Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
UNDANG-UNDANG DASAR 1945 DALAM BENTUK ASLINYA DIBERLAKUKAN LAGI
Struktur ketatanegaraan atas dasar UUD 1945 yang telah diamandemen empat kali, yang dijuluki dengan nama "UUD 2002" mengakibatkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang kacau balau. Yang kita alami sehari-hari bukan demokrasi, tetapi anarki dan chaos. Demokrasi atas dasar UI.JD 2002 tidak mencerminkan kepribadian Indonesia, tetapi membuat beberapa orang berperilaku yang sama sekali menyimpang dari akar budaya dan nilai-nilai leluhur serta karakteristik bangsanya. Penjelasannya sebagai berikut.
Demokrasi dengan pemilihan langsung sampai pada jenjang Bupati dan Camat membuat mereka merasa sama-sama mempunyai legitimasi dengan atasannnya. Atasannya merasa mempunyai legitimasi yang sama dengan atasannya lagi dan seterusnya. Jabatan yang dianggap tertinggi setelah Presiden dan Wakil Presiden, yaitu Menteri, justru yang tidak mempunyai legitimasi demokrasi. Mereka bergelantung pada Presiden yang bisa memecatnya setiap saat. Akibatnya wibawa kepemimpinan nasional terkikis.
Para pendukungnya tidak mengerti demokrasi a la Amerika Serikat, sehingga massa yang kalah dalam pilkada berkelahi fisik dengan massa pendukung yang menang.
Orang Indonesia yang terkenal rendah hati, yang humble, mendadak menjadi orang yang tanpa malu menyombongkan diri, terang-terangan mengatakan kepada rakyat bahwa dirinyalah yang paling hebat memimpin bangsa ini. Untuk itu mereka mengeluarkan banyak biaya perjalanan rombongan tim sukses yang besar, mengetengahkan massa bayaran, membayar iklan media massa yang mahal, menggunakan jet pribadi dsb.
Kalau kalah hartanya habis, bahkan masih dililit utang, membuat massa donaturnya marah dan berkelahi fisik. Kalau menang, uang dalam jumlah besar yang harus dikeluarkan harus dikembalikan, yang menciptakan potensi menggunakan kekuasaannya untuk berkorupsi.
Mereka yang menyodorkan dirinya sebagai calon pemimpin praktis tidak ada yang mempunyai program yang konkret, rinci dan dapat diterapkan dalam praktik. Semuanya hanya retorik yang mengemukakan apa yang harus dicapai, tetapi tidak dapat mengemukakan bagaimana caranya mencapai tujuan dan target yang dikehendaki atau didambakannya. Mereka hanya mengemukakan what to achieve yang bagus dan indah, tetapi tidak mampu menyusun program kerja tentang how to achieve.
Kita saksikan DPR yang tingkat kehadirannya sangat minimal, yang tidak pernah konsisten antara galaknya ketika mensinyalir adanya masalah dengan sikap akhirnya. Adanya indikasi kuat terlibatnya banyak dari anggota [OPR dalam korupsi. Kesemuanya tidak terlepas dari jumlah partai politik yang terlampau banyak tanpa mempunyai platform, sehingga yang mengemuka adalah kekuasaan yang tidak dipakai untuk memajukan dan membela kepentingan rakyat yang memberikan kepadanya kedudukan yang terhormat dengan kekuasaan legislatif.
Pemilihan Presiden secara langsung ditentukan oleh rakyat yang mayoritasnya miskin dan kurang terdidik. Mereka menjadi Objek manipulasi oleh uang, sehingga tidak menghasilkan pemimpin yang memang mempunyai semua kualitas untuk memimpin bangsanya.
Tidak demikian dengan UUD 1945. Presiden dipilih oleh MPR yang kurang lebihnya memang sudah terpilih sebagai elite bangsa yang cukup mempunyai pengetahuan, pengalaman dan kebijakan (wisdom) dalam memilih Presiden yang paling kapabel dan paling cocok untuk memimpin bangsa ini, terutama karena sebagian dari anggota MPR adalah wakil daerah dan fungsional yang diseleksi dengan matang.
Buku: Nasib Rakyat Indonesia Dalam Era Kemerdekaan
Comments
Post a Comment