Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Leksem Sebagai Tanda Bahasa

Leksem sebagai Tanda Bahasa

Leksem sebagai Tanda Bahasa

Ferdinand de Saussure, peletak dasar linguistik modern yang namanya sudah disebut dalam Bab "Bahasa dan Linguistik", dalam kuliah Linguistik Umum pertama dan keduanya menyatakan bahwa tanda bahasa — ia menyebutnya signe linguistique — yang terjadi dari penanda (significant dalam bahasa Prancis) bersifat arbitrer. Artinya, hubungan antara penanda dan petanda bersifat tidak wajib atau sembarang saja. Kekecualian hanya ada pada apa yang disebut onomatope dan lambang bunyi, misalnya dalam bahasa Indonesia kata mengetuk yang berasal dari tiruan bunyi [tUk tUk tUk], dan bunyi [i] pada pelbagai kata seperti mungil atau bukit yang dianggap mewakili makna 'kecil'. Jadi, tidak ada alasan mengapa rumah harus bermakna 'rumah', karena kata itu bersifat arbitrer. Dalam buku ini, leksem dianggap sebagai tanda bahasa.

Dalam kuliahnya yang ketiga, Saussure menyatakan bahwa ada tanda bahasa yang arbitrer, ada yang tidak arbitrer atau bermotivasi (motive dalam bahasa Prancis), terutama tanda bahasa (baca: leksem) ganda. Bandingkan leksem tunggal cempe dalam bahasa Jawa dengan gabungan leksem anak kambing dalam bahasa Indonesia. Leksem Jawa itu hanya dapat dipahami maknanya setelah dipelajari, sedangkan gabungan leksem bahasa Indonesia itu mudah diterka maknanya. Kita dapat mengatakan, leksem-leksem yang bermakna 'anak hewan' dalam bahasa Jawa, seperti cempe, kirik, bledug, yang bersifat arbitrer, sedangkan yang dalam bahasa Melayu-Indonesia, seperti anak kambing, anak anjing, anak gajah, yang bersifat tidak arbitrer atau bermotivasi.

Dalam kajian leksikologi masalah arbitrer tidaknya tanda bahasa dibahas dalam kajian tentang ikonisitas. Tanda bahasa, dalam hal ini leksem, gabungan leksem, frasa, atau kalimat, yang tidak arbitree dikatakan ikonis atau lejas (tranparent dalam bahasa Inggris); yang arbitrer dikatakn legap (opaque dalam bahasa Inggris).

Kelejasan tanda bahasa bersangkutan dengan wawasan budaya atau wawasan penutur bahasa tentang alam sekitarnya, misalnya gabungan leksem laki perempuan, tua muda, dan jauh dekat menggambarkan bahwa leksem pertama laki, tua, dan jauh diunggulkan dari leksem yang mengikutinya. Kelejasan yang objektif tersebut tertanam dalam alam pikiran penutur dan menjadi bagian dari langue-nya. Di samping itu, ada kelejasan subjektif berupa gabungan leksem yang menggambarkan kepentingan atau pandangan penutur pada saat bertutur, misalnya gabungan pulang pergi, masuk keluar, dan ibu bapak, yang dapat dibalik menjadi pergi pulang, keluar masuk, bapak ibu, bergantung pada kemauan penutur. Perhatikan pantun nasihat berikut.

(2)  Berakit-rakit ke hulu,
      Berenang-renang ke tepian;
      Bersakit-sakit dahulu,
      Bersenang-senang kemudian.

Kelejasan dalam bahasa tergambar sebagai keselarasan pola yang meliputi seluruh struktur suatu bahasa, dari leksikon sampai sintaksis suatu bahasa, dan dari gabungan kata hingga wacana.


Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau