Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
Pengalihan hak dari McDonald bersaudara telah memberi Ray Kroc kekuasaan sepenuhnya atas restoran-restoran waralaba McDonald's. Tim pelayanan lapangannya memberlakukan disiplin kerja dengan cara yang tidak sanggup dilakukan oleh rangkaian usaha penjualan makanan siap saji lainnya. Rencana penjualan warabalanya sangat ketat, para waralaba tidak diberi hak khusus atas suatu wilayah, hanya satu restoran demi satu restoran. Kalau mereka tidak dapat mematuhi apa yang diharuskan, mereka tidak akan diijinkan menambah restoran lagi. Staf perusahaan Kroc mengawasi semua pelaksanaan standar pengusahaan restoran. Harry Sonneborn diberi kuasa mengendalikan semua urusan mengenai real estat McDonald's, sesuatu yang belum terpikirkan oleh rangkaian usaha penjual waralaba lainnya. Berkat liku-liku keuangan yang diusahakan Sonneborn, McDonald's memiliki uang untuk berkembang tanpa harus menerima belas kasihan dari para penyandang dana.
Kenyataannya, pada tahun 1960 McDonald's sudah siap menjalankan suatu pengembangan besar di luar waralaba yang mengarah pada pengendalian sepenuhnya atas beberapa restoran, sebagai pemiliki sekaligus yang mengusahakannya. Tahun 1959, McDonald's membantu kepemilikan waralaba dari suatu toko yang nyaris bangkrut di Brentwood, Missouri, milik Milo Kroc, sepupu jauh sang pendiri. Namun setahun kemudian, rangkaian usaha ini mampu membuka empat toko pertama yang disebut McOpCo (McDonald's Operating Company), empat toko baru yang dimiliki dan diusahakan sendiri oleh perusahaan di Columbus, Ohio. Suatu developer pusat pertokoan menawarkan untuk membangun toko di keempat lokasi ini bagi McDonald's, asal toko ini diusahakan sendiri oleh perusahaan dan bukan oleh pembeli waralaba. McDonald's menyetujui karena Sonneborn sangat menyukai kesepakatan tentang real estat, dan Turner menginginkan beberapa toko yang diusahakan sendiri oleh perusahaan, digunakan sebagai tempat pelatihan para penasihat lapangannya.
Namun Ray Kroc berharap bahwa dengan adanya empat "toko milik sendiri" begitu ia menyebutnya, akan mendorong para waralaba McDonald's yang sudah ada untuk berbenah diri. Pada saat itu, hanya pertimbangan praktis saja yang mengharuskan mengembangkan seluruh rangkaian usaha dengan memanfaatkan para pembeli waralaba. "Kalau aku merasa bahwa kita sanggup mendanai segalanya dan berkembang cukup pesar, aku tidak akan mau menjual waralaba lagi," kata Kroc kepada Dick dan Mac McDonald pada suatu saat. "Bahkan seorang pembeli waralaba yang baik sekali pun," tambahnya, "tidak akan pernah sama baiknya dengan toko yang diusahakan sendiri oleh perusahaan, karena kalau seseorang sudah menanamkan uangnya di satu tempat, ia merasa berhak ikut menentukan sesuatunya."
Kalau pendanaan membuat suatu rangkaian toko milik perusahaan merupakan impian, Kroc kini berada dalam posisi untuk menentukan semua kebijakan McDonald's dari kantor perusahaannya di lantai 20 La Salle North 221. Nyatanya, dilihat dari luar, kendali terpusat sepertinya merupakan apa yang selalu diinginkan Ray Kroc.
Ini bukan pandangan dari sebelah dalam. Untuk lebih pasti, Kroc telah mengusahakan dan memperoleh suatu tingkat pengendalian atas toko-toko yang tidak selaras dalam berwaralaba. Namun kalau hal yang perlu diusahakan untuk menjaga McDonald's tetap tidak terlepas dari pasar, Kroc memiliki indera tersendiri, indera seorang penjual, bahwa promosi, iklan, dan pengembangan produk baru tidak boleh ditentukan oleh staf perusahaan. Agar berhasil dalam pemasaran, Kroc yakin, McDonald's perlu menjangkau ke luar dan menanggapi setiap keinginan pasar. Ide-ide pemasaran harus datang dari jajaran bawah, bukan dari atas langit. Singkatnya, Kroc menyadari bahwa bagi McDonald's untuk mengerahkan modal dalam peluang pasar yang kini dimiliki, perusahaannya harus mengandalkan pada kreativitas para mitranya, para waralaba dan para pemasoknya.
Ada dua alasan yang sesuai. Pertama, pemasaran massal dari rangkaian usaha makanan siap saji secara nasional jelas bukan merupakan pengetahuan tentang bagaimana melaksanakannya. Tetapi lebih merupakan seni, tidak ada yang pernah mengetahui segala sesuatunya. Saat McDonald's menayangkan iklan televisinya yang pertama kepada pasar yang masih segenggaman tangan pada akhir 1950-an, ia memasuki suatu daerah yang masih perawan. Restoran tidak pernah sama sekali diiklankan dalam televisi atau dalam bentuk lainnya lagi. Bisnis penjualan makanan hanya mengandalkan promosi melalui mulut. Program pemasaran resminya tidak pernah lebih luas daripada iklan kecil dalam halaman kuning (buku petunjuk telepon) dan di papan-papan pengumuman. Maka, kalau mengenai pemasaran, Kroc dengan tepat menganggap bahwa semakin banyak ide baru yang dapat ia salurkan kepada perusahaannya, tidak peduli sumbernya darimana, akan semakin baiklah ia.
Namun ada juga penjelasan yang lebih praktis dimana Kroc mengandalkan para mitranya dalam mengiklankan dan mengembangkan produk baru; staf perusahaan McDonald's telah memusatkan perhatian begitu kuatnya kepada cara kerja dan keuangan sehingga mereka tidak sempat banyak mengembangkan keahlian dalam pemasaran.
Jelas, Kroc sendiri tidak mempunyai bakat khusus dalam periklanan dan pengembangan produk baru. Walau jelas selalu mengarah kepada penjualan, ia hanya menjadi yang terbaik dalam hal menangani penjualan secara bertatapan muka. Ia tidak menguasai bagaimana cara menggunakan media periklanan, dan bahkan saat McDonald's mulai mengembangkan keahlian ini, Kroc tidak menjadi bagian utama dari proses ini.
Sementara pencarian pribadi Kroc akan produk baru yang selalu dilakukan, ternyata juga menjadi sumber tetap kejengkelannya. Ia secara naluri tahu bahwa produk baru dapat dimanfaatkan untuk memperluas daya tarik McDonald's, namun ia sendiri tidak berbakat dalam usaha menemukan produk baru. Satu-satunya yang selalu tetap sama mengenai ide produk baru bagi perusahaan makanan siap sajinya hanyalah catatan kegagalannya yang memalukan.
Kroc sangat yakin bahwa makanan pencuci mulut/penutup (dessert) sangat diperlukan untuk melengkapi menu McDonald's. Selama akhir 1950-an ia mengusulkan coklat, kue murbei (strawberry), dan puding. Ketika memperkenalkan puding, ia memperkirakan bahwa setiap toko dapat menjual seribu potong sehari dengan harga 15 sen. Ternyata kemudian, penjualan di seluruh rangkaian tokonya tidak pernah dapat mencapai jumlah sebesar itu, dan produk ini segera disingkirkan dari menu. Ketika menambahkan semacam manisan pada menu di beberapa toko, pertimbangannya hanya didasarkan pada selera pribadi yang dipengaruhi pembawaan Bohemia. Sayangnya, selera pasar tidak sama sukanya dengan kue-kuean manisan gaya Eropa Timur yang disukai Kroc.
Perluanya disediakan produk tanpa bahan daging khusus untuk hari Jumat, Kroc mengusulkan suatu sandwich terdiri dari nanas giling dan dua irisan keju dalam satu pasang/tangkep roti bakar. Agar citra McDonald's yang hanya menjual hamburger tetap terjaga, ia menciptakan nama bagi produk baru ini, yang mengesankan seolah hanya merupakan perluasan daripada jenis-jenis hamburger. Ia menamakannya Hulaburger. Seperti penemuan produk makanan lain yang dilakukannya, Hulaburger juga bernasib sial. Dibalik statusnya sebagai ahli penjualan, Ray Kroc ternyata bukan genius penemu produk baru.
Kroc juga tidak terpikir untuk mengembangkan staf pemasaran yang sama kuat dengan staf operasional dan real estatnya. Kepala pemasaran perusahaan yang pertama adalah Don Conley, yang terutama bertugas sebagai wakil presiden urusan lisensi dan juga sebagai penerbang perusahaan. Dalam pemasaran, ia hanya menyempatkan diri tidak lebih dari membuat beberapa iklan dalam surat kabar dan papan-papan iklan serta promosi melalui surat-menyurat, yang beberapa berisi lukisan Austin White, yang dikenal luas atas karya seni Rockwellesque-nya bagi Coca Cola. Walau McDonald's harus membayar 100.000 dolar untuk lima lukisan, hal ini sulit dianggap sebagai anggaran periklanan yang besar, karena perusahaan tidak mengiklankannya sendiri melainkan menyerahkan bahan ini kepada para waralabanya untuk dimanfaatkan dalam media setempat mereka.
Walau nama McDonald's kini mengesankan suatu pengiklan besar dalam televisi, program iklan perusahaan tidaklah dilakukan sangat gencar dalam dekade pertamanya. Perusahaan ini tidak menunjuk direktur periklanannya, John Horn, sebelum tahun 1961, dan baru setelah tahun 1963 ia menjalankan periklanan nasionalnya sendiri, suatu iklan satu halaman penuh dalam Reader's Digest sebelum menjadi perusahaan masyarakat/publik. Setelah itu barulah perusahaan ini menayangkan acara komersial televisinya, yang menampilkan gambar bergerak "Archie McDonald" sedang menari di sekitar meja pelayanan McDonald's, selama 2 X 30 detik. Tokoh serupa bernama Spedee telah diciptakan oleh McDonald bersaudara dan dipasang pada papan nama drive-in. Namun Horn telah merancang kembali dan memberi nama lain karena kemiripannya dengan Spedee Alka-Seltzer, suatu nama yang tidak diinginkan oleh semua penjual makanan. Bahkan iklan singkat ini, hanya digunakan oleh beberapa waralaba yang membelinya dari perusahaan dan membeli jam tayang televisi bagi mereka di pasaran setempat. McDonald's, kini menjadi pengiklan televisi nasional ketiga terbesar. Tidak mendirikan lembaga periklanan besarnya, D'Arcy Advertising sebelum tahun 1964, tahun saat perusahaan ini mendirikan departemen pemasarannya.
Di balik tidak adanya pemasaran yang gigih, perusahaan McDonald's tidak diragukan lagi memainkan peran kunci dalam pemasaran dengan menetapkan suatu pola untuk diikuti para mitranya. Secara operasional, McDonald's berada dalam posisi mampu membangun rangkaian usaha restoran nasional yang pertama ke seluruh negeri, dan Kroc berketetapan untuk tidak menggunakan peluang ini secara berlebihan, akibat kurangnya pemasaran yang kreatif. Walau Kroc mengharuskan keseragaman yang ketat dalam standar kerja, percobaan yang dilakukan para waralabanya bagi penciptaan produk baru dan promosi sangat didukung dan dihargainya, bukannya ditekan. Sementara McDonald's tidak menyebarkan iklannya secara nasional, Kroc mendorong para waralabanya melakukan lebih banyak dan banyak lagi penyebaran iklan setempat. Tahun 1959, kontrak waralaba mengharuskan pembeli waralaba mengeluarkan sebanyak 2,5 persen dari hasil penjualannya untuk melakukan promosi bagi toko mereka sendiri. Peraturan baru ini membuat McDonald's menjadi rangkaian usaha makanan siap saji pertama yang mewajibkan pengeluaran bagi iklan terhadap para waralabanya. (Pembiayaan iklan ini telah dinaikkan menjadi 4 persen tahun 1969).
