Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
Tahun 1957, Ray Kroc telah menggabungkan semua unsur yang dibutuhkan untuk menjadikan McDonald's sebagai unggulan. Rencana penjualan waralabanya memberi peluang kepada para wiraswasta untuk mendapatkan bisnis mereka sendiri tanpa harus membayar biaya waralaba yang terlalu mahal, atau harus mengadakan kesepakatan pembelian yang tidak adil. Berita tentang keberhasilan para waralabanya menarik perhatian sejumlah calon pembeli waralaba yang bersedia menanamkan tabungan mereka untuk memasak hamburger. Pengaturannya dengan pemasok luar memberikan kesempatan pada selusinan perusahaan kecil, namun penuh inovasi, mendapatkan keuntungan wajar dari pesanan dalam jumlah banyak tanpa harus menyerahkan sejumlah imbalan kepada Kroc. Sistem kerja berdisiplin tinggi McDonald's memastikan mutu, pelayanan, dan kebersihan dengan standar yang tinggi daripada yang pernah ditemui di kalangan industri drive-in umumnya.
Hanya ada sedikit kelemahan dalam rencana Kroc, McDonald's tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Kroc sedang berasmara dengan bisnis makanan siap saji. Naluri penjualan dalam dirinya hanya tertarik pada potensi penjualan dalam jumlah besar dan daya tarik pembelian terhadap hamburger 15 sen bermutu tinggi. Dorongan masa lalu dalam dirinya hanya terpuaskan oleh pelayanan usaha makanan sistem ban berjalan. Ia merasa harus mengubah apa yang ia lihat di San Bernardino menjadi rangkaian nasional yang dihormati, serta mengubah cara pelayanan dan industri pengolahan makanan dalam melakukan segala sesuatunya. Namun menghasilkan uang tidak termasuk dalam asmara ini. Walau menjadi salah satu dari orang terkaya di negaranya, dengan perkiraan kekayaan sebesar 600 juta dolar saat meninggal tahun 1984, ia tidak pernah membicarakan tentang pengumpulan kekayaan. Ia tidak tergerak oleh uang. Tidak pernah menganalisa bisnis melalui neraca laba ruginya, dan tidak pernah menyempatkan untuk memahami neraca perusahaannya sendiri.
Akibatnya, ia tidak pernah tergerak untuk membuat McDonald's menjadi menguntungkan. Kroc sangat berbaik hati kepada McDonald's bersaudara, terlalu terpusatkan oleh keberhasilan para waralabanya, dan terlalu jujur dalam mengatur para pemasok. Sebagian besar pendapatan perusahaan berasal dari biaya pelayanan 1,9 persen dari hasil penjualan para waralabanya. Tetapi seperempat darinya (0,5 persen) harus diserahkan kepada McDonald's bersaudara. Ia tidak mendapatkan pembayaran tinggi di muka dengan menjual lisensi atas wilayah. Biaya waralaba awalnya hanya 950 dolar, dan ketika dinaikkan tahun 1956, hanya menjadi 1.500 dolar. (Kini sudah mencapai 45.000 dolar). Ia tidak menghasilkan uang banyak dengan memasok para waralabanya makanan dan peralatan. Divisi penjualan Prince Castle-nya menyediakan alat pencampur minuman seharga 150 dolar bagi mereka, dan perusahaan Kroc hanya mendapatkan keuntungan minimum yang kecil dari penjualan ini. Pada prinsipnya, Kroc menolak semua cara yang biasa dilakukan untuk menghasilkan uang dalam penjualan waralaba. Tetapi tidak juga menggantinya dengan suatu kerangka lain yang ia sadari dapat dilakukan.
Pada kenyataannya, siapa pun mendapatkan uang dari McDonald's kecuali perusahaan Ray Kroc. Tokonya sendiri rata-rata mencapai penjualan tahunan sebesar 200.000 dolar pada akhir 1950-an, tetapi dari sini McDonald's hanya mendapatkan 2.800 dolar dalam bentuk pengembalian biaya pelayanan. Seribu dolar lainnya diserahkan kepada McDonald's bersaudara, dan para waralabanya rata-rata mendapatkan keuntungan sampai 40.000 dolar. Apa yang didapatkan McDonald's hampir tidak cukup untuk menutup biaya yang diperlukan dalam memberikan pelayanan kepada para waralabanya. Apalagi untuk menunjang tim kerja keras yang dibentuk oleh Kroc. Kalau McDonald's hanya mengandalkan kepada cara pengaturan keuangan Kroc, dan masih saja melakukan pelayanan dengan tingkat yang tetap sama, perusahaan ini pada tahun 1933 tidak akan pernah menjadi salah satu dari pengecer paling menguntungkan di negara ini dengan penghasilan bersih 1 milyar dolar dari penjualan keseluruhan 23,6 milyar dolar. Singkatnya, konsep Kroc dalam mendirikan McDonald's secara keuangan sudah bangkrut.
Apa yang mengubah McDonald's menjadi mesin penghasil uang tidak ada hubungannya dengan Ray Kroc atau McDonald bersaudara atau bahkan kemasyhuran susu kocok, kentang goreng, dan hamburger McDonald's. Namun McDonald's mendapatkan uang dari usaha real estat dan rumusan yang sedikit diketahui yang dikembangkan oleh Harry J. Sonnneborn. Sonneborn sebelumnya adalah pejabat Tastee-Freez yang diangkat Kroc tahun 1956, dan ia bekerja untuk McDonald's hanya selama sepuluh tahun. Selama itu, ia merupakan mitra Ray Kroc, mitra yang luar biasa diam dan tertutup. Kalau Ray Kroc menjadi semacam legenda dalam bisnis Amerika, Harry Sonneborn hanya sedikit diketahui di luar kalangan mantan McDonald's yang kecil. Nyatanya, sebagian besar pegawai McDonald's saat ini tidak mengetahui siapa Harry Sonneborn dan apa yang telah dilakukannya. Namun tanpa rumusan keuangannya, McDonald's tidak akan pernah menjadi pesaing tangguh dalam usaha makanan siap saji, kalau tidak mau mengatakan berhasil menempati posisi penghasil uang luar biasa. "Harry seorang diri meletakkan dasar kebijaksanaan untuk menyelamatkan perusahaan ini dan menjadikannya sebagai perusahaan besar," Kroc menyimpulkan sebulan sebelum meninggal. Idenyalah yang sebenarnya membuat McDonald's menjadi kaya."
Bagi Al Golin, penasihat hubungan masyarakat yang lama bekerja pada McDonald's, duet Kroc Sonneborn merupakan contoh klasik "Tuan (urusan) luar dan tuan (urusan) dalam." Kroc pendiri yang simpatik dan penuh warna yang menciptakan citra masyarakat dari McDonald's. Merupakan tokoh kuat yang kepribadiannya benar-benar menutupi kepribadian Sonneborn, yang gaya tak berkepribadian dan kesibukannya hanya terhadap sisi keuangan bisnis ini menjadikannya sebagai pemain di belakang layar.
Namun, siasat penanaman modal Sonneborn dalam real estat tetap menjadi alasan penting mengapa McDonald's dapat menyombongkan posisi keuangannya yang tidak pernah bisa tersaingi dalam bisnis penjualan makanan siap saji. Sebagai orang yang bertindak sebagai pimpinan keuangan McDonald's selama dekade pertamanya, Sonneborn harus dihormati dalam mengubah kelemahan sistem kerja Kroc-Turner menjadi perusahaan yang sangat menguntungkan. Ia melakukan hal ini dengan menemukan cara baru untuk menghasilkan uang secara tidak bertentangan dengan konsep kejujuran/keadilan Kroc terhadap para waralaba dan pemasoknya. Alih-alih dari membebankan biaya lebih tinggi kepada para waralabanya atau mengenakan persentase pada apa yang dijual para pemasok kepada para waralabanya, Sonneborn lebih tertarik pada ide mendapatkan uang dari real estat yang akan disewakan McDonald's kepada para waralabanya.
Jauh dari pertentangan kepentingan para waralaba McDonald's, rumusan Sonneborn untuk mendapatkan uang benar-benar sesuai dengan konsep Kroc dalam membentuk kemitraan bersama para waralabanya. Ia melakukannya dengan memecahkan masalah tunggal terbesar yang dihadapi para waralaba, yang diperoleh Kroc sesudah kawan-kawannya di Rolling Green : mendapatkan dana untuk membayar lahan dan bangunan merah-putih McDonald's. Kalau Kroc mau menjual waralaba banyak toko atas wilayah yang luas, seperti yang dilakukan Wendy's, Burger King, dan penjual waralaba lainnya, ia sudah dapat menarik para penanam modal yang kuat untuk membangun toko-toko mereka sendiri. Dengan mewaralabakan hanya satu toko demi satu toko, Kroc mengendalikan mutu para waralabanya. Namun pengusaha perorangan yang berhasil ia tarik tidak memiliki 30.000 dolar yang akan dibutuhkan untuk mendapatkan lahan satu setengah are sebagai tempat mendirikan toko, dan juga tidak memiliki 40.000 dolar yang diperlukan untuk membangun tokonya. Tidak juga mampu mencari pinjaman dalam mengusahakan dana ini.
Sonneborn mengusulkan pemecahan yang sangat sederhana. McDonald's akan mendirikan perusahaan real estat tersendiri, disebut perusahaan Franchised Realty, yang akan mendapatkan dan menyewa lahan restoran dari pemilik lahan yang bersedia mendirikan toko McDonald's, yang juga dapat disewakan kepada perusahaan. Perusahaan ini akan mengikat kontrak sewa dengan para pemilik selama duapuluh tahun. Lalu menyewakan kembali kepada para waralaba McDonald's, dengan memberlakukan sedikit pertambahan harga bagi pelayanan real estat yang diberikan.
Sonneborn telah menawarkan rencana usaha real estat yang sama ketika masih bekerja di Tastee-Freez, tetapi Moranz menolak. Ia dapat memahami, karena Tastee-Freez memiliki sumber pendapatan lain yang tidak dimiliki McDonald's. Berbentuk suatu persentase dari pendapatan para pemasok produk susunya dari penjualan semua campuran es krim kepada para waralaba. Masalah McDonald's, kata Sonneborn "pada dasarnya, perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dari penjualan waralaba, karena sebagian besar sudah dipakai membiayai operasional."
Hal yang bermanfaat dari pengambilan posisi"sandwich" McDonald's, menyewa dari pemilik tanah dan menyewakan kembali kepada para waralabanya, dapat menghasilkan keuntungan yang dapat diperhitungkan. Sonneborn telah mengembangkan rumusan yang dapat menghasilkan keuntungan berarti, lebih baik daripada yang dapat dihasilkan McDonald's dengan menjual peralatan dan pasokan bahan makanan kepada para waralabanya. Dalam perundingan bersama pemilik lahan, Sonneborn menolak menyetujui keinginan mereka untuk menjadikan suatu persentase dari hasil pendapatan toko sebagai dasar penetapan sewa. Sebaliknya mendesakkan pembayaran sewa yang sama setiap bulannya, umumnya sekitar 500 sampai 600 dolar. Dalam menyewakan kembali kepada para waralaba, ia mengenakan tambahan dari harga sewa yang dibayar McDonald's, awalnya sebesar 20 persen lalu menjadi 40 persen. Jadi dari satu toko yang mengharuskan McDonald's membayar 600 dolar seminggu untuk menyewanya, McDonald's mengharuskan para waralaba memperhitungkan harga dasar sewa bagi para waralabanya, Sonneborn bahkan menambahkan biaya bunga terhadap penanaman modal McDonald's atas real estat. "Kami telah mengembangkan rumusan untuk menyewakan kembali yang sukar dipercaya," Sonneborn menyombong. "Kami akan menjadi penanam modal real estat yang besar."
Selama toko yang disewakan kembali tetap bergabung dengan bisnis ini, ia akan memberikan kepada McDonald's paling sedikit 40 persen dari keuntungan minimum real estatnya. Biaya real estat McDonald's akan tetap besarnya selama duapuluh tahun, karena tidak ada peningkatan dalam kontrak apa pun yang ditandatangani Sonneborn. Selain itu, semua penyewaan kembali kepada para waralaba adalah berupa penyewaan bersih, yang berarti para waralab, bukan McDonald's, bertanggung jawab membayar asuransi dan pajak, yang dua-duanya tentu akan terus naik. Oleh sebab itu, semua kelebihan pendapatan sewa menyewa McDonald's dari biaya sewanya, tetap dapat mengembangkan bagian bawah perusahaan. "Ini benar-benar penghasilan bersih," kata Sonneborn. "Tidak ada biaya-biaya tambahan."
Namun bagian terbaik dari rumusan ini bahwa penambahan harga sewa sebesar 40 persen hanya merupakan harga sewa paling kecil yang dibayar para waralabanya. Hal ini dapat memberikan kepada McDonald's cukup uang untuk menutup biaya kerja yang dibutuhkan untuk melayani para waralaba. Sebagian besar dari keuntungan yang didapatkan perusahaan berasal dari kenyataan kedua cara penyewaan seperti ini, yang memperhitungkan sewa para waralabanya sebagai persentase dari hasil pendapatan tokonya, awalnya hanya 5 persen. Para waralaba diharuskan membayar kepada McDonald's, apakah berupa sewa dengan harga tetap atau berbentuk persentase, yang mana saja yang lebih tinggi. Sonneborn ternyata bisa menemukan cara untuk ikut menikmati keuntungan yang dihasilkan dari peningkatan pendapatan pada masing-masing toko. Kenyataannya, ia berhasil meraih dua sisi paling menguntungkan dalam kesepakatan sewa-menyewa. Menolak membayar sewa berbentuk persentase kepada para pemilik lahan. Namun berkeras mendapatkan sewa berbentuk persentase dari para waralabanya. "Aku tidak menjelaskan kepada siapa pun, " kata Sonneborn. "Itu adalah kesepakatan, mau atau tidak. Aku tidak pernah mencoba memberitahu para waralaba seperti apa kontrak mereka. Beginilah penyewaannya."
Franchise Realty juga menghasilkan uang banyak dengan seketika. Begitu McDonald's mulai menyewakan kembali real estat kepada para waralaba, hal ini mulai mengharuskan mereka membayar jaminan pertanggungan sebesar 7.500 dolar. Setengahnya akan dikembalikan dalam waktu 15 tahun dan setengahnya pada akhir tahun dari waralaba 20 tahun. (Jaminan pertanggungan ini telah dinaikkan dari 10.000 dolar tahun 1963 dan sekarang sudah menjadi 15.000 dolar.) Dalam jangka waktu tersebut, McDonald's dapat memanfaatkan uang ini, dan dalam waktu satu tahun, Sonneborn mulai menggunakan untuk melanjutkan permainan real estatnya memasuki tahapan kedua: kepemilikan lahan. Mulanya, hanya berupa penyewaan tanah dan memiliki bangunannya, menggunakan sebagian dari jaminan pertanggungan untuk penyewaan lahan dan sebagian lagi untuk membayar penjaminan bangunan. Pada awal tahun 1960-an, walau demikian, Sonneborn telah menjadi pemilik total, membeli lahan di bawah kontrak pembayaran sepuluh tahun dengan pemilik lahan dan membiayai pembangunan toko dengan pinjaman bank. Rencana ini cerdik sekali, McDonald's akan mendapatkan kepemilikan lahan dan bangunan tanpa menggunakan uangnya sendiri sedikit pun. Dilakukan dengan memanfaatkan uang para waralabanya untuk uang muka, dan meminjam sisanya dari pemilik lahan dan bank. Ini sangat menguntungkan, namun rencana Sonneborn akan sangat luar biasa kalau dapat dijalankan. Tentunya jelas, Kroc telah menemukan seorang mitra yang lebih daripada memuaskan untuk mengatasi kekurangannya dalam bidang keuangan.
