Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’ ...
SISTEM EKONOMI DAN YANG DITERAPKAN DI INDONESIA
Mari sekarang kita telusuri falsafah, teori dan tentang kadar ikut campur pemerintah dalam bidang perekonomian yang memben- tuk sistem ekonomi rumah tangga bangsa. Dari penelusuran ini kita bisa mengenali Indonesia termasuk dalam kelompok yang mana.Banyak orang mengatakan bahwa Indonesia mempunyai sistem ekonomi sendiri yang khas Indonesia, yaitu yang tercantum dalam pasal 33 UUD 1945. Banyak juga yang mengatakan bahwa sistem ekonomi Indonesia adalah Sistem Ekonomi Pancasila, yang kalau diperas menjadi Sistem Ekonomi Gotong Royong.
Namun, penjabaran yang konkret dalam bentuk kebijakan dasar beserta program pelaksanaannya tidak ada yang jelas. Kalau kita telaah praktik yang ada, praktis tidak ada bedanya dengan yang dipraktikkan di negara-negara lain, terutama di negara-negara yang sangat kapitalis dan yang sangat liberal.
Untuk memahaminya lebih dalam, terlebih dahulu saya bahas dasar yang paling fundamental dari dua sistem besar, yang sedikit banyaknya menyusup ke semua sistem ekonomi di negara mana pun di dunia. Kalau kita bertolak dari prinsip yang paling mendasar, hanya ada dua sistem ekonomi yang sangat ekstrem bertentangan. Yang satu adalah yang digambarkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul "An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations", yang terbit di tahun 1776, dan terkenal dengan singkatannya "The Wealth of Nations". Yang lain adalah pikiran-pikiran Karl Marx yang diterbitkan di tahun 1865 dengan judul "Das Kapital".
Dua sistem ekonomi tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar, yang diterapkan dalam kehidupan bangsa-bangsa. Maka untuk jangka waktu yang cukup lama dua sistem ekonomi yang ekstrem ini membelah dunia ke dalam dua kelompok negara. Yang pertama adalah kelompok negara-negara yang menganut Adam Smith, yaitu paham kapitalisme yang didasarkan atas mekanisme pasar. Pada awalnya sistem ini dianut oleh negara-negara Eropa Barat.
Kelompok lainnya menerapkan Marxisme, yaitu Sovyet Uni, negara- negara Eropa Timur, China, Korea Utara, Kuba.
Setelah beberapa dekade, dua-duanya gagal. Yang ada adalah sintesis antara dua sistem ini dengan kadar yang berbeda dalam arti, apakah lee bih condong ke arah Marxisme arau lebih condong pada pikiran Adam Smith.
Inti dari kedua teori tersebut saya kemukakan sebagai berikut.
1. Adam Smith
Adam Smith menjelaskan bahwa dia mengenali adanya mekanisme bagaikan hukum alam, yang atas dasar egoisme dan individualisme manusia, tanpa pemerintah ikut campur tangan, akan terjadi ketertiban, keseimbangan, keadilan dan alokasi faktor-faktor produksi yang optimal.Dia mengatakan bahwa manusia selalu mengejar manfaat dan keuntungan yang sebesar-besarnya dari semua pikiran dan tenaga beserta semua kapital yang dimilikinya. Kalau pemerintah tidak ikut campur tangan dalam perilakunya yang demikian, akan ada tangan-tangan ti- dak terlihat atau invisible hands yang mengaturnya, sehingga dengan sen- dirinya terjadi ketertiban, kemakmuran, keadilan dan keseimbangan.
Adam Smith mengatakan bahwa yang akan dijelaskan bukan buah pikiran teoretisnya, tetapi dia hanya mengamati dan mengenali adanya gejala yang demikian. Berikut adalah inti penjelasannya yang disederhanakan dengan sebuah contoh dari saya.
Bayangkan ada seorang yang menemukan bahwa buah gandum dapat diolah menjadi tepung terigu yang ternyata merupakan makanan utama bagi manusia. Dia adalah satu--satunya orang yang memproduksi.
Bayangkan betapa besar laba yang diraihnya dan berakumulasi menjadi kekayaan atau kapital yang besar. Namun, karena pemerintah tidak melindunginya dengan cara paten atau dalam bentuk apa pun juga, setiap orang lain boleh menirunya. Dalam waktu singkat, yang bersangkutan akan mendapat banyak pesaing, penawaran membengkak terus sampai melebihi permintaan akan tepung terigu. Penawaran yang melebihi permintaan akan mengakibatkan harganya turun, sehingga labanya lambat laun akan berubah menjadi kerugian. Ketika itu, karena tidak ada yang mau merugi sampai bangkrut, para produsen meninggalkan produksi tepung, sehingga penawarannya menurun. Penawaran menurun terus same pai harganya naik lagi dan memberikan keuntungan yang normal lagi.
