Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’ ...
MULAINYA PENJAJAHAN KEMBALI SAMPAI SEKARANG
Interaksi antar-bangsa tidak pernah sepi dari intervensi oleh kekuatan asing, yang biasanya terdiri atas kolaborasi antara pemerintah dan perusahaan raksasa. Tujuan dari negara yang lebih kuat mengintervensi negara mangsanya, sama dengan tujuan kolonialisme dan imperialisme, yaitu penyedotan kekayaan bangsa mangsa, terutama kekayaan alam. Adalah para ahli dari negara-negara Barat sendiri yang menuliskannya dalam ratusan buku tentang konspirasi ini, sehingga ada istilah "reori konspirasi", yang sering kali diartikan sebagai teori sensasional yang omong kosong.Dalam salah satu seminar yang dipimpin oleh seorang pastor Jesuit muda, saya pernah dibentak olehnya bahwa yang saya kemukakan adalah teori konspirasi pembualan yang sudah banyak diketahui orang, basi dan omong kosong. Dengan kesadaran bahwa sangat banyak orang yang mempunyai keyakinan bahwa konspirasi itu tidak ada, toh ingin saya kemukakan beberapa tulisan yang saya yakini kebenarannya. Berikut saya kemukakan temuan dari para ahli asing yang kebenarannya tidak dapat diragukan lagi.
I. Kutipan dari buku Economists With Guns, Authoritarian Development and U.S.-Indonesian Relations, 1960-1968.
Buku ini ditulis oleh Dr. Bradley Simpson, dan diterbitkan oleh Stanford University Press di tahun 2008.
Saya yakin bahwa segala sesuatu yang ditulisnya benar dan otentik. Dia meraih gelar Ph.D dari North Western University dengan disertasi yang mempelajari dokumen-dokumen otentik tentang hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat. Banyak atau hampir semua dokumen yang dipelajarinya adalah dokumen yang classified, namun masa kerahasiaannya telah kedaluwarsa.
Setelah disertasinya terbit, dia diangkat menjadi Direktur Arsip Nasional oleh pemerintah AS. Dengan demikian dia mempunyai akses yang lebih besar dan lebih langsung dari dokumen-dokumen yang otentik. Maka hampir tidak ada kalimat yang tidak didukung oleh dokumen otentik yang bersangkutan. Dalam bab "Reference Matter", dokumen-dokumen pendukungnya terdiri atas 73 halaman dengan isi bukunya yang terdiri atas 259 halaman.
Saya akan mengutip yang relevan dalam aspek penguasaan Indonesia oleh negara-negara maju/kuat, terutama AS, secara kronologis. Kutipan juga sudah saya terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia seakurat mungkin.
Hlm 18:
Presiden Sukarno berkata pada Konferensi Asia Afrika di Bandung di tahun 1955: "Saya mohon kepada Anda sekalian, janganlah berpikir kolonialisme dalam bentuk yang klasik, seperti yang Anda dan saya ketahui. Kolonialisme juga mempunyai bentuknya yang baru, yaitu penguasaan ekonomi, penguasaan intelektual, penguasaan fisik melalui sekelompok kecil dalam tubuh bangsa mangsanya sendiri."Hlm 19:
Ford Foundation (FF) mendanai pendidikan para ilmuwan sosial Indonesia, yang secara langsung membentuk jalan pikiran tentang pemba- ngunan. Antara tahun 1952 dan 1962, FF—di samping AID—memberikan program pendidikan dan pelatihan kepada seluruh generasi ahli ekonomi Indonesia melalui pembentukan kemitraan (partnership) antara Universitas Indonesia dengan University of California at Berkeley, dan pendanaan studi S-2 dalam bidang ekonomi pada MIT, Cornell Universicy, dan institusi lainnya. Dua tahun kemudian FF melaporkan bahwa program pendidikan dan pelatihan ekonominya berpengaruh besar pada pembangunan Indonesia."Hlm 20:
Para guru besar ekonomi dari Universitas Indonesia yang mendampingi Sumitro, yaitu Widjojo Nitisastro, Mohammed Sadli, Subroto, Ali Wardhana, dan Emil Salim memainkan peran yang krusial setelah jatuhnya Sukarno di tahun 1966, yaitu menata ulang kebijakan ekonomi Indonesia dengan memusnahkan ekonomi terpimpinnya Sukarno, yang membuat mereka terkenal dengan sebutan The Berkeley Mafia.Hlm 29:
Keberhasilan Mao tidak disebabkan oleh perencanaan industrialisasi jangka panjangnya, tetapi dari mobilisasi massa, dan bekerja tanpa henti untuk kesatuan dan persatuan. Sukarno menolak doktrin politik Mao karena dianggap tidak cocok untuk Indonesia.Hlm 32:
Wakil Presiden Richard Nixon menyuarakan pendapat dari banyak pejabatnya Presiden Eisenhower di tahun 1956, yaitu "Sukarno mungkin benar bahwa pemerintahan yang demokratis bukan yang terbaik untuk Indonesia, karena P KI tidak mungkin dikalahkan dalam pemilihan umum, karena organisasinya yang begitu baik."Hlm 33:
