; pertemuan tanya-jawab (kaiho) di mana para murid yang lebih serius mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang masih belum jelas untuk mereka dan ditanya tentang pemahaman mereka; dan meditasi (seiza, kufu), yang dipusatkan pada usaha pemeriksaan moralitas diri dan pencapaian pencerahan. Dua kegiatan pertama hampir selalu dilakukan di kosha (kecuali ceramah yang diberikan oleh pendakwah yang berpindah-pindah yang bisa dilakukan di mana saja) dan yang terakhir, meditasi, merupakan satu bagian penting dari latihan yang diberikan kepada murid yang tinggal di kosha. Semua ini diteruskan dan dikembangkan oleh Toan dan para pengikutnya dan beberapa metode baru ditambahkan.
Rinko dan kaidoku adalah kelompok membaca.(84) Sejumlah murid berkumpul mengelilingi seorang koshi atau toko dan membaca dari buku tertentu. Setiap bagian secara bergiliran didiskusikan oleh para murid sampai pemahaman tertentu tentang artinya, dengan bantuan guru, tercapai. Pembaharuan dari cara ini adalah yang disebut zenkun dan jokun.(85) Zenkun adalah kelas yang terdiri atas anak-anak laki-laki dan wanita antara umur tujuh sampai lima belas tahun. Sedangkan jokun adalah ceramah untuk wanita dewasa. Keduanya menjadi populer pada Shingaku masa lanjutan. Pada masa itu setiap kosha merayakan tiga hari dalam setahun sebagai peringatan hari kematian Baigan (bulan kesembilan, hari ke-24), hari kematian Toan (bulan kedua, hari kesembilan), dan hari kematian pendiri kosha. Pada hari-hai ini gambar orang yang diperingati dipajang dan beberapa sesajian sederhana dipersembahkan. Walaupun tidak macam-macam, upacara itu dilakukan dengan sangat serius.(86) Selain mejnadi pusat kegiatan religius dan pendidikan, kosha juga menjadi tempat untuk memberikan pelayanan sosial. Kosha memberikan bantuan obat-obatan untuk mereka yang sakit, membantu menyediakan ibu susuan bagi ibu-ibu yang tidak mampu menyusui, dan dalam kasus-kasus darurat seperti kebakaran atau banjir, membantu mengorganisasikan bantuan bagi para korban.
Satu ciri yang menarik dari organisasi Shingaku yang secara langsung berkaitan dengan Toan adalah pemberian piagam (dansho) yang menyatakan bahwa pemegangnya telah mencapai pencerahan.(87) Pada mulanya piagam ini harus dikeluarkan di Kyoto dan harus ditandatangani oleh Toan. Piagam ini dikeluarkan hanya tiga kali setahun dan peristiwa itu menjadi perayaan kecil di kosha. Nakazawa Doni (1725-1803) mulai mengeluarkan piagam serupa di Edo. Belakangan, ketika gerakan itu berkembang semakin besar dan mulai mengalami perpecahan organisasi piagam semacam itu dikeluarkan dari berbagai pusat yang berbeda. Praktek ini bermula pada awal 1780-an dan Ishikawa Ken menyatakan bahwa sejak itu sampai sekitar 1800 lebih dari 36.000 orang menerima sertifikat itu.(88) Jumlah ini menarik karena sertifikat itu tidak diberikan dengan gampangan tetapi dengan pengawasan yang sangat ketat. Untuk mencapai pencerahan diperlukan beberapa tahun belajar dan meditasi secara intens. Tetapi jelas ini bukan jumlah yang sedikit. Tidak mungkin bisa diketahui berapa jumlah murid yang gagal untuk mencapai tingkatan tersebut dan juga tidak bisa diketahui berapa orang yang sedikit banyak sudah terpengaruh oleh ajaran ini dan kadang-kadang menghadiri ceramah atau pengajian Shingaku, tetapi tidaklah terlalu meleset jika diperkirakan bahwa jumlahnya berlipat ganda dari jumlah mereka yang berhasil bertahan sampai akhir. Semua pernyataan tentang pengaruh Shingaku terhadap masyarakat harus didasarkan pada penyimpulan, dan inilah fakta nyata yang bisa dipakai untuk penarikan kesimpulan itu. Inkan atau stempel yang dikeluarkan sebagai tanda kewenangan untuk mereka yang berhak mengajar di kosha Shingaku juga dikeluarkan dari pusat-pusat sebagaimana dansho. Monopoli yang selalu dipertahankan dalam pengeluaran dua jenis sertifikat ini jelas merupakan cara yang paling ampuh untuk mempertahankan sentralisasi dalam gerakan ini.
