Jenis Fonem Jenis fonem yang dibicarakan di atas (vokal dan konsonan) dapat dibayangkan sebagai atau dikaitkan dengan segmen-segmen yang membentuk arus ujaran. Kata bintang , misalnya, dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk oleh enam segmen — /b/, /i/, /n/, /t/, /a/, /Å‹/. Satuan bunyi fungsional tidak hanya berupa fonem-fonem segmental. Jika dalam fonetik telah diperkenalkan adanya unsur-unsur suprasegmental, dalam fonologi juga dikenal adanya jenis fonem suprasegmental. Dalam bahasa Batak Toba kata /itÉ™m/ berarti '(pewarna) hitam', sedangkan /itÉ”m/ (dengan tekanan pada suku kedua) berarti 'saudaramu'. Terlihat bahasa yang membedakan kedua kata itu adalah letak tekanannya, sehingga dapat dikatakan bahwa tekanan bersifat fungsional. Lain lagi yang diperlihatkan dalam contoh bahasa Inggris berikut. Di sini perubahan letak tekanan tidak mengubah makna leksikal kata, tetapi mengubah jenis katanya. Kata benda Kata kerja ‘import ‘impor’
Beberapa perusahaan dapat berhasil karena yang mengusahakan memperkenalkan sesuatu yang baru. Komputer Apple meraih pangsa pasaran komputer yang besar dengan memperkenalkan komputer pribadinya. Federal Express menguasai pengiriman paket kilat/semalam, karena ia yang pertama yang dapat meyakinkan massa bagi usaha jasa seperti itu. Xerox menguasai peralatan kantor karena ia memasarkan mesin fotokopi (xeroxgrapi). Karena McDonald's menikmati posisi yang begitu berkuasa dalam usaha makanan siap saji, dapatlah dimengerti mengapa ia dianggap sebagai pencipta sistem waralaba makanan siap saji dan kadang dipercaya sebagai penemu semua bentuk waralaba. Ternyata kedua-duanya tidak benar.
Saat Ray Kroc mendirikan McDonald's System Inc, tanggal 2 Maret 1955, ia berada di antara lusinan pengusaha yang sedang berusaha menyebarkan waralaba makanan siap saji. McDonald's Kroc tidak memulainya dengan hebat melawan seperti, Burger King, Kentucky Fried Chicken, atau Chicken Delight. Mereka semua telah berada dalam bisnis ini. Dalam dua tahun setelah memulai McDonald's, Kroc menemukan dirinya berada di dalam ajang yang penuh sesak yang terdiri dari banyak pesaing lainnya, seperti Burger Chef, Burger Queen, Carol's, dan Sandy's. Lebih jauh lagi, rangkaian makanan siap saji yang baru hanyalah sekadar menerapkan metode penjualan waralaba yang telah digunakan dalam industri lainnya sejak pergantian abad ini.
Waralaba bisnis modern diperkenalkan di Amerika setelah selesainya Perang Sipil, ketika perusahaan mesin jahit Singer mengembangkan rangkaian tempat penjualan dengan menjual waralabanya kepada pengusaha setempat yang memiliki dan menjalankan usaha berupa toko. Namun waralaba tidak benar-benar berjalan sampai awal 1900-an ketika para pembuat mobil dan perusahaan minuman ringan mengembangkan jaringan penjualan nasionalnya dengan menjual waralaba kepada pembuat dan pengisian ke dalam botol serta penjual setempat. Keuntungan yang mereka lihat sangatlah memaksa/memberatkan. Penanam modal setempat wajib menyediakan sebagian besar dari modal yang diperlukan — dan menanggung sebagian besar risikonya — dalam mengembangkan sistem pendistribusian. Penetapan dalam jumlah besar lebih stabil daripada secara eceran/satuan. Untuk para pembuat mobil, penjual setempatlah yang akan menghadapi masalah tukar-beli dan perbaikan. Lagi pula, para pembuat mengemukakan alasan bahwa mereka dapat memperkuat daya tarik dalam pasar eceran dengan menyerahkan tugas penjualan ke tangan pengusaha setempat. Pada awal 1930-an, perusahaan minyak besar juga mulai melihat manfaat yang sama, dan melakukan perubahan besar untuk mewaralabakan penyebaran penjualannya.
Waralaba seperti ini menguasai tahun-tahun awal sistem waralaba. Pada tahun 1930-an, waralaba mulai meluas memasuki industri jasa dan pengecer. Tempatnya mengalami pertumbuhan paling besar. Pada awal 1930-an, penjual suku cadang mobil, seperti perusahaan pemasok mobil Western, mulai mengembangkan rangkaian waralaba nasional. Rangkaian toko kimia seperti Rexall, berbagai toko seperti Ben Franklin, dan rangkaian toko grosir seperti IGA (asosiasi penjual grosir bebas) semua mulai mengikuti.
Dengan semakin populernya mobil, Amerika menjadi masyarakat bermobil, dan — berkat radio — menjadi pasar nasional juga. Produsen memperkenalkan merek nasional melalui iklan, dan pengecer, juga mencari pengakuan terhadap mereka yang sama dari satu pasar ke pasar lainnya. Pemecahannya dengan mewaralabakan tempat-tempat penjualan.
Tidak mengherankan, jika waralaba usaha makanan berkembang bersamaan dengan kebangkitan mobil. Tahun 1924, dua pengusaha bernama Allen dan White mendirikan waralaba pertama rangkaian usaha makanan yang bertumpu pada sirup root bir yang lain. Root bir A&W mereka disajikan dalam bisnis drive in, dan dalam banyak penjualan makanan lainnya lagi. Menu aslinya hanya root bir saja. A&W menjual hak waralaba pertama seharga 2.000 dolar. Tetapi perusahaan mendapatkan sebagian besar keuntungan dari penjualan root bir kental/pekat (konsentrat) dan peralatan pendingin kepada para waralabanya. Rangkaian ini mencapai seratusan tempat penjualan, sebelum kekurangseragaman menu dan cara kerja menghentikan usahanya untuk mengembangkan usaha makanan siap saji.
Kini, A&W tetap menjadi sisa-sisa kemegahan berkat usaha waralaba yang diusahakan. Tahun 1927? J. Willard Marriott memasuki usaha penjualan makanan dengan mendapatkan waralaba A&W di Washington D.C. Dalam setahun, Marriott mengubah tempat penjualan root bir A&W-nya menjadi Hot Shoppe's, rangkaian restoran setempat yang terkenal dengan sandwich barbeque-nya. Pada saat itu, tentu saja, perusahaan Marriott menjadi rangkaian hotel nasional yang terbesar.
Namun Howard Johnsonlah yang wajar dihormati sebagai pengembang waralaba pertama dari usaha penjualan makanan, saat ia mulai membuka usaha restoran pinggir jalan besar dan tempat penjualan es krim tahun 1935. Johnson menunjukkan kepada bisnis usaha makanan, keringanan seperti apa yang dapat diperoleh suatu rangkaian usaha dengan mengandalkan modal dan keterampilan kerja para waralaba. Dalam empat tahun, nama Howard Johnson sudah terpampang pada lebih dari seratusan tempat penjualan, yang membuat rangkaian usahanya menjadi penguasa pelayanan usaha makanan di Amerika. Usahanya berkembang lebih jauh hampir menyamai usaha waralaba yang telah dimulai A&W. Semua pendapatan perusahaannya berasal dari es krim dan produk makanan lainnya yang dipasok perwakilan perusahaan.