Lebih penting lagi, Kroc mengajarkan suatu pelajaran kepada para waralabanya dalam promosi yang gigih, secara pribadi memperlakukan publisitas pers tentang McDonald's. Tahun 1957, menggunakan perusahaan hubungan masyarakatn Chicago, Cooper, Burns, dan Golin untuk mendapatkan publisitas pers terhadap rangkaian penjual hamburger barunya. Biayanya, 500 dolar sebulan, bahkan tidak cukup besar menurut standar tahun 1950-an, tetapi bagi perusahaan seukuran McDonald's (pendapatan tahun 1957 sebesar 243.000 dolar), merupakan jumlah pengeluaran yang luar biasa hanya untuk menampilkan namanya dalam surat kabar. Kenyataannya, Harry Sonneborn begitu kecewanya mengetahui bahwa Kroc bersedia membayar sebanyak itu hanya untuk sesuatu yang diyakininya sebagai pengeluaran sia-sia.
Namun Kroc membela diri dengan mengatakan bahwa McDonald's bukanlah bisnis konsumen biasa, juga bahkan bukan restoran biasa. Kecepatan pelayanannya yang khas yang digabungkan dengan bentuk akuarium dari rancangan bangunannya, membuat kunjungan ke setiap toko McDonald's menjadi semacam kegiatan hiburan. Pelanggan terhibur dengan melihat kegiatan dari suatu dapur komersial. "McDonald's," kata Kroc berulangkali kepada para waralaba dan manajernya, "bukanlah bisnis restoran, melainkan bisnis pertunjukan."
Untuk memasyarakatkan hal ini, Kroc menggunakan tim yang paling berkemampuan terdiri dari Max Cooper, Ben Burns, dan Al Golin. 550 dolar sebulan yang dibayarkan kepada mereka menghasilkan beberapa iklan gratis (liputan wartawan) terbaik yang pernah diperoleh perusahaan. Kini, menjadi kebiasaan bagi perusahaan hubungan masyarakat untuk menganggap dirinya sebagai ahli hubungan keuangan. Mereka membicarakan tentang perbandingan biaya dan pendapatan serta nilai pendapatan pelanggannya, dan yang paling baik dari mereka tahu bagaimana memanfaatkan bisnis pers untuk meraih pemerhati utama mereka: para penanam modal. Sebaliknya, Kroc memilih biro hubungan masyarakat yang lebih tradisional, yang salah satu maksud tak kenal malunya adalah untuk mendapatkan publisitas demi publisitas itu sendiri. "Ini merupakan keagenan lebih dari pers biasa dan hubungan yang tidak langsung memasyarakat," Cooper menjelaskan, kini menjadi salah satu waralaba McDonald's di Birmingham, Alabama. "Ada masa tertentu yang disebut "publisitas", dan itulah yang kami lakukan.
Cooper dan Golin khususnya merasa cocok mempublikasikan suatu usaha dari sudut hiburan dengan pemiliknya yang memiliki selera bisnis pertunjukan. Cooper mendirikan biro ini pada pertengahan tahun 1950-an, dengan mengkhususkan diri menuliskan beberapa baris celoteh lucu sebagai cara memasukkan pelanggan bisnis pertunjukan setempat ke dalam kolom gosip/gunjingan Chicago, terutama kolom Irv Kupcinet dalam Sun Times dan kolom "Tower Ticker" Herb Lyon dalam Chicago Tribune.
Golin, berpendidikan keagenan pers, juga menghabiskan sebagian besar karirnya sebelum bekerja pada McDonald's sebagai agen publikasi bagi MGM sebelum PD II, saat studio film ini lebih menyukai menggunakan semacam ahli daripada orang "yang dapat dimanfaatkan sebagai apa saja" tanpa kenal malu. Tugas Golin di MGM, melakukan perjalanan bersama bintang film untuk mempromosikan film mereka, mengubahnya menjadi ahli publikasi klasik yang diinginkan Kroc: jenis orang yang menghabiskan waktunya dengan selalu mencari cara agar nama pelanggannya selalu dapat tercantum dalam surat kabar daripada mencari-cari cara untuk mengenyahkannya. Golin ingat saat menjemput Clark Gable di stasiun KA Chicago bersama aktris yang sejak itu terlupakan, mengeluhkan betapa memuakkannya menghadapi kaum penggemar yang banyak mita berfoto bersama. "Sayang," kata Gable, "semuanya menjadi memuakkan saat mereka berhenti menanyakan kau."
Biro hubungan masyarakat baru Kroc mengikuti pemikiran Gable dalam mempublikasikan McDonald's. Dalam beberapa tahun menerima pembayaran, Cooper, Burns, dan Golin berhasil memunculkan beberapa liputan tentang McDonald's dan Kroc dalam beberapa surat kabar setempat, dalam kolom sindikat surat kabar nasional, dan akhirnya, tahun 1961, dalam ajang puncak keagenan pers: majalah Time.
Beberapa dari metoda mereka kelihatannya ketinggalan zaman bagi standar masa kini, namun mereka secara teratur berhasil mendapatkan perhatian media dengan biaya lebih kecil daripada kalau sengaja diiklankan. Sama tersamarnya dengan beberapa teknik mereka, kampanye publisitas Cooper, Burns, dan Golin dirancang dengan cerdik untuk membuat nama McDonald's sama dengan hamburger.
Tidak lama setelah mereka mendapatkan pembayaran, nama Kroc mulai muncul secara teratur dalam kolom gosip Chicago bersama dengan rancangan canda tajam yang disengaja untuk menarik perhatian pembaca dan untuk menanamkan McDonald's. "Ray Kroc, bos dari rangkaian drive-in McDonald's mengatakan bahwa pengusaha makanan merupakan joki musik (disc jockey) yang tergelincir," tulis satu baris celoteh gunjingan dalam kolom Lyon di Chicago Tribune. Kolom Kup di Sun Times menampilkan "Ray (drive-in McDonald's) Kroc mengamati bahwa tidak ada yang lebih menjengkelkan daripada seorang istri yang dapat memasak tetapi tidak ingin, kecuali kalau seorang istri yang tidak dapat memasak tapi ingin!"
Tim publikasi McDonald's juga menyiapkan kelengkapan pers yang mengajarkan para waralaba cara mendapatkan liputan gratis dari pers bagi McDonald's di pasaran setempat mereka. Diantaranya, berisi edaran pers yang mengemukakan angka produksi hamburger McDonald's yang mengesankan dan menampilkannya dalam berbagai macam hal. Jumlah terigu yang mereka gunakan untuk membuat roti yang telah dijual McDonald's dapat memenuhi Grand Canyon, satu edaran mengatakan, bahwa banyaknya kecap yang digunakan rangkaian usaha ini dapat memenuhi danau Michigan. Sama halnya, edaran ini juga memperhitungkan milyaran hamburger yang terjual akan dapat membentang sampai ke bulan.
Beberapa kali Turner ingin menghentikan apa yang dengan benci disebutnya sebagai "publisitas hamburger sampai ke bulan," tetapi hal ini tetap menarik perhatian wartawan selama bertahun-tahun. Bahkan majalah Time merasa menjadi korban dari perburuan semacam ini ketika ia nulai liputan utama tahun 1973 tentang McDonald's dengan mengungkapkan bahwa 12 milyar hamburger yang telah dijual McDonald's dapat "membentuk suatu piramida 783 kali seukuran yang telah didirikan oleh Snefru." Lanjut Time, "Kalau semua sapi yang telah menyerahkan nyawanya kepada McDonald's diperintahkan berbaris, mereka akan berdiri beriringan memenuhi daerah lebih luas daripada Greater London."
Cooper, Burns, dan Golin juga berusaha memantapkan McDonald's sebagai penguasa hamburger yang tak dapat digugat. Posisi yang kemudian mereka manfaatkan dengan tak mengenal ampun untuk membangkitkan publisitas. Setiap tahun, misalnya, McDonald's menerbitkan suatu penelitian "nasional" hamburger yang melaporkan, sampai kelipatan sepuluh, berapa banyak hamburger yang rata-rata dimakan orang Amerika dalam seminggu. Tidak ada lagi yang memiliki angka sebesar itu, dan bahkan Institut Daging Amerika menerimanya dengan kepercayaan penuh. McDonald's tidak pernah mengungkapkan bahwa statistik hamburgernya hanya didasarkan pada wawancara terhadap dua ratusan penduduk Chicago yang diwawancarai oleh agen publikasi.
Yang mengherankan, kepura-puraan seperti ini sangat disenangi masyarakat dan pers. Setiap orang menganggap hamburger biasa saja, inilah yang justru membuat mereka menjadi serius. Golin menjelaskan, "Tidak ada yang menganggap hamburger sebagai bisnis besar, mereka merasa dikejutkan dengan besarnya angka penjualan McDonald's."
Dalam selusinan kasus lain, McDonald's mendapatkan iklan gratis hanya dengan melakukan napak tilas asal muasal hamburger sampai ke masa sebelum menjadi terkenal, Pameran Dunia St. Louis tahun 1904. Menurut edaran baru Cooper, Burns, dan Golin, produk ini berasal dari para pelaut Rusia yang memperkenalkan, di kota pelabuhan Hamburr, Jerman, bekal makan mereka berupa sandwich beberapa irisan kasar daging sapi. Bahwa kisah ini bermanfaat untuk dipublikasikan adalah lebih penting daripada kebenarannya secara umum. Saat McDonald's menghidangkan hamburger ke hadapan walikota Hamburg pada pertengahan tahun 1960-an, publisitas meramaikan "kembalinya" suatu produk ke kota kelahirannya. Walikota Jerman ini merasa lebih mudah menelan hamburger daripada menelan kisah asal muasal hamburger McDonald's. "Apakah hamburger ini?" tanya sang walikota. "Aku adalah Hamburger (orang Hamburg)." Percakapan ini, dan nama McDonald's muncul dalam surat kabar di seluruh Jerman pada keesokan harinya.
Namun kunci dari luasnya liputan pers terhadap McDonald's bukan semata berkat agen pers yang cerdik mau pun segala berita tentang sang pendiri. Kroc dapat membuat para wartawan terkesan dengan mimpinya membangun suatu kerajaan berdasarkan hamburger 15 sen. Menyadari kepribadian Kroc seperti ini mampu menarik liputan pers, Golin meminta kepada para wartawan dengan harapan mau bertemu sendiri dengan Kroc. Ia merasa yakin bahwa kalau ia dapat membuat hal ini berhasil, kemampuan menjual Kroc akan dapat memenangkannya. Kata Golin, "Ray merupakan impian petugas hubungan masyarakat."
Kesempatan besar ini muncul tahun 1959 ketika Golin mengatur suatu wawancara antara Kroc dengan Hal Boyle, mendiang penulis liputan pemenang hadiah Pulitzer bagi Associated Press yang kolomnya menjadi liputan sindikat paling besar di Amerika. Golin menyadari juga bahwa Boyle terkenal sebagai wartawan New York yang serampangan. Selama berbulan-bulan, ia setiap minggu menghubungi Boylan untuk memastikan apakah ia telah mendapatkan edaran pers tentang McDonald's yang dikirimkannya. Setiap minggu Boyle selalu lupa tempat menyimpannya, dan Golin selalu mengirimkan gantinya, sampai setengah lusin banyaknya.
Namun akhirnya ia berhasil membujuk Boyle untuk bertemu dengan Kroc, dan sang pendiri McDonald's setuju untuk khusus terbang ke New York. Agar aman, Golin muncul sehari sebelumnya untuk mengingatkan Boyle akan wawancara ini. "Apa kita sudah siap bagi wawancara besok?" tanya Golin kepada Boyle. "Dengan siapa?" tanya Boyle. Golin, menekan rasa tidak sabarnya, dengan tenang mengingatkan akan janji makan siang yang telah disetujuinya dengan Kroc besok. "Aku tidak bisa," gerutu Boylan. "Itu saat makan siang tahunan AP, dan aku harus ada di sana," Golin menyarankan agar wawancara ditunda sampai pagi harinya di kantor editor AP, dan Boyle setuju.
Ketika Kroc muncul di meja Boyle keesokan harinya, ia memasuki ruang terbuka yang biasa ada di tempat umum. Dengan keributan lusinan wartawan yang bergegas memenuhi tenggang waktu pagi hari, telepon berdering-dering dan berisik banyak mesin ketik yang sibuk digunakan. Tetapi Kroc, yang nada suaranya selalu meninggi beberapa desibel di atas normal sebagai tanggapan tak sadar terhadap sesuatu masalah yang menarik perhatiannya, tidak merasa kesulitan berkomunikasi dalam ruang umum yang ribut seperti itu. Begitu ia tenggelam dalam uraiannya tentang McDonald's, jelas bahwa Kroc telah berhasil menarik perhatian banyak orang selain Boyle. Satu demi satu, mesin ketik di sekitar meja Boyle mendadak tak berbunyi lagi karena wartawannya pada berkumpul untuk mendengar tentang hamburger 15 sen.