Setelah masa Toan, ketika bentuk-bentuk dan metode-metode pengajaran sebagaimana dibahas di atas telah sepenuhnya tersusun dengan baik, gerakan terus berkembang dengan pesat. Menjelang tahun 1789 terdapat 34 kosha, pada tahun 1795 terdapat 56, dan pada tahun 1803 terdapat 80 di 25 daerah. Sejumlah juru dakwah yang lihai muncul dengan massa pendengar yang sangat besar. Salah satu dari mereka adalah Nakazawa Doni (1725-1803).(89) Dia menjadi murid Toan ketika yang terakhir ini sudah dalam usia agak lanjut, dan dikirim olehnya ke Edo pada tahun 1780. Pada tahun 1781 ia mendirikan Sanzensha di Edo, yang kemudian menjadi kosha yang paling terkenal dan berpengaruh dalam sejarah Shingaku. Dia berasal dari keluarga penenun dan ketika masih pada usia muda menjadi pengikut taat dari sekte Nichiren, dan selanjutnya belajar kepada para pemuka Zen. Dari sinilah pengaruh besar Budhisme dalam ajarannya berasal. Di sini kita melihat contoh dari kenyataan bahwa sinkretisme Baigan cenderung tidak stabil. Kalau Doni menekankan Budhisme maka beberapa guru yang datang kemudian menekankan Konfusianisme atau Shintoisme atau bahkan Taoisme. Secara resmi, memang aliran ini menghormat ketiga ajaran tersebut dan menggunakannya untuk tujuan mereka. Kembali ke Doni, kita harus memandangnya sebagai pendakwah yang paling bersemangat dan paling aktif yang pernah dihasilkan oleh gerakan ini. Dia banyak sekali bepergian, dari mulai ujung utara pulau utama sampai ke Shikoku di selatan, dan selalu disambut oleh khalayak pendengar dalam jumlah yang besar. Dia menarik banyak samurai untuk menjadi pendengarnya dan bahkan beberapa daimyo menjadi tertarik kepada Shingaku karena dia. Dia dan para pengikutnya mendirikan lembaga-lembaga pendidikan di banyak kadipaten besar, sering kali atas permintaan sang adipati yang menguasai wilayah itu.