Di bulan Januari 1958 pemerintah Eisenhower mendukung PRRI secara langsung dengan memberikan perlindungan kapal perang. Pasukan AS juga dengan leluasa menggunakan basis militer di Singapura, Taiwan, Guam, dan Filipina. Pemerintah AS selalu membantah campur tangannya, yang akhirnya terbukti dengan tertembak jatuhnya pilot CIA, Allen Pope, yang hidup dan tertangkap.Hlm 39:
Di dalam pemerintahan Kennedy, sikap terhadap Indonesia terbelah dua, yaitu yang pro bekerja sama dengan Indonesia dan golongan garis keras, yang menghendaki menjatuhkan Sukarno dan menggantinya dengan rezim militer.Hlm 125:
Dalam suatu diskusi, stafnya Kennedy dengan tegas mengatakan bahwa "Indonesia adalah negara dengan 100 jura penduduk beserta kekayaan alam yang terbesar di Asia... tidak masuk akal kalau AS tidak bekerja sama dengan Indonesia. Tiga hari kemudian Kennedy dibunuh di Dallas yang memperparah hubungan antara Indonesia dan AS, karena tiga minggu sebelumnya Djuanda meninggal karena serangan jantung. Oleh Sukarno, Djuanda dianggap sebagai orang yang mempunyai pandangan yang menyeluruh tentang pembangunan ekonomi Indonesia."Hlm 139:
Hubungan antara RI dan AS yang memburuk, dan frustrasi AS yang tidak mampu membendung Sukarno, mendorong AS ke arah pemerintahan militer untuk Indonesia. Mereka merencanakan operasi rahasia untuk melakukan coup d' état terhadap Sukarno, arau membenturkan P KI dengan TNI, agar terjadi kekacauan yang menjurus pada pelengseran Sukarno. Pikiran ini datang dari Biro Tlmur Jauh kementerian Luar Negeri AS. Namun, CIA telah merumuskannya beberapa bulan sebelumnya, yang dapat dirangkum sebagai berikut.Hlm 139:
Dalam rencana tersebut, pelaksanaannya akan dilakukan oleh orange orang Indonesia sendiri yang didukung dari luar (AS). Operasi yang demikian menarik, karena adanya kendala dalam intervensi langsung oleh AS. Kecuali itu, juga jauh lebih murah memperalat kaum komprador dari elite bangsa Indonesia sendiri.Hlm 140:
Frederik Bundell mengamati bahwa aksi dari tentara terhadap P KI mau tidak mau mengandung ciri coup d'état, dengan atau tanpa perlawanan dari Sukarno. CIA menyatakan bahwa tahapan lanjut dari aksinya haruslah menjatuhkan Sukarno ketimbang memelihara hubungan dengan TNI, dengan harapan bahwa TNI akan melengserkannya. Risikonya besar, tetapi risiko ini harus diambil. Rencana CIA untuk memprovokasi bentrokan berdarah tidak dapat diragukan lagi.Hlm 141:
Sekelompok ahli ekonomi Indonesia yang pro Barat mengeluh kepada Duta Besar Howard Jones, bahwa tentara hanya akan bereaksi. Mereka hanya melakukan aksi kalau kepentingannya terancam. Para pejabat AS sudah sering memberitahukan kepada para pemimpin tentara Indonesia, bahwa coup d'état terhadap Sukarno, serangan kepada PKI, atau kedua-duanya akan mendapat dukungan dari AS.Intelijen Inggris dan AS sepakat untuk mendorong coup d'état oleh PKI. Komisaris Tinggi New Zealand dan Singapore di London setuju bahwa coup oleh P KI yang paling efektif dengan syarat bahwa coup-nya gagal.
Hlm 156:
Dubes Howard Jones yang memasuki pensiun dan akan bertugas di East West Center di Universitas Hawai dan digantikan oleh Marshall Green. Sebelumnya, Marshall Green adalah Dubes di Seoul, ketika Park Chung Hee mengambil kekuasaan melalui coup d'état. Maka, tersiar rumor bahwa AS siap melakukan hal yang sama di Indonesia. Dengan kedatangan Green sebagai [dubes, bantuan mulai dihentikan dan staf diperkecil sampai seperlunya saja.Hlm 164:
Pada tanggal 19 Maret para pimpinan perusahaan minyak di Indonesia dipanggil oleh Chaerul Saleh dan diberi tahu bahwa semua perusahaan minyak ditempatkan di bawah pengawasan dan penguasaan pemerintah Indonesia.Presiden Johnson tiba pada kesimpulan bahwa pada akhirnya, kalau perlu, dia siap untuk meluncurkan peperangan besar terhadap Indonesia.
Hlm 172:
Pejabat CIA di Singapore mengusulkan dibentuknya siaran radio gelap ke Indonesia, dan untuk itu mereka telah mendapatkan para pembicaranya.Hlm 172:
Di sini ditulis bahwa kejadian pada tanggal 30 September 1965 adalah peristiwa kecil yang direncanakan secara buruk dan amatiran, sehingga gagal.Namun, pembunuhan beberapa jenderal membuka jalan untuk menjatuhkan Sukarno di bulan Maret 1966, yang disusul dengan penyusunan baru dari konfigurasi politik dan kebijakan luar negeri AS terhadap Indo- nesia.