Namun, karena segala sesuatunya tidak direncanakan sama sekali, dan pemerintah tidak boleh mengatur, bisa saja terjadi kebablasan lagi dengan penawaran yang melebihi permintaan, sehingga para produsen mulai menderita kerugian lagi. Proses akan berulang, mereka ramai-ramai meninggalkan cabang produksi tepung, penawaran menurun, harga meningkat lagi sampai memberi laba yang normal.
Kita saksikan, harga beserta laba ruginya naik turun sampai senantiasa mencapai keseimbangan dengan harga yang wajar, yang memberikan tingkat laba yang normal.
Hal yang sama terjadi pada cabang-cabang produksi lainnya. Setiap kali terjadi penemuan baru, setiap kali muncul produsen pionir yang mempunyai kedudukan monopoli, sehingga meraih laba yang super normal. Namun, dalam waktu singkat akan bermunculan produsen-produsen dari barang yang sama dan menyainginya.
Adam Smith menulis bukunya di tahun 1776, ketika barang-barang yang ada berbentuk barang-barang yang dinamakan staple products yang homogen seperti tepung, gula, garam dsb.
Yang tidak diantisipasi oleh Adam Smith ialah bahwa lambat laun daya inovasi dan daya kreasi manusia berkembang. Produk yang tadinya homogen, sehingga dengan banyaknya produsen terdapat pasar dengan perfect competition dibuat berbeda. Garam dikemas dalam botol kecil yang siap pakai di atas meja, diberi merk dan ditambah dengan beberapa mineral dan vitamin. Garam yang demikian dipromosikan sebagai garam yang istimewa, dan karena itu harganya dipasang lebih mahal dari garam sebagai staple product. Garam hasil produksinya sudah dibedakan dengan garam biasa. Garamnya sudah didiferensiasi, sehingga secara relatif dia memperoleh kedudukan monopoli untuk garamnya yang bermerek dan terkemas rapi serta nyaman dalam pemakaiannya. Dalam kedudukannya ini, walaupun akan ada yang menirunya dengan kemasan lain, merk lain dan susunan supplement yang lain, tetapi kedudukan pendahulunya yang monopolistik bertahan. Kita akan dihadapkan pada pasar yang tidak lagi berbentuk perfect competition atau persaingan sempurna, tetapi pasar dengan monopolisttc competition.
Dalam pasar yang berbentuk monopolistic competitton, produsen bisa memperoleh laba super normal untuk jangka waktu yang lama, sehingga laba berakumulasi menjadi kapital yang besar. Dengan kekuatan kapital yang besar, pengusaha yang bersangkutan mempunyai kemampuan melakukan praktik bisnis yang tidak sehat atau bahkan kotor untuk meng- hambat atau bahkan "membunuh" para pesaingnya. Sebagai contoh, pengusaha yang bersangkutan memasang harga yang lebih rendah dari harga pokoknya untuk memaksa para pesaingnya juga merugi sampai bangkrut, yang kemudian perusahaannya dibeli untuk dimusnahkan atau digabung dengan perusahaannya yang memproduksi barang sejenis. Masih banyak lagi Cara-cara lain seperti pembentukan kartel, memalsukan barang pesaingnya dengan kualitas rendah agar dijauhi Oleh konsumen. Kesemuanya diizinkan karena seperti dikatakan tadi, pemerintah tidak boleh melakukan pengaturan, atau tidak boleh mengganggu the invisible hands yang mengatur segala-galanya.
Kenyataan yang dihadapi oleh rakyat Inggris selama kurun waktu sangat panjang dalam revolusi industri memberikan gambaran yang tidak seindah yang dilukiskan oleh Smith. Perusahaan-perusahaan besar, terutama tambang-tambang mempekerjakan manusia bagaikan binatang. Pabrik-pabrik besar juga mempekerjakan buruh wanita dan anak-anak di bawah umur dengan upah sangat rendah dan lingkungan kerja serra perumahan yang jauh di bawah martabat manusia.
2. Karl Marx
Dalam kondisi yang seperti ini muncul Karl Marx yang seumur hidupnya membaca, berpikir, berdebat, menulis, sehingga menghasilkan karya besar dalam bentuk buku berjudul "Das Kapital".Sebelum bukunya terbit Marx bersama-sama dengan Friedrich Engels menulis berbagai artikel dan membentuk organisasi Internationale, serta melakukan gerakan-gerakan yang menjurus pada revolusi yang gagal atas dasar Manifesto Komunis di tahun 1848.