Kecenderungan menarik yang berkembang pada Shingaku masa kemudian digambarkan dengan baik dalam hasil karya Doni. Perkembangan ini adalah hubungan yang erat dengan bakufu dan penggunaan ceramah-ceramah Shingaku untuk menjelaskan maklumat-maklumat pemerintah. Pada tahun 1793 Doni menerbitkan bukunya, Gokosatsu Dowa, atau ceramah tentang ketetapan-ketetapan pemerintah. Beberapa penulis, di antaranya Miyamoto Mataji,(90) menganggap ini sebagai pengkhianatan terhadap posisi Baigan dan pengubahan fungsi para guru Shingaku menjadi "robot para penguasa". Namun, jika orang mempelajari isi dari ketetapan pemerintah ini orang akan meragukan apakah betul telah terjadi pengkhianatan sebagaimana dimaksud. Ketetapan-ketetapan itu penuh berisi peringatan akan kesetiaan dan kepatuhan kepada orang tua; dorongan agar rakyat melaksanakan pekerjaannya dengan sungguh-sungguh dan menghindari kegiatan bersenang-senang atau berjudi; penekanan kepada pentingnya sikap ugahari dalam konsumsi; peringatan untuk tidak bertengkar atau mengganggu ketenangan umum dan perintah untuk mematuhi para petugas pemerintah. Sulit dicari bagian dari ajaran Baigan yang bertentangan dengan peringatan-peringatan pemerintah ini, dan dengan gampang kita bisa melihat bahwa orang yang dididik dalam pikiran Shingaku akan dapat menggunakannya untuk bahan mengajar sejenis dengan bahan-bahan mereka yang lain. Saya, paling tidak, tidak berhasil menemukan dalam Baigan nada tidak setuju terhadap nilai-nilai dasar tersebut dan terhadap kelas samurai yang dianggap telah dikhianati oleh Doni. Sebaliknya, hubungan yang terlalu dekat dengan bakufu telah menghambat pengaruh Shingaku pada tahun-tahun akhir Era Tokugawa karena masyarakat cenderung kecut hati menghadapi pemerintah.
Paruh pertama abad sembilan belas merupakan perkembangan bagi gerakan Shingaku, tetapi mungkin juga masa melemahnya semangat batinnya. Menjelang tahun 1830 terdapat 134 kosha di 34 provinsi dan bertambah banyak lagi setelah waktu itu. Sebagaimana telah dikemukakan, terdapat bukti bahwa secara keseluruhan ada paling tidak 180 kosha; tetapi, walaupun gerakan berkembang kohesi cenderung hilang. Kanto (wilayah Edo) melepaskan diri dari Kansai (wilayah Kyoto-Osaka) dan Hiroshima menjadi satu pusat yang mandiri di wilayah barat. Guru yang andal semakin sedikit jumlahnya walaupun literatur yang dicetak pada tahun-tahun akhir Tokugawa luar biasa banyaknya. Kecenderungan hubungan dengan dengan bakufu semakin menguat. Pada saat dilakukan pembaharuan oleh Tempo (1830-1844) semua kegiatan umum (teater, dsb) dilarang kecuali empat hal: ceramah Shingaku, Shinto, ceramah tentang karya-karya kemiliteran, dan mukashi-baashi (pendongeng cerita-cerita lama). Mulai 1845 dan berlangsung sampai 1867, bakufu setiap tahun mengeluarkan maklumat pada hari ke-11 bulan pertama yang isinya menyatakan bahwa Teshima Shingaku adalah gerakan yang sangat bermanfaat dan perlu didukung oleh kelas pedagang.(91)
Walaupun tetap bertahan hidup di sana sini selama beberapa tahun, Restorasi 1868 merupakan pukulan maut bagi Shingaku sebagai gerakan. Sebagaimana telah kita lihat, dia semakin lama semakin dekat dengan bakufu dan ini mungkin salah satu sebab mengapa dia dengan cepat kehilangan simpati rakyat. Kendati demikian, tidak sulit untuk menemukan alasan-alasan yang lain. Tahun pertama Meiji menyaksikan suatu usaha besar-besaran untuk memotong ikatan yang selama berabad-abad telah menyatukan Shinto dan Budhisme. Gerakan sinkretik seperti Shingaku jelas menerima akibat dari perkembangan baru ini. Sejak awal gerakan ini selalu menjaga kesatuan dari tiga ajaran (sankyo itchi) tetapi sekarang menghadapi perubahan skala nasional yang