Hlm 184:
Dubes Marshall Green melaporkan bahwa penghancuran PKI oleh TNI tidak akan berhasil kecuali menghancurkan komunisme, yang berarti menjadikan Sukarno beserta semua anggota PKl serta semua organisasi-organisasi yang terkait sebagai target.Hlm 185:
Di bawah judul "Pasca-pembunuhan besar-besaran setelah 30 September dan respons AS" tertulis: "Kelompok kerja AS memerintahkan Kedubes AS untuk membuat inventarisasi tentang kebutuhan Indonesia dalam berperang melawan PKI. Kebutuhan paling mendesak adalah peralatan komunikasi. Kecuali peralatan komunikasi, Jenderal Sukendro minta beras, obat-obatan, dan senjata ringan. Terhadap permintaan ini terdapat perbedaan pendapat di AS. White House dan Pentagon ingin membantu tanpa syarat, karena fokusnya menghancurkan PKI. Namun, Kernenlu AS menghendaki persyaratan untuk bantuan yang luas. Persyaratannya dinyatakan Oleh Francis Galbraith kepada Jenderal Nasution, bahwa kalau kepentingan memperoleh minyak di Indonesia tidak dipenuhi, bantuan tidak akan diberikan.Hlm 196-197:
Pertemuan segi empat di London pada awal Desember antara Selandia Baru, Australia, AS, dan Inggris memutuskan bahvvpa bantuan ke Indonesia akan dihentikan sampai ada kejelasan tentang niat TNI yang lebih luas.Menlu Dean Rusk menulis kepada TNI: "Hanya menghancurkan PKI tidak cukup. Sukarno harus lengser, konfrontasi harus diakhiri, dan attacks pada kebijakan dan investasi RS harus dihentikan sebelum bantuan yang berarti dapat diberikan. Dan begitu bantuan diberikan lagi, bantuan akan dikaitkan dengan kemauan Indonesia untuk menangani beberapa masalah struktural yang menghambat pembangunan ekonomi. Bantuan juga dikaitkan dengan rencana dalam bidang ekonomi yang disetujui oleh AS dan IMF."
Hlm 197:
Para pejabat AS frustrasi karena merasa bahwa pihak Indonesia tidak akan mengkaitkan bantuan dari AS pada kebijakan yang luas dan menyeluruh. Kedubes Australia mengingatkan AS bahwa kesannya tidak benar, karena pada pertengahan Oktober TNI sudah minta nasihat dari Fakultas Ekonomi UI untuk menata ekonomi Indonesia." "Tidak dapat diragukan bahwa posisi perusahaan-perusahaan minyak AS adalah yang terpenting dalam kebijakan ekonomi Indonesia."Hlm 199:
Pada tanggal 9 Desember Sutowo menyodorkan usulan kepada Julius Tahija supaya menjual Caltex kepada Indonesia dan segera mengalihkan manajemen kepada pemerintah Indonesia. George Ball menulis surat kepada Presiden Johnson: 'Tampaknya Indonesia telah berketetapan hati untuk menguasai perusahaan-perusahaan asing."Kemenlu AS memerintahkan Dubes Green untuk memperingatkan Jakarta bahwa tindakannya akan mengakibatkan terputusnya pendapatan valuta asing, pemberhentian produksi, dan perusakan ekonomi Indonesia. Julius Tahija juga memperingatkan bahava Australia dan Jepang juga akan menghentikan bantuannya kalau Indonesia mengambil alih perusahaan-perusahaan minyak.
Pada tanggal 16 Desember beberapa pejabat tinggi Indonesia berkumpul membicarakan usulan Chaerul Saleh tentang pengambilalihan Caltex dan Stanvac. Di tengah-tengah pertemuan, Suharto datang dengan helikopter secara dramatis, masuk ke dalam kamar perundingan dengan pemberitahuan yang sangat jelas bahwa TNI tidak akan melakukan pengambilalihan perusahaan minyak. Suharto hanya mengatakan itu, dan langsung meninggalkan ruangan.
Hlm 209-210:
Segera setelah Supersemar, Kemenlu AS mulai membuat rencana tentang sikap dan bantuannya kepada Indonesia. McGeorge Bundy dan Walt Rostow mendorong George Ball untuk membuat rencana pembaruan bantuan kepada Indonesia. Tugasnya diberikan kepada Dewan Perencanaan Kebijakan dari Kernenlu AS. Mereka menyimpulkan bahwa yang dihadapi Indonesia bukan hanya pembusukan ekonomi, tetapi korupsi pada umumnya. Indonesia adalah "a truly clientele state", yaitu yang sejak kemerdekaan dikuasai oleh oligarki yang hanya mengejar kepentingannya sendiri tanpa sedikit pun mempedulikan kesejahteraan rakyatnya. Elitenya, di mana TNI memegang peran sangat besar, melihat AP BN sebagai sumber pendapatan bagi mereka, tidak untuk memakmurkan rakyatnya. Keadaan seperti ini tidak akan berubah setelah digusurnya Sukarno. Korupsi dan nepotisme sudah berakar terlampau dalam di dalam masyarakat Indonesia. Yang terbaik buat Washington ialah hidup dengan kondisi ini, dan menggunakannya untuk mencapai tujuan dan kepentingan Washington sendiri."Dari perspektif ini, skenario yang ideal ialah pemerintah yang didominasi Oleh "modernizers" seperti Adam Malik, yang akan menarik negaranya dari statisme ke arah liberalisme. Namun, ini hanya mungkin dengan revolusi kultural dan mengadopsi gaya hidup yang sama sekali asing buat Indonesia.