Cara Sonneborn dalam berbisnis benar-benar hanya berdasarkan keuangan. Kepentingan utama dalam bisnis hanya mendapatkan uang. Ia tidak memiliki semangat Kroc dalam mengusahakan drive-in McDonald's. Bakatnya dalam perundingan keuangan dan penghargaannya yang mendalam atas kepentingan semua pihak mencapai kesepakatan, akan dapat diterapkan dalam bisnis apa pun. Sonneborn akan puas kalau dapat menggunakannya dalam bisnis pakaian, bidangnya semula, seperti dalam bisnis hamburger. Sebenarnya, ia menganggap bisnis penjualan makanan hanyalah sebagai alat untuk mencari uang dari real estat. Sebab itu, ia benar-benar merupakan kebalikan dari Ray Kroc. Ia jelas memiliki keinginan untuk mendapatkan uang. Kalau Kroc tidak setengah-setengah untuk memaksa para waralabanya memenuhi standar QSC McDonald's, Sonneborn juga tidak setengah-setengah memaksa mereka membayar uang sewa yang disesuaikan dengan mutu pelayanan yang mereka terima dari perusahaan. "Aku tidak pernah mempertimbangkan aspek keuangan terlepas dari bisnis," Sonneborn menjelaskan. "Judul permainan ini adalah mencari untung."
Keuntungan bukan satu-satunya yang dihasilkan Sonneborn dari bermain real estat. Kroc dan Sonneborn yakin bahwa kendali atas real estat juga memberi McDonald's jenis kendali tertentu terhadap para waralabanya yang tidak dapat dicantumkan dalam naskah kesepakatan. Lusinan perkara pengadilan sejak itu menggambarkan hak para waralaba dan kekuatan para pemilik waralaba. Namun waralab belum begitu dikenal dalam hukum tahun 1950-an. Apa yang dapat mencegah para waralabanya kalau mereka ingin menurunkan papan nama McDonald's, mengganti nama restoran, dan menahan kewajiban membayar royalti mereka? Kekuatan apa yang dimiliki McDonald's untuk mendisiplinkan para pembangkang dari para waralabanya yang tidak bersedia mematuhi peraturan dan standar kerja? Dalam peperangan melawan hal-hal menjengkelkan ini, Sonneborn berkata, "Aku tidak menganggap kontrak waralaba berkekuatan seperti apa yang tertulis di dalamnya. Tampaknya apa yang tertulis tidak dapat diandalkan untuk bertahan di depan pengadilan. Di hadapan pengadilan, semua ini hanya akan menjadi perusahaan besar yang berhadapan dengan perorangan biasa, dan perusahaan tidak akan pernah dapat memenangkannya."
Ini tidak akan terjadi dengan sistem sewa. Ini merupakan dokumen yang legal terhadap waktu, dan McDonald's dengan cepat mengaitkan segala persyaratan persewaan dengan standar operasinya. "Kami mengaitkan sistem sewa pada waralaba, sehingga pelanggaran apa pun terhadap waralaba dapat menyebabkan sewa ini berakhir," Sonneborn menjelaskan.
Dengan sendirinya, pengadilan akan menolak mengadili perkara sewa secara terpisah dengan kesepakatan waralab, dan McDonald's kelak akan menganggap keduanya sebagai dokumen tidak terpisahkan. Pemikiran Sonneborn benar-benar mengagumkan bagi Ray Kroc di pertengahan tahun 1950-an, ketika ia banyak mengalami kesulitan menghadapi para waralaba dari California dan Rolling Green, yang kebanyakan di antaranya memiliki sendiri toko mereka dan menyewa sendiri lahannya dari para pemilik tanah. Sebenarnya, ketika Sonneborn mengusulkan rencana real estatnya tahun 1956, Kroc menyetujui lebih sebagai alat pengendali para waralabanya daripada mengharapkan keuntungan yang dapat dihasilkan bagi perusahaan. "Akhirnya aku menemukan cara untuk menempatkan setiap McDonald's yang kita buka di bawah kendali kita," Kroc yang bersukacita melaporkan kepada McDonald's bersaudara para awal tahun 1957, ketika ia menjelaskan rencana Sonneborn. "Di dalamnya (kontrak penyewaan kembali kepada para waralaba) tercantum, jika suatu saat McDonald's System Inc. memberitahu perusahaan Franchise Realty bahwa suatu pembeli waralaba tidak memenuhi setiap standar mutu dan pelayanan McDonald's, sewa ini akan dibekukan selama 30 hari. Kini kita memiliki kendali atas mereka, dan demi Tuhan, tidak akan ada lagi keharusan membujuk atau tarik ulur dengan mereka. Kita akan dapat memerintah dan bukannya mendekati sambil memohon mereka bekerja sama."
Jelas, manfaat paling penting dari keterkaitan dengan real estat merupakan cara paling lunak bagi McDonald's untuk mendapatkan uang.
Seperti bisnis apa pun lainnya, perusahaan pemilik waralab harus mendapatkan keuntungan, tetapi tidakk seperti bisnis lainnya, mereka sering dianggap memanfaatkan keuntungan yang tidak benar. Menjual waralaba atas wilayah dengan harga tinggi dianggap sebagai keuntungan yang tidak nyata. Pemilik waralaba yang mendapatkan uang dengan memasok para waralabanya dengan produk yang mereka buat sendiri, dianggap mengambil keuntungan dari pertentangan kepentingan. Pemilik waralaba yang membebankan persentase tertentu dari penjualan pasokan yang mereka atur dengan penjual pihak ketiga, dianggap menggerogoti pendapatan dari jumlah pembelian dalam jumlah besar yang sebenarnya menjadi hak para waralaba.
Sonneborn menemukan tidak hanya cara paling menguntungkan bagi rangkaian usaha siap saji untuk bekerja, tetapi juga cara paling murni untuk mendatangkan keuntungan dari para waralaba. McDonald's tidak mengambil keuntungan dari biaya yang dikeluarkan para waralaba, yang membuat rencana Sonneborn ini tidak menyalahi hukum. Dalam serangkaian perkara "keterikatan" selama tahun 1960-an dan 1970-an, pengadilan terus menyalahkan para pemilik waralaba yang mengharuskan para waralabanya membeli peralatan dan pasokan dari mereka, atas dasar bahwa hal ini dapat memicu terjadinya pertentangan kepentingan yang melawan hukum. Namun, pada saat bersamaan, persyaratan McDonald's yang mengharuskan para waralabanya menyewa real estat dar perusahaan sama sekali tidak bertentangan dengan hukum. Peraturan pengadilan menetapkan bahwa memilih dan mengendalikan lokasi usaha oleh pemilik waralaba adalah wajar, dan tidak menempatkan kepentingan keuangan pemilik warabala secara bertentangan dengan kepentingan para waralabanya.
Kenyataannya, dalam hal McDonald's, keterkaitan dengan real estat sebenarnya menempatkan kepentingan keuangan pemilik waralaba, selaras dengan kepentingan para waralabanya. Karena di bawah rumusan real estat Sonneborn, McDonald's hanya mendapatkan sedikit keuntungan dari usaha real estat sampai toko waralabanya mencapai pendapatan dari penjualan yang lebih tinggi, yang mengharuskan para waralaba beralih dari membayar nilai sewa dasar terendah, kepada nilai sewa yang didasarkan pada persentase pendapatan dari hasil penjualan mereka. Mulanya, angka persentase sewa hanya ditetapkan sebesar 5 persen, tetapi tahun 1970, dinaikkan menjadi 8,5 persen. McDonald's harus menunggu sampai setiap toko mencapai pendapatan yang dapat dikenakan sewa berdasarkan persentase, sebelum ia dapat memperoleh pengembalian yang berarti dari modal yang ditanamkan. Tetapi dengan pola pertumbuhan penjualan yang tinggi dari masing-masing unit McDonald's, penantian ini tidaklah lama.
Jadi keuntungan paling besar dari pengendalian real estat adalah tunjangan ekonomi yang diberikan kepada McDonald's untuk membina cara kerja yang unggul. Kalau pemilik waralaba lainnya mengambil keuntungan yang besar di muka dengan menjual waralaba dan membuka toko-toko baru, rencana penjualan Kroc membuat keuntungan McDonald's bergantung pada kemampuannya mendorong para waralabanya memperbaiki cara kerja dan meningkatkan penjualan mereka. Maksud ini lebih dikuatkan dengan program real estat Sonneborn, karena saat para waralaba mulai membayar sewa berdasarkan persentase, bagian sewa yang diperoleh dari peningkatan penjualan apa pun akan langsung jatuh pada jajaran bawah McDonald's. Singkatnya, minat Korc yang besar terhadap QSC akhirnya menghasilkan manfaat ekonomi juga. Pimpinan senior Turner menjelaskan: "Pendapatan kami menjadi lebih bergantung pada meningkatkan penjualan dari toko-toko yang ada daripada mendirikan toko-toko baru."
Di mata sejumlah orang seperti Harry Sonneborn, keterkaitan dengan real estat merupakan peluang emas. Setelah McDonald's menjadi perusahaan masyarakat, Sonneborn menikmati benar dengan selalu mengatakan kepada para penganalisa saham, bahwa McDonald's adalah perusahaan real estat, bukan perusahaan makanan siap saji. Jauh sebelumnya, ia akan menggunakan hal ini untuk menenangkan para pemberi pinjaman uang, yang lebih tenang memberikan pinjaman terhadap real estat, tetapi cemas meminjamkan uang kepada perusahaan yang berusaha dalam makanan siap saji yang penuh risiko. Tentu saja apa yang diucapkan Sonneborn merupakan pernyataan berlebihan yang membuat Kroc masgul. Tetapi kalau dilihat dengan kepala dingin dan dari berbagai sudut pandang, pendapat Sonneborn tentang real estat ada benarnya juga di antara siapa pun dalam McDonald's yang merasa peduli untuk mengakuinya.
Sebenarnya, hanya ada sedikit perusahaan yang beruntung dengan adanya lonjakan real estat tahun 1960-an dan 1970-an selain McDonald's sendiri. Karena perusahaan memperoleh penguasaan atas sebagian besar real estat di pinggiran kotanya sebagai daerah yang baru berkembang, sehingga dapat memperolehnya dengan harga yang masih dapat ditawar. McDonald's seperti yang lainnya yang harus membayar kenaikan harga dalam mendapatkan tempat baru, mempertahankan biaya real estat tetap sama dari toko-tokonya yang telah ada. Karena ia memiliki kontrak sewa jangka panjang dengan harga tetap dengan pilihan untuk dibeli atau penguasaan atas hak penggunaannya. Sebaliknya, para pesaingnya, yang terlalu berlebihan bermain real estat tahun 1960-an, terbebani oleh lonjakan biaya real estat tahun 1970-an.
Kalau biaya real estat McDonald's relatif tetap sama, maka pendapatannya dari real estat makin bertambah akibat dampak dari inflasi terhadap harga-harga, jumlah penjualan dalam toko-tokonya, dan tentu saja, sewa berdasarkan persentase. Bagi, Mc Donald's, inflasi 2 angka tahun 1970-an lebih merupakan berkah, bukan bencana. Bahkan walau ia memiliki pengaruh negatif karena menaikkan harga hamburger dari 15 sen tahun 1967 menjadi lebih tiga kali lipat pada tahun 1980, sewa berdasarkan persentase yang diterima McDonald's dari semua toko-tokonya, menyebabkan rangkaian usaha ini dapat memperoleh 8,5 persen dari dasar penjualan yang kena inflasi.
Saat yang tepat dari penanaman modal McDonald's dalam real estat juga berhasil mewujudkan impian Sonnebon untuk mendirikan kepemilikan real estat bernilai tinggi. Karena kenaikan yang menggila harga lahan, kebijaksanaan Sonneborn berhasil mengarahkan perusahaan ini menjadi kerajaan real estat yang membuat iri para pengecer lainnya. Kini, McDonald's memiliki kepemilikan 60 persen dari unit-unitnya di Amerika dan 35 persen restoran internasionalnya (sisanya disewa oleh perusahaan). Tahun 1962, nilai bersih properti dan perlengkapan McDonald's melebihi dari nilai yang diraih kelompok niaga Sears, Roebuck and Company, sehingga membuat McDonald's menjadi pemiliki real estat pengecer paling mahal di dunia. Pada akhir tahun 1991, nilai buku bersih properti McDonald's mencapai 8,8 milyar dolar, dan nilai pasarnya masih jauh lebih tinggi lagi.
Namun nilai ekonomis nyata dari real estat McDonald's adalah pada pendapatan hasil sewa yang didapatkan. McDonald's mendapatkan sekitar 39 persen penghasilan bersihnya dari 29 persen unit yang tidak diwaralabakan yang dimiliki dan diusahakan, tetapi pendapatan yang lain berasal dari restoran-restoran yang diwaralabakan. Sekitar 90 persen dari keuntungan itu berasal dari usaha real estat.
Kunci dari semua yang dicapai Sonneborn tidak hanya sekedar menemukan keterkaitan dengan real estat, tetapi lebih pada menciptakan cara agar hal ini dapat berhasil. Tahun 1956, ketika ia mendirikan Franchise Realty, tentangan terhadap keberhasilan penanaman modal McDonald's dalam real estat sangatlah banyak. Kroc memulai McDonald's tahun 1954 dengan penanaman modal 1.000 dolar dan saat perusahaan memutuskan memasuki usaha real estat 3 tahun kemudian, nilai bersihnya masih sebesar 24.000 dolar. Neraca seperti ini, berkaitan dengan rencana perusahaan untuk menjual waralaba dari drive-in yang mengkhususkan diri pada hamburger 15 sen. Tidak memungkinkan para pemilik lahan meminta para bankir meminjamkan uang untuk mendirikan bangunan merah-putih yang dapat mereka sewakan kepada McDonald's. Dua tahun kemudian, ketika McDonald's mulai membeli lahan di bawah kontrak pembelian sepuluh tahun dan mendirikan bangunannya, peluang mendapatkan pinjaman uang bahkan lebih kecil lagi. Sesuai peraturan, bank tidak bersedia memodali perusahaan yang baru mulai seperti McDonald's dan bahkan mereka tidak ingin lagi berurusan dengan usaha seperti restoran, karena tingkat kegagalannya tinggi.