Tetapi lonjakan waralaba industri pelayanan makanan tidak benar-benar berkembang sampai Harry Axene memulai usaha lisensi pada pertengahan 1940-an. Tahun 1944, Axene, seorang manajer penjualan perlengkapan pertanian Allis Charlmers, menemukan jenis toko es krim yang sama sekali baru di East Moline, Illinois, ketika sedang berkunjung dengan keluarganya ke sana. Toko ini diusahakan oleh Jim Elliot, tetapi John McCullough, pengusaha produk susu di Davenport, Iowa, memiliki hak atas perlengkapan dan proses pembuatannya. McCullough membelinya dari Harold Oltz, menemukan mesin pembeku yang mendinginkan campuran produk susu cair dalam tabung berukuran lima kaki dan menghasilkan aliran tanpa putus dari es krim lunak. Tidak seperti custard beku yang biasa dikeluarkan penjual dari sebuah gentong. Untuk mengisi tempat berbentuk kerucut dalam sedetik, penjualnya hanya perlu membuka kran pada mesin itu. Axene mendatangi toko Elliot karena tertarik pada antrian panjang para pembelinya. "Apa yang dijual di sana, kaus kaki nilon?" tanya Axene kepada saudara wanitanya, merujuk pada produk yang paling jarang ada pada masa perang. "Tidak", jawabnya. "Itu adalah Dairy Queen".
McCullough, yang telah mengembangkan campuran Dairy Queen, mengetahui bahwa produk es krim lunaknya akan lebih tangguh daripada hanya satu toko saja. Tetapi ia tidak tahu bagaimana harus membesarkannya. Axene tahu, dan ia membujuk McCullough untuk mewaralabakan Dairy Queen secara nasional. Keberhasilan Axene bertambah ketika pembuat tempat kerucut es krim Chicago membantu mencari duapuluh enam penanam modal — kebanyakan dari perdagangan es krim — untuk menghadiri pertemuan di hotel Moline. Axene mempersiapkan banyak diagram untuk menjelaskan kemungkinan keuntungan dari waralaba Dairy Queen, namun begitu melihat para pengunjung dengan lahap menyantap contoh es krim yang disediakan, ia langsung sadar bahwa ia memiliki produk yang dapat memasarkan dirinya sendiri.
Ke duapuluh enam penanam modal siap membayar waralaba Dairy Queen, beberapa untuk daerah yang mencakup keseluruhan negara bagian. Axene terpaksa menjual beberapa waralaba atas beberapa daerah dengan uang muka sebesar 25.000 sampai 50.000 dolar. Ini semata-mata hanya uang bonus. Sebagai tambahan, Axene membebani para waralabanya sebesar 45 sen dari setiap galon campuran es krim lunak yang mereka beli. "Menjual waralaba tidak ada masalah", katanya. "Saat mencicipi produk, mereka menjadi tergila-gila kepadanya".
Lonjakan waralaba makanan dimulai sejak hari itu di Moline. Dengan nama yang belum begitu besar, rumusan produk susu yang tidak rumit, dan pelayanan makanan yang relatif sederhana dimotori oleh mesin es krim baru, Axene mendapat tambang emas. Ia mungkin menjadi orang pertama yang menyadari kekayaan yang datangnya seketika dari penawaran waralaba makanan. Ia tidak harus menetapkan standar, memeriksa cara kerja, membeli bahan-bahan, untuk menjadi milioner dalam semalam.
Uang yang diperoleh dengan mudah itu sudah tentu menarik minat banyak pemilik waralaba lainnya. Usaha penjualan makanan drive in diarahkan untuk menjadi waralaba, karena didasarkan pada menu dan prosedur kerja yang tetap sehingga cukup mudah bagi pemula untuk menguasai. Karena semua ini merupakan semacam peralihan dari restoran biasa, mereka menarik minat berbagai penanam modal dari luar industri penjualan makanan. Drive in seperti Dairy Queen khususnya menarik para penanam modal tanpa banyak modal, termasuk ribuan tentara GI yang baru kembali dari PD II dan mencari cara menutupi kesulitan hidupnya. Banyak veteran mendapatkan modal usaha dari Urusan Bisnis Kecil. Mereka juga tidak segan-segan mengajukan pinjaman Title 1 FHA — yang disediakan untuk memperbaiki rumah mereka — dan sebaliknya menggunakan uang untuk mendapatkan waralaba usaha makanan.
Perkembangan mengagumkan dari Dairy Queen memicu revolusi dalam perdagangan restoran. Pada saat Axene mengundurkan diri dari Dairy Queen tahun 1948, sudah ada 2500 tempat penjualan yang berjalan, serta beberapa waralaba menambahkan hot dog dan produk makanan lain. Tahun 1950 Axene membentuk kemitraan dengan Leo Moranz, yang telah mengembangkan mesin pembeku otomatis yang lebih kecil dan jauh lebih unggul dari unit yang digunakan Dairy Queen. Ia menggunakan mesin baru untuk mendirikan Tastee-Freez, yang langsung bersaing keras dengan Dairy Queen. Pada pertengahan tahun 1950-an, Tastee-Freez telah memiliki 1500 tempat penjualan yang tersebar di seluruh pelosok negeri.
Namun sementara Axene dan Moranz sedang mengembangkan satu ujung dari industri waralaba drive in, Bob Wian merintis ujung lainnya. Ia memulai mewaralabakan rangkaian penjualan yang bertumpu pada sandwich Big Boy pada akhir 1930-an. Namun Wian memasuki masa kejayaan mewaralabakan drive in berpramuniaganya pada akhir 1940-an, ketika kisah tentang Big Boy muncul dalam majalah Time. "Aku dibanjiri banyak permintaan", ingat Wian, "sampai aku harus menolak beberapa orang".
Dairy Queen dan Big Boy merupakan contoh ekstrim bisnis penjualan makanan yang diwaralabakan. Tempat penjualan Dairy Queen bertumpu pada satu produk, biayanya tidak lebih dari 30.000 dolar, dan tutup selama musim dingin. Sebaliknya, Wian dapat diwaralabakan sepanjang tahun, restoran pelayanan yang masing-masing membutuhkan modal sebesar 250.000 atau lebih. Pada awal 1950-an, jelaslah terdapat perbedaan besar di antara keduanya.
Pada kenyataannya, ketika Kroc terpuruk ke dalam kesepakatannya dengan McDonald's bersaudara pada tahun 1954, jurang perbedaan ini telah tertutupi. Tertarik oleh keberhasilan Dairy Queen dan Big Boy, sejumlah pengusaha telah memulai menjual waralaba makanan siap saji yang sedikit banyak merupakan gabungan kedua contoh ekstrim ini. Dua tahun sebelum Kroc bertemu dengan McDonald's, A.L. Tunick melakukan langkah pertama untuk memperluas waralaba makanan di luar penjualan es krim. Tunick, pedagang besi bekas, menemukan alat masak khusus berbahan bakar minyak dalam salah satu pabrik yang telah ditutup perusahaannya. Saat penemu alat ini memperagakan kepada Tunick, alat ini dapat menggoreng (deep fry) ayam di bawah tekanan dalam waktu hanya sepertiga dari yang dibutuhkan dengan menggunakan penggoreng biasa. Tunick memutuskan untuk memodali pembuatan alat ini dan membangun usaha waralaba makanan siap saji yang akan mengharuskan para pembeli waralabanya membeli alat masak ini. Saat Tunick menjualnya kepada Consolidated Food tahun 1964, rangkaian usaha Chicken Delight-nya telah memiliki beberapa ratus toko.
Namun, rangkaian penjualan ayam goreng terbesar dilahirkan tahun 1952, pada saat Harlan Sanders, yang mengusahakan motel dan restoran di Corbin, Kentucky, bertemu dengan Pete Harmon, yang mengusahakan restoran hamburger di Salt Lake City. Keduanya menjadi bersahabat selama seminar pengusahaan makanan di Chicago. Setelah ini, Sanders mengunjungi Harmon dalam perjalanannya ke suatu pertemuan gereja Kristen di Australia. Ketika Harmon mengatakan kepada tamunya, bagaimana sukarnya mencari sesuatu yang khusus untuk ditambahkan ke dalam menu hamburgernya, Sanders menjawab, "Aku akan memasakkan makan malam untuk anda malam ini".