Buku Das Kapital ditulis selama 18 tahun. Di tahun 1865 jilid I selesai. Jili&jilid selanjutnya diterbitkan oleh Engels setelah Marx meninggal, yaitu jilid 2 di tahun 1885, jilid 3 di tahun 1894 dan jilid 4 di tahun 1910. Sovyet Uni dan Eropa Timur, China, Korea Utara, Vietnam Utara, Kuba dan beberapa negara lain menerapkan sistem komunis yang landasannya adalah pikiran-pikiran Karl Marx. Ada penyesuaian di sana sini, sehingga kita mengenal Marxisme-Leninisme dan Marxisme-Maoisme.
Lamanya penulisan bukunya yang didasarkan atas berbagai teori yang sangat mendalam, sangat sulit dipahami. Namun, intinya ialah bahwa manusia bisa memiliki modal yang terakumulasi menjadi sangat besar karena berhasil melakukan eksploitasi pada sesama manusia lainnya. Modal yang dimilikinya, terutama kalau modal itu menjadi sangat besar adalah alat atau Sarana utama untuk melakukan eksploitasi yang lebih dahsyat lagi, sehingga modal terakumulasi pada beberapa gelintir kapitalis, sedangkan sesama warganya tidak mempunyai apa-apa kecuali fisiknya yang dijual. Kondisi yang demikian jelas sangat tidak adil. Maka Marx tiba pada kesimpulan yang sangat ekstrem. Untuk memperoleh keadilan, tidak ada manusia yang boleh memiliki modal dan menjadi pengusaha atau entrepreneur . Semua unit produksi dan distribusi dimiliki, dikuasai dan dikelola oleh negara. Semua orang adalah pegawai negeri.
Dengan demikian semua nilai lebih yang diperoleh dari produksi dan distribusi milik rakyat seluruhnya yang diwakili oleh pemerintah. Karena Marx menganggap bahwa mekanisme pasar yang digambarkan oleh Adam Smith ternyata menghasilkan para kapitalis besar yang memeras dan mengisap sesama manusia golongan proletariat, maka penen- tuan harga dan alokasi faktor-faktor produksi juga harus dilakukan sepenuhnya oleh negara dengan perencanaan sentral. Ini berarti bahwa pemerintahlah yang menentukan apa yang harus diproduksi, dengan spesifikasi seperti apa dan kapan harus dihasilkan. Jelas bahwa tidak mungkin pemerintah bisa melakukan perencanaan untuk dan tentang ratusan ribu atau bahkan jutaan macam barang. Maka terjadi banyak distorsi dan ketimpangan, sehingga akhirnya sistem perencanaan sentral ditinggalkan oleh negara-negara komunis.
Segala sesuatunya dibahas Oleh Joseph Schumpeter dalam bukunya yang berjudul 'Capitalism, Socialism and Democracy" yang terbit di tahun 1943. Schumpeter membahasnya secara sangat ilmiah mendasar, see hingga sangat sulit dipahami. Adalah Alec Nove yang menggambarkan gagalnya sistem komunis secara lebih populer dalam bukunya yang berjudul "The Soviet Economy".
3. Joseph Schumpeter tentang Marxisme
Yang akan dirangkum di bawah judul ini sangat teknis. Maka bagi yang tidak berminat tidak perlu membacanya. Saya memuatnya sebagai referensi mengapa Marxisme yang diterapkan Oleh negara-negara komunis akhirnya gagal. Marx adalah kamergeleerde, yang mendasarkan teori-teori dan ramalan-ramalannya atas dasar metode deduksi semata, sehingga terlepas dari kenyataan. Marilah kita telaah dengan mengemukakan inti kelemahan-kelemahan teorinya seperti yang dikemukakan oleh Joseph Schumpeter sebagai berikut.l. Marx maupun Ricardo berpendapat bahwa nilai dari suatu barang dalam kondisi pasar dengan perfect competition atau persaingan sempurna dan dalam equilibrium atau keseimbangan, sama dengan jumlah tenaga kerja yang dimasukkan ke dalam barang yang bersangkutan, dengan syarat bahwa pekerjaannya efektif, tidak ada inefisiensi.
Schumpeter mengatakan bahwa teori ini tidak relevan, karena jauh dari kenyataan yang berlangsung dalam praktik. Pertama, teorinya didasarkan pada pasar dengan perfect competition yang tidak selalu ada dalam praktik. Kedua, asumsi dasar lainnya ialah bahwa tenaga kerja hanya satu-satunya faktor produksi, dan semua tenaga kerja dengan kualitas yang sama atau sepenuhnya homogen.
Dengan demikian teori tentang nilai suatu barang yang semata- mata didasarkan atas satu faktor produksi, yaitu tenaga manusia tidak relevan dan tidak valid.
Sebagai gantinya, teori yang lebih lengkap, lebih relevan dan lebih realistis adalah teori tentang marginal utility.
Maka teorinya Marx tentang nilai barang, yang olehnya dijadikan titik tolak untuk teori selanjutnya, yaitu reori eksploitasi manusia, di mata Schumpeter dan banyak ahli ekonomi lainnya sudah gugur.
2. Marx bergulat dengan cara meniadakan faktor alam dalam penentuan nilai barang. Teorinya tentang biaya untuk penggunaan tanah adalah upayanya menghilangkan faktor produksi alam, yang menurut Schumpeter sama sekali tidak realistis.
Masih dalam rangka teori nilainya, Marx juga tidak berhasil menjelaskan peran faktor modal dalam bentuk aparat produksi. Kalau pun faktor modal dianggap netral, Marx sama sekali tidak memperhitungkan kenyataan bahuva modal dalam bentuk aparat produksi tidak sekali habis dipakai, dan usia dari semua aparat produksi pada semua perusahaan tidak sama, sehingga faktor aparat produksi jelas mendistorsi perbandingan tenaga kerja yang dipakai dalam memproduksi barang. Namun, Marx tidak mau tahu, karena obsesi dan fokusnya pada reori eksploitasi tenaga manusia.
3. Sekarang tentang teori eksploitasinya. Marx ingin menunjukkan bahwa eksploitasi manusia oleh manusia inherent melekat pada sistem kapitalisme, sehingga dengan sendirinya akan terjadi pemerasan atau eksploitasi oleh manusia terhadap manusia.
Dalam sistem kapitalisme, otak, otot dan syaraf dari buruh membentuk persediaan tenaga kerja. Persediaan atau stok tenaga kerja ini bagi Marx adalah sebuah substansi yang tidak ada bedanya dengan persediaan benda lainnya. Kita dapat menggambarkannya sebagai seorang budak. Bagi Marx tidak ada perbedaan antara kontrak kerja dengan buruh dan membeli budak. Jelas bahwa kontrak kerja dengan buruh berarti membeli tenaga kerjanya saja, tidak membeli seluruh manusia buruh.
Oleh karena buruh tidak ada bedanya dengan benda lainnya, seiring dengan teori Marx tentang nilai, maka dalam pasar dengan persaingan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan, buruh harus dapat menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memproduksi buruh. Segera timbul pertanyaan, jumlah jam kerja berapakah yang dibutuhkan untuk memproduksi persediaan tenaga kerja yang terdapat di dalam tubuh manusia seorang bur-uh? Jawabnya ialah jumlah jam tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengasuh, memberi makan, memberi pakaian dan perumahan kepada buruh. Maka kalau buruh menjual sebagian dari tenaga kerjanya, upahnya harus sama dengan bagian-bagian dari mengasuh, memberi sandang, pangan dan papan kepada manusia buruh; persis seperti pedagang budak yang menjual budak akan menerima harga yang sebanding dengan jumlah jam kerja. Maka bagi Marx seorang buruh memperoleh nilai yang sepenuhnya.
Namun, bilamana seorang kapitalis telah membeli persediaan te- naga kerja, mereka bisa mempekerjakan buruh lebih lama dibandingkan dengan jumlah jam yang dibutuhkan untuk memproduksi per- sediaan tenaga kerja buruh yang bersangkutan. Dengan demikian sang kapitalis memeras jam kerja yang lebih lama dibandingkan dengan upah yang dibayarkan. Karena produk yang diperoleh dari jam-jam kerja bur-uh ekstra itu dapat dijual dengan harga yang sebanding dengan jumlah jam kerja yang de facto diperoleh majikan kapitalis, terdapat selisih nilai antara yang diperoleh dan dibayarkan, dan selisih positif ini jatuh ke tangan kapitalis.
Sang kapitalis meng-eksploitasi buruh, dan merebut nilai lebihnya, walaupun sang buruh memperoleh bayaran yang sesuai dengan tenaga kerjanya dan konsumen tidak membayar lebih dari nilai barang jadi yang dibelinya. Marx terobsesi ingin "ilmiah" untuk menuju pada rangkaian teorinya tentang nilai, tentang eksploitasi tanpa mau terjerumus ke dalam romantisme membela yang lemah.
Dengan mudah dapat kita simpulkan bahwa teori nilai lebih-nya Marx tidak dapat dipertahankan. Teori nilai tenaga manusia tidak dapat dipakai untuk faktor produksi manusia, karena secara implisit berarti bahwa faktor produksi tenaga manusia diproduksi dengan cara yang sama dengan faktor produksi lainnya, misalnya mesin, yang diproduksi atas dasar kalkulasi harga pokok yang rasional. Karena produksi manusia sama sekali tidak ada miripnya dengan mem- produksi mesin, maka teorinya sudah gugur atas dasar titik tolak pikirannya dan atas dasar asumsi-asumsinya sendiri.