Mendadak, meja Boyle dikerubungi lusinan staf AP, beberapa menanyakan bagaimana mereka dapat mendapatkan McDonald's. Boyle mulanya hanya menunjukkan sedikit minat pada McDonald's. Namun, kata Golin, "ketika melihat tanggapan dari para wartawan lainnya, ia tahu bahwa ia telah mendapatkan sesuatu." Wawancara berlarut-larut sampai satu setengah jam, dan keesokan harinya kolom Boyle menampilkan liputan meriah tentang McDonald's yang juga muncul secara bersamaan di ratusan surat kabar lain. "Aku membuat hamburger dengan sistem ban berjalan," Boyle meniru Kroc.
Ini merupakan liputan pers secara nasional yang pertama kali dialami oleh rangkaian usaha ini, dan dalam hari itu juga perusahaan dibanjiri lamaran pembelian waralaba. Menerima lamaran pembelian waralaba McDonald's bukan masalah sulit, namun publisitas secara nasional menciptakan "masalah" akibat terlalu banyaknya lamaran. Daftar tunggu pelamar yang telah disetujui membengkak menjadi ratusan, dan ada beberapa dari mereka yang telah menunggu selama dua tahun.
Artikel Boyle memiliki dampak domino. McDonald's mendadak dilimpahi publisitas gratis yang tidak dapat dibayar dengan harga berapa pun. Para wartawan dari berbagai organisasi pemberitaan nasional lainnya, yang sebelumnya diburu oleh Golin tanpa hasil segera mengerubunginya meminta kesempatan untuk berwawancara. Time, Life, Newsweek, The Wall Street Journal dan Forbes semuanya ingin berwawancara dengan Kroc, dan ia tidak pernah lelah memuaskan mereka.
Wawancara dengan Kroc bukanlah satu-satunya cara membangkitkan publisitas gratis. Kegiatan sosial adalah bentuk lainnya. Para waralaba disarankan agar terlibat dengan kegiatan sosial yang disukai surat kabar setempat masing-masing, suatu cara yang pasti untuk mendapatkan liputan dalam kegiatan pengumpulan dana. Bahan edaran pers dari Cooper, Burns, dan Golin dikirimkan kepada berbagai waralaba yang mengusulkan berbagai acara yang berkaitan dengan masyarakat untuk menimbulkan daya tarik bagi berbagai pasar. Misalnya, mendermakan keuntungan hamburger untuk membiayai seragam kelompok drum band sebagai cara menarik pasaran di lingkungan keluarga sekaligus mendapatkan dukungan dari sepasukan sukarelawan muda untuk mempromosikan kesertaan kaum dewasa mengunjungi drive-in.
Kelengkapan yang disediakan untuk berhubungan dengan kalangan pers juga mengajarkan cara mendapatkan liputan pers bagi berbagai acara, dan khususnya bagaimana beraksi di hadapan wartawan foto.
Sebenarnyalah, semakin banyak kemungkinan dihasilkannya foto dari kegiatan amal adalah semakin baik. Selama akhir tahun 1950-an, Turner dan manajer lain berkeliling Chicago Loop dalam kendaraan yang diberi nama "Santa Wagon" (kereta orang suci), truk penjual es krim yang diubah menjadi menyerupai bangunan drive-in McDonald's berjalan, lengkap dengan lengkungan emasnya. Para manajer memanggang hamburger dan membuat kopi, dan pada perhentian di sepanjang jalan mereka memberi makan orang-orang suci dari bala keselamatan yang mangkal di sudut-sudut jalan. Foto dari "Santa Wagon" selalu terpampang dalam surat-surat kabar Chicago.
Golin menyimpulkan bahwa kesertaan masyarakat seperti itu adalah bentuk yang jauh lebih efisien daripada iklan. "Pertama, karena toko-toko letaknya terlalu berjauhan bagi pengusahanya untuk dapat bersama-sama memasang iklan," Golin mengingatnya. "Mereka harus mempromosikan secara masing-masing, dan mereka tidak bersedia dengan iklan hanya mencapai pasaran yang sama dengan yang dapat dicapai melalui berbagai kegiatan dalam masyarakat yang hanya membutuhkan lebih sedikit biaya."
Mendukung kegiatan amal yang banyak terlihat bukan saja merupakan bentuk pengiklanan yang murah, namun lebih baik. Bagi suatu rangkaian drive-in yang berusaha menarik minat pasaran keluarga dan mencari penghargaan dalam suatu industri yang tidak banyak dikenal, kegiatan masyarakat bersama pengusaha setempat menghasilkan publisitas mengangkat citra yang diperlukan McDonald's. Walau demikian, kegiatan pelayanan masyarakat pada mulanya hanya mengandung satu maksud: menjual hamburger. "Kami melakukannya hanya demi kepentingan kami sendiri," Fred Turner mengingatnya. "Ini adalah cara yang tidak mahal, tetapi penuh imajinasi untuk memperlihatkan nama anda di depan masyarakat dan membangun kemasyhuran untuk menyingkirkan kesan penjualan hamburger limabelas sen. Mungkin ini 99% komersial."
Namun apa yang bermula sebagai strategi pemasaran perusahaan segera berubah menjadi gerakan jajaran bawah. Para waralaba setempat mulai mengembangkan cara untuk mrmpromosikan toko mereka melalui kegiatan amal berhadiah. Dalam beberapa tahun saja, perusahaan hanya bertindak sebagai pihak pemberi ijin pengembangan ide-ide hubungan masyarakat, dan terbukti berhasil, dari para pengusaha setempat. Ketika satu pembeli waralaba sukses besar dengan menyumbangkan minuman jeruk gratis untuk dijual oleh suatu organisasi setempat bagi kegiatan pengumpulan dana, para waralaba McDonald's di seluruh pelosok negeri beramai-ramai mensponsori "Orang Bowls' (cawan jeruk) meniru bentuk bejana gelas pencampur otomatis yang digunakan untuk menghasilkan minuman jeruk ini. Karena petugas yang melayani tidak diberitahu sebelumnya, maka hal ini menjadi cara yang paling efektif untuk mempertunjukkan kecepatan pelayanan McDonald's.
Sekali para waralaba diarahkan kepada ide-ide untuk melaksanakan kegiatan masyarakat, tidak akan dapat dihentikan lagi. Kesertaan mereka dalam manfaat sosial setempat, mulai dari drum band, sekolahan, pramuka sampai rumah sakit, menjadi sesuatu yang bersifat mewabah dalam sistem McDonald's. Kalau iklan menjadi alat pemasaran yang praktis dan mudah diterima bagi McDonald's, kegiatan masyarakat mengandung arti promosi ke luar.
Sebagian besar dari karya kemasyarakatan McDonald's dimulai oleh para pengusaha setempat tanpa dorongan dari perusahaan, yang dari kegiatan ini saja telah menyumbangkan dana amal sebesar 700.000 dolar tahun 1991. Banyak para waralaba menganggap kegiatan masyarakat sebagai keharusan dalam mengusahakan waralaba McDonald's, dan ahli hubungan masyarakat Golin yakin bahwa hal ini berkaitan dengan kebutuhan psikologis. "Hal ini memberikan perasaan penuh jati diri kepada para waralaba dalam bisnis tempat jati diri mudah hilang," ia menjelaskan. "Dengan melibatkan diri dalam kegiatan amal, seorang pengusaha akan mendapatkan pengakuan pribadi dan menjadi 'Mr. McDonald's di kota tempatnya tinggal."
Apapun alasannya karya kegiatan masyarakat telah menjadi senjata paling kuat dalam armada pemasaran McDonald’s yang mengesankan dan para waralaba sendiri yang membuatnya demikian. Sebagai contoh adalah para waralaba, bukan pemasaran, yang mengembangkan dan menyebarluaskan kegiatan amal McDonald’s yang paling terlihat, Rumah Ronald McDonald. Terletak bersebelahan dengan rumah sakit anak-anak, rumah ini menyediakan tempat penginapan murah atau gratis bagi keluarga yang anaknya membutuhkan perpanjangan perawatan rumah sakit. Idenya berasal dari Elkman Advertising, agen iklan bagi pengusaha McDonald’s di Philadelphia, Untuk menjawab himbauan dari mantan pemain Eagle Philadelphia Fred Hill. Hill, Yang putrinya Kim harus dirawat di rumah sakit akibat leukemia, menyadari kesulitan keluarga yang anaknya harus dirawat inap di rumah Sakit dan sedang mencari bantuan untuk mendirikan rumah diluar tempat tinggal mereka di Philadelphia. Pengusaha McDonald’s menyediakan 50.000 dolar bagi rumah Ronald McDonald pertama yang dibuka di Philadelphia tahun 1974. Kini, ada McDonald pertama yang dibuk di Philadelphia tahun 1974. Kini, ada 162 rumah Ronald McDonald di 12 negara, semuanya disponsori oleh pengusaha waralaba setempat, yang telah melayani lebih dari 1,5 juta anggota keluarga.
Saat Ray Kroc meninggal tahun 1974 perusahaan menciptakan Ronald McDonald Children Charities (RMCC, Dana Anak-Anak Ronald McDonald), suatu yayasan sosial melanjutkan keinginan Kroc untuk memberi kembali kepada masyarakat dengan membantu anak-anak dan keluarga. Sejak pembentukannya RMCC telah menghadiahkan lebih dari 100 juta dolar kepada ribuan organisasi anak-anak.
Saat para pengusaha waralaba mengambil alih kegiatan masyarakat McDonald’s sejak dini, ini sudah merupakan tanda bahwa mereka memang bermaksud menguasai pemasaran McDonald’s, paling tidak selama dekade pertama yang kritis, saat rangkaian usaha ini membentuk citra mereka terhadap konsumen. setelah kekecewaan awalnya dengan para waralaba yang lebih berhasrat pada penanaman modal, Kroc akhir 1959 mulai mengalihkan pemilihan penerimaan pembeli waralaba kepada para wiraswastawan yang memang mau mengusahakannya sendiri. karena mereka mempertaruhkan segalanya dalam McDonald’s, Kroc menganggap mereka lebih tergerak untuk bekerja melayani sendiri dan mau menghayati aturan kerja McDonald’s. Namun, sejauh berkaitan dengan alasan sistem kerja, kebijaksanaan penjualan waralaba yang baru ini juga menciptakan manfaat tak terduga dalam pemasaran. Para wiraswastawan waralaba mendadak memunculkan segala macam konsep pemasaran yang baik. Kroc tidak menolaknya, karena para pengusaha setempat mempromosikan McDonald jauh lebih efisien daripada stafnya di Chicago.
Para waralabanya dapat menjadi begitu penuh inovasi dan sangat mempengaruhi dalam pemasaran McDonald’s hanya merupakan masalah coba coba. salah satu penjelasannya adalah sebagian besar pengusaha McDonald’s tidak memiliki latar belakang restoran secara tradisional, oleh sebab itu tidak terikat dengan tradisi industri ini berupa promosi melalui mulut. Pada kenyataannya banyak yang berlatar belakang penjualan dan periklanan sebelum menjadi pemegang lisensi McDonald’s, dan bagi mereka, mempromosikan McDonald’s tidak seperti memasarkan produk lain. kalau pemasaran McDonald's menjadi lebih kreatif, ini karena para waralabanya tidak mengetahui yang lebih baik lagi selain daripada ini.
Juga terlihat, pengusaha McDonald’s menyadari bahwa pemasaran merupakan satu peluang untuk menyalurkan kreativitas mereka dalam sistem yang kalau tidak demikian hanya berpeluang kecil untuk mengungkapkan diri. Segala yang lainnya, sampai kepada suhu yang tepat untuk membuat kentang goreng yang renyah, ditentukan dalam buku petunjuk, dan Kroc keberatan terhadap setiap penyimpangan dari aturan kerja rangkaian usaha ini. Sekali ia melihat keterampilan pemasaran dari beberapa waralabanya, Kroc pada intinya membuat kesepakatan tidak tertulis dengan mereka berbentuk semacam tawar-menawar sederhana, antara kepatuhan ketat mereka terhadap aturan kerja McDonald’s, sebagai penukar pemasaran yang kebebasan yang nyaris sepenuhnya.