Makan malam pada malam itu yaitu ayam goreng paling lezat yang pernah dicicipi Harmon. Sebelum Sanders pergi, Harmon telah mendapatkan kombinasi rahasia sebelas bumbu dan daun-daunan, dan hari itu juga ia melengkapi menunya. Ia juga memasang papan nama di jendela restorannya dengan tulisan: KENTUCKY FRIED CHICKEN. Ketika Sanders mampir di Salt Lake City dalam perjalanan pulang, ia melihat ayamnya telah menjadi menu Harmon yang paling laris, membentuk 50 persen dari seluruh penjualannya. Nyatanya, setelah setahun mendirikan Kentucky Fried Chicken, penjualan restoran Harmon telah membengkak tiga kali menjadi 450.000 dolar. Ketika Harmon membuka restoran baru tahun 1952, ia mengundang Sanders dalam peresmian dan menobatkannya sebagai Kentucky Colonel.
Harmon mendorong Sanders untuk mewaralabakan produk ayamnya secara nasional, dan tahun 1954 Sanders menyetujuinya. Rencananya sederhana saja: memberikan resepnya kepada pengusaha restoran yang membeli waralaba Kentucky Fried Chicken untuk suatu daerah dan mengharuskan membayar satu nickel (5 sen dolar) untuk setiap ayam yang berhasil mereka jual. Harmon menjadi pembeli waralabanya yang pertama, dan Jim Collins, yang sebelumnya telah meniru sistem hamburger McDonald's bersaudara dengan Hamburger Handout-nya, segera ikut membeli. Tahun 1986 perusahaan mereka menjadi dua waralaba KFC terbesar, masing-masing dengan lebih dari 250-an toko.
Sementara tahun 1954 merupakan tahun penuh keajaiban bagi Kroc dan Sanders, mereka ternyata tidak sendirian. Pada tahun yang sama, Dave Edgerton menjadi pembeli pertama waralaba InstaBurger King. Memperolehnya untuk daerah Dade County (Miami), Florida, dari Keith Kramer dan Mattey Burns, kedua pengusaha Jacksonville yang memperoleh hak waralaba nasional bagi sistem makanan siap saji berdasarkan pangganan berbentuk sate (broiler) otomatis yang baru, yang dikembangkan oleh perusahaan peralatan Los Angeles. Dalam setahun Edgerton bergabung dengan pengusaha restoran Miami Jim McLamore.
Keduanya memiliki persamaan yang membuatnya berbeda dengan para perintis makanan siap saji lain: mereka memperoleh gelar pendidikan dari sekolah administrasi perhotelan Universitas Cornell yang bergengsi. Ini saja telah membuat mereka lebih unggul, karena pada pertengahan tahun 1950-an industri makanan siap saji menarik perhatian para pencoba-coba pengusahaan makanan dan pengusaha dari berbagai bidang lain — dan beberapa pengusaha berbobot dilatih dalam sekolah dengan cara yang lama. Edgerton dan McLamore masih menjadi satu-satunya pembeli waralaba InstaBurger King yang berhasil dengan melakukan penyesuaian dengan kebiasaan yang telah mereka pelajari. Edgerton merancang kembali alat pemanggang ayam untuk memperbaiki kekurangan utama rancangan alat aslinya yang diserahkan oleh InstaBurger King. McLamore sendiri meningkatkan daya tarik rangkaian tokonya dengan menciptakan tempat penjualan baru hamburger di persimpangan jalan yang dinamakan The Whopper. Tahun 1957? Keduanya memiliki empat toko di Miami, dan mulai menjual waralabanya secara kedaerahan dari cara kerja alat pemanggang mereka yang telah disempurnakan dan menu yang telah disesuaikan di bawah nama — Burger King. Home of the Whopper (Rumah Luar Biasa). Beberapa tahun kemudian, ketika para pemilik waralaba Jacksonville mengalami kesulitan keuangan, Edgerton dan McLamore memperoleh hak nasional sistem Burger King.
Edgerton dan McLamore segera merangsang yang lainnya memasuki ajang persaingan makanan siap saji. Mereka mendekati Perusahaan Peralatan General di Indianapolis untuk membantu mengganti pemanggang bentuk lama dan mesin pengocok yang menjadi dasar waralaba InstaBurger King yang didapatkan di Miami tahun 1954. Mereka khususnya ingin membesi-tuakan pemanggang ini. Alat dari Rube Goldberg memunculkan suatu rantai ban berjalan untuk membawa hamburger melalui pemanggang dalam keranjang logam. Keranjang ini akan membuka di salah satu ujung pemanggang untuk memasukkan adonan, tertutup kembali untuk memegang hamburger saat berjalan melalui api pemanggang, dan dengan sendirinya membuka kembali di ujung lain untuk mengeluarkan hamburger yang telah masak. Namun ternyata prosesnya tidak selalu berjalan lancar, yang mengakibatkan kekacauan kerja.
Edgerton merancang rangkaian pemanggang yang lebih sederhana, efisien tanpa keranjang, dan ia bersama McLamore meminta General Equipment untuk membuatnya. Perusahaan ini telah dikenal menghasilkan mesin es krim lunak Sani-Serve dan mesin susu kocok Sani-Shake. Namun ketika ia mulai membuat pemanggang otomatis bagi Burger King, General Equipment mendadak memiliki kemampuan penuh membuat mesin makanan siap saji. Peluang bersaing dengan Burger King segera terlihat lebih baik daripada memasoknya. Maka, tahun 1957? Frank dan Dave Thomas, dua bersaudara pemilik General Equipment memutuskan untuk menjual waralaba rangkaian hamburger 15 sen mereka sendiri, yang berdasarkan sistem pemanggang ban berjalan, dan dengan dukungan dana lebih baik, usaha makanan siap saji yang mereka dirikan — dinamakan Burger Chef — segera berkembang lebih cepat daripada Burger King.
Pembuat peralatan bukan satu-satunya pengusaha bukan makanan yang turut terangsang oleh usaha waralaba makanan siap saji di pertengahan tahun 1950-an. Para pembuat makanan, juga melihat waralaba sebagai pengembangan wajar dan sangat menguntungkan dari bisnis utama. Seperti penjual peralatan yang memasuki pasaran, para pengolah makanan membayangkan bahwa mereka juga dapat mendapatkan banyak uang dengan menjual produk kepada para pembeli waralaba. Hanya lima bulan setelah Ray Kroc membuka toko pertama McDonald's di Des Plaines tahun 1955, perusahaan es krim Bressler di Chicago membuka usaha hamburger 15 sen-nya yang pertama, bernama Henry's, sekitar sepuluh mil jauhnya. Keduanya sangat mirip. Henry's terlihat seolah tiruan kertas karbon dari drive in McDonald's karena — paling tidak secara tidak langsung — memang begitu. Sementara itu di Pantai Barat, David Bressler, satu dari kelima bersaudara yang memiliki perusahaan es krim, telah melihat Hamburger Handout-nya Jim Collins, satu dari tiruan toko asli McDonald's bersaudara. Bressler berpendapat bahwa ia telah menemukan jalan paling baik untuk menjual lebih banyak es krim, dan ia meminta Colins untuk melatih saudaranya, Charles, sehingga ia dapat memulai mengusahakan Henry's. Collins melatih Chuck Bressler selama tiga minggu di Hamburger Handout dan terbang ke Chicago untuk membantu membuka Henry's yang pertama di belahan barat laut.