Di balik hambatan besar seperti ini, McDonald's menemukan cara menarik minat pemilik lahan agar mau menandatangani kontrak, dan para bankir mau pun asuransi menerima jaminan atas bangunan mereka. Ini dilakukan dengan mengubah karakter McDonald's menjadi pribadi yang mendua. Di satu pihak menampilkan pengusaha rapi bersih yang hanya memperhatikan segala rincian dan tidak memikirkan yang lainnya selain hamburger, kentang goreng, dan susu kocok. Di pihak lain merupakan kelompok manajer yang lebih terarah pada keuangan, dan perantara real estat yang berminat pada hamburger. Namun sangat berminat membuat kesepakatan dalam real estat serta bakat untuk membujuk para pembangun (developer) dan bank untuk berani mengambil resiko. Kalau masyarakat hanya melihat karakter kerja dari McDonald's dengan keteraturan yang bersih dan rapi dari toko McDonald's, maka sisi yang penuh resiko keuangan lebih banyak bekerja di belakang layar.
Tim real estat merupakan kelompok yang sama sekali berbeda. Yang mengherankan, Kroc termasuk dalam kelompok ini, yang memiliki kemampuan khas untuk dapat berurusan dengan kedua belah pihak perusahaan. Ia merundingkan kesepakatan real estat yang sama banyaknya dengan Sonneborn. Memperkenalkan McDonald's pada para pemilik lahan dengan semangat yang sama seperti menjual hamburger 15 sen yang ia tunjukkan dalam penjualan waralaba. Namun Kroc dalam memilih lokasi yang baik sangatlah istimewa, dan mencari tempat pendirian toko baru merupakan kesibukan tetapnya. Bahkan setelah McDonald's mendirikan departemen real estat yang merupakan salah satu tercanggih di dalam industri eceran, Kroc secara teratur menyumbangkan sarannya dalam pemilihan lokasi baru. The Editor & Publisher Market Guide (panduan pasar editor dan penerbit) suatu buku petunjuk setebal satu inchi yang berisikan semua surat kabar di Amerika, dan membahas tentang populasi serta perniagaan di kota tempat mereka diterbitkan, menjadi bacaan tetap Kroc. Semua pemasar menggunakan panduan yang sama untuk mencari tempat penjualan baru, tetapi hanya sedikit yang lebih mendalami isinya daripada Kroc. Salinannya selalu tersedia dalam pesawat Gulfstream-nya, dan Kroc segera membuka kalau ia melihat suatu kota kecil dari udara yang dirasa cocok sebagai tempat pendirian toko baru McDonald's. Bahkan saat sang pendiri ini berusia akhir tujuh puluhan, lama setelah ia menyerahkan tongkat kekuasaan perusahaan kepada Turner, buku ini merupakan bacaan sore Kroc. "Ray seperti tidur bersama buku itu," Wilburn H. "Wib" Sutherland mantan wakil pimpinan real estat McDonald's mengamatinya. Kalau Kroc melihat kota yang cocok bagi pendirian McDonald's, ia selalu menelepon Sutherland keesokan harinya untuk meminta meneliti tempat itu.
Namun, kelompok keuangan dan real estat McDonald's dikuasai oleh Sonneborn, yang berbicara dalam bahasa para pengacara, bankir, dan perantara real estat. Sonneborn benar-benar berbakat dalam memainkan permainan mereka. Ia memiliki pandangan seorang bankir terhadap angka-angka dan pandangan seorang pengacara terhadap kontrak. Keterampilannya dalam merundingkan kesepakatan keuangan, telah lama menjelaskan mengapa McDonald's dapat mengatasi hambatan yang besar dalam bidang real estat. Seorang yang hanya memperlihatkan sedikit emosi, Sonneborn tidak pernah menunjukkan betapa bersemangatnya dalam menemukan pemilik lahan yang bersedia membangun toko McDonald's, dan kebalikan penampilan psikologis ini bermanfaat secara ajaib. Sikap Sonneborn selalu tampak berasal dari pihak yang lebih kuat: para pemilik lahan seharusnya merasa beruntung bahwa McDonald's bersedia mempertimbangkan lokasi di lahan mereka. "Harru benar-benar merupakan penjual negatif, " Don Conley mengingatnya. "Ia akan selalu mengatakan kepada pemilik lahan bahwa ia memiliki calon lahan lain yang harus dilihat di daerah yang sama, dan kalau lahan mereka terlihat cocok, maka milik mereka bukanlah yang terbaik."
Bahkan kalau McDonald's tidak berada dalam posisi keuangan yang baik untuk melakukan penawaran kepada pemilik tanah, Sonneborn berhasil menutupinya. Ia dengan datar menolak pemilik lahan yang memberlakukan kenaikan harga kelak atau harga sewa ditetapkan berdasarkan persentase dari penjualan. Mereka yang menyaksikan taktik perundingan, terkagum-kagum oleh kemampuannya untuk selalu menempatkan pemilik lahan di pihak yang lebih lemah, dengan melancarkan segala keterampilan yang kritis dari teknik berunding: kemampuan mengatakan "tidak setuju" setiap kali terhadap keinginan pihak lawan bertentangan dengannya. Dengan memancarkan kepercayaan diri seperti ini, Sonneborn meyakinkan para pemilik lahan dan bank, bahwa McDonald's memiliki kemampuan keuangan yang lebih besar daripada yang terlihat dari neraca rugi-labanya. "Harry berunding seolah ia selalu berada di pihak yang lebih kuat, yang sebenarnya posisinya sedang lemah," Richard J. Boylan, mantan wakil pimpinan senior dan kepala bagian keuangan mengamatinya.
Namun, Sonneborn juga tahu bilamana harus mengalah untuk membuat kesepakatan. Sebenarnya dalam banyak kejadian ia lebih banyak mengalah daripada orang lain. Sonneborn percaya bahwa cara paling murah bagi perusahaan yang berkembang untuk membiayai dirinya sendiri adalah, dengan menggunakan uang pinjaman, dan ia mampu meminjam uang yang tidak berhasil dilakukan oleh perusahaan makanan siap saji lain, karena ia mampu membayar lebih untuk mendapatkannya. Sesuai dengan perkembangan McDonald's, Sonneborn mengajukan penawaran yang lebih tangguh pada nilai pinjaman, tetapi dari sejak awalnya ia percaya bahwa suku bunga adalah sesuatu yang harus dikecualikan. Bahkan ketika suku bunganya sangat menyakitkan, Sonneborn jarang gagal memanfaatkan peluang untuk mendapatkan pinjaman. Tahun 1957, Kroc mengirimnya ke Peoria, Illinois, tempat seorang perantara real estat memperkenalkan sang pendiri McDonald's kepada Harry Blanchard dan Carl Young. Keduanya sudah lama berurusan dengan bisnis eceran dan pengolahan bir, dan mereka baru saja memulai usaha pinjaman real estat beresiko tinggi yang banyak ditolak bank. Sonneborn bertemu dengan Young, dan keduanya membicarakan tentang satu lokasi toko di Peoria yang telah disetujui pendanaannya oleh Blanchard dan Young. Tetapi Sonneborn dengan cepat dapat merasakan bahwa ia sedang berhadapan dengan sumber keuangan yang luar biasa besarnya. "Kalau anda bersedia mendanai toko ini, mengapa anda tidak mendanai enam toko sekaligus?" katanya kepada Young. "Aku dapat menunjukkan kepada anda banyak lokasi lainnya."
Young setuju, dan ketika peninjauan lokasi telah selesai, ia dan Blanchard memutuskan untuk menyewa lahan di keenam lokasi sekaligus meminjamkan dana kepada McDonald's untuk membiayai pembangunan tokonya. Sonneborn telah berhasil mendapatkan lotere. McDonald's memiliki hanya 39 toko yang berjalan pada akhir tahun 1957, dan tidak satu pun lahan dan banguannya mereka miliki. Ini adalah kesepakatan tunggal yang akan mengembangkan rangkaian usaha sebesar 15 persen dan memberikan kesempatan pertama kepada McDonald's untuk memiliki bangunannya. Selain itu, Blanchard dan Young bersedia meminjamkan dengan bunga 7 persen, hanya 2 poin di atas tingkat rata-rata pinjaman real estat komersial. Hanya ada satu masalah: McDonald's harus membayar kembali 40.000 dolar pinjamannya bagi setiap toko, namun Blanchard dan Young secara nyata hanya mau meminjamkan 25.000 dolar untuk masing-masing toko. Ini merupakan tindakan pengamanan mereka, dan mengakibatkan tingkat bunga efektifnya menjadi 18 persen. Kedua anak muda ini dapat saja berasal dari Poeria, tetapi hanya pimpinan kelompok mafia Chicago yang memberikan pinjaman dengan bunga lebih tinggi dari mereka. Namun, Sonneborn bersedia menerima. Inilah pertama kalinya McDonald's berhadapan dengan sumber keuangan yang besar, dan apabila perusahaan telah melunasi kewajibannya atas pinjaman, pengorbanan ini akan membuka peluang mendapatkan pinjaman besar lainnya. Atas hal ini ia yakin bahwa McDonald's akan berada dalam posisi untuk mendapatkan tingkat bunga lebih baik, namun hanya dapat diperoleh kalau bersedia melakukan langkah pertama yang mahal ini.
Pinjaman dari Blanchard dan Young menetapkan pola pendanaan McDonald's. Kalau Sonneborn tidak mau lagi dipaksa membayar bunga yang lebih besar dari biasa, dengan tidak ragu ia memperlihatkan keinginan untuk mendanai pertumbuhan dengan banyak pinjaman, yang akan membuat McDonald's dengan mudah menjadi perusahaan paling kaya dalam usaha makanan siap saji. Namun berkat pendanaan kreatif Sonneborn, McDonald's tumbuh lebih cepat daripada rangkaian usaha yang berhati-hati dengan menghindari banyak pinjaman. White Castle telah memulai bisnis hamburger 30 tahun sebelum Kroc, dan seperti McDonald's, ia terkenal sebagai pengusaha restoran yang kuat. Namun pertumbuhannya hanya didukung oleh pendanaan konservatif. Sebenarnya, satu-satunya hal yang dapat menjelaskan mengapa White Castle gagal memodali awalnya yang besar dalam bisnis hamburger adalah akibat kebijaksanaan ketat E.W. "Billy" Ingram. Seperti dalam tahun 1980-an, White Castle bersombong dengan menunjukkan neraca rugi-laba yang tidak menunjukkan hutang jangka panjang sesen pun. Namun sisi lain keadaan keuangannya menunjukkan beban konservatisme keuangan Ingram: White Castle hanya memiliki 230 toko.
Sama penting dengan kesediaannya berhutang adalah tim keuangan canggih yang dibentuk Sonneborn untuk melaksanakan rencana real estat yang luar biasa. Pada awal 1960-an, perwakilan real estat perusahaan beterbangan ke seluruh pelosok negeri dengan 3 pesawat perusahaan untuk mencari ratusan tempat yang sesuai. Tidak seperti kelompok kerja McDonald's, yang dengan sengaja mengangkat manajer yang tak berpengalaman dalam usaha restoran tradisional, staf purna waktu real estat Sonneborn terdiri dari para profesional yang sangat berpengalaman. Enam dari delapan ahli terbaik real estatnya diambil dari perusahaan Standard Oil Indiana, Gulf, dan perusahaan minyak besar lainnya, yang kemudian merangsang rangkaian usaha lainnya dalam berlomba mencari tempat di pinggiran kota yang berkembang pesat. Sementara itu, Kroc telah membentuk jaringan lain yang terdiri dari sekitar 8 perantara luar real estat yang menghabiskan sebagian besar waktunya memburu lokasi bagi McDonald's, kadang di bawah pengaturan yang memberi mereka hak khusus untuk mengembangkan real estat baru dalam suatu wilayah. Ketika tim dalam dan luar bertentangan, mereka tidak pernah mendapatkan dukungan penuh dari Kroc ataupun Sonneborn, karena itu mereka menunjukkan keluguan dalam mencari tempat yang bukan merupakan kebiasaan di antara perusahaan makanan siap saji yang baru mulai. Mereka dengan gigih memburu pemilik lahan yang mungkin berminat dalam mendirikan toko McDonald's di tanah mereka. Seringkali harus menghubungi sebanyak 20 calon kuat bagi setiap kesepakatan yang mereka dapatkan.
Sonneborn juga telah membentuk tim terpisah dari para ahli keuangan yang sama gigihnya dalam mencari uang pinjaman. Dalam berurusan dengan bank, mereka selalu ingin menemui pimpinan bank. Membicarakan dengan bangga tentang kesepakatan yang akan membayar tingkatan bunga yang luar biasa besar, biaya komitmen pinjaman yang tinggi dan kompensasi neraca yang luar biasa tingginya. Mereka memburu semua petunjuk atau hubungan yang mungkin dapat membawa kepada sumber uang. Dalam pencarian tanpa batas, mereka juga menghadapi risiko jika berhubungan dengan pembangun asal-asalan yang sebenarnya berbahaya tanpa sepengetahuan mereka. Singkatnya, kalau mengenai real estat dan keuangan, McDonald's berusaha menjangkau tujuan pengembangan Kroc dengan berlari di jalur cepat.
Kecepatan pembangunan keuangan McDonald's terbukti melalui caranya maju dari satu tempat pembangunan real estat menuju yang berikutnya. Awalnya, pemilik lahan didekati dengan tawaran real estat "bangun dan manfaatkan", yang hanya dikenal dalam McDonald's sebagai "sewa paling top". Dalam pengaturan seperti ini, pemilik lahan menerima uang jaminan dan membangun toko seharga 40.000 dolar di atas lahannya dan menyewakan kepada McDonald's selama 20 tahun dengan harga sewa sekitar 700 dolar sebulan. Bagi pemilik lahan, risikonya adalah jelas terlihat. McDonald's tidaklah begitu dikenal, bisnis hamburger 15 sen masih merupakan hal baru, dan pemilik lahan membangun suatu bangunan yang tidak memiliki penggunaan lain yang jelas.
Namun Sonneborn dan tim real estatnya memanfaatkan sejumlah hal demi keuntungan mereka. Yang paling utama di antaranya, bahwa Kroc menargetkan daerah pinggiran kota untuk pengembangan, karena McDonald's memang diarahkan kepada pasar keluarga. "Cari sekolah-sekolah, lingkungan gereja, dan perumahan baru," saran Kroc selalu kepada para tim real estatnya. Untungnya saat McDonald's memasuki daerah pinggiran kota, daerah ini masih merupakan wilayah yang asli bagi pengembangan niaga. Tanah kosong di daerah-daerah yang menjanjikan bertebaran di mana-mana. Pembangun perumahan dengan cepat membangun daerah tempat tinggal di pinggiran kota, namun kurang mengembangkan untuk keperluan niaga. Pengecer nasional satu-satunya yang dengan giat memburu daerah pinggiran kota hanyalah perusahaan minyak, yang mencari tempat-tempat di sudut persimpangan utama untuk mendirikan pompa bensin. Belum ada yang namanya Kmarts, tidak ada 7-Elevens, tidak ada Pacific Stereo dan belum ada toko penjual knalpot Midas, atau toko-toko Toys "R" Us. Pusat-pusat pertokoan masih baru akan bermunculan dalam satu dekade lagi. "Sekali suatu daerah dibangun, sebenarnya daerah itu berarti lenyap, karena membutuhkan waktu lama sebelum dapat masuk setelah merubuhkan sesuatu di sana." Richard Schubot, seorang mantan waralaba McDonald's di Palm Beach mengamati, pada tahun 1960-an menjadi perantara real estat yang paling banyak menghasilkan kesepakatan lahan bagi McDonald's daripada siapa pun. "Pada akhir 1950-an, jauh lebih mudah menemukan tanah kosong karena penggunaannya belum sepadat sekarang."