Lagipula, tidak akan ada keseimbangan dalam persaingan sempurna, di mana semua kapitalis mengejar laba dari pemerasan tenaga kerja, karena semua kapitalis akan memperbesar produksinya dengan akibat kenaikan upah buruh, sehingga laba hasil pemerasannya akan musnah. Maka pengertian dari "Laba hasil pemerasan tenaga buruh" yang merupakan tonggak penting dari teorinya gugur oleh teorinya yang lain, yaitu pengejaran laba pemerasan yang musnah karena asumsinya tentang persaingan sempurna dan keinginan para kapitalis meraih laba yang sebesar-besarnya.
4. Teori tentang nilai tenaga kerja tidak sesuai dengan kenyataan. Teori yang berbeda dengan kenyataan ini diperparah oleh teori nilai lebih, atau Mehrwert. Menurut teori ini, modal (dalam arti pabrik dan mesin) yang tidak dipakai untuk membayar upah bur-uh, tidak memberi sumbangan pada nilai barang jadi, kecuali bagian yang hilang dalam produksi. Maka kalau perbandingan antara modal dan tenaga kerja berbeda-beda dalam perusahaan yang berbeda-beda, laba dari berbagai perusahaan juga berbeda-beda.
Apabila jumlah modal bertambah, yang selalu terjadi dalam kapitalisme, tetapi tingkat pemerasannya (eksploitasi) sama, dengan sen- dirinya rendemen dari keseluruhan modal menurun. Gambaran seperti ini tidak didukung oleh kenyataan.
Kita tiba pada teori akumulasi
Laba yang diperoleh dari pemerasan tenaga buruh dijadikan modal (alat-alat produksi) oleh para kapitalis. Gejala ini tiada lain adalah tabungan yang dijadikan investasi. Bagi Marx akumulasi ini tidak dapat dihindarkan bagaikan hukum alam. Dengan demikian, nilai lebihnya akan berkurang karena kenaikan upah. Namun, hakikat kapitalis yang senantiasa meningkatkan labanya, justru mening- katkan terus investasinya, yang membuat labanya semakin terpuruk sampai menjadi nol, sehingga akhirnya keseluruhan kapitalnya beserta sistem kapitalisme-nya musnah.
Yang salah pada Marx ialah asumsi dan titik tolak pikirannya, bahwa sistem kapitalis adalah stasioner. Dalam kenyataannya sistem kapitalis tidak stasioner, dan juga tidak selalu disertai dengan ekspansi yang berkesinambungan secara teratur. Perekonomian kapitalis berlangsung dengan guncangan-guncangan karena munculnya produk baru, metode baru dan kemungkinan-kemungkinan komersial baru. Dan karena itu, persaingan yang terjadi, walaupun relatif dengan persaingan sempurna, berbeda dengan kondisi yang stasioner. Maka akumulasi terjadi dengan guncangan atau yang oleh Schumpeter disebut creative destruction. Dalam dunia nyata, akumulasi terjadi tanpa memperkecil laba, melainkan memperbesarnya terus, sehingga kebangkrutan dan musnahnya kapitalisme yang diramalkan oleh Marx tidak terjadi.
5. Tentang teori penyengsaraan atau Verelendung, Marx berpendapat bahwa dalam sistem kapitalis, upah riil dan tingkat hidup dari rakyat yang berpendapatan tinggi akan turun, sedangkan yang berpen- dapatan rendah tidak meningkat. Perkembangan yang demikian inherent dalam logika sistem kapitalis. Ramalannya ini tidak didukung oleh kenyataan. Marx berusaha membelanya dengan mengata- kan bahwa yang diartikan bukan upah mutlak, tetapi upah relatif dibandingkan dengan laba kaum kapitalis. Dengan demikian, walaupun pendapatannya tertinggal dibandingkan dengan pendapatan sang kapitalis entrepreneur, tingkat kemakmuran buruh senantiasa mening- kat, sehingga tidak terjadi Verelendung atau penyengsaraan.
Marx mendasarkan teorinya pada apa yang dinamakan Reserve Anny, yaitu massa miskin yang juga disebut kaum proletariat. Ini disebabkan oleh gejala konsentrasi modal besar pada beberapa kapitalis saja. Menurut Marx di kalangan para kapitalis juga terjadi kon- sentrasi atau pemusatan pada beberapa orang saja yang lalu membentuk jaringan dunia, sehingga di seluruh dunia akan muncul massa proletariat yang tidak mempunyai apa pun kecuali tubuhnya.