menentang pembauran semacam itu. Ada pihak-pihak yang menginginkan dibuangnya elemen-elemen Konfusianisme dan Budhisme dan meminta pemerintah memberikan status sekte Shinto kepada Shingaku. Jelas ini akan menghancurkan inti ajaran Shingaku karena itu tidaklah mengherankan jika usulan ini tidak diterima. Shingaku pada dasarnya gerakan yang bersifat urban dan kotalah yang paling cepat terpengaruh oleh westernisasi dan industrialisasi. Salah satu sumber prestise dan pengaruh Shingaku berkaitan dengan fasilitas-fasilitas pendidikannya dan kenyataan bahwa para pengurusnya terpelajar. Telah dikemukakan bahwa keluarga-keluarga pedagang datang kepada guru-guru Shingaku untuk meminta mereka membuatkan peraturan-peraturan rumah, dan sebagainya. Tetapi sekarang jenis pendidikan yang diwakili oleh Shingaku tidak lagi dihargai terlalu tinggi. Pemerintah membangun sistem sekolah yang menjawab kebutuhan kelas-kelas perkotaan yang telah cenderung diabaikan oleh bakufu. Karena itu, Shingaku yang cenderung cacat karena hubungannya dengan bakufu, tanpa adanya landasan doktrin yang terlalu jelas dan tidak cocok lagi sebagai lembaga pendidikan, dengan cepat kehilangan landasannya sebagai organisasi. Namun, dari satu sisi, pembubarannya lebih merupakan kemenangan daripada kekalahan. Ajaran etikanya yang sangat diagungkannya tidaklah dilupakan tetapi tetap disebarluaskan bahkan lebih meluas dari waktu-waktu sebelumnya. Terutama buku-buku teks etika di sekolah-sekolah umum yang baru itu bernada sangat mirip dengan ceramah Shingaku. Gerakan-gerakan Shinto rakyat yang muncul pada akhir Era Tokugawa dan awal masa Meiji dalam banyak hal menggantungkan diri pada bahan-bahan dari Shingaku untuk ajaran-ajaran etika mereka. Walaupun teknik-teknik meditasinya mungkin telah dilupakan, konsepnya tentang penyatuan hati diri dengan hati langit dan bumi tetap terdapat dalam pikiran-pikiran rakyat dalam bentuk yang lebih lemah seperti "menjadikan hati tulus" dan "menjadikan hati seperti cermin yang bercahaya".
Dengan berpedoman pada sejarah Shingaku pada masa akhirnya, marilah secara ringkas kita lihat pikiran-pikiran yang ada pada masa yang lebih kemudian. Walaupun perkembangan-perkembangan kecil telah terjadi pada pikiran-pikiran keagamaan, semua itu tidak memberikan perubahan yang berarti, karena itu kita akan memusatkan diri pada ajaran-ajaran etika. Marilah mulai dengan sejumlah nasehat konkret dari Wakizaka Gido (17?-1818), seorang murid Toan, yang terkenal karena melakukan dakwah kepada para narapidana di penjara Kyoto.
- Hormatilah Shintoisme, Budhisme dan Konfusianisme dan pegang teguhlah sikap tulus kepada semuanya.
- Taati hukum, terimalah posisi sosialmu serta pegang teguhlah sikap hemat.
- Buatlah rumah tanggamu harmonis dan pegang teguhlah perniagaan yang menjadi panggilanmu.
- Pegang teguhlah kesetiaan, ketaatan kepada orang tua dan kesabaran.
- Pegang teguhlah rasa kasih sayang, kedermawanan yang dirahasiakan, perhatian kepada badan dan kepada keluarga.
- Bertingkahlakulah secara baik dan perhatikan pendidikan anak dan para pengikut.
- Ketahuilah bahwa karunia terdapat dalam kerja dan hargailah kerja hari ini.(92)
I. Jangan lupa pada kata "kepatuhan kepada orang tua". Praktekkan sikap hemat dan jagalah kesehatan, serta berhati-hatilah dalam hal makanan dan anggur, jangan berlebihan. Sikap mementingkan diri dan tindakan serta kata-kata yang tidak masuk akal dilarang. Bekerja keraslah untuk urusan keluarga dan jangan mengeluh tentang kekurangan. Bersikap sabarlah dan cepatlah memperbaiki kesalahan. Punyailah hati yang simpatik. Jangan melupakan semua yang telah dicapai para leluhur dan bersikap baiklah kepada para dewa dan para Budha.