Bukan hanya McDonald's dan Henry's saja yang merupakan satu-satunya rangkaian usaha yang terbentuk di pertengahan tahun 1950-an, yang mengimpikan menyebarkan konsep makanan siap saji yang telah melanda California sampai ke Midwest. Ada juga sebenarnya, paling tidak tiga rangkaian usaha lainnya yang berpusat di Illinois. Chicago juga merupakan pusat dari Golden Point, peniru dari McDonald's lainnya yang memulai dengan cemerlang tetapi tidak kedengaran lagi setelah awal 1960-an. Sandy's merupakan rangkaian restoran yang berpusat di Peoria dimulai tahun 1957 oleh beberapa waralaba awal Kroc yang telah meniru sistem McDonald's dengan menyalahi kontrak mereka. Ia, awalnya juga merupakan pesaing kuat, dan belakangan bergabung dengan Hardee's. Lalu Carol's, rangkaian penjual hamburger yang didirinkan Leo Moranz di Chicago pada akhir 1950-an (dan dinamakan menurut nama putri satu-satunya), merupakan usaha pengembangan di luar Waralaba Tastee-Freez yang dimulai Moranz tahun 1950. Sebelum rangkaian ini lenyap akhir tahun 1960-an, menjadi waralaba Burger King — Carol's berhasil berkembang sampai 200-an tempat penjualan.
Maka, saat Ray Kroc membuka tokonya di Des Plaines tanggal 15 April 1955?, ia nyaris bukan lagi perintis waralaba makanan siap saji. Sebenarnya, kelihatannya setiap orang mendadak menemukan peluang yang juga terlihat oleh Kroc. Ada beberapa pengusaha makanan yang mengabaikan pasaran baru ini, adalah mereka yang mungkin merupakan calon paling masuk akal untuk memasukinya, sedangkan restoran biasa bermodal menengah. Mungkin karena makanan siap saji merupakan peralihan radikal dari tradisi penjualan makanan sehingga pengusaha biasa tidak dapat melihat kemegahannya. Apa pun alasannya, pengembangan paling berarti dalam penjualan makanan abad ini tidak menarik minat pengusaha restoran terbesar saat itu, dan utamanya dua yang paling mengarah pada pasaran bergerak — Fred Harvey, yang mengusahakan rangkaian usaha restoran menengah di tempat perhentian kereta api dan bus, serta Howard Johnson, yang ratusan restoran pinggir jalan besarnya dianggap sebagai pendahulu waralaba makanan siap saji.
Bahkan ketika mereka mencoba memasuki pasaran makanan siap saji, rangkaian restoran yang sudah mantap ini tidak mampu memahami intisari dari revolusi yang telah dibangkitkan oleh orang-orang luar. Jim McLamore ingat suatu waktu di pertengahan tahung 1950-an ketika ia dipanggil ke kantor Howard Johnson Sr., yang ingin memeriksa panggangan sistem ban berjalan yang sedang dipakai McLamore dan Edgerton dalam usaha Burger King mereka. McLamore yang berusia tigapuluh tahun, merasa mendapat kehormatan untuk menunjukkan bentuk makanan siap saji-nya kepada Johnson yang sudah melegenda, memuat pemanggang ke dalam kendaraan dan membawanya ke kantor Johnson di Miami, tempat Johnson menjalankan salah satu perwakilan. "Rasanya seperti menjalani upacara menghadap Tuhan", tutur McLamore. Johnson sangat terkesan pada konsep Burger King, namun para penasihatnya dengan cepat menambahkan ide untuk mencetak kembali dalam cetakan Howard Johnson. Mereka mendesak agar memiliki berbagai citarasa es krim — sesuatu yang khas dari rangkaian usaha Johnson — dan selain hamburger harus ada sandwich lainnya. Akhirnya perusahaan Johnson's memasuki ajang pertarungan makanan siap saji dengan apa yang dinamakan Ho Jo Jr's, salah satu dari begitu banyak usaha makanan siap saji yang dihambat oleh banyaknya menu dan lambatnya pelayanan. "Aku merasa senang — dan aku yakin Ray Kroc juga — melihat orang memperhatikan sistem makanan siap saji kami dan mencoba menyempurnakannya", McLamore mengamati. "Mereka tidak memahami kesederhanaannya, kebutuhan pelanggan dapat dipuaskan, atau ia hanya berarti pelayanan yang cepat saja".
Kalau Ray Kroc tidak sendirian dalam memasuki pasaran makanan siap saji di tahun 1955, paling tidak ia diperlengkapi dengan suatu konsep unik. Berlawanan dengan anggapan yang ada, Kroc bukan penemu dari hamburger 15 sen, atau drive in swalayan, atau pun sistem penyiapan makanan siap saji. Apa yang Kroc temukan adalah sistem waralaba unik, satu yang membedakan McDonald's dari para pemilik awal waralaba makanan siap saji.
Ketika Kroc mengamati industri waralaba yang akan dimasuki, ia melihat kekurangseriusan dalam pendekatan yang dilakukan oleh yang lainnya. Sebagai penjual waralaba makanan lainnya, ia menambahkan suatu pandangan obyektif dari industri baru yang tidak dimiliki banyak pengusaha lain. Latar belakang dalam penjualan peralatan makanan mendorongnya melakukan pengamatan jangka panjang bagi industri yang menawarkan kepada banyak orang suatu peluang besar dari keuntungan jangka pendek. Keinginan sederhana Kroc adalah membangun bisnis makanan siap saji tahan lama yang dibedakan oleh keseragaman dan mutu dalam pelayanan serta produknya. Untuk mendapatkan ini, ia meminta lebih banyak pengendalian terhadap sistem daripada para pemilik waralaba lain, dan sebaliknya bersedia mengorbankan keuntungan waralaba yang diperoleh pemilik waralaba lainnya dengan cepat.
Dalam tahun-tahun awal memulai bisnis ini, Kroc saling bertukar kirim rekaman diktapon dengan McDonald's bersaudara, yang juga sangat teliti dalam mutu. Satu-satunya yang banyak mengisi hubungan dengan kedua bersaudara ini adalah kemungkinan bunuh diri yang terkandung dalam apa yang Kroc lihat sebagai "raket waralaba", yang membentuk bagian terbesar dari persaingan McDonald's dalam bisnis hamburger 15 sen. Sebenarnya Kroc sudah dapat melihat lebih dahulu ketika meramalkan pengembangan waralaba makanan siap saji — bagaimana mudahnya memasuki usaha ini, akan meruntuhkan ratusan tempat penjualan baru, dan bagaimana persyaratan kebutuhan kerja yang keras, akan menendang sebagian besar di antaranya ke luar. "Ini mungkin akan menjadi bisnis paling bersaing di Amerika", kata Kroc kepada kedua bersaudara pada rekaman tahun 1958. "Kita hanya memiliki satu pendekatan mantap yang nyata terhadap bisnis ini. Sedangkan lainnya akan segera mati seperti lalat. Mereka adalah para raket. Hanya mengejar uang dengan cepat. Mereka merupakan promosi. Aku kini mengetahui empat kesepakatan hamburger 15 sen, dan Tuhan tahu betapa banyaknya yang lain lagi. Mereka semua akan diusahakan dengan cepat seperti angsa lari. Orang-orang ini (para pembeli waralaba) akan melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan pemilik nama hanya akan membiarkannya saja selama mereka masih bisa mendapatkan uang dari para waralabanya. Ini akan menjadi siapa kuat akan selamat, dan kita akan berada paling puncak dari mereka yang selamat. Aku tahu bahwa hanya kita yang memiliki waralaba yang jujur dan bersih".