Pada gilirannya teori tentang terbentuknya reserve army didasarkan atas teorinya David Ricardo tentang mekanisasi yang secara sistematis akan menggantikan manusia dengan mesin dalam proses produksi. Bersama-sama dengan faktor-faktor yang telah disebutkan tadi, akan terbentuk pasukan kaurn proletariat di mana-mana di seluruh dunia. Mereka sangat miskin, hanya memiliki tubuhnya saja. Tetapi mereka militan, berdisiplin dan akan mengorganisir dirinya ke dalam satu kesatuan dengan kekuatan raksasa, yang akan menghancurkan kapitalisme.
Ini pun tidak terjadi. Di negara-negara yang tetap mempertahankan kapitalisme dengan pengaturan oleh pemerintah, yang muncul adalah serikat-serikat buruh yang berkembang menjadi partai politik. Di banyak negara sering Partai Buruh yang memerintah, yang hubungannya harmonis dengan para kapitalis dan perusahaan-perusahaan besar.
6. Sekarang tentang akan meledaknya sistem kapitalisme atau Zusam- menbruchstheorie.
Sentralisasi dan konsentrasi modal di tangan sekelompok kecil kapitalis di satu pihak, dan kaum proletariat yang terorganisasi dengan rapi di lain pihak akan mengakibatkan benturan dan ledakan luar biasa yang menghancurkan kapitalisme.
Seorang neo Marxist sendiri, yaitu Rudolf Hilferding meragukan teori Marx dalam bidang ini dengan mengemukakan argumentasi yang kuat dan teratur. Dia tiba pada kesimpulan bahwa melalui konsentrasi, kapitalisme justru akan memperoleh stabilitas.
7. Di samping kritiknya, Schumpeter juga mengemukakan bahwa tidak semua teori Marx salah. Kontribusi sangat besar dari Marx dan Engels adalah pikirannya tentang gelombang pasang surutnya ekonomi, atau business cycle atau conjunctuur, yang mendahului Juglar dengan siklus 6 tahunannya.
Kontribusi sangat besar lainnya yang membuat Marx sebagai pio- nir adalah dalam bidang hubungan antara sejarah dan teori ekonomi. Hanya Marx yang untuk pertama kalinya melihat hubungan antara sejarah dengan ekonomi bagaikan kensenyawaan kimia, tidak berdiri sendiri-sendiri yang Saling memakainya sebagai referensi atau verifikasi. Marx yang pertama kali mengenali bahwa teori ekonomi dapat dipakai untuk melakukan analisis sejarah, dan bagaimana gambaran sejarah dapat menjelma menjadi histoire raisonnée.
4. Alec Nove: The Soviet Economy
Sekitar 100 tahun berlalu setelah Marx mengumandangkan pikiran-pikirannya dan setelah lahirnya Manifesto Komunis, serta terbitnya jilid I Das Kapital, sebelum ekonom lainnya muncul yang menunjukkan tidak mungkinnya sistem komunis diterapkan dalam praktik. Kita mengetahui bahwa pada ranah praktis, sistem komunis berarti sistem ekonomi komando dan sistem perencanaan sentral.Tidak boleh ada orang yang memiliki kapital, dan tidak boleh ada orang yang mempunyai perusahaan. Semuanya harus hidup dan bekerja sebagai pegawai negeri. Semua perusahaan, betapapun kecilnya harus dimiliki oleh negara dalam bentuk BUMN.
Bahwa sistem yang demikian tidak mungkin berfungsi dikemukakan Oleh Alec Nove dalam bukunya yang terbit di tahun 1961, berjudul 'The Soviet Economy".
- Mari kita telaah butir-butir pikiran Nove sebagai berikut.Sistem perencanaan sentral mempunyai keuntungan, terutama pada tahap awal penerapannya. Di tahun 1961 ekonomi Sovyet Uni yang terbesar kedua setelah AS. Dalam bidang teknologi, Sovyet Uni membuat RS panik dengan peluncuran Sputnik.
- Dalam tahap-tahap selanjutnya, dalam kehidupan ekonomi yang demikian kompleks dan dinamisnya, ternyata tidak mungkin merencanakan produksi dan distribusi dari dernikian banyaknya jenis barang dan jasa yang dibutuhkan oleh semua warga Sovyet. Pemerintah tidak mungkin menentukan barang dan jasa apa saja yang harus diproduksi, berapa banyak, dalam kualitas yang bagaimana, dengan ukuran berapa? Produksi terdiri atas tahapan-tahapan yang berurutan. Setiap tahap menghasilkan barang antara, yang merupakan bahan masukan untuk produksi selanjutnya. Dengan terjadinya ketidakselarasan antara jumlah barang yang diproduksi pada tahap tertentu dengan barang sama yang dibutuhkan untuk tahapan produksi selanjutnya terjadi bottle neck, yang mengakibatkan pemborosan dan inefisiensi dalam waktu menunggu dan waktu penyesuaian yang lama.
