Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Cara Membuat Ringkasan

Cara Membuat Ringkasan


3. Cara Membuat Ringkasan


Sebenarnya tidak perlu dikemukakan seperangkat kaidah bagaimana seseorang dapat membuat ringkasan. Mereka yang biasa melakukan itu, tahu bagaimana harus membuat sebuah ringkasan yang baik. Tetapi di samping itu dianggap perlu untuk memberikan beberapa patokan sebagai pegangan, terutama bagi mereka yang baru mulai atau yang belum pernah melakukan kegiatan itu. Setelah seorang terbiasa, barangkali patokan-patokan itu juga sama sekali tidak diperlukan lagi.

Beberapa pegangan yang dipergunakan untuk membuat ringkasan yang baik dan teratur, adalah sebagai berikut:
(1) Membaca naskah asli: penulis ringkasan harus membaca naskah asli seluruhnya beberapa kali untuk mengetahui kesan umum dan maksud pengarang, serta sudut pandangannya.
(2) Mencatat Gagasan Utama: Semua gagasan utama atau gagasan yang penting dicatat atau digaris-bawahi.
(3) Membuat reproduksi: Sebagai langkah ketiga penulis ringkasan menyusun kembali suatu karangan singkat (ringkasan) berdasarkan gagasan-gagasan utama sebagaiman yang dicatat dalam langkah kedua di atas.
(4) Ketentuan Tambahan: Di samping ketiga langkah di atas masih ada beberapa ketentuan tambahan yang perlu diperhatikan pada waktu menyusun ringkasan (langkah ketiga).



3.1 Membaca Naskah Asli


Langkah pertama yang harus dilakukan oleh penulis ringkasan adalah membaca naskah asli satu atau dua kali, kalau perlu diulang hingga beberapa kali, untuk mengetahui kesan umum tentang karangan itu secara menyeluruh. Penulis perlu juga mengetahui maksud pengarang dan sudut pandangan pengarang.

Untuk membantu penulis mencapai hal tersebut. maka judul dan daftar isi karangan itu dapat dijadikan pegangan. Perincian daftar isi karangan mempunyai pertalian dengan judul karangan itu. Sebaliknya alinea-alinea dalam karangan itu menunjang pokok-pokok yang tercantum dalam daftar isi. Sebab itu pada waktu membaca karangan asli, penulis hendaknya memperhatikan daftar isi karangan itu (kalau ada) sehingga lebih mudah ia mendapat kesan umum, maksud pengarang asli dan sudut pandangan pengarang yang tersirat dalam karangan itu.



3.2 Mencatat Gagasan Utama


Bila penulis sudah menangkap maksud, kesan umum, dan sudut pandangan pengarang asli, maka sekarang ia harus memperdalam dan mengkonkritkan semua hal itu. Tindakan atau langkah yang harus dikerjakan adalah membaca kembali karangan itu bagian demi bagian, alinea demi alinea sambil mencatat semua gagasan yang penting dalam bagian atau alinea itu. Pencatatan itu dilakukan untuk dua tujuan, pertama, untuk tujuan pengamanan agar memudahkan penulis pada waktu meneliti kembali apakah pokok-pokok yang dicatat itu penting atau tidak; kedua, catatan ini juga akan menjadi dasar bagi pengolahan selanjutnya. Tujuan terpenting dari pencatatan ini adalah agar tanpa ikatan teks asli, penulis mulai menulis kembali untuk menyusun sebuah ringkasan dengan mempergunakan pokok-pokok yang telah dicatat itu.

Seperti halnya dengan langkah pertama yang mempergunakan judul dan daftar isi sebagai pegangan, maka untuk mengadakan pencatatan gagasan utama ini judul-judul bab, judul anak bab dan alinea yang harus dijadikan sasaran pencatatan, kalau perlu gagasan bawahan alinea yang betul-betul esensil untuk memperjelas gagasan utama tadi juga dicatat. Dalam hal ini harus diperhatikan pula bahwa ada alinea yang dapat dihilangkan atau diabaikan sama sekali, karena sifatnya hanya sebagai ilustrasi atau deskripsi untuk menjelaskan gagasan utama yang terdapat dalam alinea sebelumnya. Sebab itu dapat terjadi bahwa ada sebuah alinea yang kedudukannya jauh lebih penting dari beberapa alinea yang mendahului atau mengikutinya. Di sini gagasan utama dari rangkaian alinea itu terdapat dalam alinea utama tadi, sedangkan alinea-alinea lainnya bisa diabaikan atau hanya dirangkaikan dalam satu kalimat.