Sekali ia menunjukkan keyakinannya terhadap promosi yang giat, para waralaba Kroc membawa McDonald’s turun kejalan untuk menjadi pemasar paling kreatif dalam industri makanan. Tidak ada satupun dari para waralaba McDonald's yang memiliki pengetahuan pemasaran massal, namun Satu dari yang paling penting dari penemu dalam periklanan usaha ini adalah Jim Zien. Walau Zien memiliki Criterion di St. Paul, salah satu dari restoran terkenal dalam kota kembar, ia bukanlah pengusaha restoran biasa. Bisnis utamanya adalah menjalankan usaha pertunjukan film, dan pada saat membuka McDonald’s-nya yang pertama di Mineapolis tahun 1958, ia memiliki 7 bioskop. Seperti pengusaha bioskop lainnya dia banyak menggunakan iklan di surat-surat kabar, namun dia juga memiliki ide untuk mempromosikan film yang dipertunjukkan di bioskop kotanya. “Kami memasang spanduk pada mobil yang mengiklankan film dan menjalankannya berkeliling kota seharian,” Zien mengingatnya. “ periklanan merupakan darah dagingku.”
Saat ia membuka McDonald’ls yang pertama, ide mengiklankannya muncul dengan begitu saja. “Aku memiliki sesuatu yang khas dalam McDonald’s, Zien menjelaskan, “Namun hanya mengandalkan promosi melalui mulut akan membutuhkan waktu lama sekali untuk membangun bisnis ini.” Maka, Zien melakukan sesuatu yang oleh pengusaha restoran lain, termasuk sebagian besar para waralaba McDonald’s, di St. Paul, agar menyumbangkan dana dengan jumlah yang sama untuk mendanai kerjasama periklanan. Begitu Crimmins setuju, keduanya mulai menyisihkan 600 dolar sebulan untuk menunjang kampanye periklanan. Karena Zien menginginkan dampak iklan yang lebih besar lagi daripada yang dapat dilakukan dengan hanya mengandalkan beberapa iklan di surat kabar, ia meminta Jaffe, Naughton, dan Rich, agen periklanan setempat, untuk menghasilkan kampanye periklanan yang lebih canggih lagi.
Bahkan Al Jaffe, salah satu Mitra dalam agen ini, tidak dapat memahami mengapa Zien bersedia menghamburkan sejumlah uang untuk mengiklankan hamburger seharga 15 sen, sampai 1200 dolar sebulan. “Aku telah melihat toko yang kelihatan lucu ini berkembang, dan bertanya-tanya mengapa ada yang ingin bersusah payah dalam lingkungan seperti itu,” kata Jaffe, mengingat kembali kesan pertamanya tentang drive-in baru Zien. “Ketika ia ingin mengiklankannya, aku membayangkan pasti ia mengetahui sesuatu yang tidak aku tahu.
Namun pendobrakan Zien terhadap kebiasaan restoran terus berkembang lebih dari sekadar pengiklanan yang gencar. Dengan dorongan Zien, Jaffe memutuskan untuk tidak menggunakan bentuk iklan tertulis, media utama yang digunakan sejumlah kecil restoran di masa itu. Jaffe beralasan bahwa Zien dan McDonald's benar-benar menjual konsep makan yang sama sekali baru, satu yang tidak dapat diperkenalkan dengan baik melalui iklan biasa dalam surat-surat kabar.
Maka Jaffe mempertaruhkan permainan Zien-Crimmins pada suatu kampanye tunggal dalam media yang jarang digunakan untuk mengiklankan restoran, yaitu radio. Untuk membuat iklannya dapat diingat, agen ini memutuskan untuk menuliskan lagu iklan (jingle) sederhana, satu dari selusinan lagu iklan McDonald's penuh gaya yang kelak akan mengarahkan mereka memasuki budaya musik pop Amerika. Sid Rich, mitra lain dalam keagenan, menuliskan salah satunya bagi Zien tahun 1958, yang mengemukakan artikel tunggal paling lain dari McDonald's, hamburger, kentang goreng ala Perancis, dan susu kocok dengan harga menantang. "Empat puluh lima sen untuk tiga macam makanan," lagu iklan sederhana Rich ini menjadi lagu teratas yang mengejutkan di Minneapolis. "Menjadi cukup terbiasa bagi orang-orang untuk mendendangkannya," Jaffe mengingatnya. "Tidak butuh waktu lama, setiap orang mampu menyanyikannya."
Lagu iklan di radio dengan seketika mendongkrak angka penjualan tahunan di toko Zien di Minneapolis sampai 315.000 dolar tahun 1959, 61 persen di atas rata-rata nasional. Dalam tahun berikutnya toko ini melebihi semua penjualan toko-toko McDonald's lainnya. Ketika Zien mengatakan kepada para waralaba yang giat dalam pemasaran tentang keberhasilan bentuk iklan semacam ini, segera mereka meminta rekamannya, dan Zien membagikan, dengan imbalan biaya rekamannya. Segera iklan ini terdengar di Washington, Connecticut, dan pasar lainnya. Saat Zien mulai mempromosikan hamburger, kentang goren, dan susu kocok McDonald's sebagai kombinasi "Makanan lengkap gaya Amerika" para waralaba di seluruh negeri menggunakan ungkapan yang sama, membuatnya menjadi tema iklan McDonald's pertama yang berlaku dalam keseluruhan sistem. Pertukaran gratis dari ide-ide promosi Zien menjadi kunci pemasaran McDonald's yang masih berlaku hingga kini: bahwa semua waralaba adalah mitra, dan tersedia gratis bagi semua pengusaha waralaba lainnya untuk memperbaiki kinerja sistem secara keseluruhan, tanpa adanya keharusan memberi royalti kepada yang menciptakan.
Tahun 1969, setahun setelah iklan radionya diudarakan, Zien membuat kejutan lagi dengan menayangkan pesan iklannya dalam media yang menghabiskan sebagian besar anggaran promosi dan periklanan McDonald's sebesar 600 juta dolar, yaitu televisi. Televisi tidak pernah digunakan untuk mempromosikan restoran, bahkan oleh rangkaian usaha yang besar sekali pun, namun Zien menganggapnya sebagai alat untuk meraih segmen pasar yang ia yakin menjadi kunci untuk membuka semua yang lainnya. "Aku tahu bahwa kalai kita dapat mempengaruhi anak-anak, kita juga akan mendapatkan para dewasa juga," kata Zien. "Kalau anak-anak minta pergi ke McDonald's, para dewasa akan mengatakan 'oke' karena makanannya begitu murah."
Para waralaba lainnya di seluruh negeri telah mulai menyadari pentingnya anak-anak sebagai target pemasaran. Kalau para pelanggan dewasa mulanya tidak menyukai McDonald’s akibat kesan yang terkandung dalam hamburger seharga 15 sen, maka McDonald’s berhasil menarik perhatian anak-anak, karena ia menjual makanan kesukaan mereka dalam suasana yang memungkinkan mereka memesan sendiri dan terhibur dengan menyaksikan proses pemasakannya. Tetapi apa yang Zien sadari lebih jauh adalah bahwa televisi satu-satunya media yang dapat menjangkau anak-anak.
Pada kenyataannya, televisi merupakan wahana sempurna bagi para pemasang iklan yang ditujukan kepada anak-anak pada akhir tahun 1950-an. Sistem jaringan dan pertelevisian belum menguasai sepenuhnya acara televisi bagi anak-anak. Produksi dari pertunjukan anak-anak merupakan paling banyak ditayangkan dalam acara siang hari, semuanya dibawakan oleh para pembawa acara yang merupakan idola kaum remaja setempat, yang sangat menyukai acara ini. Yang lebih baik lagi, acara televisi bagi anak-anak sangat murah, biaya satu menit penayangan tidak lebih dari seperempat biaya acara yang ditayangkan dalam waktu-waktu siaran utama.
Zien langsung mengarahkan seluruh anggaran iklannya untuk membeli waktu siar tiga acara anak-anak di Minneapolis. Masing-masing menampilkan film kartun dan komedi Our Gang yang merupakan acara standar anak-anak, dan masing-masing menyelenggarakan juga galeri studio untuk mengumpulkan para penggemar remaja. Tiga hari dalam seminggu, Zien dan Crimmins membeli jam-jam iklan dalam ketiga acara ini, dan karena para pembawa acaranya mempromosikan McDonald’s juga, keduanya tidak harus membayar apa-apa lagi untuk menayangkan iklan mereka.
Berita tentang keberhasilan Zien dengan acara anak-anak segera menyebar ke seluruh sistem, dan pada awal 1960-an pengusaha McDonald’s lebih daripada selusinan pasar telah mempersiapkan diri untuk mendukung acara televisi setempat bagi anak-anak. Namun, selain TV, pengusaha lain menyempurnakan bentuk promosi dan periklanan lainnya, dan penemuan baru mereka juga tersaring dalam seluruh rangkaian usaha McDonald’s.
Seperti Zien, Jim Pihos, seorang manajer promosi penjualan bagi Ryerson Steel sebelum menjadi pembeli waralaba McDonald’s di Milwaukee, segera menyediakan 3 sampai 4 persen dari hasil penjualannya bagi periklanan. Ia juga mengelompokkan diri dengan para pengusaha McDonald’s lainnya dalam kota yang sama, Peter Weizman, untuk mendanai kampanye iklan bersama. Namun Pihos juga mengerahkan sebagian besar anggarannya untuk surat-menyurat secara langsung, memenuhi pasar di sekitar tokonya di Bagian Selatan dengan dua ribuan surat yang disebarkan setiap tiga bulan, masing-masing berisi tawaran mendapatkan hamburger gratis. Surat-suratnya, yang banyak dibuat oleh direktur urusan lisensi Conley menggunakan karya seni Austin White, tidak pernah mendapatkan tanggapan kurang dari 50 persen, suatu keberhasilan fenomenal bagi jenis iklan seperti ini, dan segera dapat memantapkan restoran pertamanya sebagai pengusaha di atas rata-rata. Dalam prosesnya, Pihos membantu memantapkan sistem surat-menyurat ini sebagai alat pemasaran setempat yang efektif bagi para waralaba McDonald’s lainnya.
Sementara itu, mantan penjual industri lainnya, bernama Reub Taylor menggunakan keterampilan pemasarannya untuk memantapkan McDonald’s di kawasan Timur Laut, tempat produk dan konsep pelayanan baru tidak mudah berakar. Selain akibat tradisi New England, Taylor harus menerima kenyataan bahwa ia harus berusaha di bawah tekanan rangkaian usaha penjualan makanan yang kelak menjadi penguasa pasar nasional, Howard Johnson.
Kekhususan Taylor adalah dalam menyempurnakan pemasarannya, pelayanan di jendela pemesanan. Ia yakin, bentuk pelayanan cepat McDonald’s akan menjadi tidak berarti jika pelayanan di jendela pemesanan tidak tertib dan efisien, dan ia mengembangkan suatu rincian yang direkam untuk melatih para petugasnya di jendela pemesanan. “Aku menginginkan mereka ramah, menyambut pembeli dengan pantas, dan memenuhi pesanan dengan cepat,” Taylor mengingatnya.
Para waralaba lainnya di seluruh negeri telah mulai menyadari pentingnya anak-anak sebagai target pemasaran. Kalau para pelanggan dewasa mulanya tidak menyukai McDonald’s akibat kesan yang terkandung dalam hamburger seharga 15 sen, maka McDonald’s berhasil menarik perhatian anak-anak, karena ia menjual makanan kesukaan mereka dalam suasana yang memungkinkan mereka memesan sendiri dan terhibur dengan menyaksikan proses pemasakannya. Tetapi apa yang Zien sadari lebih jauh adalah bahwa televisi satu-satunya media yang dapat menjangkau anak-anak.
Pada kenyataannya, televisi merupakan wahana sempurna bagi para pemasang iklan yang ditujukan kepada anak-anak pada akhir tahun 1950-an. Sistem jaringan dan pertelevisian belum menguasai sepenuhnya acara televisi bagi anak-anak. Produksi dari pertunjukan anak-anak merupakan paling banyak ditayangkan dalam acara siang hari, semuanya dibawakan oleh para pembawa acara yang merupakan idola kaum remaja setempat, yang sangat menyukai acara ini. Yang lebih baik lagi, acara televisi bagi anak-anak sangat murah, biaya satu menit penayangan tidak lebih dari seperempat biaya acara yang ditayangkan dalam waktu-waktu siaran utama.