Intinya, rumusan waralaba Kroc berbeda dari waralaba rangkaian usaha makanan siap saji lainnya dalam beberapa hal. Yang pertama, dan mungkin yang paling kritis, adalah dihindarinya sistem waralaba atas wilayah. Kroc ditentukan agar menjual waralaba atas satu toko saja seharga 950 dolar. Ia menolak kecenderungan dasar penjualan waralaba yang banyak menarik minat rangkaian usaha lainnya: uang dapat diperoleh dengan cepat dan mudah. Menjual lisensi khusus operasi bagi pasaran yang luas; seperti mencakup suatu negara bagian, merupakan cara tercepat mendapatkan uang bagi para pemilik waralaba. Dalam hari-hari pertama penjualan waralaba Kroc, beberapa pemilik waralaba dapat meminta sampai 50.000 dolar, atau lebih mudahnya dengan menjual kepada para pembeli waralaba suatu wilayah hak khusus untuk menggunakan sistem makanan siap saji para pemilik waralaba dengan suatu pasar besar. Uang ini nyaris semuanya diperoleh dengan gratis: para pemilik waralaba tidak harus melakukan apa-apa untuk mendapatkannya. Sementara ia mungkin dapat mewajibkan untuk melakukan beberapa bantuan dasar dalam memulai usaha dan beberapa pelatihan dasar berkaitan dengan sistem kerjanya. Sebagian besar dari biaya awal yang ditarik dari para pembeli waralaba atas wilayah ini akan jatuh seluruhnya pada para pegawai perusahaan penjual waralaba.
Kadang, waralaba atas suatu daerah dapat menyerupai piramida. Saat pemegang lisensi yang menguasai waralaba atas suatu daerah yang luas menjual kembali lisensi kepada orang lain, dengan menarik biaya waralaba yang cukup besar dari masing-masing pemegang. Pembeli lisensi dari para pemegang lisensi, pada gilirannya, menjual lagi sebagian waralaba atas wilayah yang dikuasainya kepada pengusaha tingkat ketiga. Jenis lisensi atas wilayah seperti ini akan memburukkan nama pemilik waralaba, karena membuka peluang menyalahgunakan bagi mereka yang berharap dapat mendapatkan uang dengan cepat dan mudah, dengan menjual konsep makanan siap saji yang tidak mereka dukung secara operasional.
Saat Kroc memulai McDonald's, menjual wilayah khusus merupakan aturan utama dalam penjualan waralaba. Dairy Queen dan Tastee-Freez banyak menjual waralaba atas wilayah. Axene menjual masing-masing wilayah Dairy Queen sampai seharga 50.000 dolar, dan pada saat Moranz menjual waralaba Tastee-Freez secara nasional, ia hanya memiliki duapuluh lima pembeli waralaba utama. Semuanya atas wilayah yang luas dan khusus. Umumnya, pembeli waralaba utama Dairy Queen menjual kembali lisensi dari sebagian wilayah yang dikuasainya. Kadang-kadang melalui pembeli tingkat ketiga atau keempat. Saat lisensi akhirnya telah habis wilayahnya dan hanya dapat dijual kepada satu toko saja, pemilik harus menanggung beban biaya waralaba yang sangat besar.
Dengan setiap pemilik tingkatan waralaba menarik bagiannya dari penjualan es krim, pengusaha toko setempat hanya mendapatkan keuntungan minimum bersih yang tipis sekali. Daripada harus membagi-bagi keuntungan kepada begitu banyak tingkatan penguasaan waralaba, banyak pengusaha Dairy Queen setempat akhirnya meninggalkan sistem ini — mengganti dengan namanya sendiri — setelah menyimpulkan bahwa akan lebih menguntungkan kalau berusaha secara bebas.
Waralaba atas wilayah dengan sendirinya terbatas pada penjualan es krim lunak. Kebanyakan dari rangkaian penjualan ayam goreng dan hamburger pada awalnya juga melakukan. Nyatanya, pemegang lisensi terbesar Burger King, Diversifood Inc. menguasai waralaba Burger King atas seluruh Louisiana dan Chicago metropolitan. Dengan sebanyak 377 toko, pendapatannya melebihi 500 juta dolar. Membuatnya sebanding dengan rangkaian usaha makanan siap saji menengah. Sebenarnya, tahun 1985, induk Burger King, Pillsbury Co. menunjuk Diversifood untuk menguasai sepenuhnya pembeli waralaba terbesarnya. Penjualan waralaba atas wilayah terus berlanjut, bahkan pada usaha makanan siap saji yang relatif lebih baru. Wendy's internasional berkembang pesat tahun 1970-an sebagian berkat kegesitannya menjual waralaba atas wilayah yang luas kepada penanam modal besar, yang diharuskan membangun toko-toko baru dengan cepat.
Namun kalau tujuan dari waralaba sendiri tidaklah jujur, waralaba atas wilayah kadang mengalami masalah serius. Selain cacat yang dialami Dairy Queen, waralaba atas wilayah membuatnya sangat sulit mengembangkan kendali atas perkembangan rangkaian usahanya. Waralaba atas wilayah yang luas, dengan jumlah luar biasa dari uang yang ditanam oleh para pengusaha setempat, akan mengembangkan wilayahnya sesuai dengan apa yang mereka anggap baik. Maka, Dairy Queen segera bekerja secara berbeda dalam berbagai bagian negara. Beberapa ada yang menambahkan makanan, beberapa lagi tidak. Bahkan mereka menggunakan tempat es dan bentuk serta ukuran yang lain. Dengan hanya sedikit penyeliaan terpusat, mutu dari cara kerja setempat sangat berbeda di seluruh daerah. Sementara ada juga yang masih mempertahankan mutu dan pelayanan. Axene ingat bagaimana lainnya akan "mengoceh" dengan menambahkan air ke dalam campuran produk susu dan adonan es krimnya.
Masalah nyata pada waralaba atas wilayah adalah bahwa kesalahan dalam memilih pembeli waralabanya akan segera menjadi masalah yang semakin besar. Kalau pemilik waralaba hanya memiliki satu pembeli waralaba dengan satu toko, ia hanya akan memiliki satu macam masalah. Tetapi kalau pengusaha dengan keuntungan minimum yang sama memiliki hak berdasarkan kontrak untuk mendirikan sebanyak mungkin toko dalam wilayah yang menjadi haknya, masalah mutu dari pemilik waralaba akan menjadi mimpi buruk menakutkan.
Saat Axene keluar dari Dairy Queen tahun 1948 dan belakangan bergabung dengan Leo Moranz untuk mendirikan Tastee-Freez, keduanya mencoba memperbaiki beberapa masalah pengendalian yang diakibatkan oleh sistem penjualan waralaba atas suatu wilayah. Tastee-Freez mengandalkan mesin pembeku yang telah banyak disempurnakan, yang dapat menghasilkan es krim lunak dengan lebih efisien, dan dengan sendirinya memompakan adonan cair ke dalam tabung pembeku untuk menggantikan adonan yang telah dikeluarkan. Sebaliknya, Dairy Queen membutuhkan seorang petugas yang terampil untuk mengendalikan pompa dengan satu tangan, sementara tangan lainnya mengisikan es krim ke dalam tempat kerucut untuk dijual. Kalau mesin pembeku merupakan bagian mahal dalam usaha Tastee-Freez, maka pompa yang tidak begitu mahal menjadi jantung dari sistem kerjanya. Axene dan Moranz merancang suatu kerangka cerdik untuk mengendalikan rangkaian usaha baru dengan menjual mesin pembekunya kepada para pembeli waralaba atas wilayah, tetapi pompanya disewabelikan (leasing) kepada mereka. Kalau para pembeli waralaba ini ternyata tidak berjalan dengan baik, akibat yang ditimbulkan terhadap sistem dapat dibatasi dengan mengakhiri sewa beli. Dalam istilah Tastee-Freez, cara mendisiplinkan para pengusaha yang bermasalah disebut "menarik pompa kembali".