Dengan hanya satu pesaing utama dalam perburuan lahan niaga, strategi real estat McDonald's mendekati dengan tawaran yang lebih baik kepada pemilik lahan daripada tawaran perusahaan minyak. Mereka sudah terbiasa dengan persaingan kecil dalam mendapatkan lahan, dan selalu memburu jumlah dolar terendah untuk menyewa. Umumnya lebih banyak membayar sewa secara bulanan dengan dasar penetapan tahunan yang biasanya mencapai 7 persen dari nilai pasar lahan dan bangunan. Tentu saja, perusahaan minyak masuk peringkat triple-A, dan McDonald's tidak lebih dari sekadar janji bagi masa depan. Yang menyulitkan, bahkan bagi pemilik lahan yang sudah mantap, untuk mendapatkan jaminan dalam mendirikan drive-in. Namun McDonald's mengatasi hambatan ini dengan membuat penawaran yang sukar ditolak oleh para pemilik lahan: pembayaran sewa secara tahunan setara dengan 10 persen dari nilai pasar. "Kita menawarkan kepada para pemilik lahan suatu keuntungan yang tidak akan mereka dapatkan dari orang lain, " kata Schubert. "Ketamakan mereka telah terbentuk. Mereka berusaha dengan jatuh bangun agar tokonya dapat memperoleh dana."
McDonald's juga memburu lahan yang selalu tidak disentuh oleh perusahaan minyak. Perusahaan minyak banyak memburu daerah-daerah sudut untuk menjangkau tingginya lalu lintas kendaraan. Namun rancangan bentuk umum McDonald's dengan tempat parkir berada di depan dan kedua sisi bangunan dengan jalur lewat kendaraan berbentuk huruf U yang mengelilingi bangunan, sangat sesuai berada di pertengahan blok yang harganya tidak setinggi daerah sudut. Sebenarnya McDonald's lebih sering memilih daerah pertengahan blok, karena mereka ingin menghindari padatnya lalu lintas di persimpanan yang dapat menghalangi jalan masuk ke toko. "Banyak lahan tersedia di pertengahan blok," Sonneborn mengingatnya. "Semua merupakan lahan kosong, dan apa yang harus ditunjukkan oleh para pemilik sebagai tanda kepemilikan mereka hanyalah bukti pembayaran pajak atas lahan itu. Kita datang dan menawarkan keuntungan yang tidak dapat mereka dapatkan di tempat lain."
Tidak ada perantara yang lebih memanfaatkan peluang ini selain daripada Dick Schubot, perantara dari Cleveland yang masih muda dan belum berpengalaman, yang mulai mencarikan lokasi bagi McDonald's pada tahun 1958. Sebelum menjadi pembeli waralaba McDonald's Schubot telah berhasil mengusahakan sekitar 250 lokasi real estat yang disewa bagi McDonald's selama tahun 1960-an, sekitar seperempat dari semua toko yang dibangun perusahaan dalam dekade ini. Ia menjadi ahli dalam mencari tempat yang cocok bagi McDonald's, sebagian besar dengan bekerja selama 7 hari dalam seminggunya. Mempelajari pasaran setempat lebih cermat daripada staf McDonald's sendiri, dan ia melakukan pendekatan yang cemerlang dalam berunding dengan pemilih lahan dan pengacara mereka. Ketika mengembangkan setiap pasar baru di Ohio dan negara-negara bagian tetangganya, ia memulainya dengan membuat foto udara atas daerah yang luas yang memungkinkan menemukan dengan cepat jalur utama jalan-jalan mobil dan sekolahan serta lingkungan gereja, yang menandakan adanya lingkungan perumahan keluarga di daerah pinggiran kota. Schubot kemudian akan menelusuri daerah-daerah ini dengan mobil sewaan, memetakan jalan dan mengamati tingkat kesibukan lalu lintasnya. Akhirnya ia memiliki semacam perpustakaan kecil dari peta udara dan jalanan. Dengan ini ia dapat membuat kagum banyak perantara lain saat mereka menghubunginya dan menawarkan lahan mereka bagi McDonald's dan melalui telepon ia dapat menguraikan secara lebih lengkap segala sesuatu tentang lahan mereka sendiri.
Metode Schubot dalam berunding yaitu dengan mengandalkan pada penggunaan kecongkakan yang sama seperti yang dikuasai Sonneborn. Ketika berhasil memenangkan minat pemilik lahan, Schubot mulai mengajukan permintaan yang tidak dapat ditawar. "Aku mewakili McDonald's tetapi anda yang membayar komisiku," katanya kepada para pemiliki lahan. "Aku akan memberikan semua pelayanan yang anda perlukan agar maksud anda dapat berhasil. Aku akan carikan anda pembangun toko, berunding dengan bank dan pengacara anda, tetapi kalau anda ingin mengurangi komisiku, cara saja orang lain." Ini merupakan hal yang sulit untuk diucapkan oleh seorang perantara yang mewakili perusahaan yang belum begitu dikenal. Namun sikap psikologis yang berlawanan ini sangat mujarab, dan efektif. "Aku selalu berhasil membuat mereka melakukan kesepakatan denganku," kata Schubot.
Schubot menjadi terkenal karena selalu berhasil memenuhi seluruh janjinya. Kalau pemili lahan pergi sendiri ke bank menjadi pinjaman bagi pendirian toko McDonald's Schubot selalu sudah ada di sana mengusahakan dengan caranya sendiri. Kalau bank menolak memberikan pinjaman, Schubot menasihatkan pemilik lahan, di depan bankir itu, untuk mencari di bank lain. Ketika dewan tata kota mengancam tidak akan mau menerbitkan ijin bangunan dari pemilik lahan lain yang bermaksud mendirikan toko McDonald's, Schubot muncul dalam pertemuan dewan kewilayahan dengan seorang petugas steno. "Apa yang sedang anda lakukan?" tanya pimpinan dewa kewilayahan kepada Schubot. "Ia selalu mencatat," jawab Schubot, "Maka kalau anda menyulitkanku dalam hal ini, aku memiliki catatan untuk dapat menuntut anda." Pemilik lahan segera mendapatkan IMB-nya.
Schubot juga sama lugunya dalam beberapa usaha mendapatkan lahan yang sesuai. Tahun 1964 ia memberikan McDonald's kontrak sewa yang telah ditandatangani dari sebidang lahan di sebelah selatan Ithaca, New York, yang jelas-jelas tidak akan memenuhi persyaratan yang ditetapkan Sonneborn akan lokasi yang berada di tengah kepadatan lalu lintas yang tinggi, dengan "jangkar" (tempat kunjungan) di sekitarnya yang dapat menarik para pelanggan. Sementara lokasi ini memang berada di kepadatan lalu lintas yang tinggi, namun tidak ada apa pun lain selain ini. Jaraknya sejauh lima mil dari universitas Cornell, pasar yang jelas diinginkan McDonald's. bukan karena sebagai "jangkar" dapat mengatasi letaknya yang jauh, tetapi karena berada dalam lingkungan yang menarik.
Sonneborn menolak kontrak ini, tetapi Kroc menentangnya. Ketika McDonald's tidak dapat menemukan pembeli waralaba untuk mendirikan toko di tempat ini, dan ketika departemen operasi perusahaan sendiri menolak, Sonneborn memutuskan. "Aku menawarkan kesepakatan pada anda," katanya kepada Schubot. "Aku akan memberikan kepada anda waralaba di Ithaca." Sejak saat itu Schubot mulai menimbang lokasi tersebut, tetapi begitu ia ke luar dari kantor Sonneborn, Kroc menyuruh masuk ke kantornya. "Tunjukkan padanya siapa anda," saran Kroc. "Terima tawarannya."
Schubot akhirnya melakukan dengan harapan daya tarik restoran dekat kampus Cornell akan mampu menarik para siswanya berjalan sejauh 5 mil meramaikan toko McDonald's. Cara luar biasa, para siswa datang secara berombongan seperti digiring. Schubot bahkan menggunakan penjaga pribadi yang dilengkapi dengan hubungan telepon untuk mengarahkan lalu lintas menuju lokasi tokonya. Dalam tahun kedua, penjualan rata-rata melebihi 500.000 dolar, dua kali lipat jumlah penjualan rata-rata toko McDonald's pada pertengahan tahun 1960-an.
Menemukan tempat bagus dan pemilik lahan yang bersedia menyewakannya kepada mereka bukan hanya sekedar, bahkan paling luar biasa, tantangan yang dihadapi McDonald's dalam mewujudkan kebijaksanaan real estat Sonneborn. Tugas yang lebih berat lainnya adalah menemukan dana untuk membiayai pembelian real estatnya. Saat Sonneborn mendirikan Franchise Realty tahun 1956 dengan pengertian hanya untuk menyewa baik bangunan maupun lahan dari pemiliknya, ia dengan cepat meningkatkan jangkauan dengan memasukkan kepemilikan tanah dan bangunan ke dalam rencananya.
Karena lemahnya keadaan keuangan McDonald's, ide tentang kepemilikan tampaknya tidak lebih daripada penguasaan lahan melalui sewa jangka panjang. Memilih posisi sebagai pemilik mengharuskan McDonald's untuk dapat memperoleh pinjaman dari bank, yang tentunya lebih tidak mau menanggung resiko daripada pemilik lahan. "Konsep dasar dari perbankan adalah anda meminjamkan uang hanya kepada orang yang tidak memerlukan," kata Sonneborn. "Orang yang membutuhkan uang biasanya risikonya tinggi, dan perbankan bukan bisnis untuk meminjamkan uang kepada orang yang berisiko tinggi."
Untuk mengatasi keengganan bank, Sonneborn mengandalkan pada hasrat menggebu para pemilik lahan untuk membuat kesepakatan. Ia mengusulkan bahwa McDonald's menandatangani kontrak jang panjang atas tanah mereka, yang memungkinkan mereka dapat menggunakan tanah sebagai jaminan dari kesepakatan McDonald's dan bank untuk mendanai pendirian bangunannya. Sonneborn sadar bahwa tidak ada bank yang mau berhubungan dengan pinjaman yang agunannya hanya berupa bangunan, karena bangunan ini manfaatnya hanya sebagai restoran McDOnald's. Bank, lebih dari siapa pun, memiliki pemahaman salah tentang keandalan rangkaian usaha yang menjual hamburger hanya seharga 15 sen. Namun kalau Sonneborn dapaet membujuk pemilik lahan untuk menjaminkan haknya atas tanah di saat McDonald's gagal mendapatkan pinjaman, maka bank mungkin akan bersedia mendengarkan.
Ini hanya merupakan saran berandai-andai, tetapi yang mengherankan, McDonald's berhasil mendapatkan pemilik lahan yang bersedia menerima untuk dapat memperoleh sewa menarik yang bersedia dibayarkan rangkaian usaha ini atas tanah mereka. Lebih jauh lagi, toko-toko McDonald's selalu menunjukkan rekor penjualan yang mantap. Walau hanya sedikit pembeli waralaba yang berhasil meraih keuntungan sebelum pajak sebesar 50.000 dolar atau lebih dari setiap tokonya seperti diperoleh oleh toko-toko dengan penjualan tinggi Agate di Waukegan; Taylor di Newington, Connecticut; dan Gibson Goldstein di Washington, hanya sedikit yang lemah. Nyatanya hanya satu, waralaba Cole Garrett di Dallas, yang berpendapatan kurang.
Pada akhir tahun 1950-an rekor penjualan McDonald's mantap, sehingga menarik semakin banyak pembeli lahan untuk menyewakan lahannya kepada McDonald's, dan menjaminkan kepemilikannya kepada bank yang akan meminjamkan kepada McDonald's untuk membangun tokonya. Setelah menerapkan cara ini dengan seketika, Sonneborn segera melakukan langkah logis berikutnya: membeli sendiri tanahnya. Sekali perusahaan Franchise Realty Sonneborn mulai menyewakan lahan kepada para waralabanya, hal ini juga mulai mengharuskan mereka menempatkan uang jaminan, yang telah dinaikkan menjadi 15.000 dolar. Tentu saja, tidak hanya mewujudkan adanya uang kontan lebih daripada yang diperlukan, tapi juga memungkinkan Sonneborn mulai memikirkan membeli tanah melalui kontrak pembelian sepuluh tahunan, menggunakan uang jaminan para waralaba sebagai uang muka. Ini ini begitu berani, sehingga hanya orang yang tidak menganggap uang sebagai sekadar omong kosong seperti Sonneborn-lah yang memiliki keberanian mengusulkan. Semua ini pada dasarnya, bahwa Sonneborn hanya menggunakan uang kontan para waralaba sendiri untuk membayar uang muka atas tanah yang akan dibeli McDonald's, dan disewakan kembali kepada waralaba yang sama. Keseimbangan dalam kontrak tanah sebenarnya ditanggung pemilik tanah, yang masih juga diminta kesediaannya menjaminkan hak kepemilikannya agar McDOnald's memiliki agunan untuk mendapatkan pinjaman bank dalam mendanai pendirian toko di atasnya. Selama McDOnald's masih menjual hamburger, Sonneborn memiliki kemaharajaan real estat yang dapat berjalan dengan sendirinya. "Semua ini bekerja sendiri tanpa membebani — uang orang lain," kelak Sonneborn akan menyombongkan. "Kami tidak memiliki sepeser pun di dalamnya."
Namun kegiatan ke arah pembelian lahan mengalihkan beban McDonald's dari sekadar menemukan pemilik lahan yang bersedia melakukan kesepakatan menjadi menemukan bank yang bersedia memberikan pinjaman. Dalam hal ini, juga, para ahli real estat awal McDonald's menunjukkan kreativitas dan kebolehannya. Tahun 1959, Sonneborn mengangkat pengacara real estat penuh ide berusia 31 tahun bernama John Jursich, dan menugaskan mencari uang pinjaman atas agunan. Usia Jursich tidak sebanding dengan pengalamannya. Setelah menerima sarjana hukum dari Universitas De Paul pada usia 22, ia telah mempraktekkan hukum real estat selama 9 tahun, dan juga telah berhasil mengembangkan gaya yang sangat persuasif. Sebenarnya, bahkan sebelum ia bergabung dengan McDonald's, Jursich telah berhasil mendapatkan komisi yang menggiurkan, dengan mengusahakan pinjaman bagi berbagai rangkaian usaha saat bekerja bagi biro jasa agunan. Sonneborn memiliki pilihan yang jelas, membiarkan Jursich menjadi kaya atau memanfaatkan keahlian dengan mengangkatnya.
Gaya Jursich tidak seperti Schubot. Ia tidak mengajukan permohonan untuk meminjam uang, ia bahkan mengingatkan para bankir untuk tidak memberikan kepadanya. Ketika ia mulai mencari uang pinjaman, McDonald's tidak sedang berurusan dengan bank-bank di kota besar. Kroc telah memindahkan rekening pribadi dan bisnisnya ke American National Bank setelah Chicago Harri's Bank menolak meminjamkan 25.000 dolar yang dibutuhkan untuk memulai McDonald's. Belakangan ia juga ditolak atas permohonan pinjamannya oleh David Kennedy, kelak menjadi seorang pejabat Continental Bank dan menjadi sekretaris kementerian keuangan dalam masa pemerintahan Nixon.
