Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /ŋ/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itəm/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itɔm/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
Pergeseran Bunyi
Bunyi ujaran yang kita ucapkan dan kita dengar sebenarnya sangat banyak dan bermacam-macam. Pada umumnya kita dapat membedakan bunyi ujaran pria dari bunyi ujaran wanita, bunyi ujaran orang dewasa dari bunyi ujaran anak-anak, bahkan sering kita dapat mengetahui siapa yang berbicara hanya dengan mendengar suaranya. Semua itu memperlihatkan bahwa bunyi ujaran yang diucapkan para penutur bahasa berbeda-beda.Perbedaan ucapan tidak hanya timbul karena penuturnya berbeda. Perbedaan itu juga dapat terjadi pada diri setiap orang. Artinya, ucapan kita bergeser-geser kualitas dan kuantitasnya. Pergeseran bunyi yang kita ucapkan ada dua macam: (1) pergeseran yang terjadi karena bunyi yang bersangkutan terdapat pada posisi atau lingkungan yang berbeda, (2) pergeseran yang terjadi meskipun posisi atau lingkungan bunyi tersebut tetap sama.
Pergeseran macam pertama di atas terjadi karena bunyi cenderung dipengaruhi lingkungannya. Lingkungan suatu bunyi terutama berupa bunyi lain yang berdekatan dengan bunyi itu. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, vokal yang berada di belakang konsonan sengauan akan tersengaukan karena pengaruh konsonan tersebut. Vokal pada kata nganga, misalnya, keduanya disengaukan karena pengaruh konsonan sengauan [ŋ]. Lingkungan suatu bunyi daoat juga berupa posisi bunyi tersebut dalam suatu suku kata, kata, atau kalimat. Vokal yang terdapat dalam suku kata tertutup cenderung lebih pendek daripada yang terdapat dalam suku kata terbuka. Vokal yang ditulis dengan huruf i pada kata cinta, misalnya, cenderung lebih pendek daripada yang terdapat pada kata cita.
Pergeseran dapat juga terjadi pada bunyi konsonan, misalnya karena pengaruh vokal. Perhatikan perbedaan di antara bunyi yang dilambangkan dengan ketiga huruf k dalam kata kakiku. Kalau konsonan pertama [k] dianggap mempunyai daerah artikulasi yang normal, konsonan yang kedua, [k̯], daerah artikulasinya lebih ke depan daripada yang normal, dan konsonan yang ketiga [k̩], tempatnya lebih ke belakang daripada konsonan pertama. Kita melihat bahwa vokal [i] sebagai vokal depan menyebabkan pergeseran [k] ke depan, sedangkan vokal [u] menyebabkan pergeseran [k] lebih ke belakang daripada posisi normal.
Pergeseran macam kedua terjadi karena alat-alat ucap kita tidak mampu dengan sengaja mengucapkan dua bunyi yang benar-benar sama. Pergeseran itu biasanya sangat kecil, tetapi kadang-kadang agak besar juga, seperti pergeseran di antara [e] dan [ɛ] atau di antara [o] dan [ɔ]. Kita dapat mengucapkan vokal pertama kata seperti rela, meja, beda sebagai [e] maupun sebagai [ɛ]; kita dapat mengucapkan vokal pertama kata seperti bola, roda, dan kota sebagai [o] ataupun sebagai [ɔ].
Orang awam pada umumnya tidak mendengar pergeseran-pergeseran kecil dalam pengucapan bunyi ujarannya sendiri. Ia dibiasakan hanya memperhatikan perbedaan bunyi yang fungsional, yang dalam bahasanya penting untuk membedakan makna.
Sebagai contoh dapat dikemukakan yang berikut. Untuk orang yang sudah terlatih dalam fonetik, huruf i pertama dan huruf i kedua dalam kata bilik mewakili bunyi-bunyi yang berbeda yaitu [i] dan [I]. Sebaliknya, bagi orang awam Indonesia pada umumnya, perbedaan itu tidak ada atau tidak mereka sadari. Lain halnya perbedaan i (dalam kata tiga) dengan e (dalam kata tega), misalnya. Perbedaan ini terdengar jelas oleh para penutur bahasa Indonesia karena perbedaan itu bersifat fungsional, yakni penting untuk menandai perbedaan makna kedua kata yang dijadikan contoh.
Apakah perbedaan itu bersifat fungsional atau tidak fungsional bergantung kepada bahasanya. Yang fungsional dalam bahasa Indonesia tidak harus fungsional pula dalam bahasa lain. Sebaliknya, yang tidak fungsional dalam bahasa Indonesia (yang umumnya tidak disadari oleh pemakai bahasa Indonesia) mungkin saja bersifat fungsional dalam bahasa lain (dan ditangkap dengan jelas perbedaannya oleh penutur bahasa lain itu). Sebagai contoh, perbedaan [r] dengan [l] - yang terdengar jelas oleh para penutur bahasa Indonesia - pada umumnya tidak akan terdengar oleh telinga ekabahasawan Jepang atau Korea karena perbedaan itu, jika ada, tidak bersifat fungsional dalam kedua bahasa itu. Sebaliknya, perbedaan di antara vokal pertama dan vokal kedua dalam kata bilik mungkin terdengar jelas sekali oleh penutur bahasa Inggris. Perbedaan dalam penangkapan perbedaan bunyi ini tidak disebabkan oleh struktur anatomis yang berbeda pada telinga orang Indonesia, Jepang, Korea, dan Inggris, tetapi oleh pembiasaan yang mengikuti sistem fonologis yang berlaku dalam bahasa masing-masing.
Buku: Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Bahasa
Comments
Post a Comment