Masih saja rangkaian usaha Dairy Queen dan Tastee-Freez lemah akibat ketidakmampuan mereka mengendalikan para waralaba atas wilayah yang besar-besar. Khususnya, mereka kehilangan peluang emas untuk menaiki kereta musik makanan siap saji pada pertengahan tahun 1950-an. Kurangnya kendali atas pembeli waralaba besar, mereka tidak dapat mengubah usaha es krim menjadi tempat penjualan makanan yang menyediakan mutu pelayanan dan menu yang seragam. Dengan kegagalannya beralih menjual makanan siap saji, kedua rangkaian ini mengalami kesulitan menutup biaya real estat selama tahun 1960-an. Tastee-Freez nyaris bangkrut satu dekade kemudian. Walau Dairy Queen dapat lebih mampu melakukan pengalihan menjual makanan, ia kehilangan posisi yang pernah dikuasainya sebagai penjual waralaba makanan terbesar nasional.
Axene menyimpulkan bahwa kalau ia akan memulai menjual waralaba lagi, ia akan mengikuti pendekatan bertahap Kroc dalam menjual waralaba dengan lebih memperhatikan pengendalian mutu dan menghindari uang mudah dari penjualan lisensi atas wilayah yang besar. "Lebih baik maju secara perlahan dan melakukan segalanya dengan unggul", kata Axene, pendiri Dairy Queen. "Kami terburu-buru. Kami dapat melihat uang itu melayang di sana di depan kami, dan kami semua ingin memilikinya. Menurutku, ia (Kroc) memperoleh ide bagi sistem penjualan waralabanya dengan memperhatikan Dairy Queen dan memikirkan tentang apa yang akan terjadi kalau ia melakukan hal sama dengan yang dilakukan Dairy Queen. Ia menghindari semua itu".
Kroc dengan cepat memantapkan semua kendali atas semua pembeli waralabanya dengan menjual satu demi satu waralaba dan hanya boleh membuka satu toko saja. Kalau beberapa pembeli waralaba sebelumnya diberi kuasa wilayah atas daerah metropolitan seperti Washinton D.C., Cincinnati, dan Pittsburgh, maka Kroc dengan cepat mulai mengurangi wilayah yang dikuasai pembeli waralabanya sampai radius satu atau dua mil, dan pada tahun 1950 hanya terbatas sepanjang jalan di depan toko pembeli waralabanya saja. Bahkan dalam perjanjian wilayah dengan para pengusaha sebelumnya, Kroc tidak menjual hak atas wilayah, ia memberikannya dengan begitu saja. Tidak juga memberikan hak kepada para pembeli waralabanya untuk membangun sebanyak mungkin unit McDonald's baru dalam wilayah mereka. Waralaba atas wilayahnya hanya memiliki hak untuk menambah toko, kalau McDonald's memutuskan untuk menambah toko dalam wilayah mereka. Mereka dapat melarang McDonald's memberikan hak penambahan toko kepada orang lain dalam wilayah mereka, tetapi mereka sendiri tidak dapat meminta untuk menambah tokonya.
Maka McDonald's dapat — dan memang melakukannya — membatasi hanya satu toko saja kepada para pengusaha waralaba yang sebelumnya memiliki catatan kinerja buruk. Pengusaha kuat, seperti John Gibson dan Oscar Goldstein di Washington dan Groen di Cincinnati, pada akhir tahun 1950-an berhasil mengembangkan perjanjian wilayahnya dengan Kroc menjadi empatpuluh tiga toko dan empatpuluh usaha toko, tetapi bagi yang kurang berhasil tidak pernah diijinkan menambah di luar toko pertamanya. Ini karena Kroc lebih memilih untuk mengorbankan pasar mereka daripada mengurangi mutu sistem. Sebagai hasilnya, saat McDonald's tahun 1971 pindah ke bangunan kantor markas besar delapan lantai di Oak Brook, pinggiran kota sebelah barat Chicago, tempat para pekerja berkerah putih, ia memasuki ke tengah-tengah enam buah pasaran pinggiran kota dengan hanya satu toko saja. Ini adalah suatu pasaran McDonald's yang paling terbelakang. Alasannya, Joseph Sweeney, yang berhasil menguasai wilayah ini dalam kesepakatannya dengan Kroc tahun 1957, menjalankan satu toko yang tidak mematuhi standar keras McDonald's. Sweeney tidak pernah diijinkan menambah toko. Perusahaan membeli kembali waralaba darinya tahung 1968, dan kini wilayah lama Sweeney dapat menyombongkan diri dengan lima belas McDonald's.
Tentu saja, Kroc tahu perusahaannya dapat memulai pada pijakan keuangan yang lebih mantap kalau ia menjual wilayah yang luas dengan harga tinggi. Tetapi ia juga tahu, penanam modal yang menandatangani kesepakatan akan menginginkan sesuatu atas uang mereka — misalnya, jaminan bahwa mereka dapat menggunakan tempat untuk membangun toko mereka sendiri, dan bekerja dengan sedikit sekali pengaturan dari Kroc. Berkat pengalamannya menjual alat pencampur minuman pada rangkaian usaha seperti Dairy Queen, Kroc telah dapat melihat ketimpangan akibat dari kurangnya pengendalian. Di atas semua itu, ia menginginkan keseragaman dalam McDonald's — suatu merek dagang yang akan bertahan dengan mutu produk dan kecepatan layanan yang sama di seluruh penjuru negara. Ia yakin benar, McDonald's tidak dapat memperoleh hal ini kecuali ia memberlakukan pengendalian sepenuhnya atas mereka yang mendapatkan lisensi. Kalau rangkaian usaha lain memulai dengan mengijinkan para waralabanya untuk menyimpang, kesungguhan pada standar kerja merupakan prinsip bagi Kroc sejak awalnya. "Kini, terkutuklah, kita tidak akan melayani bisnis monyet apa pun (dari para waralabanya)", Kroc memberitahukan kepada kedua McDonald's dalam rekaman tahun 1958. "Orang-orang ini ingin menandatangani suatu waralaba, demi Tuhan, ini merupakan masalah kesungguhan pembelinya. Sekali menandatangani, mereka akan bersungguh-sungguh dan kita akan terus mempertahankannya bahwa mereka benar-benar bersungguh-sungguh". Dengan sendirinya Kroc membenci ide untuk menjual modal dasar McDonald's — waralabanya — kepada para penanam modal yang kaya yang sistem kerja dan kekuatannya mungkin pada suatu hari akan melebihi perusahaan Kroc sendiri. "Saat anda menjual suatu waralaba atas wilayah yang besar", Kroc menjelaskan, "anda menyerahkan bisnis kepada orang yang memiliki daerah itu. Ia menggantikan perusahaan anda, dan anda tidak memiliki kendali".
Dengan mempertahankan hak menentukan apakah pembeli waralaba diijinkan mendirikan toko kedua dan seterusnya, McDonald's juga mempertahankan satu-satunya kendali yang dapat digunakan untuk menggerakkan pembeli waralaba agar mengikuti peraturan tentang sistem dan mutu, pelayanan, kebersihan, dan nilai. Seperti dilihat Kroc, menjaga hal ini merupakan yang sangat kritis bagi McDonald's untuk mendatangkan keuntungan dalam jangka panjang. Baginya, melakukan pengalihan dari keuntungan jangka pendek dengan menjual hak wilayah khusus dengan biaya, pantas memangkas sisi gelap sistem waralaba. Kroc mengatakan kepada penjual waralaba yang melakukannya: "Mereka gila uang, dan aku tidak pernah takut kepada mereka. Mereka tidak akan menghambat usaha menghasilkan uang yang jujur dan membahagiakan".