Alih-alih dari memperjuangkan apa yang ia anggap sebagai perang sia-sia untuk memperoleh pinjaman guna mendirikan banyak toko dari para pemilik kaya di Chicago, Jursich mempersempit pencarian awalnya hanya di antara bank-bank kota kecil, tempat ia mencari pinjaman hanya untuk toko-toko tunggal yang didirikan dalam pasaran setempat mereka. Karena pada dasarnya sebagian besar toko McDonald's didirikan di daerah pinggiran kota dan kota-kota kecil, pencarian Jursich akan uang pinjaman pun mengikuti pola yang sama. Ia berpendapat bahwa bank-bank setempat pun mengikuti minat ekonomis dalam membantu McDonald's di kota mereka, karena toko ini dapat menciptakan sekitar 35 kesempatan bekerja yang baru.
Jursich juga melakukan penawaran yang sangat menarik terhadap para bankir kecil. Ia tahu, mereka memiliki lebih banyak simpanan uang daripada yang dapat mereka pinjamkan di kotanya, dan kelebihan dana mereka disimpan dalam sertifikat deposito berbunga rendah di pusa-pusat keuangan bank. Maka Jursich bermain berdasarkan hasrat mereka untuk mencari tingkat bunga yang lebih baik, dengan cara seperti Schubot menarik minat para pemilik tanah, melalui penawaran harga sewa yang lebih tinggi di atas rata-rata. "Pada dasarnya setiap orang memiliki sifat suka mencuri," Jursich mengamati. "Aku memberi peluang kepada mereka untuk menjadi pencuri." Banyak dari pinjaman awal yang diperoleh Jursich berasal dari bank tabungan dan pinjaman, yang mengkhususkan diri memberi pinjaman dengan bunga 5 persen atas agunan rumah yang biasanya juga lebih lama, jarang terlaksana, daripada pinjaman real estat komersial yang berbunga lebih tinggi. Jursich memulai dengan iming-iming bunga 7 persen dengan jangka waktu sepuluh tahun kepada para pimpinan bank, ditambah uang komisi 5 persen hanya untuk menggolkan pinjaman. Ada yang berhasrat memberikan pinjaman dengan menepis segala perhitungan tentang usaha restoran yang berisiko tinggi. Lebih dari sekali, pimpinan bank seperti ini begitu lugunya dalam merencanakan kesepakatan pinjaman komersial, sehingga mereka menerima saja semua keinginan Jursich yang menuliskan tawarannya sendiri.
Jursich berhasil meluruhkan para bankir-bankir kota kecil dengan penawaran yang sama, ditambah bonus, suatu janji bahwa waralaba McDonald's akan menaruh simpanan bisnisnya di bank yang bersedia meminjamkan kepada McDonald's dana 40.000 dolar untuk mendirikan tokonya. Jursich bahkan menunjukkan kepada para pimpinan bank catatan deposito dari para pengusaha McDonald's yang sudah ada, yang rata-rata menunjukkan simpanan deposito sekitar 15.000 dolar. Lalu ia mengajukan satu pertanyaan kunci: "Apa ada nasabah lain yang bersedia menyimpan sepertiga kompensasi penyeimbang sebagai syarat pinjaman."
Gaya Jursich juga sama meyakinkan dengan penawarannya. Seperti yang lainnya yang menjadi staf real estat, ia terbang ke kota-kota kecil itu dengan pesawat perusahaan, dan itu saja sudah membantu menyingkirkan kesan "berkaitan" yang biasa ada dalam kepala para bankir tentang pengusaha makanan siap saji. Jursich muncul di bank dengan setelan tiga potong, membawa tas kantong besar yang dipenuhi foto-foto berwarna dari toko-toko baru McDonald's, riwayat penjualan masing-masing toko, dan informasi lain untuk melengkapi agunannya. Ia tidak bersedia bertemu siapa pun kecuali oleh pimpinan bank. "Aku sedang mencari pinjaman yang tidak tercantum dalam buku peraturan bank, dan wakil pimpinan biasanya selalu mematuhi buku peraturan," Jursich menjelaskan. "Satu-satunya orang yang biasanya mau lebih bijaksana adalah CEO."
Dengan menolak agar bergeming dari permintaannya, Jursich kadang menyebabkan kekacauan dalam bank. Saat wakil pimpinan Bank Tabungan dan Pinjaman Federal Tucson menyambut pengunjung dari McDonald's mewakili pimpinannya, Jursich diberitahu bahwa pimpinannya yang telah berusia 90 tahun hanya bekerja 1 jam saja sehari, dan tidak pernah mengurusi pinjaman secara langsung. Jursich baru saja mengancam akan pergi ketika sang pimpinan memasuki bank, jelas sangat senang mengetahui bahwa pejabat perusahaan baru di Chicago mendesak hanya ingin bertemu dengannya. Pada saat makan siang, pimpinan berusia lanjut ini menjamu Jursich dengan cerita. Bagaimana dulu ia pernah menjadi bankir dri Pancho Villa selama perang revolusi Meksiko dan menyelundupkan uang baginya menyeberang perbatasan. Saat keduanya kembali dari makan siang, Jursich memahami peringatan yang diperolehnya dari wakil pimpinan yang masih muda yang ia ancam tadi. Kemudian, dengan begitu saja, pinjaman Jursich langsung disetujui oleh pimpinan.
Jursich tidak setengah-setengah dalam menantang para pimpinan bank. Ketika seorang pimpinan bank di Mobile Alabama menunjukkan ibu jarinya ke bawah alias tidak bersedia memberikan pinjaman kepada McDonald's, Jursich mulai membalik-balik laporan tahunan bank. "Inilah daftar terbaru para direktur anda?" Jursich bertanya, "Ya itulah," jawab bankir itu, "Bagus," kata Jursich. "Aku akan menghubungi mereka." "Memangnya untuk apa?" tanya pimpinan bank ingin tahu. "Anda mungkin tidak menyukai memberikan pinjaman ini, tetapi aku berani bertaruh, para direktur anda akan menyukainya, Jursich menjawab sambil mulai bergerak seolah akan ke luar. Melihat hal ini, sang pimpinan menyuruhnya kembali dan semenit kemudian pinjamannya disetujui.
Kalau taktik seperti ini tidak biasa, karena memang terpaksa digunakan, sebab McDonald's tidak berada dalam posisi untuk dapat menjadi peminjam menurut prosedur yang biasa. Jursich dan perwakilan real estat McDonald's lainnya menunjukkan neraga rugi laba rangkaian penjual hamburger, hanya kalau benar-benar diminta oleh para pemilik uang atau pemilik tanah. Para wakil real estat dan perantara pencari pinjaman perusahaan dapat bertindak dan omong besar, tetapi keadaan neraca rugi laba perusahaan tidak mungkin bisa sama pongahnya. Sebenarnya, bahkan memalukan untuk digunakan oleh siapa pun dalam mencari pinjaman. Kalau hasil penjualan dalam restorannya benar-benar menggembirakan, pendapatan perusahaan sebenarnya tidak ada, akibat pengeluaran besar-besaran untuk mengembangkan sistem kerjanya. Bahkan pada akhir tahun 1950-an strategi baru real estat yang belum cukup lama diterapkan untuk dapat menggemukkan jajaran bawah perusahaan. Pada awal 1958, ketika Sonneborn mulai mencari dana untuk membeli real estat, McDonald's hanya berpendapatan bersih sebesar 24.000 dolar. Ia berhasil memperoleh 26.000 dolar setahun sebelumnya, tetapi sebagian besar dari pendapatan ini diperoleh dari pembayaran waralaba sekali beli, yang dikenakan kepada para pembeli waralaba baru. Setahun sebelumnya bahkan merugi 7.000 dolar. McDonald's hanya memiliki 38 restoran, sebagian besar di antaranya berdiri di atas lahan yang tidak dikuasai. Perusahaan sedang berusaha menambah sebanyak 50 toko dalam tahun 1958, dan apakah melalui sewa beli atau pengalihan kepemilikan, bermaksud menguasai lahan di semua atau sebagian besar lokasi baru ini. Ini akan membutuhkan lahan seharga 3,5 juta dolar. Bahkan satu banding seribu tidak akan ada orang yang bersedia. McDonald's mampu berkembang sampai mencapai posisi demikian mengesankan, dengan dasar keuangan yang sangat meragukan seperti itu. Dengan mengherankan, McDonald's mampu menghela, dan dalam dua tahun berikutnya mampu mempercepat laju perkembangannya. Pada akhir tahun 1960-an, rangkaian usaha ini telah memiliki 228 restoran yang telah berjalan dengan baik, dan ia memiliki seluruh real estat-nya kecuali sebanyak 56 di antaranya. Pada saat itu nilai real estat yang disewakan atau dimiliki McDonald's berjumlah total 16 juta dolar.
Hasl ini tidak diperoleh hanya berkat kegigihan tim real estat Sonneborn atau bahkan oleh semangat Ray Kroc. Ketika McDonald's mulai berusaha memiliki real estat, ia mulai berhadapan dengan penyandang dana dan penanam modal yang hanya memandang sebelah mata, dan McDonald's hanya dapat terpojokkan ke satu arah saja. Ketika makin dalam memasuki dunia real estat, Sonneborn menyadari bahwa ia membutuhkan pendanaan dari lembaga atau penanam modal yang besar lainnya, yang bersedia mendanai sepuluh atau lebih restoran sekaligus. Mendanai hanya satu demi satu restoran saja dari para pemilik lahan atau bank, hanya akan memakan waktu dua kali lipat, dan ini semua dapat menghambat pertumbuhan McDonald's.
Namun dalam mengalihkan pencariannya dari pendanaan perorangan menjadi kelembagaan, Sonneborn tahu bahwa ia harus memuat neraca rugi laba tampil lebih menarik bagi para pengacara dan akuntan lembaga-lembaga yang kini akan menelitinya. Rencana Sonneborn ini merupakan usaha pertama kalinya oleh suatu usaha makanan siap saji agar berhasil masuk dalam liga keuangan yang besar. Tetapi tahun 1958, neraca laba rugi McDonald's masih saja belum layak. Tanpa neraca yang layak ditunjukkan kepada para penanam modal, strategi real estat Sonneborn hanya akan menjadi impian kosong belaka. Jawabannya sederhana saja: kembangkan cara akuntansi baru yang akan menampilkan neraca yang lebih menarik.
Sonneborn hampir putus asa mengubah McDonald's agar tampak lebih cerah. Sebenarnya, dalam membuat kesepakatan real estat-nya yang paling pertama kali, ia sudah menyulap beberapa angka dari toko Kroc di Des Plaines, satu-satunya neraca yang dimiliki McDonald's untuk ditunjukkan kepada para penanam modal. Bertahun-tahun kemudian Sonneborn mengakui bahwa neraca laba rugi dari restoran di Des Plaines telah diubah. "Aku memahami biaya dan keuntungan yang ditunjukkan secara berlebihan," kata Sonneborn. "Kalau anda mencoba menjual sesuatu seperti itu (kesepakatan real estat), anda membutuhkan neraca yang benar-benar bagus, dan neraca dari toko di Des Plaines tidak sebagus itu."
Tentu saja, Sonneborn tahu bahwa neraca perusahaan McDonald's tidak bisa diatur-atur seenaknya. Tetapi sama seperti dua ahli masak yang mengolah daging dan kentang yang sama menjadi hamburger kentang goreng yang berbeda rasanya, dua akuntan, menggunakan angka-angka yang resmi, dapat menghasilkan neraca laba rugi dan pernyataan pendapatan yang dapat menampilkan perusahaan secara berbeda, lebih baik atau lebih buruk. Sonneborn membutuhkan yang pertama, dan untuk mendapatkannya, ia berbalik 180 derajat dari pemburu real estat lapangan yang sangat gigih menjadi manajer di balik layar yang menguasai bisnis melalui angka, dan yang dapat menggunakan angka-angka itu bagi keuntungan McDonald's. Sonneborn berpaling kepada akuntan dan pengacara Richard J. Boylan. Ketika Sonneborn mengangkatnya tahun 1958, Boylan telah menyelesaikan penugasan delapan tahun pada Dinas Pendapatan Negara. Setelah lama bekerja pada bagian peneriman dan estat serta pengurangan pajak, Boylah telah menjadi ahli perpajakan, penaksiran, dan akuntansi real estat. Inilah orangnya, menurut Sonneborn, yang tahu bagaimana menyempurnakan angka-angka McDonald's sejauh dimungkinkan secara hukum.
Dalam beberapa minggu setelah bergabung dengan McDonald's, Boylan menggunakan teknik penilaian IRS untuk meningkatkan secara dramatis laporan pendapatan bersih perusahaan. Sama seperti yang disimpulkan IRS, bahwa pembayaran sewa di masa depan bagi suatu real estat yang akan dimiliki dapat dianggap sebagai nilai sekarang. Boylan menganggap bahwa pendapatan McDonald's di masa depan dari hasil sewa kepada para waralabanya, juga dapat dianggap sebagai nilai sekarang dan dapat dimasukkan sebagai modal. Karena secara kasar besarnya sepuluh kali lipat daripada sewa McDonald's kepada para waralabanya dalam setiap tahunnya, Boylan telah menemukan cara ajaib untuk menambahkan kekayaan dengan seketika ke dalam neraca laba rugi. Satu-satunya masalah adalah, bahwa konsep menganggap hasil sewa sebagai modal tidak tercantum dalam akuntansi GAAP, prinsip akuntansi yang luas diakui sebagai dasar aturan akuntansi semua perusahaan.
Namun Boylan mengajukan alasan, bahwa akuntansi GAAP tidak dapat memasukkan nilai resmi real estat yang sedang dikembangkan McDonald's. Karena lahan yang disewa sudah ditingkatkan harganya saat disewakan kembali kepada para waralaba, maka kelak akan menciptakan aliran masuk yang makin bertambah setiap kali McDonald's membuka toko baru. Boylah berhasil meyakinkan Doty and Doty, akuntan McDonald's di Chicago, untuk melakukan percobaan baru dengan menganggap sewa sebagai modal, dan mencantumkan aliran pendapatan masa depan sebagai modal perusahaan. Hal ini menggelembungkan modal perusahaan seperti balon. Tahun 1960, neraca laba rugi McDonald's menunjukkan modal keseluruhan sebesar 12,4 juta dolar, hampir empat kali lipat jumlah tahun sebelumnya. Sebagian besar dari peningkatan terealisasikan dari satu baris pos pemasukan, yang disebut "Peningkatan tak terealisasikan dari Perkiraan Penilaian Modal, " yang nilainya sebesar 5,8 juta dolar dari sewa yang dianggap sebagai modal (kapitalisasi sewa).