3.3 Mengadakan Reproduksi


Dengan mempergunakan catatan-catatan sebagai yang diperoleh pada langkah kedua dan kesan umum yang diperoleh pada langkah pertama, maka penulis sudah siap untuk membuat ringkasan yang dimaksud. Karena catatan yang dibuat sesuai dengan urutan dalam karangan asli, maka soal urutan isi tidak menjadi masalah. Yang harus diperhatikan adalah bahwa dengan catatan tadi, ia harus menyusun kalimat-kalimat baru, merangkaikan semua gagasan tadi ke dalam suatu wacana yang jelas dan dapat diterima akal sehat, dan sekaligus menggambarkan kembali isi dari karangan aslinya.

Bila di antara gagasan yang telah dicatat ada yang masih kabur, maka ia dapat melihat kembali teks aslinya. Namun dalam hal-hal lain hendaknya teks asli jangan dipergunakan lagi, agar jangan tergoda menggunakan kalimat dari pengarang asli. Kalimat pengarang asli hanya boleh digunakan bila kalimat itu dianggap penting karena merupakan kaidah, kesimpulan atau perumusan yang padat.



3.4 Ketentuan Tambahan


Dengan membuat reproduksi sebagai yang telah diuraikan dalam langkah yang ketiga, belum tentu pengarang sudah mengerjakan segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar ringkasan itu diterima sebagai suatu tulisan yang baik.

a. Sebaiknya dalam menyusun ringkasan dipergunakan kalimat tunggal daripada kalimat majemuk. Kalimat majemuk menunjukkan bahwa ada dua gagasan atau lebih yang bersifat paralel. Bila ada kalimat majemuk telitilah kembali apakah tidak mungkin dijadikan kalimat tunggal.

b. Bila mungkin ringkaskanlah kalimat menjadi frasa, frasa menjadi kata. Begitu pula rangkaian gagasan yang panjang hendaknya diganti dengan suatu gagasan sentral saja. Ini tidak berarti bahwa cara kerja ringkasan hanya merupakan ringkasan kalimat-kalimat saja. Seperti sudah dikemukakan dalam langkah kedua, ada kalimat yang dapat diabaikan sama sekali, malahan ada pula alinea yang sama sekali dibuang kalau perlu.

c. Jumlah alinea tergantung dari besarnya ringkasan dan jumlah topik utama yang akan dimasukkan dalam ringkasan. Alinea yang mengandung ilustrasi, contoh, deskripsi, dsb. dapat dihilangkan, kecuali yang dianggap penting. Semua alinea semacam itu yang akan dipertahankan karena dianggap penting, harus pula dipersingkat atau digeneralisasi. Semua kutipan langsung pada prinsipnya dipakai sebagai ilustrasi atau contoh. Sebab itu dalam ringkasan diperlakukan sama seperti alinea yang mengandung ilustrasi atau contoh. Dengan demikian kutipan dapat diabaikan, atau kalau dianggap penting maka diberikan singkatannya.

d. Bila mungkin semua keterangan atau kata sifat dibuang; kadang-kadang sebuah kata sifat atau keterangan masih dipertahankan untuk menjelaskan gagasan umum yang tersirat dalam rangkaian keterangan, atau rangkaian kata sifat yang terdapat dalam naskah.
Misalnya:
Di bidang angkutan udara, maka telah diusahakan peningkatan volume dan produktivitas angkutan melalui kegiatan pengembangan armada, perluasan jaringan dan penambahan frekuensi, serta perbaikan sarananya. Rangkaian kata mulai dari melalui kegiatan sampai dengan perbaikan sarananya dapat dihilangkan atau diganti dengan satu atau dua kata saja misalnya: "melalui bermacam-macam cara."

e. Pertahankan susunan gagasan asli, serta ringkaskanlah gagasan-gagasan itu dalam urutan seperti urutan naskah asli. Urutan topik sebagaimana dicatat dari karangan asli itulah yang harus dirumuskan kembali dalam kalimat penulis ringkasan. Dalam usaha merumuskan kembali karangan itu, penulis ringkasan harus menjaga agar tidak boleh ada hal yang baru dimasukkan, atau tanpa sadar penulis memasukkan pikirannya sendiri.
Skema langkah-langkah dalam membuat sebuah ringkasan:

Langkah Membuat Ringkasan

Untuk tidak memasukkan pikirannya sendiri ke dalam ringkasan, ia harus menjaga agar tidak memberikan interpretasinya sendiri, memberi contohnya sendiri, mengomentari atau mempersoalkan gagasan pengarang asli, menambahkan satu atau lebih informasi yang baru, mengubah perimbangan topik atau masalah sebagaimana dikemukakan pengarang aslinya.