Zien langsung mengarahkan seluruh anggaran iklannya untuk membeli waktu siar tiga acara anak-anak di Minneapolis. Masing-masing menampilkan film kartun dan komedi Our Gang yang merupakan acara standar anak-anak, dan masing-masing menyelenggarakan juga galeri studio untuk mengumpulkan para penggemar remaja. Tiga hari dalam seminggu, Zien dan Crimmins membeli jam-jam iklan dalam ketiga acara ini, dan karena para pembawa acaranya mempromosikan McDonald’s juga, keduanya tidak harus membayar apa-apa lagi untuk menayangkan iklan mereka.
Berita tentang keberhasilan Zien dengan acara anak-anak segera menyebar ke seluruh sistem, dan pada awal 1960-an pengusaha McDonald’s lebih daripada selusinan pasar telah mempersiapkan diri untuk mendukung acara televisi setempat bagi anak-anak. Namun, selain TV, pengusaha lain menyempurnakan bentuk promosi dan periklanan lainnya, dan penemuan baru mereka juga tersaring dalam seluruh rangkaian usaha McDonald’s.
Seperti Zien, Jim Pihos, seorang manajer promosi penjualan bagi Ryerson Steel sebelum menjadi pembeli waralaba McDonald’s di Milwaukee, segera menyediakan 3 sampai 4 persen dari hasil penjualannya bagi periklanan. Ia juga mengelompokkan diri dengan para pengusaha McDonald’s lainnya dalam kota yang sama, Peter Weizman, untuk mendanai kampanye iklan bersama. Namun Pihos juga mengerahkan sebagian besar anggarannya untuk surat-menyurat secara langsung, memenuhi pasar di sekitar tokonya di Bagian Selatan dengan dua ribuan surat yang disebarkan setiap tiga bulan, masing-masing berisi tawaran mendapatkan hamburger gratis. Surat-suratnya, yang banyak dibuat oleh direktur urusan lisensi Conley menggunakan karya seni Austin White, tidak pernah mendapatkan tanggapan kurang dari 50 persen, suatu keberhasilan fenomenal bagi jenis iklan seperti ini, dan segera dapat memantapkan restoran pertamanya sebagai pengusaha di atas rata-rata. Dalam prosesnya, Pihos membantu memantapkan sistem surat-menyurat ini sebagai alat pemasaran setempat yang efektif bagi para waralaba McDonald’s lainnya.
Sementara itu, mantan penjual industri lainnya, bernama Reub Taylor menggunakan keterampilan pemasarannya untuk memantapkan McDonald’s di kawasan Timur Laut, tempat produk dan konsep pelayanan baru tidak mudah berakar. Selain akibat tradisi New England, Taylor harus menerima kenyataan bahwa ia harus berusaha di bawah tekanan rangkaian usaha penjualan makanan yang kelak menjadi penguasa pasar nasional, Howard Johnson.
Kekhususan Taylor adalah dalam menyempurnakan pemasarannya, pelayanan di jendela pemesanan. Ia yakin, bentuk pelayanan cepat McDonald’s akan menjadi tidak berarti jika pelayanan di jendela pemesanan tidak tertib dan efisien, dan ia mengembangkan suatu rincian yang direkam untuk melatih para petugasnya di jendela pemesanan. “Aku menginginkan mereka ramah, menyambut pembeli dengan pantas, dan memenuhi pesanan dengan cepat,” Taylor mengingatnya.
Rekaman ini berisi setiap hal dalam berurusan dengan pembeli selama limabelas detik keberadaannya di depan jendela pemesanan McDonald’s. Para petugas diperintahkan memperlakukan setiap pesanan dengan pertanyaan yang sopan: “Boleh aku mengetahui pesanan anda?” Tidak boleh ada pembeli yang meninggalkan jendela pesanan tanpa petugasnya mengatakan, “Terima kasih banyak dan silakan datang lagi.” Petugas di jendela juga diajarkan urutan kerja yang paling efisien dalam memenuhi pesanan. Taylor juga ingat bahwa rekaman ini juga mengingatkan para siswa untuk “menyerahkan hamburger yang rapih dan bersih kepada para pembelinya, dengan bungkus bumbu dan kecap terlihat di antara pembungkusnya, bahkan kepada pengemudi truk sekali pun.
Keberhasilan metode pelayanan Taylor tidak perlu dipertanyakan lagi. Tokonya dengan tetap mendapatkan penghasilan di atas rata-rata, dan tokonya yang ketiga, di Newington, Connecticut merupakan toko penuh legenda yang berhasil membujuk Fred Fedelli dari State Mutual menyetujui pinjaman 1,5 juta dolar yang akhirnya menempatkan McDonald’s dalam ajang keuangan berjumlah besar. Dengan hasil penjualan yang secara teratur berjumlah dua kali lipat dari rata-rata nasinoal McDonald’s, dalam tahun 1964 menjadi toko pertama dalam sistem ini yang menembus batas penjualan tahunan sebesar 500.000 dolar, dan para waralabanya, bahkan dari rangkaian usaha lain, berdatangan dari seluruh pelosok negeri untuk melihat para petugas dapat dengan cermat melayani lebih banyak pesanan.
Rekaman pelatihan Taylor merupakan alat pelatihan yang efektif yang diminta Fred Turner untuk digunakan sebagai dasar menciptakan film pelatihan pelayanan jendela pemesanan yang lebih profesional. Begitu mulai disebarkan ke seluruh sistem, petugas McDonald’s di seluruh negeri mematuhi dan menjalankan tugasnya di jendela pemesanan. Kini ada beberapa rangkaian usaha makanan yang meniru prosedur yang dirintis Taylor di Connecticut.
Namun sedikit waralaba yang berhasil memberikan dampak lebih besar dalam membentuk pemasaran McDonald’s daripada kedua wiraswasta yang melakukan kesepakatan dengan Kroc tahun 1956 untuk mendapatkan waralaba khusus di Washington D.C. Mereka adalah John Gibson dan Oscar “Goldy” Goldstein. Gibson, penyalur bir Miller daerah Virginia Utara, dan Goldstein, pemilik kedai dan toko pangan yang dilayani oleh perusahaan Gibson, menjadi waralaba paling berhasil sepanjang sejarah McDonald’s dalam mengusahakan toko mereka di Washington, dikenal sebagai Gee Gee Corp., dengan cara menyerupai Kroc dan Sonneborn dalam menjalankan kantor mereka.
Goldstein menyelia seluruh cara kerja tokonya dengan gairah yang sama dengan Kroc terhadap hal-hal rinci. Gibson juga membawa dalam kemitraan ini jenis penguasaan real estat dan keuangan yang sama dengan yang dilakukan Sonneborn dalam McDonald’s. Karena Goldstein dan Gibson membeli waralaba mereka sebelum McDonald’s memasuki bisnis real estat, dan mereka memiliki sumber keuangan untuk mendanai restoran pertama, maka Sonneborn mengijinkan mereka menguasai kepemilikan lahan dalam wilayah mereka. Maka, kalau pengusaha lain menyewa lahan dari McDonald’s Franchise Realty setelah 1958, sebaliknya Gee Gee menyewakan atau memiliki langsung lahan toko mereka dan hanya membayar biaya pelayanan 1,9 persen saja kepada McDonald’s. Kalau dapat mengembangkan penjualan, mereka akan memiliki tambang emas.
Goldstein merupakan pembangkit, dan satu-satunya waralaba McDonald’s yang pikirannya selalu tercurah kepada promosi. Sejak Gee Gee membuka toko pertamanya di Alexandria, Virginia pada bulan Juli 1957, Goldstein menggunakan bantuan Kal, Ehrlich, dan Merrick, agen iklan yang digunakan Gibson bagi perusahaan penyalur Miller-nya. Kal, Ehrlich, dan Merrick kemudian menjadi agen iklan pertama di Washington, dan kalau tidak terikat dengan bisnis bir Gibson sudah akan memperoleh bayaran tanpa heti dalam mengiklankan drive-in hamburger. “LIhatlah apa yang terjadi padaku,” keluh Bill Mullet, saudara jauh dari mitra Harry Merrick Sr., yang mewarisi pembayaran dari McDonald’s berkat keterlibatannya bersama Miller. “Setelah tahun-tahun itu, akhirnya aku mengiklankan penjualan hamburger.”
Mendapatkan bayaran ini hanya merupakan awal dari kejengkelan Mullet. Banyak wiraswastawan ingin mempromosikan sampai sejauh-jauhnya ketika mereka baru mulai, namun Goldstein memanfaatkan kecenderungan ini secara berlebihan. Ketika toko pertama dibuka, ia mengatakan kepada Mullet bahwa ia menginginkan McDonald’s diiklankan dalam televisi Washington, di sebagian besar stasiun pemancar radio, dan dalam Washington Post. Mullet tidak dapat mempercayai bahwa Goldstein tidak memahami dasar periklanan, yang melarang menggunakan peliputan media yang tidak dapat membantu bisnis ini. “Permintaan Goldy menyebabkan Bill marah,” Harry Merrick Jr. mengingatnya, yang bertindak sebagai pembantu pamannya dalam urusan ini. “Mereka akan bertemu di bawah tangga toko pertama, duduk di atas kotak-kotak kecap, dan membicarakan tentang apa yang harus dilakukan dalam mengiklankan. Goldy selalu menginginkan semua yang dapat dilakukan pengusaha iklan besar.”
Selama dua tahun, Mullet berhasil membujuk Goldstein untuk menggunakan anggaran periklanannya dalam surat-kabar dan stasiun radio yang lebih kecil. Namun, pada awal 1960, Gee Gee telah berkembang menjadi lima restoran di Washingtong, dan Goldstein akhirnya membujuk agen ini bahwa McDonald’s sudah pantas masuk dalam media besar Washington. TV WRC, anak perusahaan NBC di kota itu, telah menyiarkan acara yang dianggap sebagai wahananya yang sempurna, pertunjukan baru bernama Sirkus Bozo. Ini benar-benar wahana yang sesuai untuk mengiklankan rangkaian usaha waralaba, karena acara Bozo itu sendiri merupakan usaha waralaba. Diciptakan oleh Larry Harmon, yang membeli hak Bozo dari Capitol Records dan mengembangkannya dalam bentuk acara televisi untuk menyesuaikan tokoh badutnya. Sebagai puncaknya, pertunjukan ini dijual waralabanya kepada sebagian besar pasaran televisi utama, dan setiap stasiun pemancar setempat membayar seseorang untuk memainkan Bozo menurut arahan Harmon.
Golden menyukai ide untuk mensponsori pertunjukan ini, karena sangat menarik pasar incarannya, anak-anak yang segera menjadi target pasar McDonald’s paling penting. Walau saat itu Goldstein tidak mengetahui, tokoh Bozo di Washington dimainkan oleh pembawa acara televisi berwajah kekanak-kanakan yang akan menjadi idola anak-anak setempat. Namanya Willard Scott, kini menjadi petugas penyiar keadaan cuaca dalam acara Today Show NBC.
Pada saat itu, Goldstein sedang berjudi dengan seorang pemula. Scott tidak pernah bermain sebagai badut. Sebenarnya, pada usia 25 ia belum pernah mengerjakan apa pun. Ketika ia mendapat peran sebagai Bozo setempat, Scott baru saja memasuki dunia televisi dan sedang dicoba sebagai pembawa acara junior di TV WRC. Ia bahkan tidak mampu menghaluskan perannya. “Staf pembawa acara di stasiun itu membagikan telur cina kepada orang-orang yang baru saja melakukan kesalahan, dan kelihatannya Willard selalu saja memperoleh telur itu,” Merrick mengingatnya. Ia dan lainnya melakukan pengamatan khusus dalam acara-acara dimana Scott tampil mewakili pelanggan Kal, Ehrlich, dan Merrick, Stibham Tire Stores (Toko Ban Stibham). Saat alamat toko ban ini ditayangkan di layar kaca, Scott berkesempatan selama enam detik untuk mengucapkan, “Ada tujuh (seven) Stibham Tire Stores yang siap melayani anda di Washington D.C.” Nyatanya, yang terdengar mirip seperti bunyi “Steven Stibham Stire Stores,” dan Scott dihadiahi telur lagi.