- Untuk kepentingan ideologi dan politik, faktor produksi digunakan dengan cara yang tidak rasional. Cara mencapai target produksi tertentu melalui komando dilakukan dengan kampanye. Bilamana terjadi bottle neck, dibutuhkan target dan kampanye lain, sehingga banyaknya kampanye yang saling bertentangan sangat membingungkan para pelaksana di lapangan. • Struktur politik jatuh bersamaan dengan struktur ekonomi, sedangkan masing-masing pada hakikatnya membutuhkan struktur yang berbeda, sesuai dengan organisasi dan prosesnya yang berbeda pula.
- Beban pekerjaan para perencana tertinggi terlampau banyak. Maka banyak keputusan yang diambilnya sangat terlambat dengan segala konsekuensinya berbentuk penghamburan dan inefisiensi.
- Sistem ekonomi beserta manajemennya mirip dengan perekonomian dalam peperangan, sedangkan target-nya bukan memenangkan peperangan, melainkan memproduksi barang dan jasa guna meningkatkan kernakmuran dan kesejahteraan rakyatnya.
- Faktor-faktor produksi yang langka digunakan untuk memproduksi barang yang secara politik dianggap strategis, sambil mengabaikan memproduksi barang yang sangat dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Harga pokok dari barang dan jasa yang diproduksi guna penentuan harga jual tidak sama dengan harga pokok yang sebenarnya.
- Sistem distribusi dan alokasi barang yang sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah melalui perencanaan sentral mengakibatkan kekurangan-kekurangan dari kebutuhan sehari-hari. Banyak sumber daya ekonomi terhamburkan untuk proyek-proyek mercu suar. Sebelum reformasi, Sovyet Uni adalah negara yang paling maju di antara negara-negara berkembang, tetapi paling terbelakang di antara negara-negara maju. Tingkat kesejahteraan sejak tahun 1928 sangat tertinggal dibandingkan dengan negara-negara yang memberlakukan sistem kapitalisme dengan mekanisme pasar yang diatur dan dikendalikan seperlunya oleh pemerintah.
- Terjadi disproporsionalitas antara produk-produk yang secara berurutan dibutuhkan dalam proses produksi yang berkesinambungan.
- Produktivitas di sektor pertanian jauh tertinggal dibandingkan dengan produktivitas para petani di AS.
- Banyak barang yang diproduksi tidak sesuai dengan selera maupun kebutuhan para warganya.
- Pendidikan yang didukung dengan dana anggaran yang sangat besar.
- Sistem Sovyet sangat cocok untuk meng-eksploitasi dan menggunakan sumber daya alam untuk rakyatnya. Demikian Alec Nove.
5. Glasnost dan Perestroika
Namun, baru di tahun 1980 Michael Gorbachev meluncurkan Glasnost dan Perestroika-nya, dan dalam tahun yang hampir bersamaan, Deng Xiaoping bersama-sama dengan teman-temannya melakukan reformasi yang dikenal dengan sebutan social market economy.Kita saksikan bahwa dewasa ini, setelah negara-negara komunis me- ninggalkan sistem ekonomi komando dengan perencanaan sentralnya, sudah tidak ada lagi negara yang tidak mengizinkan orang per orang secara individual memiliki modal yang dipakai untuk berbisnis atau berproduksi dan berdistribusi. Juga tidak ada lagi negara yang tidak men- dasarkan sistem pertukarannya pada mekanisme pasar, dengan penentuan harga atas dasar kekuatan permintaan dan penawaran.
Dengan kata ' 'kapitalisme" dalam artinya yang netral, saya cenderung menyebut sistem ekonomi yang berlaku secara universal sebagai "Kapitalisme dengan mekanisme pasar dalam rangka peraturan dan pengatur- an seperlunya oleh pemerintah."
Apakah dengan demikian sudah tidak ada perbedaan lagi dalam bidang sistem ekonomi di antara para ahli, para pemikir dan antar bangsa- bangsa di dunia?
Jawabnya adalah "tidak". Tengok perdebatan yang tajam dan keras antara Presiden Obama dan calon Presiden Mitt Romney selama mereka berkampanye. Keduanya menganut sistem kapitalisme yang didasarkan atas mekanisme pasar, tetapi mereka berbeda sangat tajam dalam hal seberapa besar dan dalam bidang apa saja pemerintah harus ikut campur tangan dalam bentuk peraturan dan pengaturan dunia ekonomi dan bisnis.