Hampir setengah dari modal perusahaan terkandung dalam angka yang tidak dapat diterima oleh sebagian besar akuntan. Tahun 1964, ketika McDonald's bersiap-siap akan dimasyarakatkan (go public), perusahaan minta bantuan akuntan Delapan Besar (Big Eight), Arthur Young & Co., agar dapat memenuhi persyaratan Wall Street. Namun hasil yang didapatkan dengan membawa nama Big Eight membutuhkan pengorbanan besar. Arthur Young tidak mau tahu dengan kapitalisasi sewa, dan McDOnald's terpaksa menghapuskan dari neraca laba ruginya tahun 1964 sebanyak 17,4 juta dolar dari modal yang dilaporkan tahun sebelumnya. Hal ini memangkas modal yang dilaporkan McDonald's hampir setengahnya. Namun sejak saat ini kapitalisasi modal telah menyulap neraca laba rugi McDonald's terhadap para pejabat lembaga-lembaga pemodal besar yang diburu oleh Sonneborn untuk mendanai pendirian banyak toko sekaligus sejak akhir 1950-an. "Kami akan mencari penanam modal yang bersedia memerika neraca laba rugi kami dan tidak mencari-cari di dalamnya," Boylan mengingatnya. "Kami harus mengembangkan cara untuk menunjukkan daya pendapatan yang kami kembangkan dalam real estat."
Boylan menerapkan akuntansi yang sama inovatifnya untuk memperbaiki laporan pendapatan McDonald's. Kalau McDonald's berkembang dengan pesat dan banyak dari para waralabanya berjalan baik, pendapatan perusahaan sangatlah rendah secara menyedhikan, karena biaya yang berkaitan dengan pengembangan sistem muncul secara tidak menentu sebelum adanya pendapatan dari restoran baru. Tahun 1958, ketika McDonald's terjun ke dalam bisnis real estat, semua keuntungannya lenyap. Walau penjualan seluruhnya dari sistem telah menjadi lebih dari dua kali lipat sampai 10 juta dolar tahun itu, pendapatan bersih McDonald's hanyalah sekitar 12.000 dolar, kurang dari setengah jumlah yang diperoleh tahun lalu. "Aku tidak dapat menghasilkan uang dengan pendapatan seperti itu," keluh Sonneborn kepada Boylan. "Kita harus melakukan sesuatu."
Boylah memanfaatkan peningkatan biaya yang sangat cepat dari pengembangan real estat. Ia tidak bisa berbuat apa-apa untuk memangkas biaya, tetapi dapat membuatnya menjadi kelihatan kurang mengerikan dalam laporan pendapatan. Sesuai dengan akuntansi GAAP, McDonald's telah mencantumkan biaya pembangunan real estat saat sedang dikerjakan, tetapi Boylan mendesak agar biaya ini dicantumkan sembilan bulan kemudian, setelah tempat itu selesai dibangun. Pembiayaan harus sesuai dengan pendapatan yang dihasilkannya, alasannya pembiayaan real estat tidak menghasilkan sesuatu pun sampai toko baru dibuka. Dengan alasan yang sama, Boylan juga menjadikan modal seluruh bunga yang diperoleh dari pinjaman pembangunan real estat selama pembangunan menjadi satu toko baru, dan menyusutkan ke dalam jangka waktu berlakunya waralaba selama 20 tahun. Karena kedua perubahan menunda pelaporan/pencantuman biaya pengeluaran, yang meningkat dengan cepat sejalan dengan perkembangan pesat McDonald's, pembengkakkan akuntansi gaya Boylan menghasilkan suatu keajaiban dalam laporan pendapatan McDonald's: menghasilkan suatu laporan pendapatan yang tidak pernah ada sebelumnya.
Tidak ada satu pun dari penyesuaian dapat diterima oleh akuntansi standar. Namun sekali lagi Boylah membujuk Doty and Doty untuk mengizinkan, pada tahun 1960 hasil pertama program Boylan tercantum dalam laporan pendapatan McDonald's. Tahun itu, perusahaan melaporkan pendapatan bersih 109.000 dolar, hampir sepuluh kali lipat dari pendapatan tahun 1958, dan sebagian besar pembengkakan ini dihasilkan dari rekayasa akuntansi. Kenyataannya, akuntansi gaya Boylan yang tidak sesuai dengan GAAP tidak diacuhkan oleh Sonneborn. Adalah para pemilik modal, bukannya akuntan, yang sedang ia coba yakinkan. "Ini adalah kiat akuntansi paling hebat yang pernah dirancang orang," Sonneborn mengamati, merujuk kepada kapitalisasi Boylah terhadap pendapatan sewa masa depan. "Para bankir akan terpana dan terangsang olehnya, karena mereka belum pernah melihat sebelumnya, tetapi ini pasti dapat membantu kami mendapatkan pinjaman.
McDonald's, tentu saja menutup rapat perubahan akuntansinya, namun angka-angka yang ditunjukkan pada jajaran bawah laporan pendapatan, jauh lebih berarti daripada catatan-catatan kaki yang merinci akuntansi baru yang digunakan Boylan. "Kami menutup rapat segalanya dalam catatan kaki, tetapi orang tidak pernah membaca catatan kaki," jelas Gerry Newman, mantan wakil pimpinan senior McDonald's dan kepala bagian keuangan. "Angka-angka kami sangat lucu, tetapi tanpa ini kami tidak akan pernah mendapatkan pinjaman, karena kami memang tidak memiliki keuntungan nyata." Boylan sangat menentang pengertian seperti ini. "Setiap angka dalam laporan keuangan kami sangat beralasan dan didukung oleh prinsip-prinsip akuntansi," debatnya. "Tidak ada yang lucu tentang angka-angka ini. Angka yang lucu adalah angka sulapan, dan angka-angka kami bukan sulapan."
Karya Boylan bukan penyelewengan konsep dasar akuntansi, hanya penyimpangan dari yang biasa dilakukan. Pada kenyataannya, semua perubahannya didukung alasan menggunakan filsafat akuntansi yang telah bertahan lama, dan bertahun-tahun kemudian beberapa dari inovasinya ini juga mulai dipahami akuntan lainnya. Akhirnya keduanya diakui sebagai prinsip akuntansi yang luas untuk diterima, termasuk kapitalisasinya terhadap bunga dari hutang pembangunan.
Kalau akuntansi baru ini menghasilkan laporan keuangan yang lebih terhormat bagi McDonald's, tetapi tetap tidak bisa menghilangkan masalah dasar keuangan, yaitu kurangnya uang kontan. Adalah biasa jika perusahaan yang masih muda dengan rencana besar sering mengalami kekurangan uang kontan, namun banyak para pemilik waralaba awal makanan siap saji menyangkalnya. Bagi mereka, waralaba makanan siap saji hanya membutuhkan modal kecil untuk menghasilkan keuntungan seketika dari penjualan waralaba. Sebagian besar tidak pernah menanamkan modal kerja yang diperlukan untuk mendatangkan keuntungan jangka panjang. Mereka memulai bisnis, membuatnya cepat menguntungkan dan kabur.
Sementara Kroc bertahan terhadap godaan memburu keuntungan jangka pendek seperti ini, rencana membentuk sistem kerja yang tangguh membutuhkan waktu enam tahun dan selama itu McDonald's nyari tidak mendapatkan uang sama sekali. Sepanjang tahun 1960, rangkaian restoran ini telah menjual hamburger, kentang goreng, dan susu kocok senilai 75 juta dolar yang sangat mengesankan. Tetapi McDonald's hanya mendapatkan 159.000 dolar dari keuntungan selama enam tahun. Pada akhir 1960, perusahaan ini memiliki 228 toko yang berjalan, lebih baik daripada rangkaian pengusaha hamburger lainnya dalam bisnis baru makanan siap saji, namun pendapatan bersihnya hanya berkisar sekitar 95.000 dolar. Kalau tidak ada akuntansi Boylan, perusahaan ini mungkin sudah melaporkan saldo negatif. Ray Kroc masih tetap tidak mendapatkan gaji dari McDonald's, dan hanya 1.000 dolar sebulan dari Prince Castle serta 500 dolar sebulan dari restorannya di Des Plaines, yang tetap dapat menjatuhkan pintu rumahnya dari para penagih hutang. Sonneborn, pejabat bergaji tertinggi, hanya berpendapatan 27.000 dolar, penghasilan menengah dari pimpinan perusahaan dengan pegawai sebanyak 40 orang. Gaji pejabat lain juga sama terbatasnya, berkisar sampai paling kecil 10.000 dolar, yang dibayarkan kepada Fred Turner sebagai wakil pimpinan operasional.
Sama menengahnya dengan gaji mereka semua, tak diragukan lagi mereka jarang mengalami aliran keuangan perusahaan yang sangat kekurangan. Kenyataannya, berusaha memenuhi keperluan gaji mingguan tidak pernah sampai terabaikan. Kebijakan baru real estat Sonneborn melonjakkan pendapatan, namun mereka tetap berusaha berdamai dengan biaya tenaga kerja yang meroket, yang dibutuhkan dalam mendukung kesungguhan rangkaian usaha terhadap kesempurnaan kerja dan penanam modal dalam real estat. Hari-hari gajian sering didahului oleh panggilan panik dari June Martino kepada para waralaba untuk mengumpulkan royalti yang tertunggak. Kalau kebutuhan uang untuk membayar gaji meningkat, wakil pimpinan urusan lisensi Conley melakukan pemanggilan darurat terhadap calon kuat pembeli lisensi yang sudah berada dalam daftar tunggu yang makin membengkak. Kalau mereka dapat mengirimkan seluruh atau sebagian saja dari uang jaminan 10.000 dolar dengan seketika, Conley akan mengatakan bahwa ia "dapat mencadangkan tempat" yang langsung bisa tersedia bagi mereka.
Krisis penggajian terus terjadi walau Sonneborn telah memerintahkan bahwa tidak ada pengeluaran-pengeluaran yang melebihi 1.000 dolar dapat dibayar sekaligus, dan tidak ada tagihan dapat dilunasi sampai semua penerimaan terkumpul untuk mencukupi pembayaran gaji. Walau demikian, Sonneborn-lah yang membuat sulit bagi akuntan Gerry Newman untuk menyeimbangkan buku kas perusahaan. Sonneborn, yang lebih banyak menghabiskan 5 tahun pertamanya bersama McDonald's di jalanan memburu real estat, sering membawa beberapa lembar cek kosong untuk membayar uang muka suatu lahan. Pada waktu ia lupa memberitahu Newman tentang cek-cek yang ia keluarkan, dan saat Newman mengetahuinya, rekening bank mereka ternyata kosong.
Pada suatu saat, uang begitu sedikitnya, sehingga bahkan sumber uang darurat yang biasa tidak dapat mengatasinya. Para manajer senior McDonald's biasa berada di luar kota, dan pada jam 3 siang di hari Jumat, Newman menyadari bahwa persediaan uang kontan perusahaan akhirnya hampir habis, tidak cukup untuk membayar gaji mingguan. Newman membayangkan, ia akan terpaksa menandatangi cek yang akan menampakkan atau akhirnya mengakui bahwa kas perusahaan sedang kosong. Tidak ada pilihan yang menyenangkan, maka Newman menuliskan memo kepada pegawai yang sama kreatifnya dengan akuntansi gaya Boylan. Walau tidak berwenan membuat keputusan dalam pembayaran gaji, Newman mengumumkan perubahan pembayaran gaji dari mingguan menjadi setengah bulanan dengan seketika. Krisis uang kontan teratasi karena hari Jumat gajian sudah dilenyapkan dengan mudah. Dari sejak saat itu, McDonald's membayar para pegawainya setiap setengah bulanan alih-alih setiap minggu.
Karena seringnya terjadi krisis uang kontan, mereka sama dipusingkan oleh krisis keuangan yang terjadi dalam kantor Sonneborn di awal 1959 dalam bentuk tuntutan mekanik. Seorang rekanan pembangun (kontraktor) di Milwaukee menagih pembayaran atas pelayanan pada pengembang, bernama General Associates Inc., yang membangun beberapa toko McDonald's. Pada mulanya, Sonneborn tidak begitu memperhatikan apa yang dianggapnya hanya keterlambatan pembayaran. tetapi hari berikutnya tuntutan serupa muncul, dan segera Sonneborn dibanjiri tuntutan serupa, semuanya menunntut atas pelayanan terhadap General Associates. Mendadak, McDonald's berhadapan dengan risiko merugikan kebijak real estat Sonneborn. Kalau satu toko, tempat McDonald's hanya memiliki hubungan waralaba, gagal, maka McDonald's hanya akan kehilangan biaya pelayanan yang seharusnya ia terima. Yang paling adalah para waralabanya, yang gagal berbisnis, dan pemilik real estat yang terbebani oleh bangunan kosong yang tidak dapat dimanfaatkan untuk usaha lain. Tetapi begitu McDonald's ingin mendapatkan hasil dari lahannya juga, ia juga harus berhadapan dengan kerugian dari real estatnya.
Seberapa besarnya ancaman risiko terlihat dari kejutan yang diakibatkan oleh General Associates dari Milwaukee. Pimpinannya, Clem Bohn, setuju membeli lahan dan mulai membangun sembilan drive-in McDonald's, menggunakan uang jaminan para waralaba sebagai uang muka lahan, yang semuanya berada di bawah kontrak pembelian sepuluh tahunan. Bohr merencanakan membujuk para pemilik lahan menjaminkan kepemilikannya atas lahan kepada bank, tempat General Associates dapat memperoleh pinjaman dana untuk membangun drive-in merah putih. McDonald's, pada gilirannya, setuju membeli lahan beserta bangunannya dari General Associates dengan rencana pembayaran selama sepuluh tahun. Jenis kesepakatan yang memang dicari Sonneborn. Dengan penanaman modal awal yang kecil, McDonald's untuk pertama kalinya dapat memperoleh kepemilikan atas bangunan dan lahannya.
Tetapi apa yang kelihatan bagus di atas kertas segera berbalik menjadi mimpi buruk bagi Sonneborn. Bohr menguasai lahan dengan menggunakan uang jaminan para waralaba sebagai uang mukanya, dan menyewa developer untuk mulai membangun toko-toko McDonald's. Tetapi dengan alasan yang tidak pernah dapat dimengerti McDonald's ia tidak mencari pinjaman untuk membangun tokonya. Sampai musim semi 1959, ia belum membayar pembangun toko sesen pun. Mereka telah menyelesaikan hampir separuh lebih dari pekerjaan membangun, tetapi menolak menyelesaikannya. Paling celakan, Bohr lenyap tak berbekas.
McDonald's mendadak berada dalam bahaya. Proyek Bohr, sembilan toko baru di Wisconsin dan dua di Ohio, adalah kesepakatan real estat terbesar yang dibuat Sonneborn sampai saat itu. Yang meliputi sepuluh persen pengembangan McDonald's pada awal 1959. Dengan biaya 40.000 dolar tiap satu restoran, utangnya pada pembangun saja, dengan tidak menyebutkan utangnya kepada para pemilik lahan, sudah mencapai 400.000 dolar. Selain itu, para waralaba telah menyetorkan uang jaminan masing-masing 15.000 dolar untuk uang muka bagi masing-masing dari sembilan lahan, yang berarti adanya utang tambahan sebesar 135.000 dolar. Secara keseluruhan kesepakatan dengan Clem Bohr, menimbulkan utang tahun berikutnya sebesar paling sedikit 500.000 dolar bagi McDonald's yang kecil. Perusahaan Kroc tidak memiliki uang sebanyak itu dan tidak memiliki peluang yang cukup untuk mengusahakannya. Ini adalah tagihan tak diharapkan, sebesar duapuluh kali lipat nilai bersih perusahaan.