Skenario yang paling feasible ialah campuran dari state-market economy dan a clientelistlc regime yang didominasi oleh tentara, yang membiarkan kaum modernis membentuk kebijakan ekonomi, atau rezim militer yang modern.
Hlm 213:
Pada setiap kesempatan, Kedubes RS menyatakan dengan jelas kepada para peja bat di J akarta bahwa bantuan kepada Indonesia harus berlangsung seiring dengan pembalikan kebijakan Sukarno, mengembalikan kredi- bilitas dan menstabilkan ekonominya, sesuai dengan kebijakan yang disetujui oleh para kreditur Barat dan lembaga-lembaga internasional. Di bulan April 1966 Indonesia memberikan aba-abanya melalui dua pidato oleh Sri Sultan yang diliput secara luas. Sultan mengakui kesalahan kebijakan ekonomi di masa lampau dan menyatakan bahwa Indo- nesia akan merehabilitasi infrastruktur, mereformasi BUMN, menyederhanakan sistem per-pajakan, mohon negara-negara I-creditor untuk men- jadwalkan kembali utang Indonesia, dan Indonesia mempersilakan masuknya investasi asing. Kernenlu AS sangat menghargai pernyataan Sri Sultan, yang dibuat dengan bantuan para ahli ekonomi dari Universitas Indonesia.Namun, Dean Rusk mengatakan bahwa Sultan tidak menguasai keuangan Indonesia. Yang menguasai adalah Ibnu Sutowo dan Frans Seda, yang menyimpan devisa milik negara di bank-bank di luar negeri, yang dipakai sesuai dengan programnya sendiri.
Sebulan kemudian Sultan mengirim berbagai delegasi ke negara-negara Barat untuk minta penjadwalan kembali utang-utang luar negeri dan minta bantuan baru dari IMF dan Bank Dunia. Mereka, terutama Jepang, merasa bahwa perencanaan yang dikemukakan kacau dengan data statistik yang tidak benar.
Menteri Keuangan Soemarno memberitahukan kepada kedubes-kedubes negara-negara kreditor bahwa Indonesia tidak mampu membayar utang yang jatuh tempo sebesar USD 350 juta. Dengan lengsernya Sukarno, para kreditor bersedia membicarakan kemungkinan penjadwalan kembali, dengan supervisi yang ketat oleh IMF.
Hlm 218:
Di bawah judul 'The Technocrats" tercantum hal-hal sebagai berikut: Untuk Presiden Johnson, peran teknokrat sangat menentukan dalam merumuskan kebijakan AS terhadap Indonesia pasca-Sukarno. • Walaupun dipinggirkan dan menjadi sasaran "hantaman" oleh Sukarno dan kelompok-kelompok Kiri di tahun 1963 sampai akhir 1965, para teknokrat Widjojo Nitisastro, Mohammed Sadli, Subroto, Ali Wardhana, Emil Salim, dan beberapa ekonom lulusan AS men- jaga hubungan baik dengan SESKOAD di bawah pimpinan Suwarto. • Dubes Marshall Green melaporlcan ke Washington bahwa para teknokrat senantiasa menjalin hubungan yang erat dengan Kedubes AS, dan menerima pendapat-pendapat dari AS.Hlm 219:
Suharto memahami bahwa dia membutuhkan para teknokrat kalau ingin menyelamatkan ekonomi. Maka segera saja Suharto mempekerjakan mereka. Widjojo, Salim dan Wardhana memberitahukan kepada Edward Masters bahwa selama musim gugur (autumn) di tahun 1966, mereka melakukan berbagai pertemuan dengan KOGAM, Bank Indonesia, dan Sultan dengan pesan bahwa perekonomian dalam kondisi sangat buruk dan sangat membutuhkan penyelamatan.Kedubes AS membantu dengan memberikan signals jelas kepada pimpinan TNl bahwa Indonesia tidak akan memperoleh bantuan kalau tidak melaksanakan apa yang dirumuskan Oleh para ekonom/teknokrat itu.
AS dan negara-negara Barat lainnya menggambarkan para teknokrat sebagai "kelas satu, kapabel, energetic, pikiran yang terang, rasional, dan action oriented.
Para teknokrat sendiri mempunyai pikiran dan perasaan yang sama tentang dirinya sendiri. Menurut Widjojo, yang adalah arsiteknya kebijakan ekonomi Orde Baru, kebijakan yang dimaksud adalah ekonomi pasar bebas, membubarkan penguasaan oleh pemerintah sepanjang dimungkinkan oleh politik.