6. Kesimpulan
Walaupun semua negara di dunia sudah mengadopsi kapitalisme dengan mekanisme pasar, setiap negara mempunyai kadar peraturan dan pengaturan oleh pemerintah yang berbeda-beda. Sejak awal, Eropa Barat menjawab tantangan Marx dengan ikut campurnya pemerintah dalam bentuk peraturan dan pengaturan, sambil mempertahankan kapitalisme yang didasarkan atas mekanisme pasar. Campur tangan pemerintah sangat jauh dalam bidang mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan yang adil. 3 negara yang paling jauh menerapkannya ialah Skandinavia, terutama Norwegia, Inggris dan Belanda. Sekarang Norwegia adalah negara terkaya dengan gini ratio paling rendah di Eropa, disusul oleh Belanda.7. Francis Fukuyama
Di tahun 1992 Francis Fukuyama menerbitkan buku berjudul The End of History and the Last Man. Di halaman 119 ditulis bahwa diktator yang modern pada dasarnya bisa lebih efektif dibandingkan dengan demokrasi dalam menciptakan kondisi sosial yang akan memungkinkan pertumbuhan ekonomi kapitalis, yang lambat laun juga akan melahirkan demokrasi yang stabil.Di halaman 122 ditulis: "sangat sulit dibayangkan bahwa demokrasi bisa berfungsi dengan baik dalam masyarakat yang mayoritasnya buta aksara (baca: kurang pendidikan dan pengetahuan), di mana rakyatnya tidak dapat memahami dan mencerna informasi yang tersedia untuk dapat melakukan pilihan yang benar."
Pada halaman 123 dikatakan: " Cukup bukti empirik bahwa mekanisme pasar dengan pemerintah yang otoriter lebih baik prestasinya dibandingkan dengan negara-negara demokrasi. Secara historis, beberapa pertumbuhan ekonomi yang mengesankan diwujudkan oleh negara-negara yang ekonominya menganut asas mekanisme pasar, tetapi politiknya otoriter, termasuk zaman kekaisaran Jerman, Jepang di era Meiji, Rusia pada zamannya Witte dan Stolypin, dan yang mutakhir adalah Brasilia setelah coup d'état militer di tahun 1964, Chili di bawah Pinochet, dan tentu beberapa negara Asia (kkg: seperti Brasilia, Singapore). Antara tahun 1961 dan 1968, pertumbuhan ekonomi rata-rata dari negara-negara berkembang yang menganut demokrasi seperti India, Sri Langka, Filipina, Chili dan Costa Rica hanya %, sedangkan kelompok negara-negara yang otoriter, yaitu Spanyol, Portugal, Iran, Taiwan, Korea Selatan, Thailand dan Pakistan pertumbuhan rata-ratanya 5,2%.
Faktor yang menyebabkan mengapa mekanisme pasar dengan pemerintah yang otoriter lebih unggul, digambarkan oleh Joseph Schumpeter dalam bukunya "Capitalism, Socialism and Democracy". Dalam buku tersebut ditulis: "para pemilih dari negara-negara demokrasi menganut sistem pasar bebas dalam abstraksi, sehingga mereka segera saja mengingkarinya bilamana kepentingan ekonominya yang jangka pendek terganggu. Tidak ada dalil yang mengatakan bahwa rakyat yang demokratik akan mengambil keputusan-keputusan yang rasional. Juga tidak ada dalil yang mengatakan bahwa mereka yang gagal dalam bidang ekonomi tidak akan menggunakan kekuasaan politiknya untuk melindungi dirinya sendiri.
Di halaman 124 ditulis: "Pemerintah otoriter pada prinsipnya lebih mampu menjalankan kebijakan ekonomi yang liberal untuk mengejar pertumbuhan ekonomi."
Di halaman 220 ditulis: "Tldak ada demokrasi liberal yang berfungsi sebagaimana mestinya tanpa negarawan yang bijaksana dan efektif." Di halaman 238 ditulis: " tantangan yang signifikan terhadap universalisme dari nilai-nilai liberal oleh revolusi Perancis dan revolusi Amerika tidak datang dari negara-negara komunis, yang ternyata sudah bangkrut dan musnah, tetapi dari negara-negara di Asia yang mengombinasikan kapitalisme dan mekanisme pasar dengan otoriterisme yang paternalistik.
Catatan: Banyak ahli ekonomi lain dari dunia Barat yang mempunyai pendapat yang sama. Saya kutip buku Francis Fukuyama, karena yang relatif paling lengkap, tegas dan jelas.
Buku: Nasib Rakyat Indonesia Dalam Era Kemerdekaan
Comments
Post a Comment