Sonneborn dapat saja berdebat bahwa utang itu tanggungan Bohr dan bukan tanggungan McDonald's, tetapi para pembangung masih akan tetap menagihnya kepada McDonald's. Sama halnya, para waralaba telah menyetorkan uangnya kepada McDonald's, bukan Bohr, dan mereka juga akan mengajukan tuntutannya. Sonneborn dapat merasakan membanjirnya tuntutan hukum, dan ia dapat membayangkan McDonald's tenggelam di dalamnya. Kalau ia tidak muncul dengan uang kontan 500.000 dolar dalam sebulan dua bulan untuk mengatasi masalah ini, McDonald's akan menjadi salah satu dari lusinan perusahaan baru yang terlupakan, yang setiap tahunnya menjadi korban dari apa yang dinamakan oleh analis saham Robert Emerson "Goncangan tanpa akhir" industri makanan siap saji. Yang paling buruk dari semuanya adalah Ray Kroc, karena tepat pada saat ia kelihatan telah melakukan sesuatu keajaiban usaha yang telah diusahakannya selama lebih dari tiga dekade; McDonald's-nya, dan impiannya untuk dapat menungganggi gelombang revolusi gaya hidup Amerika, akan berakhir dengan pernyataan bangkrut oleh pengadilan.
Tidak mengherankan kalau Fred Turner mengingat saat itu sebagai "masa trauma" bagi McDonald's. Masalah Clem Bohr menciptakan tekanan yang bahkan merisaukan Sonneborn, umumnya selalu tentang di bawah tekanan keadaan, dan sikap dinginnya banyak diartikan sebagai keangkuhan. Tidak ada keangkuhan lagi kini. "Aku beritahukan kepada anda, bahwa aku hampir saja bunuh diri," Sonneborn mengingatnya. "Kelihatannya tidak ada harapan bagi perusahaan untuk dapat keluar dari masalah ini. Aku tidak dapat tidur nyenyak saat itu."
Untuk menghindari dari pengadilan, McDonald's membutuhkan bantuan uang kontan seketika untuk melunasi para pembangun. Sonneborn berpaling kepada sumber yang paling dapat diharapkan, para pemasok perusahaan. Mereka telah mendapatkan keuntungan dari penjualan makanan yang luar biasa, yang dihasilkan oleh semua rangkaian usaha drive-innya, dan mereka berkepentingan juga untuk menyelamatkan McDonald's. Sonneborn mendekati lima di antaranya, Continental Coffe, Perlam Papar Co., Honey Hill Diary, Mary Ann Baking, dan Interstate Food, berharap dapat membujuk masing-masing agar bersedia membeli saham jaminan McDonald's seharga 25.000 dolar. Ternyata ia bahkan tidak perlu menjualnya. "Louie Kuchuris (pemilik Mary Ann Baking, pemasok roti hamburger) bahkan tidak menginginkan saham," Sonneborn mengingatnya. "Aku makan siang bersamanya, dan ia langsung menandatangani cek di tempat itu juga. Kalau tidak berkat pinjaman dari penyelamat ini, McDonald's sudah akan tamat dalam limat menit saja."
Namun bantuan pinjaman 125.000 dolar hanya akan memberi sedikit kelonggaran waktu bagi Sonneborn untuk menemukan lembaga peminjam dana. Ia telah berusaha berbulan-bulan tanpa mendapatkan dana besar bagi pengembangan real estat. Kalau ia tidak berhasil mengerahkan dana dari pasar uang untuk mendanai pertumbuhan McDonald's, peluang apa yang dimiliki agar menemukan lembaga-lembaga keuangan untuk menghindarkan rangkaian usaha ini dari kebangkrutan? Walau demikian, hikmathnya, kejadian Bohr ini merupakan hal terbaik yang dapat terjadi terhadap McDonald's. Kini, Sonneborn mau tidak mau harus mencari dana dari lembaga keuangan. Ia memanfaatkan setiap jam kerja untuk menemui pengusaha asuransi, perantara real estat, dan bank-bank penanam modal di jalan LaSalle, pusat keuangan Chicago. Ia bahkan pergi menemui dana pensiun dari perkumpulan-perkumpulan seperti Teamsters dan Amalgamated Butchers, tempat ia ditolak. "Aku telah menelusuri seluruh pelosok kota dan aku menemui siapa pun yang bersedia mendengarkanku," Sonneborn mengingatnya. "Aku tidak merasa bangga, aku menjadi pengemis."
Ia memburu semua petunjuk yang diperolehnya, dan salah satunya membawa Sonneborn ke kantor E.E. Ballard, pimpinan All America Life dan Causalty. Tahun 1986, menjadi anak perusahaan dari U.S. Life, satu dari perusahaan asuransi negara terbesar. All American pada tahun 1959 hanya merupakan perusahaan asuransi kecil namun giat berusaha, yang baru saja didirikan Ballard tujuh tahun sebelumnya. Ia mendengarkan Sonneborn, yang tidak menyinggung sama sekali tentang Bohr, dan tertarik dengan ide rangkaian penjualan hamburger 15 sen. Beberapa hari kemudian, putranya menjadi tertarik kepada McDonald's dan mengunjungi Ray Kroc untuk mengobrol soal waralaba. Kroc menyambar peluang dari hubungan ini untuk menarik minat Ballard yang lebih tua pada sesuatu kesepakatan yang lebih besar. Walau keduanya tidak pernah berjumpa, Ballard, yang tinggal kurang dari satu mil jauhnya dari Kroc dan sesekali main golf di Rolling Green, telah pernah mendengar tentang rangkaian restoran Kroc beberapa waktu sebelumnya. Kini, ketika Kroc meminta ijin untuk mengunjungi Ballard di rumah, pimpinan perusahaan asuransi ini dengan senang hati menyetujuinya.
Merupakan peluang bagi Kroc untuk menyelamatkan perusahaannya yang masih muda, dan ia melakukannya dengan penuh keanggunan. "Adalah semangat Ray yang benar-benar membuatku tertarik," Ballard mengingatnya. "Aku tidak pernah lupa akan pengetahuannya tentang setiap rincian bisnis ini. Ia tahu dengan pasti apa yang akan dilakukan dan bagaimana ia akan melakukannya. Aku menyukai keterusterangannya, caranya berbicara dan berdiri."
Hari berikutnya, Ballard memerintahkan dua orang pegawai perusahaan asuransi kecilnya untuk meneliti keuangan McDonald's. Mereka tidak menemukan masalah Bohr, tetapi laporannya kepada Ballard sepenuhnya menggembirakan. "McDonald's tidak ada apa-apanya dari segi modal," Ballard mengingatnya. Tetapi ia mengusulkan kepada dewan perusahaannya agar All America meminjamkan cukup uang jaminan kepada McDonald's untuk mendanai ke sembilan bangunan di tempat Bohr mulai membangun. Secara keseluruhan, jaminan sepuluh tahun ini bernilai 260.000 dolar, semuanya berbunga 6 persen. Ballard beralasan memberikan pinjaman lunak, karena para pemilik lahan di kesembilan tempat itu telah menjaminkan kepemilikannya kepada All American. Karena lahannya paling tidak sama nilainya dengan bangunan yang didanai All America, lebih dari cukup agunan terhadap pinjaman. Kalau McDonald's gagal, pemilik lahan yang akan rugi.
Dengan bantuan Ballard, pinjaman disetujui. McDonald's telah menemukan penyelamatnya di All American. Ballard tidak pernah mengetahui seberapa dekatnya rangkaian usaha ini dari kebangkrutan. Nyatanya, ia tidak pernah mengirimkan orang untuk memeriksa toko-toko yang didanai All American. "Kedengarannya aku menggampangkan, tetapi ini adalah sedikit berkaitan dengan Ray Kroc," kata Ballard. "Aku percaya dalam melakukan bisnis dengan orang yang memiliki semangat pada apa yang sedang mereka kerjakan. Ray telah berketetapan untuk membuatnya berhasil, dan aku tahu ia akan mampu melakukan."
Ini adalah pendanaan dari lembaga untuk pertama kalinya dalam bisnis makanan siap saji, dan Sonneborn memahami akan efisiensinya. Dengan satu goresan pena saja, McDonald's memperoleh dana untuk mendirikan sembilan toko. Untuk waktu yang sama lamanya dengan yang dibutuhkan rangkaian usaha ini berunding dengan pemilik lahan dan bankir kota kecil untuk membiayai pendirian hanya satu toko, ia akan memperoleh pinjaman pendirian banyak toko dari perusahaan asuransi atau pengelola uang berjumlah besar lainnya. Kalau McDonald's ingin benar-benar membangun jaringan usaha nasional, ia tidak boleh lagi mendirikan satu toko demi satu toko. "Secepat yang kita inginkan untuk berkembang, kita tidak akan sempat mencari lahan, menjalankan usaha, dan masih mencari pinjaman bagi satu per satu toko dari bank-bank setempat," kata Sonneborn.
Lebih dari lainnya, Sonneborn menyadari pentingnya memperoleh jalur untuk meraih pasar uang yang besar, dan All American telah menunjukkan jalannya. Ada sedikit sifat latah di antara para lembaga pendanaan. Pemberi pinjaman besar, terutama dalam real estat, lebih suka meminjamkan uangnya kepada mereka yang telah menerima pinjaman serupa dari lembaga lainnya. Kini, Sonneborn dapat mendekati perusahaan asuransi lainnya untuk mencari pinjaman dan dengan bangga dapat menunjukkan keikutsertaan All American dalam neraga rugi laba McDonald's. Segera ia berhail mendapatkan pinjaman dari perusahaan asuransi Chicago lainnya, Central Standard Life.
Kalau sejumlah pinjaman menengah dari perusahaan asuransi di barat Tengah sudah merupakan pencapaian yang mengesankan, mereka tetap tidak dapat memberikan kredibilitas keuangan yang diinginkan Sonneborn terhadap McDonald's. Ia masih merupakan rangkaian usaha drive-in pesaing yang sedang berkibar dalam usaha makanan siap saji yang kurang mampu memantapkan sirkulasi keuangannya. Sampai McDonald's berhasil mengatasi anggapan ini, ia akan terus harus meniti pinggiran pisau silet, selalu memburu uang pinjaman dan tidak pernah pasti dapat memperolehnya. Maka kini Sonneborn mengarahkan bidikannya kepada permainan yang lebih besar, dana di sebelah timur. Khususnya, berusaha memperoleh pinjaman sampai senilai 1 juta dolar dari peminjam dana yang benar-benar mantap. Pada saat itu, McDonald's sebenarnya tidak membutuhkan uang sebanyak itu, tetapi Sonneborn membutuhkan gengsi dari pinjaman agar terlihat dalam neraca laba ruginya.
Apa yang terlihat sebagai peluang besar segera muncul dan nyaris tanpa susah payah. Beberapa bulan setelah ia menyelesaikan kesepakatan dengan All American dan Central Standard, Sonneborn berhubungan dengan penananm modal kaya dari Manhattan. Sang penanam modal terkesan dengan strategi real estat Mcdonald's, dan ia bersedia melakukan kesepakatan jauh lebih besar daripada yang pernah diimpikan Sonneborn. Sonneborn segera pergi ke New York untuk menyelesaikan kesepakatan ini. Ketika memasuki kantor pengacara sang penanam modal, ia melihat cek di atas meja pengacara yang menyatakan betapa seriusnya sang penanam modal ini. Diletakkan dengan cermat sehingga Sonneborn dapat membacanya dengan mudah dari seberang meja: "Dibayarkan kepada McDonald's, 22 juta dolar."
Ini dia! Awalnya dalam tahun itu, McDonald's sangat dekat dengan jurang kebangkrutan, dan kini ia berhasil mendapatkan pinjaman sebanyak 350 kali lipat dari pendapatan bersihnya. Dengan 22 juta dolar, ia dapat membangun lebih dari dua ratus restoran, menggandakan besarnya usaha rangkaian ini. "Aku telah berhasil," pikir Sonneborn ketika ia berjabatan tangan dengan pengacara. Tepat pada saat itu, telepon berbunyi. Itu adalah sang penanam modal. "Aku ingin melakukan sedikit perubahan dalam perjanjian," ia mengatakan kepada Sonneborn melalui telepon. Ia lalu melanjutkan untuk mengubah segalanya, dan kesepakatan yang baru begitu tidak dapat diterimanya, sehingga Sonneborn tidak mungkin lagi dapat menyewakan lahan baru kepada waralaba baru dengan persentase yang masuk akal dari hasil penjualan dan masih mendapatkan keuntungan. "Ketika aku pertama kali berhadapan dengan anda semua," kata Sonneborn ketika ia berdiri dari kursinya,"Aku kira aku sedang berhadapan dengan orang bisnis. Kini aku menyadari bahwa aku sedang berhadapan dengan bukan siapa-siapa selain penipu." Dengan ini Sonneborn segera keluar dari kantor pengacara itu. Kegagahannya menutupi kekecewaannya. Sonneborn merasa patah semangat. Ia telah berharap meninggalkan kantor pengacara untuk merayakan kemenangannya. Sebaliknya, ia pergi ke kamar hotelnya, langsung tidur.
Kekecewaan Sonneborn tidak berlangung lama. Pencarian akan pinjaman berjumlah besar telah menghasilkan lusinan hubungan, dan hanya merupakan masalah waktu sebelum salah satunya bersedia membukakan pintu memasuki ajang keuangan di kawasan timur. Tidak lama setelah kegagalan kesepakatan di New York, Sonneborn berhasil menemukan orangnya. Namanya Milton Goldstandt, dan ia tidak kelihatan sebagai penghubung kepada dana besar di timur. Pertama, karena ia tinggal di Chicago. Keduanya karena bisnisnya adalah menjual asuransi jiwa, tidak mengusahakan pinjaman. Tetapi Kroc, yang telah mendengar bahwa Goldstandt mungkin dapat membantu dalam menemukan tempat dana, menyarankan Sonneborn menyadari bahwa Goldstant bukanlah agen biasa penjual asuransi jiwa. Ia penjual terbesar bagi John Hancock, dan walau merupakan agen yang tidak terikat, ia begitu berpengaruh bagi Hancock, sehingga ia memiliki hubungan langsung dengan para manajer seniornya, termasuk mereka yang mengelola usaha penanaman modal. Sesuai istilah para bankir lama Boston, Goldstandt adalah "anjing pemandu" bagi Hancock. dalam menjual asuransi jiwa bagi keluarga kaya, ia mendengar beberapa perusahaan baru yang membutuhkan dana. Ia membawa yang sedang mencari prospek yang lebih baik kepada kawan baiknya Lee Stack, wakil pimpinan senior John Hancock. Dalam tahun 1950-an, Stack menjadi salah satu manajer paling inovasi dalam industri perasuransian, mengembangkan sejumlah wahana baru penanaman modal berbunga tinggi. Di antaranya, Stack tidak berpotongan baju yang sama (berpikiran sama) dengan sebagian besar rekannya dalam perusahaan asuransi jiwa lain, yang memandang rendah penanaman modal dalam perusahaan apa saja yang lebih rendah peringkatnya daripada triple-A.
Ketika Sonneborn menjelaskan kepada Goldstandt akan kebutuhan McDonald's terhadap bantuan keuangan dari lembaga, penjual asuransi ini dengan seketika menyampaikannya kepada Stack, yang pada usia 65 tahun baru saja berhenti dari Hancock. Ini tidak menjadi masalah, karena ia selalu menjadi mitra dalam firma perantara Paine Webber, tempat ia tetap melakukan kegiatan pendanaan dan terus berhubungan erat dengan kawan-kawan di kelompok keuangan Boston. Mereka adalah Dick Wilson, mitra Stack di asuransi jiwa State Mutual; John Gosnell, kepada penanaman modal di asuransi jiwa Paul Revere; dan Bill Brown, pejabat pinjaman komersial di Bank First National Boston. Walau semuanya bersaing berbagi kesediaan untuk menanggung lebih banyak risiko agar mendapatkan keuntungan lebih besar. Mereka menghindari pendanaan baru, tetapi mereka selalu mencari perusahaan muda yang pernah mengalami goncangan besar dalam pelayarannya, dan sedang bersiap mengarungi lautan luas.
Setelah berharap selama berbulan-bulan, Sonneborn akhirnya berhasil meraih urat nadi keuangan yang ia inginkan. Dengan cepat, ia mengatur pinjaman agunan dari sekitar 15 restoran bersama John Hancock, dan ia memperoleh pinjaman cukup baik dari Bill Brown di First of Boston. Tetapi ia tahu ini hanya satu langkah menuju jumlah yang lebih besar lagi, dan pada awal 1960 ia mengusulkan pinjaman 1,5 juta dolar dengan saham bernilai sama ditawarkan sebagai bonus. Stack membawa usulan ini kepada John Hancock, namun ia tidak berhasil membujuk untuk menyetujuinya. Menurutnya, pinjaman sebesar itu merupakan risiko besar, khususnya bagi lembaga yang menanamkan modal dari uang para pemilik polis yang mengambil asuransi jiwa untuk jangka waktu yang panjang. McDonald's adalah segalanya, kecuali untuk bertaruh secara aman.
Saat Hancock menolak, Stack berpaling kepada Wilson di State Mutual. Wilson merasa tertarik, dan ia memanggil seorang yang mempunyai bakat besar yang sedang naik daun dalam kelompok penanaman modalnya, Fred Fedelli yang baru berusia 29 tahun. Fedelli merupakan pemula dalam membuat kesepakatan yang penuh risiko. Tetapi ia tidak mengalami kesulitan dalam menganalisa prospektus duapuluh lima halaman McDonald's yang diberikan Stack kepadanya. Bahkan kalau proyeksi pertumbuhan rangkaian usaha telah disulap seratus persen lebih besar, pikir Fedelli, McDonald's masih mampu membayar kembali pinjamannya. Tetapi yang paling merangsang adalah bonus yang ditawarkan Sonneborn kalau perusahaan asuransi ini berani memberikan pinjaman, 20 persen saham McDonald's. Wilson dan Fedelli menyimpulkan, McDonald's layak diperiksa oleh mereka sendiri, terutama oleh Stack sendiri yang mendukung penanaman modal ini. Karena belum pernah terdengar tentang McDonald's sebelumnya, diputuskan bahwa Fedelli akan terbang ke Chicago untuk menyelidiki.
Beberapa hari kemudian, Fedelli sudah berada dalam kantor Sonneborn, sedang mendengarkan penjelasan bagaimana McDonald's membangun posisi yang mengesankan dalam usaha real estat. Ini merupakan hal yang sangat disenangi Sonneborn. "Harry terus mengatakan agar aku tidak perlu merasa khawatir," Fedelli mengingatnya," karena kalau restoran gagal, masih ada real estat milik McDonald's yang sama tinggi nilainya. Ia tidak tahu banyak tentang cara kerja restoran. Ia hanya menganggapnya sebagai cara menegakkan kerajaan real estat-nya." Penjelasan ini begitu menarik, dan Fedelli terpengaruh oleh kepiawaian Sonneborn dalam bidang keuangan. Namun, Fedelli juga tahu bahwa bukanlah cara yang dapat dibenarkan kalau ia menyarankan agar memberikan suatu pinjaman kepada perusahaan penjualan makanan hanya karena memiliki real estat bernilai tinggi. Pinjaman yang diinginkan McDonald's tidak benar-benar aman, dan akan dialihkan kepada hutang-hutang lainnya. Kalau McDonald's bangkrut, State Mutual akan berada di urutan paling akhir dalam menerima pembagian aset perusahaan. Maka cara pengusahaan restoranlah yang menjadi kunci utama, Fedelli menyimpulkan. Kalau cara kerjanya lemah, tidak akan ada pinjaman.
Dua hari berikutnya, Fedelli terbang menjelajahi negara bagian Barat tengah dengan pesawat Aerocommander McDonald's, mengunjungi 20 toko McDonald's. Ketika peninjauan selesai, pikirannya sudah memutuskan untuk memberi pinjaman. "Aku tidak dapat mempercayainya," ia mengingat,"Anda dapat memperoleh minuman, gorengan, dan sebuah hamburger dengan harga hanya kurang dari 15 sen, dan semuanya sangat enak. Inilah nilai sebenarnya. Semua tempatnya bersih, dan tempat parkir selalu penuh. Menurutku ini bukan sesuatu yang telah diatur sebelumnya, karena kami telah melihat begitu banyak toko di tempat berlainan, dan di setiap tempat aku menyaksikan hal yang sama."
Ketika Fedelli kembali ke Boston, ia membujuk ayah dan saudaranya dengan bermobil selama 3 jam untuk mengunjungi McDonald's terdekat, di Newington, Connecticut. Sebelum menyarankan agar pinjaman dapat diberikan, Fedelli ingin memeriksa satu toko lagi, yang satu ini di kotanya sendiri, bukan di daerah McDonald's. Letaknya di Berlin Turnpike pertengahan jarak antara Boston dan New York. Toko ini diusahakan oleh Reub Taylor, dan telah berhasil memecahkan semua rekor penjualan McDonald's. Kalau rata-rata penjualan toko lain mencapai 250.000 dolar setahun, toko Taylor merupakan yang pertama menembus angka penjualan 500.000 dolar. "Kami sampai di sana pada jam sebelas tigapuluh, dan tempat parkir sudah mengalami kemacetan," Fedelli mengingatnya. "Ada dua jendela pelayanan dengan 50 orang sedang antri di depan setiap jendela."
Inilah yang mengungkap kenyataannya. Fedelli membujuk Wilson agar bersedia memberikan pinjaman. Bukan segala keterangan Sonneborn tentang real estat, melainkan kesungguhan Kroc menegakkan cara kerja yang sungguh-sungguhlah yang telah berhasil mempengaruhinya. "Kalau tempat parkirnya penuh sampah, celemek masak para pegawainya kotor coreng moreng, dan makanannya ternyata tidak enak," desak Fedelli,"McDonald's tidak akan pernah berhasil mendapatkan pinjaman, tidak peduli apa pun yang dibualkan Sonneborn tentang real estatnya.
Dengan laporan menggembirakan Fedelli untuk terus melanjutkan, Wilson menyampaikan dukungannya kepada komite penanama modalnya untuk memberikan pinjaman. Namun, karena risikonya yang besar, State Mutual menginginkan adanya mitra dalam kesepakatan ini, dan Fedelli memanggil John Gosnell di Paul Revere, yang bersedia menanggung separuh dari pinjaman 1,5 juta dolar dengan bunga 7 persen, dan kedua perusahaan asuransi ini akan membagi dua bonus saham 20 persen itu. Sebagai bagian dari kesepakatan Stack dan Goldstandt akan membagi dua biaya pencarian dana sebesar 2,5 persen dari saham McDonald's.
Mengambil pinjaman semacam ini bukan merupakan keputusan yang mudah bagi usahawan seperti McDonald's. Kepemilikan mereka merupakan hasil kerja keras selama enam tahun, dan sungguh sukar untuk menyerahkan kepemilikan apa pun, apalagi sebesar 22,5 persen. Beberapa manajer dari staf real estat, seperti John Jursich, mendebat bahwa Sonneborn telah mengalihkan perusahaan begitu saja tanpa disertai alasan yang kuat, karena sebenarnya McDonald's telah cukup mendapatkan semua dana yang dibutuhkan melalui pinjaman lebih kecil dari bank-bank setempat. Ia begitu kecewa dengan langkah perusahaan dan tidak berapa lama kemudian ia mengundurkan diri. Bahkan Kroc juga merasa kecewa dengan adanya pengalihan kepemilikan. "Ray lebih berang daripada neraka," Sonneborn mengingatnya. Namun jawaban Sonneborn adalah membujuk Kroc agar mau menerima pinjaman ini. "Anda perlu ingat, Ray," kata Sonneborn, "78% dari sesuatu jauh lebih baik daripada 100% yang tidak ada apa-apanya, dan itulah yang selama ini kita miliki."
Pada saat pinjaman dilakukan tahun 1960, tidak ada yang mengetahui nilai sebesar 22,5 persen dari sesuatu yang dipertukarkan Sonneborn agar dapat memasuki kelompok keuangan yang lebih besar. Namun ketika McDonald's dimasyarakatkan (go public) lima tahun kemudian, terbukti bahwa perusahaan asuransi ini telah memberikan pinjaman paling baik yang pernah mereka lakukan. Pada hari McDonald's dimasyarakatkan, State Mutual dan Paul Revere masing-masing memiliki saham rangkaian usaha ini senilai 3,3 juta dolar. Dalam dekade selanjutnya, keduanya menjual kepemilikan McDonald's, tidak bersedia memaksakan lagi keuntungan mereka lebih lama. Secara bersama, kedua perusahaan penerima penambahan modal dari saham tidak sampai 20 juta dolar, dan tentu saja, pinjaman 1,5 juta dolar yang mereka berikan kepada McDonald's telah dilunasi pada akhir tahun kelimabelas.
Terangkat oleh terobosannya pada McDonald's, Fedelli menjadi salah satu manajer paling maju dalam industri asuransi, dan pada tahun 1979 ia diangkat sebagai pimpinan State Mutual. Kini, ia mengenang pinjaman kepada McDonald's sebagai penanaman modal terbaik yang pernah ia usulkan. "Betapa bahagianya jika berhasil membujuk sekelompok direktur asuransi yang lebih tua dan konservatif agar mereka memberikan pinjaman," katanya,"Sama berisikonya dengan apa yang telah mereka lihat terhadap hal ini." Untuk lebih memantapkan kenangannya, Fedelli hanya perlu mengingat bahwa ia juga menjual semua saham McDonald's yang dikuasai State Mutual pada pertengahan tahun 1970-an. Kalau penjualan saham telah membuahkan pertambahan modal sebesar 12 juta dolar, pinjaman Fedelli kepada McDonald's merupakan tambang emas sesungguhnya, kalau State Mutual tetap menyimpan 150.000 lembar saham McDonald's, yang lalu menjadi sebanding dengan 10 persen kepemilikan McDonald's. Dengan pembagian ini, saham McDonald's kini bernilai lebih dari 975 juta dolar.
Dengan penyerahan 20:20, Sonneborn benar-benar memanfaatkan pinjaman bergengsi 1,5 juta dolar dari perusahaan asuransi besar di timur ini. Ia begitu bangganya dengan hal ini, sehingga ia tidak menggunakan sepeser pun dari modal pinjaman sampai enam bulan lamanya. Alih-alih, ia menggunakannya sebagai penarik perhatian sangat bernilai dalam mendandani neraca laba rugi McDonald's, sesuatu yang dapat digunakan perusahaan untuk memperoleh uang jaminan dari bank-bank yang sebelumnya ragu meminjamkan uang kepada mereka. Kini, kalau bank-bank itu melihat laporan keuangan McDonald's dan melihat pinjaman luar biasa dari perusahaan asuransi besar, mereka akan lebih bersedia meminjamkan, Sonneborn menyadari, adalah lebih mudah untuk mendapatkan lebih banyak lagi.
Pinjaman perusahaan asuransi memberi jalan kepada McDonald's mendapatkan dana lembaga yang tidak dimiliki rangkaian usaha makanan siap saji lainnya. Kalau pekerja rapih dan bersih McDonald's berhasil membuat McDonald's berbeda sebagai pengusaha paling maju dalam industri ini, maka kelompok keuangan Sonneborn berhasil membuat perusahaan satu dekade lebih maju dari para pesaingnya dalam memecahkan masalah paling besar, begitu uang yang mudah diperolehnya dari menjual waralaba telah habis: mendapatkan modal untuk pengembangan. Kalau perusahaan lain berjuang mendapatkan dana untuk membangun toko-toko lebih cepat, McDonald's merupakan yang pertama mendanai pendirian beberapa toko sekaligus, yang berhasil mendapatkan pinjaman dari lembagan, dan mendapatkan uang dengan menjual saham. Pada kenyataannya, Burger King telah terjual kepada Pillsbury, Burger Chef kepada General Foods, Pizza Hut dan Taco Bell kepada Pepsico, Red Barn kepada Servomation, Big Boy kepada Marriot, dan Hardee's kepada Imasco. Pada saat yang sama McDonald's telah menjadi perusahaan publik yang sedang menapak dengan baik menuju keadaan keuangan yang bebas. Lebih daripada alasan lainnya, penyelamatan keuangan secara diam-diam yang dilakukan Harry Sonneborn-lah yang dapat menjelaskan mengapa McDonald's hari ini tetap dapat menjadi satu dari dua rangkaian usaha makanan siap saji yang saham, dan masa depannya, tidak berada di bawah kekuasaan suatu perusahaan besar. (Satu lainnya adalah Wendy's International).
Tambahan dana tidak muncul dengan mudah. Sebenarnya, pencarian dana kelembagaan baru benar-benar dimulai saat State Mutual dan Paul Revere memberikan pinjaman 1,5 juta dolar tahun 1961, dan dalam sepuluh tahun berikutnya pertumbuhan keuangan McDonald's benar-benar terjamin. Namun Sonneborn menyadari bahwa bagian paling sulit telah lewat, karena ia dapat memanfaatkan pinjaman besar untuk memperoleh pinjaman lebih besar lagi dari lembaga lainnya. Ia telah membuka gerbang menuju tempat uang melimpah, dan selama 1960-an serta akhir 1970-an, McDonald's melangkah memasuki gerbang itu untuk mendanai pengembangan toko paling pesar dalam sejarah usaha eceran. "Mereka memberikan banyak saham terhadap pinjaman 1,5 juta dolar," kata Dey Watts, seorang pengacara dari perusahaan Chicago, Chapman and Cutler, yang mewakili kedua perusahaan asuransi menangani pinjaman dan belakangan diangkat Sonneborn sebagai pengacara luar McDonald's. Tetapi hasilnya, tambah Watts, "Mereka mendapatkan dukungan keuangan yang kuat, yang membuat segalanya menjadi lebih mudah bagi mereka. Kalau lembaga bertanggungjawab dan bersedia memberikan mereka pinjaman tujuh persen tanpa agunan, mengapa lainnya tidak bersedia meminjamkan kepada mereka dengan agunan real estat? Pinjaman ini memberi mereka kredibilitas dalam ajang keuangan. Mereka benar-benar membangun perusahaan berdasarkan hal ini."
Baca: Buku Dibalik Kesuksesan McDonald's
Comments
Post a Comment