Namun saat ia mengenakan pakaian badut Bozo, Scott menjadi ahlinya. Kemampuannya bersikap kekanak-kanakan dalam televisi, membuatnya sangat digandrungi anak-anak di Washington. Scott mengembangkan kiatnya sendiri untuk menjiwai badut dengan kepribadian yang khas. Dalam hal mempromosikan suatu produk, Scott sebagai Bozo berkemampuan luar biasa untuk menjangkau pasar anak-anak. Tidak ada yang tersembunyi dalam gaya penjualannya, rangsangan Scott kepada anak-anak merupakan ungkapan langsung untuk “minta ayah dan ibu membawamu ke McDonald’s.” Walau demikian, nadanya selalu bahagia, tidak bersalah, dan santun. “Willard merupakan penjual luar biasa sebagai Bozo,” Barry Klein mengingatnya, lalu menjadi penulis naskah iklan muda bagi Kal, Ehrlich, dan Merrick yang menuliskan banyak iklan-iklan Gee Gee.
Goldstein begitu puasnya dengan kepopuleran acara komersial ini, sehingga ia segera meminta Scott memainkan Bozo dalam pembukaan toko Gee Gee berikutnya, toko kedua di Alexandria. Tanggapannya mengagumkan setiap orang, bahkan Goldstein sendiri. Beberapa ribu orang berdatangan untuk melihat Bozo. Lalu lintas macet sepanjang dua mil ke semua arah, dan anak-anak bersama orang tua mereka berkerumun sampai berblok-blok jauhnya.
Bozo telah menjadi bintang di Washington, tetapi yang lebih penting lagi, ia menjadi bintang McDonald’s. Seperti para pemasar gigih lainnya, Gee Gee menghabiskan lebih dari 3 persen penjualannya untuk mengiklankan. Dengan kekuatan kemasyhuran badut ini, penjualan tahunan setiap toko Gee Gee meningkat 30 persen dalam empat tahun berikutnya sampai 325.000 dolar, 50 persen di atas rata-rata McDonald’s. Dengan ini Gibson dan Goldstein mampu membuka sampai 25 restoran di wilayah Washington, membuat mereka menjadi waralaba terbesar dalam rangkaian usaha makanan siap saji. Ketika para pengusaha McDonald’s di pasar lainnya melihat kinerja luar biasa ini, mereka mulai mensponsori badut Bozo setempat mereka.
Namun pada awal 1963, pertunjukan Bozo di Washington dihentikan sementara: para pejabat WRC memutuskan untuk mengubah acara pertunjukan anak-anak mereka. Kemasyhuran Bozo telah tersaingi, dan pertunjukan ini, yang disiarkan antara pukul 5 sampai pukul 5.30, tidak lagi dianggap mengungguli Chet Huntley dan David Brinkley. Bozo dihapuskan, dan bermalam-malam para waralaba McDonald’s di Washington kehilangan juru bicaranya. “Goldy hampir saja gila,” Klein mengingatnya. “Ia menelepon Saluran 4 (TV WRC) dan mengatakan bahwa ia tidak mau membeli waktu penyiaran lagi.”
Kal, Ehrlich dan Merrick mencoba segalanya untuk menjaga momentum pasar yang telah diciptakan Bozo. Kehilangan bintang televisi anak-anak, mereka mencoba tokoh televisi setempat lainnya sebagai juru bicara McDonald’s untuk menarik pasaran kaum dewasa, dan mereka menggunakan joki musik populer untuk merangsang kaum remaja. Kenyataannya, mereka telah mencoba hampir setiap nama yang terkenal. Tidak ada yang berhasil. “Akhirnya, kami memutuskan bahwa kalau kami tidak dapat menemukan juru bicara lainnya, kami akan membuat yang lainnya bagi kami sendiri,” kata Merrick.
Tim promosi Goldstein, Willard Scott, Harry Merrick Jr., Barry Klein, dan lainnya dalam keagenan Kal, Ehrlich dan Merrick memutuskan bahwa agar mereka dapat mendapatkan kembali keajaiban yang telah mereka dapatkan dengan Bozo adalah muncul dengan badut lainnya. Namun, kata Merrick, keputusan ini membutuhkan banyak kegiatan di luar. “Kami tidak memiliki kendaraannya, pertunjukan langsung siaran televis, untuk menciptakan ketokohannya,” Merrick menjelaskan. “Kami harus memantapkan badut yang baru dengan menghasilkan siaran televisi komersial kami sendiri.”
Kini, acara komersial televisi McDonald’s sangatlah sederhana, hanya menuliskan sedikit skenario bagi pembawa acara untuk dibacakannya dalam acara anak-anak. Gee Gee kini memasuki bidang yang baru dan lebih rumit dari produksi televisi yang belum pernah diimpikan para waralaba makanan siap saji lainnya. Tahun itu adalah tahu 1963 dan bahkan McDonald’s Corp baru membuat iklan televisi 30 detiknya yang pertama untuk digunakan para waralaba di tempat mereka masing-masing.
Tanpa banyak kata, Goldstein mendesak untuk melanjutkan proyek badut ini. Janet Vaughn di Kal, Ehrlich dan Merrick merancang pakaian yang, seingat Klein, “Sangat komersial lebih dari apa pun yang pernah aku lihat.” Topinya terdiri dari nampan yang terbuat dari burger karpus (stirofoam), sekantung gorengan, dan susu kocok. Sepatunya dibentuk seperti roti hamburger, dan hidungnya dibuat bergaya cangkir gelas McDonald’s. Belitan ikat pinggangnya dibuat dari hamburger karpus, dan dalam film, badut ini secara ajaib dapat memunculkan hamburger dari ikat pinggangnya.
Agen menyarankan untuk memberi nama badut ini sebagai Archie McDonald’s, untuk mengingatkan kepada lengkungan (arch) emas yang menjadi lambang rangkaian usaha. Namun sudah ada yang bernama Arch McDonald di Washington, mantan penyiar bagi Senator tua Washington, yang pasti akan berkeberatan namanya digunakan secara komersial. Akhirnya Willard Scott, yang kembali akan memainkan tokoh badut, menggunakan pengulanangan sederhana sebagai namanya, Ronald McDonald.
Kesulitannya bukan menciptakan badutnya, tetapi untuk membuatnya sepopuler Bozo tanpa harus memanfaatkan acara siaran anak-anak dalam televisi. “Kami tidak yakin bahwa hanya mempertunjukkannya secara komersial akan dapat memantapkan Ronald sebagai tokoh yang hangat,” Harry Merrick Jr. mengingat.
Keagenan ini mengatasi masalah dengan pertunjukan komersial yang membacakan suatu cerita pendek, yang dilakukan McDonald’s sampai kini. Ceritanya mengandung pelajaran tentang keselamatan atau kesopanan sebagai tambahan penanaman citra McDonald’s. Untuk memperkuat daya tarik bagi anak-anak, iklan menampilkan Ronald McDonald’s setara dengan anak-anak, bukan sebagai tokoh kebapakan. “Konsepnya Ronald melakukan segala sesuatu yang senang dilakukan anak-anak,” Scott mengingatnya, “dan acara komersial ini menampilaknnya sedang bermain sepatu roda, bersepeda, berenang, atau bermain bisbol. Ronald adalah sahabat mereka.”
Ronald McDonald memulai debut televisinya di Washington bulan Oktober 1963, dan Scott, saat itu bertindak sebagai Ronald McDonald yang pertama, segera menunjukkan sentuhan ajaib yang sama terhadap anak-anak yang ia tunjukkan sebagai Bozo. Pada pertengahan tahun 1960-an, para waralaba McDonald’s di Washingtong telah menghabiskan 500.000 dolar setahun untuk iklan, sebagian besar darinya untuk Ronald McDonald’s. Jumlah ini lebih besar daripada yang dihabiskan rangkaian usaha makanan siap saji nasional lainnya untuk memasang iklan, bahkan lebih daripada McDonald’s Corp. sendiri. Goldstein juga menggunakan Ronald McDonald untuk membuka setiap toko baru yang diusahakan, dan pemunculannya tidak pernah gagal.
Tahun 1965, Goldstein yakin bahwa ia telah menemukan dalam Ronald McDonald suatu juru bicara yang sempurna bagi rangkaian usaha ini, dan ia menawarkan badut ini secara cuma-cuma kepada Max Cooper, petugas publikasi yang kemudian diangkat sebagai direktur pemasaran McDonald’s yang pertama. Yang mengejutkan, Cooper menolaknya. “Aku katakan kepadanya bahwa sosok seperti itu terlalu ganji dan tidak sesuai dengan standar kita,” Cooper mengingat. “Goldstein mengingatkanku bahwa itu adalah pasar yang paling berhasil dalam seluruh sistem ini. Setelah memikirkan kembali, Cooper memutuskan untuk tidak menentangnya, dan ia mengusulkan Ronald McDonald’s nasional kepada Harry Sonneborn.
“Apa anda gila?” jawab Sonneborn pada Cooper. “Mau kita apakan badut itu?” Cooper sudah terbiasa atas penolakan awal Sonneborn terhadap idenya, maka ia mempertontonkan badut ini di pasaran Washington dan membuat pembuktian dolar sampai sen yang dapat mengalahkan tentangan Sonneborn. Kali ini Sonneborn menerimanya, dan tahun 1965 Ronald McDonald melakukan penampilan nasional untuk pertama kalinya, tepat pada saat McDonald’s memulai kampanye iklan televisi secara nasional. Saat itu, acara komersial jaringan televisi yang menampilkan Ronald hanya dapat menciptakan tokoh komersial di Amerika, yang di kalangan anak-anak setara dengan Santa Klaus (Sinterklas).
Hal ini, pada gilirannya, berhasil memberi kapada McDonald’s kekuasaan atas pasaran di kalangan anak-anak. Mencari penguasaan yang tampaknya tidak begitu menarik bagi banyak rangkaian penjual makanan siap saji di awal 1960-an, namun pada tahun 1970-an mereka mengakui bahwa mereka telah salah memperhitungkan pentingnya segmena pasar anak-anak. Sebenarnya, tidak ada faktor pemasaran lain yang lebih penting dalam membedakan McDOnald’s untuk memimpin dalam bidang makanan siap saji daripada keputusan dininya untuk menarik minat anak-anak melalui iklan. Saat para saingan utama McDonald’s mencoba menarik pasar yang tidak mereka pedulikan bertahun-tahun sebelumnya, tidak ada yang mampu mengurangi kesetiaan anak-anak kepada McDonald’s. Bahkan kini, McDonald’s menguasai 40 persen pasaran makanan siap saji di kalangan anak-anak di bawah usia tujuh tahun, yang merupakan lebih dari 33 persen pangsa pasar makanan siap saji.
Setelah pengalaman di Minneapolis dan Washington, sebagian besar pengusaha di seluruh negeri menghargai manfaat televisi sebagai alat pemasaran makanan siap saji, namun kebanyakan tidak dapat melakukan kampanye televisi mereka sendiri. Zien dan Gee Gee merupakan kasus yang unik, pengusaha dengan banyak restoran dalam satu lokasi pasar yang sesuai bagi liputan televisi dan memiliki cukup uang untuk mendanainya. Namun pada awal 1960-an, Kroc telah menghentikan pemberian hak khusus bagi daerah metropolitan yang seperti dimiliki Gee Gee dan Zien. Alih-alih, ia membagi pasaran yang besar paling banyak di antara 12 pengusaha lebih kecil. Hal ini menghasilkan pengawasan QSC yang lebih baik, namun membatas otot pemasaran McDonald’s dengan terbatasnya kekuatan inovasi pemasaran, yaitu para pengusaha setempat. Dalam kebanyakan pasar, tidak ada pengusaha yang dapat sendirian menanggung biaya pemasangan iklan di televisi.
Jawaban yang paling mungkin adalah dengan menyatukan dolar-dolar bagi iklan dari semua toko-toko yang ada dalam pasar, namun para pengusaha dalam pasar yang paling mungkin untuk melakukan hal ini, Chicago, dengan keras kepala menolak ide ini. Tidak ada pasar lain yang lebih baik bagi kerjasama periklanan, karena tidak ada lagi pasar yang terpecah-pecah waralabanya. Namun pasar ini adalah tempat Kroc menjual waralaba kepada begitu banyak kawan-kawannya dari Klub Country Rolling Green yang kebanyakan bersemangat bebas dan hanya mau menanamkan modal saja. Mereka tidak begitu tertarik dalam mendukung kerjasama periklanan, sama dengan penentangan mereka terhadap standar QSC Kroc. Tidak mengherankan, toko-toko di Chicago tidak seberhasil toko-toko di Washington, Minneapolis, Connecticut, dan pasar lainnya yang para pengusahanya gigih mengiklankan.