II. Kamu harus jujur (shojiki). Hormatilah para atasan dan kasihilah mereka yang dibawahmu. Taatilah hukum negara. Bersikaplah halus dan hindari pertikaian dan keributan. Jangan mengingkari janji. Jangan melupakan kebaikan orang lain dan lakukanlah balas budi. Jangan melempar kesalahan kepada orang lain.
III. Di seluruh dunia tidak ada sesuatupun yang disebut kepunyaan sendiri. Keluarga merupakan pemberian yang dilimpahkan oleh leluhur dan diteruskan kepada keturunan. Uang bukanlah milik hanya satu orang. Jika uang merupakan milik bersama masyarakat maka tidak bisa dia dibelanjakan oleh satu orang untuk kepentingan dia sendiri. Jika sedikit harus dibelanjakan untuk seluruh keluarga, jika banyak harus digunakan untuk kepentingan umum. Perniagaan tidak boleh hanya untuk tujuan mengumpulkan uang. Selalu berpikirlah tentang kesejahteraan keluarga.(93)
Di sini, saya rasa pandangan dasar etika Baigan terlihat sangat jelas. Pengabdian tanpa pamrih kepada kolektivitas beserta tujuan-tujuannya merupakan hal yang ditekankannya. Kerja keras, keugaharian, dan pengaturan yang masuk akal merupakan aspek-aspek dari pengabdian tersebut. Bagi Shingaku awal maupun lanjutan orang yang sudah mencapai pencerahan religius, kondisi tanpa keakuan, adalah orang yang bisa melaksanakan kewajiban-kewajiban etika di atas secara spontan dan tanpa bimbang atau ragu. Dalam hal ini sulit bagi saya untuk melihat perbedaan antara gerakan Shingaku lama dan lanjutannya dalam kaitannya dengan rasionalisasi ekonomi. Gerakan lanjutannya tidak meneruskan usaha keras Baigan untuk membela kelas pedagang dan upayanya untuk merasionalisasi laba perdagangan. Kendati demikian, ringkasan etika di atas menurut pendapat saya mencerminkan sikap yang sama terhadap kelas pedagang. Jelas bahwa peran pedagang dilihat sebagai kerangka yang sah untuk melaksanakan kesetiaan dan kepatuhan kepada orang tua. Mungkin para guru Shingaku lanjutan kehilangan "rasa acar buah prem gosong" dan kesediaan untuk menghadapi perdebatan yang menjadi ciri Baigan, tetapi dalam inti ajaran etika dan religi sulit ditemukan perbedaannya.
Dalam bab ini, yang terbatas kepada mempelajari satu gerakan saja, kita dapat melakukan analisis yang lebih rinci tentang hubungan religi dengan negara dan ekonomi daripada bab-bab sebelumnya. Kita telah mempelajari satu gerakan yang cenderung terbatas kepada kelas-kelas perkotaan, dan walaupun hanya terbatas pada mereka, tidak mudah untuk memperkirakan seberapa besar sebenarnya pengaruh yang ditimbulkannya atas mereka. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa pengaruh itu sangat besar. Namun, nampaknya tidak mungkin untuk mengatakan lebih dari itu. Tentang latar belakang etika umum dan gerakan-gerakan pada masa itu telah banyak dibicarakan di depan, sehingga kita bisa mengatakan bahwa Shingaku penting bukan hanya karena pengaruhnya yang khusus, tetapi juga karena perannya sebagai contoh dari perkembangan religi dan etika di mana Shingaku menjadi bagian darinya.