Di belakang para teknokrat ada Adam Malik, yang oleh Marshall Green digambarkan sebagai: "orang yang paling brilian dan paling dinamis dalam pemerintahan dewasa ini." Green melanjutkannya dengan kata-kata: "orang berkarakter, dengan keberanian yang luar biasa, dan kemampuan bertindak yang tidak lazim buat Indonesia." Kedubes IAS menggambarkan Malik sebagai "lugas, dinamis, intelektual," yang kontras dengan Suharto yang berbelit-belit, lambat, dan seorang Jawa yang mistik."
Hlm 220:
Penilaian yang bet-beda sangat tajam antara tentara dan teknokrat merupakan kelemahan dari rezim yang dipimpin Oleh militer. Mereka (tentara) membutuhkan bimbingan dari teknokrat dan AS kalau mereka ingin berfungsi sebagai kekuatan militer yang modern.Hlm 221:
Pada tanggal 4 Agustus, Indonesia dan Malaysia berunding di Bangkok, dan pihak militer telah memenuhi kewajibannya. Maka mereka merasa sekarang sudah waktunya menerima bantuan dari AS. Adam Malik dan Sultan mengirimkan daftar kebutuhan senilai USD 500 juta. Pemerintah AS keberatan dan setuju dengan Green agar memberikan bantuan yang terbatas. Walaupun perkembangan dalam bidang politik kondusif, Rusk berpendapat bahwa hanya ada "kernajuan sedikit dalam bidang menangani akar permasalahan dalam bidang ekonomi."Hlm 223:
Kedubes AS berpendapat bahuva secara sepintas Demokrasi Pancasila terlihat seperti diktator militer. Sangat mungkin akan berkembang ke arah otoriterisme militer dengan dukungan dan bantuan dari teknokrat dan Muslim moderat. Green berpendapat bahwa menarik tentara dari ranah politik akan mempunyai dampak kehancuran yang sama dengan membiarkan tentara menguasai politik sepenuhnya. Walaupun para teknokrat mengeluh tentang korupnya tentara dan sikap permusuhannya terhadap demokrasi, para teknokrat sepakat bahwa rakyat Indonesia terlampau terbelakang dan sangat terikat dengan nilai-nilai, struktur, dan praktik tradisional untuk dapat ikut serta dalam politik. Dalam tahapan perkembangan ekonomi dan politik seperti dewasa ini, para petinggi AS tidak melihat adanya alternatif lain kecuali "to support an army-controlled government well into (the) new order."Hlm 224:
Pada akhir September 1966 Adam Malik berkunjung ke Washington dan diterima oleh semua pejabat tertinggi (sampai dengan Presiden Johnson) serta kepala-kepala lembaga keuangan internasional. Kepada pemerintah AS Adam Malik menekankan bahwa Indonesia berhasil menghancurkan komunisme yang tidak banyak dilakukan oleh negara lain. Namun, karena ekonominya hancur, Indonesia perlu bantuan yang sangat esensial, yaitu beras dan tekstil, supaya komunisme tidak kembali lagi. Agar Menlu Indonesia (Adam Malik) tidak kembali ke Jakarta dengan tangan kosong, Dean Rusk memberi 50.000 ton beras dan 150.000 bales tekstil dengan harga yang istimewa (concessional).Hlm 226:
Sepanjang musim panas tahun 1966 kebanyakan pejabat AS menentang bantuan kepada tentara, kecuali sekadarnya saja, karena khawatir bahwa bantuan yang substansial akan mengalihkan perhatiannya dari bidang ekonomi, dan menghambat reformasi ekonomi ke arah ekonomi pasar.Hlm 227:
Ford Foundation membiayai satu generasi dari para ekonom UI untuk belajar di AS. "You cannot have a modernizing country without a modernizing elite", demikian Frank Sutton, Deputy Vice President dari bagian internasional Ford Foundation. Pada awal tahun 1960 UI menyelenggarakan Executive Development Program menurut model AS yang diguna- kan untuk melatih pimpinan tentara dan sipil. Di tahun 1966 Robert McNamara mengatakan bahwa program tersebut terbukti mempunyai nilai yang tinggi.Hlm 231:
Sangat ilustratif adalah kasus Freeport Sulphur. Di tahun 1959 Freeport memperoleh laporan dari ahli geologi Belanda tentang deposito tembaga di Irian Barat. Di bulan April 1965 Freeport memperoleh persetujuan prinsip (preliminary) dari Kementerian ESDM untuk eksplorasi tembaga dan nikel. Sukarno menutup pintu Indonesia dari investor asing. Awal September, James Moyer, direktur Informasi dari Freeport menjadi staf Gedung Putih, di mana saudaranya, Bill Moyer sudah bekerja. Dua bulan kemudian, ketika tentara melakukan pembunuhan terhadap pendukung PKl, Freeport membuka perundingan dengan para jenderal untuk masuk kembali ke Indonesia. Dalam waktu beberapa hari setelah Supersemar, para teknisi Freeport berbondong-bondong masuk ke dalam hutan-hutan Irian Barat yang jaraknya 60 mil dari pantai selatan, berlomba dengan Mitsui dari Jepang. Yang ditemukan oleh Freeport adalah gunung setinggi 600 kaki yang menjulang, penuh dengan biji tembaga berkualitas tinggi. Penemuan Ertsberg, yaitu gunung yang mengandung tambang tembaga terbesar di dunia, meyakinkan mereka untuk bergerak cepat guna memperoleh konsesi.Hlm 240:
Kelompok-kelompok seperti PSI, Masyumi, dan NU yang menentang tindakan-tindakan "kencangkan ikat pinggang" tidak mau mengkritik Suharto. Mereka menujukan kritiknya kepada Widjojo dan anggota-anggota lainnya dari Tim Ekonomi Suharto. Kedubes AS melaporkan bahwa hantaman terhadap kebijakan stabilisasi beserta arsiteknya datang dari banyak pihak. Maka, sangatlah penting AS melindungi dan mendukung mereka, karena mereka adalah harapan satu-satunya untuk perubahan ekonomi Indonesia.Hlm 244:
Pada awal tahun 1966 Continental Illinois National Bank and Trust menyiapkan panduan yang menekankan agar investasi difokuskan pada bidang pertanian, minyak, dan ekstraktif, karena sektor industri dalam arti ekspor hanya satu, yaicu minyak.Hlm 244:
Misi perdagangan yang pertama tiba di Jakarta dari Oregon dan San Francisco di bulan April 1967, mewakili perusahaan-perusahaan skala menengah yang melakukan penjajakan dalam bidang kayu, plywood, kimia, pertambangan, dan minyak. Misi perdagangan dari Belgia, Be- landa, Australia, Prancis, dan Korea Utara menyusul, yang dilaporkan oleh harian Belanda De Volkskrant, bahwa telah terjadi kompetisi yang sengit untuk mendapatkan pasar yang menguntungkan di Indonesia. Kedubes AS memuji Suharto yang menerima investasi asing sebagai sumber utama untuk membangun pulau-pulau luar Jawa. Namun, para teknokrat prihatin karena perusahaan-perusahaan multinasional raksasa yang olehnya dianggap sebagai engine of development belum mengambil inisiatif. Yang datang hanya perusahaan-perusahaan kecil seperti Freeport dan IAPCO.Hlm 245:
Dua bulan kemudian pertemuan yang jauh lebih penting berlangsung di Jenewa. (Saya akan menggambarkannya dengan mengutiP buku yang ditulis oleh John Pilger.)Hlm 247:
Dalam merancang bantuan di kemudian hari, kedubes menulis kepada Presiden Johnson bahwa AS perlu memperhatikan kebudayaan (culture) Indonesia, yaitu (1) tradisi yang menentang perubahan, (2) nilai-nilai khas ketimbang nilai-nilai universal... atau perilaku yang abstrak, (3) organisasi masyarakat yang terpencar dan terkotalekotak. Maka, yang terbaik agar bantuan RS memperoleh hasil yang maksimal ialah bekerja sama dengan apa yang dinamakan "kultur ketiga" dari orang-orang Indonesia, seperti para teknokrat Indonesia yang bisa menjadi jembatan antara kebudayaan Amerika dan Indonesia dan menularkan sikap yang modern kepada sesamanya yang masih tradisional. Para teknokrat sendiri menganggap dirinya sebagai orang-orang yang mempunyai "kultur ganda" seperti ini.2. Kutipan dari buku The New Rulers of the World oleh John Pilger
Sebelum John Pilger menulis bukunya yang dikutip di bawah ini, dia membuat film dokumenter khusus tentang ketimpangan yang luar biasa di Indonesia. Dalam film tersebut John Pilger juga mewawancarai Wakil Presiden Bank Dunia tentang kebijakan Bank Dunia di negara-negara berkembang. Saya mohon kepada Presiden Megawati apakah setelah sidang kabinet saya boleh menayangkan film tersebut. Beliau mengizinkan. Setelah penayangannya, seorang Menteri berdiri, menghampiri saya sambil mengatakan bahwa yang ditayangkan tadi omong kosong. Sebelum Dr. Bradley Simpson menerbitkan bukunya yang berjudul Economists WIth Guns, seperti yang dikutip di atas, bersama dengan Prof. Jeffrey Winters, dia memberikan wawancara kepada wartawan see nior John Pilger, yang ditulisnya dalam bukunya yang berjudul The New Rulers Of The World. Saya kutip sebagai berikut.Hlm 39:
"Di bulan November 1967, menyusul tertangkapnya 'hadiah terbesar' (baca: jatuhnya Bung Karno), hasil tangkapannya dibagi. The Time-Life Corporation mensponsori konferensi istimewa di Jenewa yang dalam waktu tiga hari merancang pengambilalihan Indonesia. Para pesertanya terdiri atas para kapitalis yang paling berkuasa di dunia seperti David Rockefeller. Sernua raksasa korporasi Barat hadir: perusahaan-perusahaan minyak dan bank, General Motors, Imperial Chemical Industries, British Leyland, British American Tobacco, American Express, Siemens, Goode year, The International Paper Corporation, US Steel. Di seberang meja adalah orang-orangnya Soeharto yang oleh Rockefeller disebut "ekonom-ekonom Indonesia yang top'"Di Jenewa, Tim Sultan terkenal dengan sebutan 'the Berkeley Mafia' , karena beberapa di antaranya pernah menikmati beasisuva dari pemerintah Amerika Serikat untuk belajar di Universitas California di Berkeley. Mereka datang sebagai peminta-minta yang menyuarakan hal-hal yang diinginkan oleh para majikan yang hadir. Menyodorkan butir-butir yang dijual dari negara dan bangsanya, delegasi Indonesia menawarkan: . buruh murah yang melimpah. cadangan besar dari sumber daya alam... pasar yang besar."