Kroc juga bertahan terhadap godaan untuk menghasilkan keuntungan besar dengan menjual produk dan peralatan kepada para waralabanya. Kebijaksanaan ini juga bertentangan dengan butir-butir kebiasaan dalam industri. Sebenarnya banyak penjual waralaba makanan besar lainnya mendapatkan sebagian besar keuntungan dengan menaikkan/menyulap harga barang-barang mereka. Tastee-Freez menjual mesin pembeku kepada para waralabanya. Dairy Queen menarik 45 sen dolar dari setiap galon campuran seharga 1,40 dolar yang ia setujui untuk dijual kepada para waralabanya. General Equipment menjual mesin pengocok, pemanggang, dan banyak peralatan dapur lainnya kepada para waralaba Burger Chef-nya. Chicken Delight mengharuskan para waralaba membeli pemasak ayamnya. Howard Johnson membangun pabrik es krim dan gula-gula untuk memasok serta mengusahakan cabang perwakilan yang besar untuk memasok toko-toko para waralabanya dengan sebagian besar produk makanan mereka yang lainnya. Industri DavMor Burger King (dinamakan sesuai dengan nama pendirinya David Edgerton dan James McLamore) membuat pemanggang untuk dijual kepada para waralaba dan mengusahakan perwakilan yang memasok produk makanan kepada mereka. Sebaliknya sangatlah berlawanan, Kroc hanya menjual kepada para waralabanya dua buah alat pencampur minuman seharga 150 dolar, dan ini pun hanya selama dekade pertama McDonald's.
Pemilik waralaba harus memiliki suatu cara untuk menghasillkan uang, tetapi menjual produk kepada para waralabanya dapat menciptakan gambaran — nyata atau hanya bayangan — dari suatu pertentangan kepentingan antara pemilik dan pembeli. Sebenarnya, praktek ini telah mengarahkan beberapa waralaba makanan siap saji kepada tindakan yang dapat dituntut. Chicken Delight misalnya, menghentikan usahanya tidak lama setelah ia kehilangan kepercayaan menyusul tuntutan para waralabanya atas keharusan membeli perlengkapan pemasak ayam hanya dari mereka.
Masalah yang lebih besar, tetapi lebih mendalam dalam memasok para waralaba adalah, bahwa hal ini dapat mendorong rangkaian usaha restoran kepada kecenderungan untuk lebih mengusahakan cabang-cabang perwakilan serta pabriknya daripada mengusahakan toko. Pergeseran orientasi mereka meningkatkan keuntungan yang mereka hasilkan sebagai pemasok, bukan sebagai pengecer, dan akibatnya mereka mulai mengabaikan usaha toko dan para pelanggan eceran.
Ini terjadi pada Burger Chef, yang dalam tahun 1960-an merupakan pesaing McDonald's paling serius. Induknya, General Equipment, membuat sebagian besar perlengkapan seharga 250.000 dolar yang mengisi setiap Burger Chef. Rangkaian usaha ini, dibentuk beberapa tahun setelah McDonald's, meniru cara kerja hamburger 15 sen dolar-nya, dan dengan dukungan keuangan General Equipment mereka dapat berkembang pesat. Tahun 1968, ketika Burger Chef dijual kepada General Foods, ia memiliki hampir seribu toko. Hanya selusinan toko kurangnya dari penguasa pasar McDonald's. Namun setelah itu Burger Chef mengalami penurunan. Pada awal 1970-an, General Foods melakukan banyak penghapusan di dalam Burger Chef, dan perkembangan rangkaian usaha ini mendadak berakhir. Belakangan, Burger Chef dijual kembali, dan kalau pun masih hidup, ia tidak lagi menjadi pengusaha makanan siap saji yang besar.
Apa yang diperoleh dari kemunduran seperti ini? Penjelasan yang paling masuk akal adalah, bahwa induk Burger Chef menganggap rangkaian usaha ini sebagai tempat penjualan bagi peralatan yang dibuatnya, dan tidak melakukan sedikit penekanan dalam menyempurnakan cara kerja dalam toko-tokonya. Jack Roshman, pernah menjadi pembeli terbesar waralaba Burger Chef dan belakangan menjadi salah satu pendiri Ponderosa Inc; rangkaian usaha steak house, menyebutkan pertentangan kepentingan antara peralatan Burger Chef dan usaha restoran. Roshman, yang membuka lebih dari seratus Burger Chef di Ohio, menyangkal bahwa sistem Burger Chef bertumpu pada pemanggang dan bukannya pada pembakar, karena General Equipment menjual alat pemanggang, bukannya pembakar. "Aku selalu menginginkan hamburger bakar (di Burger Chef), dan aku berusaha mendapatkannya, karena menurutku masyarakat Amerika lebih menyukai hamburger bakar daripada yang dipanggang", kata Roshman. "Tetapi kami menjual pemanggang, dan sebab itu kami memiliki panggangan dalam restoran kami".
Sama halnya, ia menyangkal bahwa penggoreng ala Perancis yang terbaik dalam pasaran dibuat oleh suatu perusahaan Chicago bernama Keating, yang memasok McDonald's. Para waralaba Burger Chef awalnya memang menggunakan penggoreng ini, juga, sampai General Equipment mulai memasok salah satu produksinya yang menurut penilaian Roshman lebih buruk. Kalau suatu perusahaan peralatan berada dalam bisnis penjualan makanan sebagai cara menjual produknya, kata Roshman, "Anda akan cenderung tidak membeli produk yang terbaik (bagi rangkaian usaha makanan siap saji), karena anda membeli satu yang anda buat sendiri. Anda menganggap bahwa produk anda adalah yang paling baik".
Akhirnya, General Equipment menjual sekitar tiga perempat dari semua peralatan yang masuk ke dalam setiap Burger Chef, dan Roshman yakin bahwa dana yang seharusnya digunakan untuk memperbaiki cara kerja restoran dihabiskan bagi pengembangan jenis peralatan baru. Roshman bahkan menyarankan agar General Equipment mengkaryakan Burger Chef, membiarkannya melakukan pembelian peralatan secara terpisah. Namun pendapatnya ditolak oleh Frank Thomas, yang menjalankan General Equipment dengan saudaranya Dave. "Anda tidak akan dapat menjalankan kedua usaha itu sekaligus dengan baik", kata Roshman. "Mereka seharusnya memberikan kebebasan kepadaku untuk membeli peralatan di mana aku dapat memperoleh harga terbaik serta produk paling unggul dan bukannya menodongkan peralatan mereka ke kerongkonganku".
Kroc mengetahui, bahwa menjual waralaba atas wilayah dengan harga tinggi dan meraih keuntungan dari penjualan pasokan kepada para waralaba akan mengakibatkan kelemahan mendasar: pemilik waralaba mendapatkan sebagian besar uangnya, bahkan sebelum restoran para waralabanya dibuka, dan jadinya kurang tergantung pada keuntungan dari keberhasilan restoran baru tersebut. Selain itu, seperti diamati pimpinan senior McDonald's, Fred Turner, rangkaian usaha yang mencoba meniru McDonald's, tetapi juga mendapatkan uang secara mudah dengan menjual wilayah dan peralatan kepada para waralabanya, tidak pernah mendapatkan penghasilan dan sistem kerja yang setingkat dengan McDonald's. Bangunan mereka tidak sama megahnya, dan tokonya tidak begitu bersih. Turner yakin bahwa praktek waralaba seperti itu dapat menjelaskan mengapa: "Mereka tidak memperhatikan toko, karena usaha toko bukan tempat menghasilkan uang. Saat para pemilik waralaba mendapatkan sebagian besar pendapatannya sebelum toko dibuka, apakah melalui penjualan peralatan atau meninggikan harga waralabanya, sebagian besar dari tugasnya telah selesai. Selanjutnya kurang berarti baginya daripada untuk kami".
Sebaliknya, penjualan dalam toko berarti segalanya bagi McDonald's, karena Kroc hanya menjual waralaba atas satu toko, awalnya dengan harga hanya sebesar 950 dolar. McDonald's mendapatkan sebagian besar uangnya dari 1,9 persen hasil penjualan toko yang ditarik sebagai biaya pelayanan. Tidak ada keuntungan yang ditarik dari menjual wilayah atau pun peralatan, di samping keuntungan kecil yang diperoleh Prince Castle dari penjualan alat pencampur minumannya. "Metoda kami dalam mendapatkan penghasilan bergantung sepenuhnya pada jumlah penjualan di toko-toko waralaba", Turner menjelaskan, "Dengan demikian kepentingan ekonomi kami tidak bertentangan dengan kepentingan pembeli waralaba kami, tetapi bahkan sesuai dengan mereka".