Sebagai religi, Shingaku mengajarkan pencerahan dan pengabdian tanpa pamrih, yang keduanya merupakan alat pencapaian dan sekaligus hasil yang dicapai. Secara politis gerakan ini telah menguatkan rasionalisasi dan menjadi perpanjangan kekuasaan dengan cara menekankan kesetiaan dan pengabdian tanpa pamrih seorang hamba. Penekanannya kepada kaisar menjadi penting, di samping hubungan dekatnya dengan bakufu, bagi penyiapan pikiran rakyat untuk Restorasi. Walaupun merupakan gerakan kelas pedagang, dia tidak mencari kekuatan politik langsung bagi para pedagang, tetapi menerima samurai sebagai pemimpin yang membuat kebijakan, dan berusaha memasukkan pedagang ke dalam peran seperti samurai di bidang ekonomi. Arti penting dari cara pandang seperti ini bagi Restorasi dan Era Meiji akan dibicarakan pada bab berikut. Secara ekonomi gerakan ini memperkuat sikap rajin dan hemat, menghargai produktivitas dan menekan konsumsi. Lebih jauh dia menganjurkan standar umum tentang kejujuran dan sikap memegang teguh kontrol serta memberi keduanya landasan religius. Dalam hal ini Shingaku harus dilihat sebagai menyumbang kepada pertumbuhan sikap disiplin, praktis, tekun dalam kerja di dunia di kalangan kelas-kelas perkotaan, yang penting baik bagi para wiraswasta maupun pegawai dalam kondisi ekonomi yang sedang memasuki proses industrialisasi. Dalam melakukan semua itu Shingaku memanfaatkan salah satu tradisi religius yang tertua dan paling kuat di Timur Jauh yaitu, kembali ke Mencius. Dengan menyesuaikan tradisi ini dengan kebutuhan kelas-kelas perkotaan pada masanya Shingaku memberi arti kepada kehidupan pedagang yang sulit dan terganggu dan menyalurkan energi mereka ke arah yang mendatangkan akibat yang paling besar bagi masyarakatnya.
Baca: Buku Religi Tokugawa, Akar-akar Budaya Jepang
-------------------------------------------
(78) Bahan biografi tentang Teshima Toan diambil dari karya monumental Ishikawa, Sekimon Shingaku no Kenkyu, hlm. 269 dst.
(79) Istilah Shingaku sebenarnya tidak digunakan oleh Baigan, yang menyebut ajarannya sebagai Seigaku, (pelajaran mengenai kodrat). Shingaku (pelajaran mengenai hati dan pikiran) pertama kali digunakan oleh Toan pada tahun 1778, dan mulai umum digunakan pada tahun 1779. Istilah Sekimon Shingaku (Shingaku dari aliran Ishida) digunakan untuk membedakan gerakan ini dari Shingaku Budha dan Konfusius. Istilah ini digunakan pada tahun 1790. Kata Shingaku dimunculkan oleh orang-orang Cina penganut Budha, tetapi kemudian digunakan oleh kalangan Konfusius, baik dari aliran Chu Hsi, maupun Wang Yang, dan terutama oleh yang disebut terakhir. Istilah ini pertama kali digunakan di Jepang dalam buku yang terbit pada abad 18. Lihat Ishikawa, "Shingaku Gaisetzu", hlm. 6-7
(80) Mengenai organisasi Kosha, lihat Shiraishi, "Shingaku Kokya no Hoho, hlm. 6-7
(81) Tentang Toko, lihat ibid., hlm. 10
(82) Ibid., hlm. 11
(83) Ibid., hlm. 12
(84) Ibid., hlm. 42-43
(85) Ishikawa, Sekimon Shi no Kenkyu, hlm. 263
(86) Shiraishi, op. cit., hlm, 33-34
(87) Ishikawa, op. cit., hlm. 242
(88) Ibid.
(89) Bahan biografi tentang Nakazawa Doni diambil dari Ishikawa, op. cit., hlm. 304 dst.
(90) Miyamoto, op. cit., hlm. 28
(91) Ibid., hlm. 28
(92) Dikutip dalam Kono, Kokumin Dotoku Yoron, hlm. 250-251
(93) Miyamoto, op. cit., hlm. 30-31
Comments
Post a Comment