Skip to main content

Jenis Fonem

Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’

Jenis Morfem


Jenis Morfem

Morfem dapat dibedakan menurut jenisnya berdasarkan beberapa ukuran.

Dalam pembicaraan contoh {di} dan {me} di atas, sebenarnya telah diperlihatkan jenis morfem berdasarkan banyaknya alomorf yang menyatakannya. Morfe {di} dapat dikatakan beralomorf satu, sedangkan {me} beralomorf lebih dari satu.

Morfem juga dapat digolongkan menurut kemungkinannya berdiri sebagai kata. Morfem seperti {di} dan {ber} menurut penggolongan ini disebut morfem terikat, karena keduanya tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata, melainkan selalu ada bersama dengan morfem lain. Sebaliknya, morfem seperti {lihat} dan {orang} dapat berdiri sebagai kata, bahkan sebagai kalimat jawaban atau perintah. Morfem seperti ini disebut morfem bebas.

Menurut jenis fonem yang menyusunnya, dikenal morfem segmental, morfem suprasegmental, dan morfem segmental suprasegmental. Morfem seperti {lihat}, {orang}, {ter}, dan {lah} adalah morfem segmental karena disusun oleh unsur-unsur segmental.

Contoh morfem suprasegmental berikut ini diperoleh dari bahasa Ngbaka, suatu bahasa Sudah di Congo Utara. Dalam bahasa itu kata kerja atau verba selalu diserta penunjuk kala yang berupa unsur suprasegmental, yang dalam contoh berikut ini berupa nada (Nida 1950:161).

Kala Lampau

Di samping lima morfem yang segmental {a} 'menaruh', {wa} 'membersihkan', {sa} 'memanggil', {nənə} 'memakan', {yolo} 'berdiri' terdapat empat morfem suprasegmental (' atau '' sebagai penunjuk kala kini, ' atau '' kala lampau, ' atau `' kala nanti, dan ' atau '' imperatif).

Bahasa Burma, Cina, dan Thai merupakan contoh bahasa yang bermorfem segmental-suprasegmental. Perhatikan contoh bahasa Thai berikut. Kata-kata yang berbeda maknanya dinyatakan dengan bentuk segmental yang sama, /muŋ/, tetapi dengan nada yang berbeda-beda: netral, naik-turun, dan naik.

{muŋ} 'memberi atap; mengerumuni'
{mûÅ‹} 'mengarah kepada'
{múÅ‹} 'kelambu'

Unsur segmental dan suprasegmental bersama-sama membentuk ketiga morfem di atas. Hubungan formal bagian-bagian morfem dapat juga dipakai sebagai ukuran penggolong. Dalam penggolongan ini terdapat morfem utuh, seperti {ter}, {orang}, {lihat}, {pun} yang bagian-bagian pembentuknya (yakni fonem-fonem) bersambungan; dan morfem terbagi, seperti {ke...an} dan {per...an}, yang bagian-bagian pembentuknya tidak bersambungan. Kadang-kadang hanya salah satu alomorf saja yang terbagi. Morfem {gigi} misalnya, di samping terdapat dalam alomorf /gigi/, juga terdapat dalam alomorf terbagi /g...igi/ seperti yang terlihat dalam kata gerigi. (Hendaknya dicatat bahwa {ke...an} merupakan satu morfem, bukan merupakan penjumlahan dari dua morfem, {ke} dan {an}; demikian juga {per...an} bukannya {per} ditambah {an}, melainkan satu morfem saja. Kata keadaan, misalnya, tidak dapat diuraikan menjadi {*keada} di tambah {an} maupun menjadi {ke} ditambah {*keada} ditambah {an} maupun menjadi {ke} ditambah {*adaan}. Kata keadaan terdiri dari dua morfem, yaitu {ada} dan {ke...an}).

Perbedaan antara morfem yang satu dengan morfem lainnya dapat juga ditinjau berdasarkan jumlah fonem yang membentuknya. Secara teoretis, tidak ada pembatasan dalam jumlah fonem yang boleh membentuk sebuah morfem. Perhatikan contoh berikut dalam bahasa Indonesia:

{i}                       1 fonem
{ke}                    2 fonem
{aku}                  3 fonem
{akan}                4 fonem
{permaisuri}      5 fonem

Perlu dicatat bahwa banyak ahli bahasa beranggapan bahwa dalam beberapa bahasa terdapat morfem yang salah satu anggotanya tidak mempunyai wujud fonologis. Alomorf seperti itu disebut alomorf nol, kosong atau zero. Lambangnya ∅. Bandingkan

(15) I have a book dan
(16) I have two books dengan
(17) I have a sheep dan
(18) I have two sheep;

atau

(19) They call me Rambo dan
(20) They called me Rambo dengan
(21) They cut the grass (every Saturday) dan
(22) They cut the grass (last Saturday)

Dari perbandingan antara (15) dan (16) dengan (17) dan (18) diperoleh perbandingan berikut.

book : books = sheep : sheep = tunggal : jamak

Karena books terdiri dari dua morfem, sheep dalam contoh (18) pun terdiri dari dua morfem. Pada books penanda jamak berupa /s/, sedang pada sheep penanda jamak itu tidak berwujud. Jadi penanda jamak pada sheep adalah /∅/. Dengan pengertian ini, kata cut yang terdapat pada contoh (22) terdiri atas dua morfem, yakni {cut} dan penanda kala lampau yang berupa ∅.

