Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
KEBIJAKAN LUAR NEGERI
Kebijakan luar negeri tidak lagi bebas aktif, tetapi bebas pasif untuk lima tahun mendatang. Keterpurukan negara bangsa kita sedemikian menyeluruh dan dalamnya, sehingga semua tenaga, daya dan dana dipusatkan pada kepentingan dalam negeri terlebih dahulu.
Namun, demikian kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan semua negara di dunia. Kita juga senantiasa mengamati dengan cermat perkembangan dan pergeseran kekuatan-kekuatan antar negara yang merugikan bangsa kita. Dalam hal kita dirugikan, barulah secara aktif kekuatan-kekuatan seperti itu kita hindari atau kita lawan.
Kita tidak berpretensi dapat ikut serta dalam mengatur ketertiban dunia. Kecuali tiadanya kekuatan, dengan alasan yang sama, yaitu keterpurukan yang luar biasa dari negara bangsa kita, membuat kita tidak terlampau dipandang Oleh negara-negara lain di dunia.
Efektivitas kebijakan luar negeri kita sangat dipengaruhi Oleh kekuatan dan kondisi di dalam negeri. Dengan teknologi informasi yang demikian canggihnya, semua negara mengetahui persis kondisi bangsa kita. Maka kita lebih baik diam, sambil bekerja keras ketimbang "menyombongkan" dan membesar-besarkan diri sendiri. Negara bangsa yang lemah akan menjadi tertawaan apabila dalam hubungan internasionalnya mengemukakan kebesarannya yang sebetulnya palsu atau belum ada. Dalam kondisi seperti ini, setiap pernyataan yang mengemukakan keunggulan diri sendiri justru diterima sebagai demonstrasi kelemahan. Sebaliknya kalau kita kuat, setiap ucapan dan sikap yang tidak ada artinya diterima sebagai keunggulan. Contohnya dalam kehidupan pribadi adalah Mahatma Gandhi. Ketika beliau mahasiswa di London dan kemudian pengacara di Afrika Selatan, Gandhi selalu mengenakan pakaian yang correct dan sangat resmi. Namun, dia dihina oleh orang-orang Inggris dengan cara meludah ke jalan ketika berpapasan dengannya. Namun, ketika India yang dianggap melarat itu dengan kegigihan seluruh rakyatnya dapat menumbangkan Great Britain yang katanya rules the waves, pers Barat memujinya sebagai orang besar, bahkan the holy man, ketika dia hanya mengenakan semacam celana dalam sambil membawa tongkat. Demikian juga China. Dalam kernelaratan dan kesengsaraan luar biasa selama zaman komunis, China berhasil meledakkan bom atom (sebagai percobaan) buatannya sendiri. Mao Zedong menganjurkan kepada seluruh rakyatnya supaya jangan sombong, karena bom atomnya itu tanpa disertai dengan kekuatan, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, hanyalah macan kertas. Maka dia memaksa rakyat bekerja keras tanpa mau bergantung pada negara mana pun juga, walaupun pada negara-negara sesama ideologi seperti Uni Sovyet dan seluruh Eropa Timur, ketika rasa harga dirinya diciderai. Bukannya dia diancam diisolasi seperti Indonesia kalau berani macam-macam terhadap korporatokrasi Barat, tetapi China a priori mengisolasi dirinya sendiri dengan melarang setiap warga negaranya ke luar negeri dan melarang warga negara asing masuk ke China. Dalam kondisi semelarat apa pun, mereka tidak mau berutang budi kepada bangsa mana pun. Tidak ada yang memberitakan China dengan nada menghargai dan menyegani. Namun, dalam keberhasilannya sekarang, terutama setelah pembukaan Olimpiade di Beijing, seluruh dunia membicarakannya dengan penuh kekaguman, tanpa China sendiri berbicara tentang dirinya sendiri, dan tanpa pretensi ingin mengatur negara lain.
Dalam kondisi yang demikian, barulah dengan sendirinya bangsa yang bersangkutan akan diminta oleh masyarakat internasional agar berpartisipasi dalam mewujudkan dunia yang lebih tertib dan lebih adil.
Semua kekuatan lobi kita gunakan untuk memperoleh kembali kemandirian kita. Di dalam negeri, pemerintah harus mampu mengembangkan semua pikiran dan kebijakan yang terbaik untuk bangsa kita sendiri tanpa campur tangannya pikiran-pikiran bangsa lain ataupun lembaga-lembaga internasional. Tidak ada bangsa yang menjadi kuat, sejahtera dan makmur atas kekuatan bangsa lain.
Namun, kita tidak boleh lengah adanya upaya penyedotan kekayaan alam dan nilai tambah dari negara bangsa kita oleh negara-negara lain yang lebih kuat. Kita sudah terlanjur berpuluh-puluh tahun lamanya jatuh ke dalam cengkeraman pengaruh, pencucian otak dan pengisapan kekayaan kita oleh kekuatan-kekuatan asing, baik itu negara-negara adidaya maupun lembaga-lembaga internasional, yang kepentingannya tidak dapat dipisahkan dari kepentingan negara-negara adidaya, sehingga lembaga-lembaga tersebut dalam praktiknya dijadikan alat yang seolah-olah netral guna melakukan pengisapan terhadap negara bangsa yang lebih lemah.
Karena itu kita harus secara aktif, giat dan bersungguh-sungguh menggunakan seluruh kemampuan diplomasi kita meyakinkan kekuatan-kekuatan asing yang melakukan pengisapan terhadap kita agar menghentikannya. Kita yakinkan dengan argumentasi yang kuat dan masuk akal, bahwa kekuatan-kekuatan asing yang sedang melakukan pengisapan terhadap Indonesia akan lebih nyaman, lebih untung bersahabat dengan Indonesia yang kaya, yang sejahtera, yang makmur dan adil.
Buku: Nasib Rakyat Indonesia Dalam Era Kemerdekaan
Comments
Post a Comment