Nick Karos, penasihat lapangan yang diangkat setelah Fred Turner, berketetapan untuk tidak mengulangi pengalaman pahit Chicago di Cleveland, tempat saudaranya Gus membuka restoran tahun 1958. Begitu para pemegang lisensi baru mulai memasuki pasaran iklan televisi Cleveland—Akron—Canton, Kroc mulai menawarkan kerjasama periklanan. Lebih jauh lagi, ia dan Fred Turner mulai mempengaruhi pemilihan para pembeli waralaba di pasaran Cleveland untuk menemukan siapa yang bersedia menerima konsep kerjasama periklanan. “Anda tidak akan dapat memaksa siapa pun untuk bergabung dalam kerjasama, namun (di Cleveland) kami harus mencekoki mereka sedikit,” Karos mengingatnya.
Pada musim panas tahun 1961, ada enam pengusaha dalam pasar, cukup untuk menerapkan strategi kerja sama. Saat keenam pengusaha berkumpul dalam pertemuan yang pertama, Karos menyampaikan kiat tentang ide penyatuan sumber daya untuk memanfaatkan liputan yang luas dari televisi, yang tidak dapat dilakukan oleh para pengusaha secara sendiri-sendiri. Mereka menerima ide ini, tidak hanya karena mereka sudah berminat sejak awalnya, namun juga karena rata-rata penjualan semua restoran sedang menurun, dari 256.000 dolar tahun 1960 menjadi 220.000 dolar tahun 1961. Para pengusaha Cleveland memutuskan menyisihkan 7.000 dolar masing-masing (atau 3 persen dari penjualan) untuk membiayai pemasangan iklan dalam acara anak-anak televisi setempat. Kerjasama periklanan dari banyak pengusaha McDonald’s yang pertama kalinya ini telah terbentuk lengkap dengan ahli hukum dan para pengurus terpilih. Walau tidak menduga sebelumnya, mereka ternyata telah membentuk suatu organisasi yang kelak akan menjadi contoh bagi semua sistem kerjasama periklanan pengusaha daerah dan nasional, yang kini menjadi sumber dolar mengiklankan McDonald’s.
Kerjasama di Ohio Timur Laut menggunakan agen iklan setempat, Nelson Stern, yang menyarangkan bahwa wahana televisi yang sesuai bagi McDonald’s adalah Barnaby, tokoh badut lucu yang dimainkan oleh Lynn Sheldon, yang membawakan acara pertunjukan kartun dalam WKYC, anak perusahaan setempat dari NBC. Barnaby mulai membawakan pesan iklan hamburger McDonald’s dalam TV pada hari Selasa, dan pada hari Minggu berikutnya pengusaha yang sama menampilkan daging dan roti. Kemunduran pasaran Cleveland berhenti, dan pada tahun 1964, rata-rata penjualan setiap toko naik kembali sampai ke tingkatan 256.000 dolar.
Kalau pengalaman di Cleveland tidak cukup dramatis untuk meyakinkan semua pengusaha McDonald’s akan pentingnya kerjasama daerah, apa yang terjadi di Los Angeles berhasil meyakinkan mereka. Tidak ada pasaran McDonald’s di seluruh pelosok negeri menunjukkan jumlah penjualan yang menyedihkan rendahnya daripada toko-toko di Los Angeles. Kalau sistem McDonald’s secara keseluruhan mampu menyombongkan rata-rata penjualan setiap tokonya sebesar 200.000 dolar setiap tahunnya pada tahun 1963, maka restoran-restoran di pasaran California Selatan, tempat kelahiran McDonald’s dan bentuk makanan siap saji, rata-rata penjualannya hanya 165.000 dolar. Sebagian, karena McDonald’s harus menghadapi begitu banyak pesaing perorangan yang meniru McDonald bersaudara.
Pada bulan Mei 1962, Ray Kroc pindah ke Los Angeles, sebagian mengurusi sendiri usaha pembaharuan untuk mendongkrak pasar California Selatan yang seharusnya menjadi tempat pembiakan alami rangkaian usaha makanan siap saji. Ia meminta Karos untuk menjadi kepala operasionalnya, dan Karos segera memberitahu para pengusaha di California tentang kisah keberhasilan bentuk kerja sama di Cleveland. Mereka cukup beralasan untuk tidak terlalu banyak berharap, karena semua yang berasal dari Chicago yang selalu menyarankan suatu keajaiban dalam mengatasi masalah yang terjadi di L.A., tidak ada yang mujarab. Direktur pemasaran Max Cooper bahkan menyarankan bahwa pemecahannya terletak dalam mencari cara pengulang-alih yang sedang sengsara terjebak dalam jalan bebas hambatan L.A. Ia menyewa pesawat untuk menjelajahi jalur bebas hambatan selama jam-jam sibuk dan menampilkan kilasan pesan McDonald’s melalui tanda berlampu pada pesawatnya. Pasar tidak juga bergeming.
Ketika Karos akhirnya berhasil mengorganisasikan para waralaba untuk bekerja sama, ia kekurangan dana untuk membiayai iklan dalam televisi. Sebagian karena biaya acara televisi di L.A. memang lebih mahal dan sebagian para pengusahanya terlalu miskin untuk dapat mengerahkan lebih banyak dana bagi kerjasama periklanan. “Menjadi jelas,” Karos mengingat,”apakah kita akan meneruskan rencana menggunakan TV di Los Angeles, atau lebih baik bangkrut saja.” Dengan keyakinan seperti itu, Karos mengirimkan surat mendesak kepada Turner untuk menyarankan bahwa satu-satunya cara bagi McDonald’s agar dapat tertanam dalam benak pembeli sebanyak enam juta orang, adalah melalui “rangsangan massal yang terus menerus” menggunakan iklan televisi. Ia menyarankan bahwa perusahaan sendiri yang dapat membantu menyumbang para waralabanya di L.A. untuk menyediakan cukup dana bagi kampanye iklan dalam televisi. Tahun 1964, McDonald’s melakukannya dengan menyumbangkan 187.000 dolar sebagai tambahan dana iklan para pengusaha setempat.
Pertama kalinya perusahaan mengeluarkan sejumlah uang untuk mengiklankan dalam televisi, dan hal ini segera membuahkan hasil. Tahun itu, penjualan rata-rata toko di L.A. melonjak 22 persen, dan tahun 1965 penjualan meningkat 21 persen lagi. Saat dampak iklan televisi di Los Angeles tersebar, tidak ada lagi keraguan dalam McDonald’s bahwa televisi merupakan kunci pembuka pasaran massal dan kerjasama para pengusahanya sangat penting untuk membiayai liputannya. Para pengusaha di pasar lainnya dengan cepat mulai mengorganisasikan kerjasama mereka sendiri, dan tahun 1967 para waralaba dalam semua pasar utama di Amerika telah membentuk kerjasama periklanan setempat, masing-masing dengan agen iklannya sendiri.
Dalam tahun yang sama, McDonald’s juga telah menciptakan acara iklan nasional televisi yang resmi. Namun dengan lebih dahulu membentuk kerjasama periklanan setempat, para pengusaha telah melakukan kegiatan organisasi yang diperlukan untuk memastikan bahwa periklanan McDonald’s, yang sejak awalnya merupakan upaya dari bawah, akan tetap dikendalikan oleh para pengusaha setempat walau telah menjadi program nasional. Bahkan ketika anggaran total iklan dan promosi McDonald’s telah berkembang mencapai lebih dari 1 miliar dolar tahun 1962, program pemasaran paling besar dan kuat untuk satu merek dagang saja, para pengusaha setempat, yang bergerak melalui 165 kelompok kerjasama daerah dan 48 agen iklan bebas mereka, terus mengendalikan semua pendanaan iklan, menyetujui semua penyewaan media, dan memberikan pengaruh berarti atas pengarahan jangka panjang dari semua acara promosi dan pengiklanan.
Kalau iklan televisi McDonald’s memiliki penampilan yang seragam seperti acara perusahaan apa pun, ini sebenarnya hasil dari pemasaran perusahaan yang bekerja bersesuaian dengan kerjasama para pengusaha daerah, masing-masing dengan konsep dan prioritas promosinya sendiri-sendiri. Nyatanya kerjasama periklanan daerah terus memberikan pengaruh kuat perusahaan kepada para waralabanya.
Namun pengaruh luar biasa para pengusaha dalam pemasaran tidak hanya terbatas pada pengiklanan saja. Dengan menunjukkan lebih banyak kreativitas, mereka juga menguasai alat pemasaran lain, yang sejak itu digunakan McDonald’s secara lebih baik daripada rangkaian usaha lainnya untuk memperluas pasar, yaitu produk baru. Pengalaman menyedihkan Kroc dalam usahanya menambahkan makanan pencuci mulut/penutup (dessert) dalam menu menyebabkan kegagalan lebih luas bagi perusahaan untuk mengupayakan dimunculkannya produk baru. Baru setelah Quarter Pounder diperkenalkan tahun 1972, ide dari Fred Turner dan direktur produk baru Al Bernardin, manajemen perusahaan McDonald’s berhasil menciptakan produk baru unggulan. Sejak itu produk baru utama yang ditambahkan perusahaan hanyalah Chicken McNuggets, juga diilhami oleh saran Turner. Semua produk baru utama lainnya dapat dilacak sampai para percobaan para waralaba setempat. “Aku terus mengusahakannya,” Bernardin mengingatnya, yang membantu mengembangkan berbagai produk yang tidak berhasil bagi perusahaan ini, dari kue murbei sampai kepiting goreng. “Namun keberhasilanku dalam berbagai konsep tidak terlalu cemerlang. Mengapa mereka terus mempertahankanku juga kadang membuatku heran.”
Jejak rekor keberhasilan para waralaba yang lebih unggul dalam menemukan produk baru adalah sebagian karena mereka berada lebih dekat pasar daripada para staf perusahaan, dan dapat melihat peluang produk baru secara lebih baik. Namun juga karena mereka berusaha lebih keras. Di luar susah payahnya usaha Kroc menemukan makanan penutup, markas besar perusahaan McDonald’s sepenuhnya merupakan ajang kegagalan kegiatan penemuan produk baru selama hari-hari awal. Sebagian karena Turner dan para staf operasional lainnya khawatir produk baru akan menghancurkan efisiensi yang telah lama mereka usahakan. Maka sebagian besar sejarahnya, keberhasilan pemunculan produk baru terletak pada usaha para waralaba tertentu yang gandrung kepada produk baru untuk dengan keras kepala mendesakkan penemuannya kepada perusahaan yang tidak mudah menerima.
Proses dari bawah ini dimulai pada awal 1960-an, ketika suatu waralaba di Cincinnati memutuskan bahwa pengembangan produk baru merupakan usaha agar dapat tetap selamat. Satu restoran Lou Groen di Cincinnati berhasil selamat dari kehancuran, dan Groen yakin bahwa masalahnya karena para tetangga di sekeliling tokonya beragama Katolik Roma. Pada hari Jumat pantang daging, para pembeli kuat ini mengabaikan McDonald’s dan pindah ke restoran Frisch’s di dekatnya, satu dari drive-in dengan pelayanan milik Dave Frisch, salah satu waralaba Big Boy. Frisch menghidangkan sandwich halibut (berbahan ikan) yang terkenal, dan Groen merasa yakin bisnis yang lepas dari McDonald’s kepada Frisch setiap hari Jumat dapat mempengaruhi tokonya juga di hari-hari lain. “Cukup banyak pembeli yang merasa bahwa aku tidak menginginkan mereka setiap hari Jumat, lalu aku dapat melupakan untuk mendapatkan kembali di hari-hari lain dalam seminggu,” kata Groen. “Aku harus memiliki semacam sandwich ikan sialan itu.”
Namun ketika ia menyarankan penambahan produk baru, para ahli operasional McDonald’s membantah perlunya ikan. “Mereka terus mengingatkanku bahwa para pembeli di pasar lainnya tetap datang ke McDonald’s pada hari-hari itu,” kata Groen. Ini tidak mengubah pikiran Groen. Ia meneliti statistik penjualan ikan daripara pesaingnya. Memperkirakan penjualan yang terlepas dari tangannya adalah akibat ia tidak memiliki produk berbahan ikan, dan menghitung biaya yang dibutuhkan untuk menambahkan satu macam menu ini. Ia menyiapkan suatu presentasi slide pandang dengar untuk menunjukkan bagaimana produk berbahan ikan dapat disiapkan dalam toko McDonald’s. Ia lalu terbang ke Chicago untuk mengemukakan kiatnya di hadapan para manajer McDonald’s dan memasakkan bagi mereka sandwich ikan yang diusulkannya, yaitu halibut yang dilumuri adonan panekuk (pancake), digoreng dan dihidangkan dalam setangkep roti hamburger.
