Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Interaksi dan Sopan Santun

Interaksi dan Sopan Santun

Interaksi dan Sopan Santun

Seperti telah dikatakan di awal bab ini, hal-hal di luar bahasa mempengaruhi pemahaman kita pada hal di dalam bahasa. Untuk memahami apa yang terjadi di dalam sebuah percakapan, misalnya, kita perlu mengetahui siapa saja yang terlibat di dalamnya, bagaimana hubungan dan jarak sosial di antara mereka, atau status relatif di antara mereka.

Marilah kita perhatikan penggalan-penggalan percakapan berikut ini.

(1)  A:   Setelah ini, kerjakan yang lain.
       B:   Baik, Bu.
(2)  C:   Bantuin, dong!
       D:   Sabar sedikit kenapa, sih?

Sebagai penutur bahasa Indonesia, Anda akan dengan mudah mengatakan bahwa di dalam penggalan percakapan (1) status sosial A lebih tinggi dari B, sedangkan di dalam penggalan (2) C dan D mempunyai kedudukan yang sama.

Sebuah interaksi sosial akan terjalin dengan baik jika ada syarat-syarat tertentu terpenuhi, salah satunya adalah kesadaran akan bentuk sopan santu. Bentuk sopan santun dapat diungkapkan dengan berbagai hal. Salah satu penanda sopan santun adalah penggunaan bentuk pronomina tertentu dalam percakapan. Di dalam bahasa Indonesia kita jumpai Anda dan beliau untuk menghormati orang yang diajak bicara. Di dalam bahasa Perancis kita jumpai pembedaan kata tu dan vouz untuk menyebut orang yang diajak bicara.

Bentuk lain dari sopan santu adalah pengungkapan suatu hal dengan cara tidak langsung. Contoh ketidaklangsungan dapat kita lihat dalam penggalan percakapan berikut ini.

(3)  A:  Hari ini ada acara?
       B:  Kenapa?
       A:  Kita makan-makan, yuk!
       B:  Wah, terima kasih, deh.
             Saya sedang banyak tugas!

Di dalam penggalan percakapan di atas, B secara tidak langsung menolak ajakan A untuk makan. B sama sekali tidak mengatakan kata tidak. Akan tetapi, A akan mengerti bahwa apa yang diucapkan B adalah sebuah penolakan. Kata terima kasih yang diungkapkan oleh B bukanlah bentuk penghargaan terhadap suatu pemberian, tetapi sebagai bentuk penolakan halus. Hal ini juga diperkuat oleh kalimat yang diajarkan B selanjutnya.

Di dalam percakapan, ketidaklangsungan juga ditemukan dalam bentuk pra-urutan (pre-sequences). Kita juga sering menemukannya dalam situasi sehari-hari. Di dalam penggalan percakapan (3) di atas kita melihat pra-ajakan pada kalimat pertama yang diucapkan oleh A. Di dalam penggalan percakapan (4) kita melihat prapengumuman pada kalimat pertama yang diucapkan oleh A.

(4)  A:  Sebelumnya saya mohon maaf.
       B:  Ada apa, Pak?
       A:  Kali ini saya tidak dapat memberi apa-apa.

Kita dapat melihat bahwa suatu hal yang diungkapkan dalam percakapan akan lebih berterima jika ada semacam "pembuka" di dalamnya. Permohonan maaf dari A pada contoh (4) di atas merupakan sebuah pengantar untuk penyampaian maksud yang sebenarnya.

Salah satu bentuk ketidaklangsungan dapat ditemukan di dalam maksud yang tersirat di dalam suatu ujaran. Di dalam hal ini, ketidaklangsungan mensyaratkan kemampuan seseorang untuk menangkap maksud yang tersirat, misalnya menanggapi sebuah kalimat yang diujarkan orang lain sebagai sebuah perintah. Marilah kita perhatikan contoh berikut.

(5)  A:  Tong sampah sudah penuh.
       B:  Tunggu, ya. Aku baca koran dulu. Nanti kubuang, deh!

Di dalam contoh di atas, A tidak menyuruh B secara langsung untuk membuang sampah. Akan tetapi, B dapat menangkap maksud yang tersirat di dalam ujaran A. Dapat kita bayangkan bahwa setelah B membaca koran ia akan membuang sampah karena hal ini dapat kita simpulkan dari jawaban B di atas. Jika B tidak peka terhadap maksud A, tentu jawabannya akan berbeda. Bayangkan saja kalau B hanya menjawab, "Ya, betul."


Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Bagian Pelengkap Pendahuluan

2. Bagian Pelengkap Pendahuluan Bagian pelengkap pendahuluan atau disebut juga halaman-halaman pendahuluan sama sekali tidak menyangkut isi karangan. Tetapi bagian ini harus disiapkan sebagai bahan informasi bagi para pembaca dan sekaligus berfungsi menampilkan karangan itu dalam bentuk yang kelihatan lebih menarik. Biasanya bagian pelengkap pendahuluan dinomori dengan mempergunakan angka Romawi. Bagian pelengkap pendahuluan biasanya terdiri dari judul pendahuluan, halaman pengesahan, halaman judul, halaman persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan tabel, dan halaman penjelasan kalau ada. Bila karangan itu akan diterbitkan sebagai buku, maka bagian-bagian yang diperlukan sebagai persyaratan formal adalah: judul pendahuluan, halaman belakang judul pendahuluan, halaman judul, halaman belakang judul, halaman persembahan dan halaman belakang persembahan kalau ada, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar atau tabel serta halaman penjelasan atau keterangan kalau