Morfem dapat juga dibedakan menurut macam maknanya. Ada golongan morfem yang mempunyai semacam makna dasar yang menunjuk kepada benda, hal, perbuatan, atau sifat yang terdapat di alam sekitar kita. Morfem seperti ini dikatakan mempunyai makna leksikal dan disebut morfem leksikal. Morfem seperti {pohon}, {duduk}, dan {sejuk} termasuk dalam golongan ini. Golongan morfem yang lain tidak atau hampir tidak mempunyai makna dasar, tetapi kehadirannya membawa fungsi gramatikal. Morfem seperti itu disebut morfem gramatikal. Contoh morfem golongan ini ialah {ber-}, {me-}, {-kan}, dan {di}.


Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa

Comments

Popular posts from this blog

Tanda-tanda Koreksi

6. Tanda-tanda Koreksi Sebelum menyerahkan naskah kepada dosen atau penerbit, setiap naskah harus dibaca kembali untuk mengetahui apakah tidak terdapat kesalahan dalam soal ejaan , tatabahasa atau pengetikan. Untuk tidak membuang waktu, maka cukuplah kalau diadakan koreksi langsung pada bagian-bagian yang salah tersebut. Bila terdapat terlalu banyak salah pengetikan dan sebagainya, maka lebih baik halaman tersebut diketik kembali. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan itu, lazim dipergunakan tanda-tanda koreksi tertentu, sehingga antara penulis dan dosen, atau antara penulis dan penerbit, terjalin pengertian yang baik tentang apa yang dimaksud dengan tanda koreksi itu. Tanda-tanda koreksi itu dapat ditempatkan langsung dalam teks atau pada pinggir naskah sejajar dengan baris yang bersangkutan. Tiap tanda perbaikan dalam baris tersebut (kalau ada lebih dari satu perbaikan pada satu baris) harus ditempatkan berturut-turut pada bagian pinggir kertas; bila perlu tiap-tiapnya dipis

Buku Komposisi Gorys Keraf

Daftar Isi Buku Komposisi Gorys Keraf Kata Pengantar Daftar Isi PENDAHULUAN Bahasa Aspek Bahasa Fungsi Bahasa Tujuan Kemahiran Berbahasa Manfaat Tambahan Kesimpulan BAB I PUNGTUASI Pentingnya Pungtuasi Dasar Pungtuasi Macam-macam Pungtuasi BAB II KALIMAT YANG EFEKTIF Pendahuluan Kesatuan Gagasan Koherensi yang baik dan kompak Penekanan Variasi Paralelisme Penalaran atau Logika BAB III ALINEA : KESATUAN DAN KEPADUAN Pengertian Alinea Macam-macam Alinea Syarat-syarat Pembentukan Alinea Kesatuan Alinea Kepaduan Alinea 5.1 Masalah Kebahasaan 5.2 Perincian dan Urutan Pikiran BAB IV ALINEA : PERKEMBANGAN ALINEA Klimaks dan Anti-Klimaks Sudut Pandangan Perbandingan dan Pertentangan Analogi Contoh Proses Sebab - Akibat Umum - Khusus Klasifikasi Definisi Luar Perkembangan dan Kepaduan antar alinea BAB V TEMA KARANGAN Pengertian Tema Pemilihan Topik Pembatasan Topik Menentukan Maksud Tesis dan Pengungkapan Maksud

Observasi dan Penelitian Lapangan

3. Observasi dan Penelitian Lapangan Pengumpulan data untuk suatu tulisan ilmiah dapat dilakukan melalui observasi dan penelitian lapangan. Observasi adalah pengamatan langsung kepada suatu obyek yang akan diteliti, sedangkan penelitian lapangan adalah usaha pengumpulan data dan informasi secara intensif disertai analisa dan pengujian kembali atas semua yang telah dikumpulkan. Observasi dapat dilakukan dalam suatu waktu yang singkat, sebaliknya penelitian lapangan memerlukan waktu yang lebih panjang. Observasi dapat dilakukan mendahului pengumpulan data melalui angket atau penelitian lapangan. Dalam hal ini observasi bertujuan untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai obyek penelitian sehingga dapat disusun daftar kuestioner yang tepat atau dapat menyusun suatu desain penelitian yang cermat. Sebaliknya observasi dapat juga dilakukan sesudah mengumpulkan data melalui angket atau wawancara. Dalam hal ini tujuan observasi adalah untuk mengecek sendiri sampai di mana kebenara