Terkesan dengan usaha Groen, para pejabat McDonald’s di Chicago menyetujui permohonannya untuk mencoba sandwich ikan ini. Tanggapan pasar muncu dengan seketika. Rata-rata penjualan kotor Groen pada hari Jumat melonjak dari 100 dolar sampai menjadi 500 dolar, dan penjualan ikan hari Jumatnya membantu meningkatkan penjualan hamburger di hari-hari lainnya dalam seminggu. Dalam dua tahun, penjualan dari tokonya yang payah ini meningkat sampai 30 persen. Groen berkata: “Ikan adalah satu-satunya yang menyelamatkanku dari kebangkrutan.”
Para pejabat McDonald’s dari Chicago dan para lisensi dari seluruh penjuru negeri berdatangan ke Cincinnati untuk melihat cara Groen mempersiapkan produk baru ini. Apa yang mereka lihat merupakan proses rumit. Groen mulai mengiris halibut menjadi batangan dua setengah inchi sejak hari Kamis untuk penjualan di hari Jumat. Pemberian adonan akan berlanjut sampai pukul 3 pagi di hari Jumat. Ini tidak sesuai bagi cara kerja McDonald’s yang menyerupai model ban berjalan. “Tidak mungkin kami melakukan cara kerja seperti itu dalam semua toko kami karena caranya yang menyerupai kekacauan,” Al Bernardin mengingat, kita menjadi waralaba di California. “Hanya tidak sesuai bagi cara kami yang begitu teratur.”
Walau demikian, keberhasilan percobaan Groen mengakhiri perasaan anti ikan dalam McDonald’s, dan perusahaan dengan cepat memutuskan untuk mencoba produk ikannya sendiri. Karena McDonald’s tidak mampu mengembangkan produk semacam ini, Bernardin memanggil beberapa pemasok ikan yang kuat, tetapi satu-satunya yang menjawab adalah mendiang Bud Sweeney, seorang pejabat akuntansi dalam Gorton Corporation, nama besar pengecer ikan beku namun hanya berpengaruh sedikit dalam pasar resmi. Bernafsu mendapatkan pasar komersial besar bagi Gorton, Sweeney menghentikan perjalanan bisnisnya dan kembali ke Chicago saat kantornya memberitahu tentang panggilan McDonald’s. Esok paginya ia muncul di kantor Bernardin dengan sekumpulan contoh ikan. “Al lebih terkesan dengan cepatnya tanggapan kami daripada terhadap produk-produk kami,” Sweeney mengingatnya.
Sweeney berhasil mendapatkan, cara ia melakukannya menjadi studi kasus dalam apa yang dicari McDonald’s pada para pemasoknya, dan hal ini menetapkan awalan kritis dalam keterlibatan para pemasok terhadap pengembangan produk baru rangkaian usaha ini. Kalau Sweeney berhasil menciptakan kesan pertama yang baik terhadap Bernardin, maka merupakan usahanya yang berikut untuk memasukkan McDonald’s dalam bisnis ikan dan memasukkan Gorton dalam McDonald’s. Dari sejak awalnya, ia menjadi semacam penasihat pengembangan yang tak digaji dari McDonald’s dalam usahanya menemukan ikan sandwich yang cocok. Alih-alih dari produk buatan Groen sendiri, McDonald’s membutuhkan produk ikan yang dapat dipotong dan dibumbui di pabrik serta dikirim dalam keadaan beku ke toko-tokonya, siap untuk digoreng. Selain itu, Sweeney menasihati bahwa halibut yang digunakan Groen tidak praktis bagi suatu sistem restoran nasional, karena pasokan ikan terbatas dan sering mengalami gejolak harga yang luar biasa.
Walau demikian, Sweeney dengan cepat menawarkan sejumlah pilihan lain, dan ia menghabiskan tiga bulan berikutnya untuk menguji setiap produknya dalam toko-toko McDonald's. Ia tidak dapat mengawasi secara tetap percobaan ini. Akhirnya, Sweeney mulai melewatkan hari-hari kerjanya mengurusi bagian ikan di toko-toko percobaan di pinggiran kota Wheeling, dan selama hari-hari sibuk ia turut memegang sutil dan membalik hamburger. Ia menjalankan pekerjaannya yang lain dalam waktu-waktu senggang. "Aku mulai membingungkan kelompokku di Gorton yang mulai menanyakan mengapa aku menghabiskan banyak waktu di McDonald's," ia mengingatnya.
Tetapi ketahanan Sweeney, dan kesabaran Gorton, baru mulai diuji. Tiga bulan percobaan tidak menghasilkan apa-apa yang diinginkan McDonald's. Sweeney mengatur agar Kroc dan Turner dapat mengunjungi markas besar perusahaannya di Gloucester, Massachussets, tempat pimpinan puncak Gorton mendengarkan seluruh keberatan McDonald's terhadap produk-produk yang ada. Semua ikan bekunya menggunakan adonan jagung kasar yang mengacaukan rasa dan bentuk ikan, dan McDonald's menginginkan Gorton mengembangkan pembungkus yang lebih halus; tidak seperti adonan Lou Groen. Ini berartu harus mengembangkan sesuatu yang baru dari nol. Merupakan pesanan dari rangkaian usaha yang hanya memiliki 200 restoran, namun Sweeney meyakinkan Gorton bahwa McDonald's segera akan berkembang menjadi usaha komersial yang sangat besar.
Sweeney menghabiskan tiga bulan lagi dalam toko-toko McDonald's untuk mencoba produk baru lain yang dikembangkan Gorton, sampai roti yang mengandung kepiting terkupas terpilih sebagai yang terbaik. Namun, kala Sweeney menunjukkannya kepada beberapa manajer McDonald's, direktur Harry Sonneborn mengungkapkan sesuatu yang tidak memberikan dorongan: "Anda tidak akan pernah menjumpai produk hidangan laut dalam McDonald's. Saat McDonald's setuju untuk mengembangkan percobaan dari kepiting goreng yang dipasarkan dengan nama "Deep Sea Dory," percobaan di lima toko sama tidak memberikan dorongan bagi Sweeney seperti apa yang dikatakan Sonneborn. Produk ini gagal.
Sweeney menolak mengaku kalah. Ia kembali menyediakan 30 jam seminggu di toko Wheeling untuk menghasilkan produk ikan yang lebih sesuai bagi sistem makanan siap saji McDonald's. Setelah percobaan selama 3 bulan lagi, satu tahun penuh sejak ia dipanggil McDonald's untuk pertama kalinya, Sweeney, bekerja sama dengan Bernardin, mendapatkan sandwich ikan yang ia anggap dapat menjadi unggulan. Terbuat dari ikan cod, yang lebih banyak tersedia dan harganya lebih tetap daripada halibut. Diberi saus tartar yang dibuat Bernardin berdasarkan resep pinjaman dari Paul Burnet, ahli masak di hotel Palmer House yang terkenal di Chicago. Sweeney menghidangkan ikan ini dalam roti asap dan bahkan menambahkan sentuhan pribadi, irisan kecil leburan keju. "Saat aku bekerja di perusahaan ikan, aku benar-benar tidak menyukai rasa ikan di hari-hari itu," katanya. "Satu-satunya cara aku dapat menyukai adalah dengan bantuan sepotong keju."
Produk ini dalam tahun 1962 terbukti merupakan satu-satunya tambahan menu dalam McDonald's, namun tugas Sweeney dalam memperkenalkannya bahkan baru saja dimulai. Ia menemukan penyalur setempat bagi ikan beku, membantu memilihkan perlengkapan pembeku yang diperlukan, dan membantu bagian perancangan peralatan McDonald's untuk mengembangkan penggoreng ikan. Kemudian ia bepergian ke seluruh pelosok untuk meyakinkan para waralaba McDonald's tentang perlunya menambahkan ikan dalam menu mereka.
McDonald's mengharapkan keterlibatan dari Sweeney, dan juga memberinya imbalan atas hal ini. Gorton mendapatkan semua hak penyediaan ikan saat McDonald's berhasil memperkenalkan sandwich ikan Sweeney ke seluruh pelosok negeri, namun jelas bahwa bisnis ini lebih banyak jatuh kepada Sweeney daripada kepada Gorton. Empat tahun kemudian, saat Sweeney pindah dari Gorton, beberapa bisnis ikannya dengan McDonald's mulai beralihr kepada Booth Fisheries, majikan Sweeney yang baru. Persentase bisnis Gorton jatuh sampai sekitar 50 persen sampai pertengahan tahun 1970-an, saat Gorton memanggil Sweeney kembali sebagai penasihat bebas dalam urusannya dengan McDonald's. Saat meninggal tahun 1989, ia berhasil mengembalikan pangsa Gorton dalam bisnis ikan tahunan dengan McDonald's seharga 60 juta dolar, sampai mencapai 80 persen.
Pengenalan produk ikan melengkapi kemitraan pemasaran McDonald's yang unik. Idenya berasal dari seorang waralaba yang menanggapi pasar setempatnya. Kemudian diubah menjadi produk nasional oleh McDonald's Corp., yang mengubahnya agar sesuai dengan persyaratan sistem kerja yang telah dirancangnya. Dibuat oleh pemasok bebas yang menunjukkan kesungguhan yang sama dengan kebutuhan McDonald's seperti yang dimiliki para pegawai dan waralabanya. Ini meliputi pemanfaatan nyaris sempurna dari kekuatan sistem waralaba.
Beberapa sistem waralaba makanan siap saji menjadi terlalu terpusat di tangan para pemilik waralabanya, yang memasok semua produk dan peralatan. Lainnya tersebar sepenuhnya di tangan para pemegang waralaba atas wilayah yang luar, yang membuat keputusan sendiri dalam pemasaran dan pengolahannya. McDonald's mengusahakannya secara seimbang. Pemilik waralaba di Chicago mendesakkan pengendalian nyaris sepenuhnya terhadap tugas-tugas tertentu, memberlakukan aturan kerja, pelatihan, perancangan peralatan, dan pendanaan, yang paling diuntungkan berkat pemusatan dan standarisasi. Walau demikian, ia juga memberi para waralabanya kebebasan luar biasa untuk melakukan tugas-tugas pengiklanan, promosi dan pengembangan produk baru yang memanfaatkan kedekatan para waralaba dengan para pelanggannya. Alih-alihr dari melibatkan diri dalam pertentangan kepentingan dengan memasok para waralabanya, McDonald's mengembangkan para pemasok yang sangat tanggap untuk mengembangkan produk baru dengan menanggapi persyaratan kerja perusahaan dan naluri pemasaran para waralabanya.
Hanya satu dekade setelah Kroc membuka toko yang menjadi contoh-contohnya di Des Plaines, McDonald's berhasil menundukkan para pesaingnya. Namun peraihan Ray Kroc paling besar tidak seluruhnya terlihat. Ia tidak mendirikan perusahaan, melainkan sistem dari perusahaan perorangan yang memburu tujuan yang sama, masing-masing tidak saling bergantungan. Sebenarnyalah, sinergi yang dikembangkan di antara semua bagian-bagian McDonald's begitu berbeda dan tidak terduga, sehingga Kroc sendiri hanya mampu menangkap pengertiannya saja. Pada akhir 1950-an, tampaknya Kroc menginginkan pengendalian penuh diberlakukan dalam perusahaannya. Namun sejalan dengan perkembangan cakrawala rangkaian usahanya terhadap produk dan promosi baru, ia menemukan kreativitas dari para waralaba perorangan dan pemasok perusahaannya. Mereka menjadi mitra sepenuhnya dalam bisnis ini, dan McDonald's menyadari bahwa ia tidak akan dapat menguasai bisnis restoran layanan kilat tanpa mengandalkan mereka. Perlahan, nyaris tak disadari, para mitra McDonald's, para pemasok dan waralabanya, mulai menemukan jati diri mereka sendiri.
Baca: Buku Dibalik Kesuksesan McDonald's
Comments
Post a Comment