Singkatnya, sementara para pemilik waralaba lain memikirkan untuk menggemukkan lapisan bawah, McDonald's memusatkan untuk menggemukkan lapisan atasnya — pendapatan total dari semua restoran waralaba dalam Sistem McDonald's. Kalau mereka berhasil melakukan hal ini, Kroc berulangkali mengatakan kepada para manajer perusahaannya, keuntungan dari perusahaan pemilik dan pembeli waralaba akan datang dengan sendirinya. Karena keberhasilan dari pengusaha setempat sangat penting bagi keberhasilan McDonald's sendiri, Kroc sangat cermat menghindari melakukan hal-hal yang dapat mengakibatkan para waralabanya berada dalam kerugian ekonomi dan persaingan. McDonald's, harus menjalankan peranan penting dari sejak awal dalam memilik pemasok bagi para pembeli waralabanya, tetapi ini dilakukan untuk memperoleh keuntungan harga yang dihasilkan dari kekuatan pembelian sistem yang lebih luas. Kroc lalu menyalurkan keuntungan kepada para pembeli waralabanya, menolak apa yang biasa dilakukan rangkaian makanan siap saji, sebelumnya dengan menerima potongan harga dari para pemasok.
Sementara ia waspada terhadap semua kekurangan yang lainnya, Kroc merasa yakin bahwa kelemahan dasar dari rangkaian pemilik waralaba lain adalah keserakahan mereka memburu potongan harga dari harga pemasok terhadap para waralabanya. Maksud keseluruhan dari sistem waralaba, ia sadari, adalah untuk memperoleh keuntungan dari pembelian secara kelompok, sehingga para pengusaha restoran dalam rangkaian usaha ini dapat menjual makanan dengan harga lebih rendah daripada kalau mereka usahakan sendiri. "Tidak ada yang akan menyalahkan kita karena menerima imbalan, menerima komisi, atau lainnya yang sejenis kecuali kalau ia ingin menghadapi umpatan jutaan dolar setelahnya, karena aku akan segera menendangnya", kata Kroc kepada McDonald's bersaudara dalam surat berupa rekaman tape. "Para waralaba kita tahu di pihak mana roti mereka diberi mentega. Hasilnya mereka dapat bekerjasama. Kalau anda mendapatkan alasan paling sederhana dari orang untuk bekerjasama, anda akan memastikan kerjasama mereka".
Sebaliknya Kroc meyakini, bahwa praktek pemasokan dari rangkaian usaha lainnya membangkitkan perampokan dari para waralaba mereka. Tentang ini, penglihatan Kroc adalah duapuluh-duapuluh. "Sejumlah besar unit Howard Johnson kini menjadi sia-sia (pasokan makanan) karena harga yang dikenakan kepada mereka oleh Howard Johnson benar-benar berlainan dengan apa yang dapat dibeli di tempat mereka, yang mengakibatkan penurunan moral di mana-mana", lapor Kroc kepada kedua bersaudara dalam rekaman tahun 1958. "Aku maksudkan bahwa ini berubah menjadi buruk. Howard Johnson benar-benar sedang mengalami kemunduran".
Kroc begitu kerasnya dalam menolak potongan harga yang diberikan secara resmi oleh penjual makanan siap saji kepada pemilik waralaba atas pasokan yang mereka jual, sehingga ia bahkan menolak segala yang gratis dari para pemasok McDonald's. Harry Smargon, yang mendirikan perusahaan aroma bumbu (shortening) kecil di Chicago tahun 1952, mulai mendapatkan pesanan melalui telepon dari Kroc, yang telah mendengar tentang aroma bumbu Smargon dari penjual lainnya. Ini terjadi pada tahun 1956, dan Kroc baru saja mendirikan McDonald's dan hanya memiliki tiga toko di daerah Chicago. Pesanan ini — lima ratus pon sekaligus — tampak besar bagi Smargon, yang memutuskan setelah melayani beberapa kali pesanan untuk menemui pembelinya.
"Ray, ini tidak pernah terjadi padaku, ada pembeli yang memberikan pesanan terus menerus tanpa menginginkan sesuatu dariku sebagai imbalannya", kata Smargon kepada Kroc. "Apa yang anda inginkan?" Smargon mencari-cari kalau ada kebaikan dalam bisnis yang dapat ia lakukan kepada McDonald's.
"Harry, aku tidak ingin anda memberikan anggur atau mengajakku makan malam, dan aku tidak menginginkan hadiah Natal apa pun", jelas Kroc. "Aku hanya menginginkan mutu aroma bumbu terbaik yang dapat anda berikan kepadaku".
Perusahaan Smargon, Interstate Food, akhirnya membengkak menjadi pemasok bumbu terbesar dalam bisnis makanan siap saji, dengan pendapatan lebih dari 100 juta dolar dalam setahun. Putra Smargon, Kenneth, yang menjalankan perusahaan selama satu dekade setelah dibeli oleh perusahaan CFS Continental, ingat bagaimana banyak rangkaian usaha makanan siap saji menginginkan imbalan satu penny (1 sen dolar) dari setiap pon aroma bumbu yang dijual kepada para waralaba, dan mengapa Smargon menolak berurusan dengan mereka. "Mereka tidak berhak mendapatkan", kata Ken Smargon, "Hanya akan menjadi hambatan bagi para waralaba. Ini merupakan keserakahan". Dengan tidak memanjakan diri terhadap imbalan, kata Smargon, McDonald's sama-sama menunjukkan kepada para pemasok dan pembeli waralabanya bahwa "ini adalah bisnis untuk jangka panjang, bukan jangka pendek". Tidak mengherankan, tambahnya, bahwa semua rangkaian yang pernah datang kepadanya meminta imbalan tidak bertahan lama.
Dengan menolak memanfaatkan keuntungan dari para waralabanya, McDonald's menempatkan posisi keuangan para waralaba di atas posisinya sendiri. Intisari dari filsafat penjualan waralaba Kroc yang sederhana namun mengagumkan adalah, bahwa perusahaan pemilik waralaba hendaknya tidak hidup dari keringat para waralabanya, tetapi menjadi berhasil dengan membantu para waralabanya untuk berhasil. Kalau filsafat semacam ini menimbulkan perasaan tertarik kepada keadilan kemanusiaan, maka ia juga dapat menimbulkan kesalahan logika dalam bisnis, karena perusahaan pemilik waralaba tidak akan berhasil tanpa hubungan yang selaras/harmonis dengan para pembeli waralaba yang juga merupakan mitranya.
Akhirnya, yang jenius dari Ray Kroc adalah, ia memperlakukan para pembeli waralabanya sebagai mitra sejajar. Ia merupakan satu-satunya dari selusinan yang melihat potensi yang mengagumkan dari restoran dengan pelayanan cepat, tetapi ia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki orang lain — para waralaba bekerja di sisinya. Karena Kroc dan perusahaannya telah menjunjung tinggi kepentingan sistem secara keseluruhan, ia berada dalam posisi untuk mengilhami para waralabanya guna melakukan hal yang serupa. Yang benar-benar memisahkan McDonald's dari yang lainnya adalah kemampuan Kroc untuk memimpin dan mengatur usaha ratusan pengusaha lain — para waralaba McDonald's-nya — untuk bekerja tidak sekadar memenuhi kepentingan pribadi, tetapi juga demi kepentingan McDonald's. Seperti yang dilihat Ray Kroc, bahwa mereka semuanya sama dan merupakan kesatuan.
Baca: Buku Dibalik Kesuksesan McDonald's
Comments
Post a Comment