Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
BLBI DALAM KRISIS 1998 YANG BERMASALAH BESAR
Atas permintaan DPR, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) menerbitkan laporan audit investigasi bernomor 06/01/Auditama Il/ Al/V11/2000 tertanggal 31 Juli 2000. Judulnya "LAPORAN AUDIT INVESTIGASI Penyaluran dan Penggunaan BANTUAN LIKUIDITAS BANK INDONESIA (BLBI)"
Ringkasan Eksekutifnya dimulai dengan "Audit dilakukan pada Bank Indonesia dan 48 bank penerima BLBI, yaitu 10 Bank Beku Operasi (BBO), 5 Bank Take Over (BTO), 18 Bank Beku Kegiatan (BBW) dan 15 Bank Dalam Likuidasi (BDL)."
Saya kutip beberapa butir yang penting sebagai berikut.
"BI tetap tidak melakukan stop kliring kepada bank-bank yang sudah mengalami overdraft dalam jumlah besar dan waktu yang lama." "Dispensasi kepada bank-bank yang rekening gironya bersaldo debet untuk tetap mengikuti kliring, pada mulanya diberikan dalam jangka waktu tertentu tanpa ada batasan jumlah maksimal. Namun, dalam perkembangan selanjutnya dispensasi tersebut diberikan tanpa batasan waktu dan jumlah maksimal."
"Dispensasi semacam itu sudah dilakukan oleh Bl jauh sebelum krisis menimpa sistem perbankan nasional. Hal ini terbukti dari adanya beberapa bank yang sudah lama overdraft sebelum krisis, namun tidak dikenakan sanksi stop kliring."
Di halaman viii di bawah huruf C dengan judul "Potensi Kerugian Negara Dalam Penyaluran BLBI" ditulis "Dari hasil audit investigasi terhadap penyaluran BLBI posisi tanggal 29 Januari 1999 yang telah dialihkan menjadi kewajiban pemerintah sebesar RPI 14.536.086 juta, kami menemukan berbagai penyimpangan terhadap ketentuan yang berlaku, kelemahan sistem dan kelalaian dalam penyaluran BLBI, yang menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp138.442.026 juta atau 95, 78% dari jumlah BLBI yang disalurkan pada tanggal tersebut."
Di halaman x diberikan perincian dari ' 'jumlah penyimpangan dalam penggunaan BLBI untuk transaksi periode sampai dengan 29 Januari 1999 sebesar Rp84.842.162 juta atau dari jumlah BLBI yang disalurkan per 29 Januari 1999 sebesar Rp144.536.086 juta.'
Perincian di halaman x tersebut adalah penyimpangan dalam peng- gunaan BLBI beserta jumlah uangnya sebagai berikut:
'BLBI digunakan untuk membayar/melunasi modal pinjaman/pinjaman subordinasi sebesar Rp46,088 miliar. Untuk membayar/melunasi kewa- jiban pembayaran bank umum yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya berdasarkan dokumen yang lazim untuk transaksi sejenis (G-3) sebesar RPI 13,812 miliar. Untuk membayar kepada pihak terkait (GA) sebesar Rp20,367458 triliun. Untuk transaksi surat berharga sebesar Rp.136,902 miliar. Untuk membayar/melunasi dana pihak ketiga yang melanggar ketentuan (G-6) sebesar Rp4,472831 triliun. Untuk membiayai kontrak derivatif baru atau kerugian karena kontrak derivatif lama yang jatuh tempo/cut loss (G-7) sebesar Rp22,463004 triliun. Untuk membiayai placement baru di PUAB ((3-8) sebesar Rp9,822383 miliar. Untuk ekspansi kredit atau merealisasikan kelonggaran tarik dari komitmen yang sudah ada (G-9) sebesar RPI 6,814646 triliun. Untuk membiayai investasi dalam aktiva tetap, pembukaan cabang baru, penggantian sistem baru (G-10) sebesar Rp436,357 miliar. Untuk membiayai overhead bank umum (G" 11) sebesar Rp87,144 miliar. Untuk membiayai lain-lain yang tidak termasuk dalam GA s.d. Gel I (G-12) sebesar Rp10,061537 triliun.
1. Banyak data di banyak bank penerima BLBI dirusak
Yang ini saya dengar dalam rapat--rapat resmi yang saya pimpin ketika saya menjabat sebagai Menko EKUIN. Rekan-rekan dari BPPN menceriterakan bahwa penyalahgunaan BLBI memang ada. Dan tidak saja ada, tetapi brutal. Setelah nilep dana BLBI yang tidak dibayarkan kepada para deposannya, data yang tersimpan di dalam CPU computer itu tidak saja dihapus, tetapi Personal Computers (PC) yang banyak itu dijebol, kabelnya ditarik begitu saja seperti orang panik. Kantor-kantor bank ketika itu seperti baru digarong dengan dinding-dinding yang bolong karena CPU computer ditarik begitu saja untuk dimusnahkan.2. Gedung Bank Indonesia terbakar
Beberapa waktu kemudian ada yang berpikir bahwa BI menerima satu lembar copy dari semua transaksi. Maka gedung BI dan ruang yang menyimpan dokumen-dokumen tersebut terbakar. Setelah itu saya membaca di surat kabar bahwa POLRI menyimpulkan tidak mustahil kebakaran itu bukan kecelakaan, tetapi dibakar.Buku: Nasib Rakyat Indonesia Dalam Era Kemerdekaan
Comments
Post a Comment