Hlm 39:
"Pada hari kedua, ekonomi Indonesia telah dibagi, sektor demi sektor. 'Ini dilakukan dengan cara yang spektakuler' kata Jeffrey Winters, Guru Besar di Northwestern University, Chicago, yang dengan mahasiwanya sedang bekerja untuk gelar doktornya. Brad Simpson telah mempelajari dokumen-dokumen konferensi. 'Mereka membaginya ke dalam lima seksi: pertambangan di satu kamar, jasa-jasa di kamar lain, industri ringan di kamar lain, perbankan dan keuangan di kamar lain lagi; yang dilakukan Oleh Chase Manhattan duduk dengan sebuah delegasi yang mendiktekan kebijakan-kebijakan yang dapat diterima Oleh mereka dan para investor lainnya. Kita saksikan para pemimpin korporasi besar ini berkeliling dari satu meja ke meja yang lain, mengatakan: "ini yang kami inginkan: ini, ini, dan ini", dan mereka pada dasarnya merancang infrastruktur hukum untuk berinvestasi di Indonesia. Saya tidak pernah mendengar situasi seperti itu sebelumnya, di mana modal global duduk dengan para wakil dari negara yang diasumsikan sebagai negara berdaulat dan merancang persyaratan buat masuknya investasi mereka ke dalam negaranya sendiri. Freeport mendapatkan bukit dengan tembaga di Papua Barat. Sebuah konsorsium Eropa mendapat nikel Papua Barat. Sang raksasa Alcoa mendapat bagian terbesar dari bauksit Indonesia. Sekelompok perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang, dan Prancis mendapat hutan-hutan tropis di Sumatra, Papua Barat, dan Kalimantan. Sebuah undang-undang tentang penanaman modal asing yang dengan buru-buru disodorkan oleh Soeharto membuat "perampokan" (plunder) ini bebas pajak untuk lima tahun lamanya. Nyata dan secara rahasia, kendali dari ekonomi Indonesia pergi ke Intergovernmental Group on Indonesia (IGGI), yang anggota-anggota intinya adalah Amerika Serikat, Canada, Eropa, Australia dan, yang terpenting, Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia." Jadi, kalau kita percaya John Pilger, Bradley Simpson, dan Jeffrey Winters, sejak tahun 1967 Indonesia sudah mulai dihabisi (plundered) dengan tuntunan Oleh para elite bangsa Indonesia sendiri yang ketika itu berkuasa.3. Kutipan dari buku Confessions of an Economic Hitman oleh John Perkins
Hlm 12:
' 'Saya hanya mengetahui bahwa penugasan pertama saya di Indonesia, dan saya salah seorang dari sebuah tim yang terdiri atas I orang yang dikirim untuk menciptakan cetak biru rencana pembangunan pembangkit listrik untuk pulau Jawa."Hlm 13:
"Saya tahu bahwa saya harus menghasilkan model ekonometrik untuk Indonesia dan Jawa". "Saya mengetahui bahwa statistik dapat dimanipulasi untuk menghasilkan banyak kesimpulan, termasuk apa yang dikehendaki oleh analis atas dasar statistik yang dibuatnya."Hlm 15:
"Pertama-tama saya harus memberikan pembenaran (justification) untuk memberikan utang yang sangat besar jumlahnya, yang akan disalurkan kembali ke MAIN (perusahaan konsultan di mana John Perkins bekerja) dan perusahaan-perusahaan Amerika lainnya (seperti Bechtel, Hallie burton, Stone & Webster, dan Brown & Root) melalui penjualan proyele proyek raksasa dalam bidang rekayasa dan konstruksi. Kedua, saya harus membangkrutkan negara yang menerima pinjaman tersebut (tentunya setelah MAIN dan kontraktor Amerika lainnya dibayar), agar negara target itu untuk selamanya tercengkeram oleh kreditornya, sehingga negara pengutang (baca: Indonesia) menjadi target yang empuk kalau kami membutuhkan favours, termasuk basis-basis militer, suara di PBB, atau akses pada minyak dan sumber daya alam lainnya."Hlm 15-16:
"Aspek yang harus disembunyikan dari semua proyek tersebut ialah membuat laba sangat besar buat para kontraktor, dan membuat bahagia beberapa gelintir keluarga dari negara-negara penerima utang yang sudah kaya dan berpengaruh di negaranya masing-masing. Dengan demikian, ketergantungan keuangan negara penerima utang menjadi permanen sebagai instrumen untuk memperoleh kesetiaan kepada pemerintah-pemerintah penerima utang. Maka, semakin besar jumlah utang semakin baik. Kenyataan bahvvpa beban utang yang sangat besar menyengsarakan bagian termiskin dari bangsanya dalam bidang kesehatan, pendidikan, dan jasa-jasa sosial lainnya selama berpuluh-puluh tahun tidak perlu masuk dalam pertimbangan."Hlm 15:
"Faktor yang paling menentukan adalah Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Proyek yang memberi kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan PDB harus dimenangkan. Walaupun hanya satu proyek yang harus dimenangkan, saya harus menunjukkan bahwa membangun proyek yang bersangkutan akan membawa manfaat yang unggul pada pertumbuhan PDB."Hlm 16:
Claudine (Claudine Martin adalah pejabat CIA yang diberi tugas untuk memberikan perintah-perintah kepada John Perkins) dan saya mendiskusikan karakteristik dari PDB yang menyesatkan. Misalnya, pertumbuhan PDB bisa terjadi walaupun hanya menguntungkan satu orang saja, yaitu yang memiliki perusahaan jasa publik, dengan membebani utang yang sangat berat buat rakyatnya. Yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin menjadi semakin miskin. Statistik akan mencatatnya sebagai kemajuan ekonomi."Hlm 19:
"Sangat menguntungkan buat para penyusun strategi, karena di tahun-tahun enam puluhan terjadi revolusi lainnya, yaitu pemberdayaan perusahaan-perusahaan internasional dan organisasi-organisasi multinasional seperti Bank Dunia dan IMF."Demikian pendapat para ahli dan pengamat asing sendiri tentang penguasaan dan eksploitasi asing terhadap Indonesia.
4. John Perkins seorang pembual atau fiktif
Para ekonom kelompok mazhab tertentu yang berfungsi sebagai agen pelaksana dari korporatokrasi dan prinsip-prinsip Washington Consensus serta-merta mengatakan bahwa John Perkins itu tidak ada. Itu adalah orang yang fiktif. Kalaupun ada orangnya, dia seorang pemimpi dan pembual (fantast).Kalau memang demikian, bagaimana mungkin bahwa bukunya tercantum dalam best seller list selama enam minggu di New York Times. Seminggu setelah dijual di toko-toko buku, sudah tercantum sebagai buku terlaris nomor 4 di Amazon.com. Dalam waktu kurang dari 14 buIan, bukunya telah diterjemahkan ke dalam 25 bahasa. Copyright-nya telah dibeli oleh perusahaan film utama di Hollywood.
Saya bertemu dengan seorang insinyur Indonesia yang ketika itu masih bekerja di sebuah BUMN. Tldak etis buat saya menyebutkan namanya. Beliau menceriterakan kepada saya bahwa beliaulah yang menjadi partnernya John Perkins di Bandung di tahun 1970. Ketika itu, beliau tidak mengetahui bahwa Perkins sedang melakukan perusakan ekonomi atas perintah CIA. Ketika membaca bukunya, beliau begitu marahnya, sehingga segera membuat sangat banyak copy yang dibagi-bagikan kepada teman-temannya.
Mereka yang menyebut John Perkins seorang pembual sekarang ini banyak sekali yang memegang kekuasaan dalam bidang ekonomi. John Perkins mengakui bahwa sangatlah sulit menemukan penerbit, walaupun setiap kali para penerbit itu menunjukkan perhatian yang sangat besar. Namun, pada akhirnya menolak. Baru penerbit yang ke-26 yang menyetujui menerbitkannya. Alasan-alasannya diceriterakannya di Kata Pengantar buku tersebut.
5. Buku berjudul A Game As Old As Empire. The Secret World of Economic Hitmen and the Web of Global Corruption.
Buku ini ditulis oleh 12 para perusak ekonomi lainnya. Setelah buku John Perkins terbit, ada 12 perusak ekonomi lainnya yang merasa terpanggil untuk juga menuliskan pengalamannya, yang dihimpun dalam buku tersebut. Saya tidak akan mengutipnya, karena mereka merusak ekonomi negara--negara lain, dan kutipan bukunya John Perkins sudah cukup menggambarkan betapa perekonomian kita sudah diperuntukkan bagi kesejahteraan bangsa lain.Demikianlah berbagai kutipan dari para ahli dan pelaku asing yang menggambarkan betapa kekuatan-kekuatan korporat-korporat raksasa, yang bersama-sama dengan negara-negara adi daya serta lembaga-lembaga keuangan internasional seperti IMF, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia, sejak Indonesia merdeka sudah melakukan aksinya menyedot kekayaan alam kita. Mereka juga bermotifkan politik untuk meliberalisasikan perekonomian Indonesia sejauh mungkin. Dalam bidang politik, demokratisasinya harus dibuat semirip mungkin dengan model seperti di AS, dan itu telah berhasil diwujudkan dengan amandemen UUD 1945.
Buku: Nasib Rakyat Indonesia Dalam Era Kemerdekaan
Comments
Post a Comment