f. Untuk membedakan ringkasan atas sebuah tulisan biasa (bahasa tak langsung) dan sebuah pidato atau ceramah (bahasa langsung) yang mempergunakan sudut pandangan Orang Pertama Tunggal atau Jamak, maka ringkasan pidato atau ceramah itu harus ditulis dengan sudut pandangan Orang Ketiga. Untuk itu ringkasan itu didahului oleh kata-kata seperti: "Pembicara mengatakan bahwa...." dst.
Bila diminta membuat ringkasan atas suatu karangan yang mengandung dialog (oratio directa, bahasa langsung) maka dialog itu harus diringkaskan juga dalam bentuk bahasa tak langsung (oratio indirecta).

g. Biasanya untuk suatu ringkasan ditentukan pula panjang ringkasan finalnya. Dengan demikian meringkaskan suatu karangan menjadi 100 kata, pada hal yang diminta adalah 200 kata, bukan merupakan suatu keahlian. Dengan membuat ringkasan yang 100 kata berarti ada separuh dari gagasan yang seharusnya dimasukkan, dihilangkan begitu saja. Sebab itu penulis ringkasan harus melakukan seperti apa yang diminta.
Bila diminta membuat ringkasan menjadi seperseratus dari karangan asli, maka penulis juga harus membuat demikian. Untuk kepastian apakah penulis membuat seperti yang diminta, maka ia harus menghitung jumlah seluruh kata dalam karangan itu, kemudian dibagi dengan seratus. Hasil pembagian itulah merupakan panjang karangan yang harus ditulisnya. Perhitungan jumlah kata tidak dimaksudkan bahwa seseorang harus menghitung secara tepat jumlah riil kata yang ada. Tetapi suatu perkiraan yang dianggap mendekati kenyataan.
Misalnya untuk menghadapi suatu tugas membuat ringkasan, seorang harus meringkaskan suatu buku yang tebalnya 250 halaman menjadi sepersepuluhnya. Maka perhitungan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
(1) Panjang karangan asli (berupa kata) adalah:
      Jumlah halaman x Jumlah baris per halaman x Jumlah kata per baris = 250 x 35 x 9 kata = 78.750 kata.
(2) Panjang ringkasan berupa jumlah kata:
      78.750:10 = 7.875 kata.
      Panjang ringkasan berupa jumlah halaman ketikan adalah: andaikan kertas yang dipergunakan berukuran kuarto, jarak antara baris 2 spasi, tiap baris rata-rata 9 kata, pada halaman kertas kuarto dapat diketik 25 baris dengan jarak dua spasi, maka:
      Jumlah kata per halaman adalah: 25 x 9 kata = 225.
      Jumlah halaman yang diperlukan adalah:
      7.875:225 = 35 halaman.

Melihat cara perhitungan di atas, barangkali ada yang berkeberatan bahwa tidak semua baris dalam karangan asli terdiri dari sembilan kata, karena baris akhir tiap alinea tidak selalu penuh. Halaman akhir tiap bab juga tidak penuh. Halaman yang memuat judul bab juga tidak memuat 25 baris, dan sebagainya. Namun dapat dijawab bahwa hal-hal semacam itu juga seimbang dengan ringkasannya: baris akhir alinea tidak selalu penuh, halaman yang ada judul bab juga kurang barisnya, halaman akhir dari ringkasan tiap bab juga tidak penuh. Dengan demikian keberatan itu dapat disingkirkan.



Baca: Buku Komposisi Gorys Keraf  

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Observasi dan Penelitian Lapangan

3. Observasi dan Penelitian Lapangan Pengumpulan data untuk suatu tulisan ilmiah dapat dilakukan melalui observasi dan penelitian lapangan. Observasi adalah pengamatan langsung kepada suatu obyek yang akan diteliti, sedangkan penelitian lapangan adalah usaha pengumpulan data dan informasi secara intensif disertai analisa dan pengujian kembali atas semua yang telah dikumpulkan. Observasi dapat dilakukan dalam suatu waktu yang singkat, sebaliknya penelitian lapangan memerlukan waktu yang lebih panjang. Observasi dapat dilakukan mendahului pengumpulan data melalui angket atau penelitian lapangan. Dalam hal ini observasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai obyek penelitian sehingga dapat disusun daftar kuestioner yang tepat atau dapat menyusun suatu desain penelitian yang cermat. Sebaliknya observasi dapat juga dilakukan sesudah mengumpulkan data melalui angket atau wawancara. Dalam hal ini tujuan observasi adalah untuk mengecek sendiri sampai di mana kebenara